• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP BENTUK USAHA

A. Istilah Bentuk Usaha Tetap Dalam UU PPh dan Perjanjian

Perpajakan

Istilah bentuk usaha tetap, yang dalam bahasa Inggris disebut permanent establishment, dikenal di kalangan dunia perpajakan Indonesia baru setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yaitu pada tanggal 1 Januari 1984. Sebelumnya istilah yang dipergunakan bukan bentuk usaha tetap, tetapi pendirian tetap. Penggantian istilah pendirian tetap dengan bentuk usaha tetap didasari alasan bahwa istilah pendirian tetap lebih berkonotasi kepada pendapat atau pemikiran, bukan kepada bentuk usaha. 129

BUT, sebagai titik ambang batas pemajakan, tampak merupakan kristalisasi dari aktivitas ekonomi WPLN, sudah pantas diminta berpartisipasi dalam sistem perpajakan karena sudah setara dengan aktivitas yang dijalankan badan WPDN sehubungan dengan terdapatnya risiko berusaha (business risk) agar usaha tersebut tidak secara prematur dikenakan pajak. Hal demikian akan memberikan tenggang waktu (grace period) bagi perusahaan pemula atau marginal agar bisa hidup dan berkembang dahulu.130

129

Jaja Zakaria, Op.Cit., hal. 1

130

Gunadi, Op.Cit., hal .61

Bentuk usaha tetap dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan diartikan sebagai berikut:

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

a. tempat kedudukan manajemen; b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor; e. pabrik; f. bengkel; g. gudang;

h. ruang untuk promosi dan penjualan;

i. pertambangan dan penggalian sumber alam; j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan

p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.131

Bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business). Tempat usaha tersebut haruslah bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan atau berkedudukan di Indonesia.132

Untuk adanya suatu bentuk usaha tetap diperlukan syarat-syarat di antaranya: 131 http: 132

1. adanya tempat usaha (place of business);

2. usaha atau yang dilakukan haruslah bersifat permanent (certain degree of permanent);

3. adanya sifat ketergantungan (dependence).

Dengan mengambil salah satu contoh bentuk usaha tetap tersebut di atas, misalnya gedung kantor, gedung kantor tersebut baru akan merupakan bentuk usaha tetap apabila di gedung kantor itu dijalankan usaha (business) atau kegiatan suatu perusahaan luar negeri. Sebaliknya, apabila di gedung kantor tersebut tidak dijalankan usaha, misalnya apabila kegiatan di gedung kantor tersebut hanya sebatas pengumpulan data atau promosi untuk kepentingan suatu perusahaan di luar negeri, gedung kantor tersebut bukan bentuk usaha tetap dari perusahaan luar negeri yang bersangkutan.133

Dilihat dari bentuknya, bentuk usaha tetap dapat dikelompokkan dalam empat tipe, yaitu sebagai berikut :134

1. Bentuk Usaha Tetap Tipe Aset

BUT kelompok ini ditenggarai dengan adanya fasilitas fisik (aset) yang merupakan tempat untuk menjalankan sebagian atau seluruh usaha atau melakukan kegiatan perusahaan WPLN di Indonesia. Tempat usaha demikian dapat merupakan kepunyaan sendiri, disewa dari pihak lain atau difasilitasi pihak lain yang memungkinkan pemanfaatan tempat usaha tersebut. Sesuai dengan kelaziman internasional (Model Konvensi OECD

dan UN), untuk mempunyai kualifikasi sebagai BUT, tempat usaha tersebut harus mempunyai derajat kepermanenan baik secara geografis maupun

133

Jaja Zakaria, Op.Cit., hal. 8

134

berkelanjutan. Dalam tipe ini, bentuk usaha tetap dapat berupa gedung kantor, bengkel, pabrik, tanah pertanian, peternakan, pertambangan, dan penggalian sumber alam.

2. Bentuk Usaha Tetap Tipe Aktivitas

Bentuk usaha ini dapat berupa bentuk proyeksi konstruksi, proyek instalasi, dan pemberian jasa (furnishing of services) selama lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Berbeda dengan aktivitas pemberian jasa, kelompok BUT proyek konstruksi (membangun jalan, jembatan, bangunan, dan sebagainya) tidak mengenal time test. Setiap proyek konstruksi, instalasi dan perakitan tanpa memperhatikan lamanya pelaksanaan akan selalu menjadi BUT. Sehubungan dengan BUT aktivitas ini, bisa jadi bahwa perusahaan yang mempunyai fasilitas fisik (misalnya kantor cabang untuk proyek konstruksi) sudah cukup memenuhi persyaratan BUT dengan adanya fasilitas fisik itu. Pencantuman batas minimum waktu (minimum time test) dalam penentuan aktivitas pemberian jasa yang dapat menjadi BUT nampak untuk menyelaraskan dengan praktik internasional. Dengan demikian, hanya aktivitas pemberian jasa di Indonesia yang melebihi 60 hari saja yang dapat menjadi BUT.

3. Bentuk Usaha Tetap Tipe Agen

Selain ditenggarai dengan fasilitas fisik dan aktivitas, BUT dapat eksis karena relasi bisnis yang berupa keagenan. Dengan hubungan keagenan, pengusaha WPLN dapat memperoleh penghasilan usaha dari Indonesia tanpa harus memanfaatkan tempat usaha tetap atau punya aktivitas sendiri. Dalam tipe ini, bentuk usaha tetap berupa orang pribadi atau badan yang

bertindak sebagai agen dari perusahaan luar negeri yang kedudukannya tidak bebas (dependent agent).

4. Bentuk Usaha Tetap Tipe Asuransi

Dalam tipe ini, bentuk usaha tetap dapat berupa agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di suatu negara yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di negara itu. Usaha asuransi pada umumnya dianggap mempunyai BUT menurut P3B apabila ada tempat tetap (fixed place of business) dan menerima premi dari wilayah negara melalui seseorang atau agen yang tidak mempunyai status bebas (dependent agent). Sehingga pemajakan asuransi menurut P3B hanya mengacu pada ada atau tidaknya bentuk usaha tetap. Apabila ada BUT menurut P3B, maka Indonesia berhak untuk memungut pajaknya, namun apabila tidak ada maka Indonesia tidak berhak memungut. Hal tersebut berbeda menurut UU PPh yang mengenakan pajak atas BUT apabila memenuhi kriteria BUT, namun apabila tidak memenuhi kriteria BUT akan terutang PPh Pasal 26.135

Dalam rangka untuk penghindaran pajak berganda (avoidance of double taxation) dan pencegahan penyelundupan pajak (prevention of fiscal evasion), Indonesia telah mengadakan Persetujuan (Penghindaran) Pajak Berganda (Perjanjian Perpajakan) bilateral dengan negara-negara lain. Perjanjian Perpajakan yang ketentuannya telah diberlakukan di Indonesia dan di negara mitranya dalam Perjanjian Perpajakan, antara lain Perjanjian Perpajakan dengan negara-negara di bawah ini :136

135

Wirawan B. Ilyas, Op.Cit., hal. 156

136

Tabel 1

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Negara Lain No Perjanjian Perpajakan dengan Negara Saat Berlakunya Ketentuan

Perjanjian Perpajakan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Afrika Selatan Australia Austria Amerika Serikat

(Perjanjian Perpajakan Perubahan) Arab Saudi

Belanda (Perjanjian baru)

01-01-1999 01-07-1993 01-01-1989 01-02-1991 01-02-1997 01-01-1989 01-01-2004 8. Belgia 01-01-1975 9. Brunei Darussalam 01-01-2003 10. Bulgaria 01-01-1993 11. Ceska 01-01-1997 12. Denmark 01-01-1987 13. Filipina 01-01-1983 14. Finlandia 01-01-1990 15. Hongaria 01-01-1994 16. Inggris Raya

(Perjanjian Perpajakan Perubahan)

01-01-1976 01-01-1995 17. Italia 01-01-1996 18. Jepang 01-01-1983 19. Jerman 01-01-1992 20. Kanada 01-01-1980 21. Korea Selatan 01-01-1990 22. Kuwait 01-01-1999 23. Luksemburg 01-01-1995 24. Malaysia 01-01-1987 25. Mauritius 01-01-1998 26. Mesir 01-01-2003 27. Mongolia 12-01-2001 28. Norwegia 01-01-1991 29. Pakistan 01-01-1991 30. Prancis 01-01-1981 31. Polandia 01-01-1994 32. Rumania 01-01-2000 33. Rusia 01-01-2003 34. Selandia Baru 01-01-1989 35. Seychelles 01-01-2001 36. Singapura 01-01-1992 37. Slowakia 01-01-2002 38. Sri Lanka 01-01-1995 39. Sudan 01-01-2001 40. Suriah 01-01-1999 41. Swedia 01-01-1990

43. Taiwan 01-01-1996

44. Thailand 01-01-1982

45. Tunisia 01-01-1994

46. Turki 01-01-2001

47. Uni Emirat Arab 01-01-2000

48. Ukraina 01-01-1999

49. Uzbeskistan 01-01-1999

50. Venezuela 01-01-2001

51. Vietnam 01-01-2000

52. Yordania 01-01-1999

Sumber : Data Sekunder137

Dengan berlakunya ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Perpajakan tersebut di atas, perlakuan perpajakan terhadap bentuk usaha tetap (permanent establishment) dari perusahaan-perusahaan yang merupakan penduduk (resident) di negara-negara mitra tersebut, selain didasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, juga didasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Perpajakan yang berkenan.

Catatan :

Perjanjian Perpajakan dengan Arab Saudi bersifat parsial, hanya mengatur mengenai penghindaran pajak ganda atas penghasilan dari penerbangan dalam lalu lintas internasional

Mulai tanggal 1 Januari 2005, Perjanjian Perpajakan dengan Mauritius tidak lagi berlaku karena Perjanjian Perpajakannya dihentikan oleh pihak Indonesia.

138

Ketentuan mengenai bentuk usaha tetap dalam Perjanjian Perpajakan sangat penting artinya karena selain menentukan mengenai ada tidaknya hak negara sumber (negara tempat asal penghasilan) untuk mengenakan pajak atas laba usaha (business profit) yang diterima atau diperoleh perusahaan yang merupakan

137

Ibid

138

penduduk (resident) negara mitranya, juga mengatur mengenai cara pemajakan laba usaha (business profit) bentuk usaha tetap.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Perjanjian Perpajakan, laba perusahaan dari satu negara pihak pada persetujuan hanya akan dikenai pajak di negara itu kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usaha di negara pihak pada persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap.139

Dengan demikian, pengertian atau definisi mengenai bentuk usaha tetap sangatlah penting artinya karena pengertian tersebut dipakai sebagai ukuran untuk menentukan ada tidaknya bentuk usaha tetap di suatu negara, yang pada gilirannya menentukan berhak tidaknya negara yang bersangkutan mengenakan pajak atas laba usaha yang diperoleh atau diterima dari negara itu oleh perusahaan yang merupakan penduduk (resident) dari negara mitranya (sebagai negara domisili/ negara tempat orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan merupakan penduduk atau resident).140

William (dalam

Bischel, 1978) dan Patrick (dalam Helawel, 1980)141

139

Rachmanto Surahmat, Op.Cit., hal. 74

140

Jaja Zakaria, Op.Cit., hal. 86

141

Robert L. William. Permanent Establishment in the United States, in : Jon, E Bischel (ed), Income Tax Treaties, Practising Law Institute, (New York, 1978) dalam buku Gunadi,

menyatakan bahwa istilah

permanent establishment sebagai ambang batas (treshold) atau kriteria yang memungkinkan suatu negara sumber untuk secara legal dapat memajaki penghasilan dari bisnis transnasional (lintas perbatasan). Sebagai titik ambang batas, maka setiap usaha dan kegiatan transnasional yang belum memenuhi kriteria BUT dibebaskan pengenaan pajak di negara sumber. Hal ini bukan berarti penghasilan tersebut bebas dari pemajakan dengan alasan bahwa sesuai dengan

kelaziman internasional (misalnya, ketentuan Pasal 7 OECD Model) penghasilan tersebut hanya dikenakan pajak oleh negara domisili pengusaha. 142

Contoh kasus :143

Pengertian bentuk usaha tetap di dalam Perjanjian Perpajakan tergantung kepada pengertian yang diberikan oleh masing-masing Perjanjian Perpajakan yang bersangkutan, yang dapat berbeda satu Perjanjian Perpajakan ke Perjanjian X Ltd., yang merupakan penduduk (resident) di Inggris, melakukan pekerjaan instalasi di Indonesia dengan nilai kontrak sebesar US$ 2juta. Pekerjaan instalasi diselesaikan dalam jangka waktu 3 bulan. Laba neto yang diperoleh dari pekerjaan instalasi tersebut diperkirakan sebesar lima persen dari nilai kontrak. Pertanyaan yang timbul adalah apakah atas laba X Ltd. sebesar lima persen dari US$2 Juta tersebut di atas dapat dikenakan pajak di Indonesia?

Sesuai dengan ketentuan Perjanjian Perpajakan Indonesia – Inggris Raya, proyek instalasi baru dianggap sebagai bentuk usaha tetap apabila proyek instalasi tersebut berlangsung di negara sumber (dalam kasus ini Indonesia), selama lebih dari 183 hari. Proyek instalasi tersebut di atas hanya berlangsung selama tiga bulan, sehingga dalam kasus ini, proyek instalasi tersebut belum memenuhi kriteria sebagai bentuk usaha tetap dari X Ltd. di Indonesia.

Sepanjang X Ltd. tersebut sebelumnya belum mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia, Indonesia tidak berhak mengenakan pajak atas laba sebesar 5% x US $2 Juta yang diperoleh X Ltd. dari kegiatannya melaksanakan instalasi di Indonesia. Pihak yang berhak mengenakan pajak atas laba usaha tersebut hanya negara domisili (dalam hal ini Inggris).

142

Ibid, hal. 61

143

Perpajakan lainnya. Pada umumnya, dalam Perjanjian Perpajakan bentuk usaha tetap (permanent establishment) diartikan atau didefinisikan sebagai suatu tempat tertentu dimana seluruh atau sebagian usaha perusahaan (luar negeri) dijalankan. Dari rumusan tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa untuk adanya bentuk usaha tetap diperlukan adanya dua kondisi yaitu : pertama, adanya suatu tempat usaha tertentu; kedua, di tempat usaha tertentu tersebut kegiatan usaha (business activities) dari suatu perusahaan (luar negeri) dijalankan baik sebagian atau seluruhnya.144

Pengertian bentuk usaha tetap, secara khusus biasanya meliputi :145 1. suatu tempat manajemen;

2. suatu cabang; 3. suatu kantor; 4. suatu pabrik;

5. suatu ruang kerja (work shop); 6. suatu gudang;

7. suatu pertambangan, suatu ladang minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat lainnya untuk pengambilan sumber kekayaan alam, suatu anjungan pengeboran minyak;

8. suatu pertanian atau perkebunan;

9. suatu lokasi bangunan, suatu proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan atau kegiatan-kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan proyek tersebut di atas apabila lokasi bangunan, proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan atau kegiatan-kegiatan pengawasan yang berhubungan

144

dengan proyek tersebut berlangsung di Indonesia (sebagai negara sumber) atau berlangsung di negara mitra (sebagai negara sumber) melebihi suatu jangka waktu (masa) yang ditentukan dalam Perjanjian Perpajakan.(Lihat Tabel 2) 10. pemberian jasa (furnishing of services), termasuk jasa konstruksi yang

diberikan penduduk (resident) negara mitra (sebagai negara domisili) oleh karyawan atau pegawai lainnya dimana kegiatan itu berlangsung di Indonesia, atau sebaliknya diberikan oleh penduduk (resident) Indonesia (sebagai negara domisili) oleh karyawan atau pegawai lainnya dimana kegiatan itu berlangsung di negara mitra (sebagai negara sumber), untuk masa atau masa-masa yang berjumlah melebihi masa-masa yang ditentukan dalam Perjanjian Perpajakan. (Lihat Tabel 3)

Tabel 2

Masa yang ditentukan dalam Perjanjian Perpajakan untuk Proyek Konstruksi, Instalasi, dan Proyek Perakitan serta Proyek Pengawasan No Perjanjian Perpajakan

dengan negara

Jangka waktu (time test) untuk menentukan kawasan bangunan, proyek konstruksi, instalasi, dan proyek perakitan serta proyek pengawasan sehubungan dengan kegiatan tersebut di atas, sebagai BUT di negara sumber

1. Australia Melebihi 120 hari 2. Austria Melebihi 6 bulan 3. Amerika Serikat Melebihi 120 hari 4. Arab Saudi Tidak diatur 5. Belanda Melebihi 183 hari 6. Belgia Melebihi 6 bulan 7. Bulgaria Melebihi 6 bulan

8. Brunei Darussalam Melebihi 183 hari untuk proyek konstruksi, 3 bulan untuk instalasi dan proyek perakitan

9. Ceska Melebihi 6 bulan

10. Republik Rakyat Cina Melebihi 6 bulan

11. Denmark Melebihi 6 bulan untuk proyek konstruksi, 3 bulan untuk instalasi dan proyek perakitan 12. Filipina Melebihi 6 bulan untuk proyek konstruksi, 3

bulan untuk instalasi dan proyek perakitan 13. Finlandia Melebihi 6 bulan

14. Hongaria Melebihi 3 bulan 15. India Melebihi 183 hari 16. Inggris Raya Melebihi 183 hari 17. Italia Melebihi 6 bulan

18. Jepang Melebihi 6 bulan, untuk proyek perakitan dan pengawasan bukan merupakan bentuk usaha tetap

19. Jerman Melebihi 6 bulan, untuk proyek perakitan dan pengawasan bukan merupakan bentuk usaha tetap

20. Kanada Melebihi 183 hari 21. Korea Selatan Melebihi 6 bulan 22. Luksemburg Melebihi 5 bulan 23. Malaysia Melebihi 6 bulan 24. Mauritius Melebihi 6 bulan

25. Mesir Melebihi 6 bulan untuk proyek konstruksi, 4 bulan untuk proyek instalasi dan perakitan 26. Mongolia Melebihi 6 bulan

27. Norwegia Melebihi 6 bulan 28. Pakistan Melebihi 3 bulan 29. Prancis Melebihi 6 bulan 30. Polandia Melebihi 183 hari 31. Portugal Melebihi 6 bulan 32. Rumania Melebihi 6 bulan

33. Rusia Melebihi 3 bulan

34. Seychelles Melebihi 6 bulan 35. Selandia Baru Melebihi 6 bulan 36. Singapura Melebihi 183 hari 37. Slowakia Melebihi 6 bulan 38. Spanyol Melebihi 183 hari 39. Sri Lanka Melebihi 90 hari 40. Sudan Melebihi 6 bulan 41. Suriname Melebihi 6 bulan 42. Swedia Melebihi 6 bulan 43. Swiss Melebihi 183 hari 44. Suriah Melebihi 6 bulan 45. Taiwan Melebihi 6 bulan 46. Thailand Melebihi 6 bulan 47. Tunisia Melebihi 3 bulan

48. Turki Melebihi 6 bulan

49. Uni Emirat Arab Melebihi 6 bulan 50. Uzbeskistan Melebihi 6 bulan 51. Venezuela Melebihi 6 bulan 52. Vietnam Melebihi 6 bulan 53. Yordania Melebihi 6 bulan

Sumber : Data Sekunder146

146

Wirawan B.Ilyas. Op.Cit., hal. 157

Tabel 3

Masa yang ditentukan dalam Perjanjian Perpajakan untuk Pemberian Jasa No Perjanjian Perpajakan

dengan negara

Penentuan jangka waktu (time test) untuk menentukan pemberian jasa di negara sumber sebagai bentuk usaha tetap

1. Afrika Selatan Lebih dari 120 hari dalam jangka waktu 12 bulan

2. Australia Lebih dari 120 hari

3. Austria Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

4. Amerika Serikat Lebih dari 120 hari dalam jangka waktu 12 bulan

5. Arab Saudi Tidak diatur

6. Belanda Lebih dari 183 hari(lama)/3 bulan(baru) dalam jangka waktu 12 bulan

7. Belgia Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

8. Brunei Darussalam Lebih dari 3 bulan

9. Bulgaria Lebih dari 120 hari dalam jangka waktu 12 bulan

10. Ceska Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

11. Republik Rakyat Cina 6 bulan

12. Denmark Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

13. Filipina Lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

14. Finlandia Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

15. Hongaria Lebih dari 4 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

16. India Lebih dari 91 hari dalam jangka waktu 12 bulan

17. Inggris Raya Lebih dari 91 hari dalam jangka waktu 12 bulan

18. Italia Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

19. Jepang Lebih dari 6 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

20. Jerman Tidak ada batas waktu, tarif sebesar 7,5% dari penghasilan bruto

21. Kanada Lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

22. Korea Selatan Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

12 bulan

24. Luksemburg Tidak ada batas waktu, tarif sebesar 10% dari penghasilan bruto

25. Malaysia Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

26. Mauritius Lebih dari 4 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

27. Mesir Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

28. Mongolia Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

29. Norwegia Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

30. Pakistan Tidak ada batas waktu, tarif sebesar 15% dari penghasilan bruto

31. Prancis Lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

32. Polandia Lebih dari 120 hari dalam jangka waktu 12 bulan

33. Portugal Lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

34. Rumania Lebih dari 4 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

35. Rusia Tidak diatur

36. Selandia Baru Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

37. Singapura Lebih dari 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan

38. Seychelles Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

39. Slowakia Lebih dari 91 hari dalam jangka waktu 12 bulan

40. Spanyol Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

41. Sri Lanka Lebih dari 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan

42. Sudan Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

43. Suriname Lebih dari 91 hari dalam jangka waktu 12 bulan

44. Swedia Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

45. Swiss Tidak ada batas waktu, tarif sebesar 5% dari penghasilan bruto

46. Thailand Lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

47. Taiwan Lebih dari 120 hari dalam jangka waktu 12 bulan

48. Tunisia Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

49. Turki Lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

50. Ukraina Lebih dari 4 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

51. Uni Emirat Arab Lebih dari 6 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

52. Uzbeskistan Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

53. Venezuela Tidak ada batas waktu, tarif sebesar 10% dari penghasilan bruto

54. Vietnam Lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

55. Yordania Lebih dari 1 bulan dalam jangka waktu 12 bulan

Sumber : Data Sekunder 147

Termasuk dalam pengertian bentuk usaha tetap adalah agen yang tidak berdiri sendiri (dependent agent), yaitu orang pribadi atau badan yang bertindak atas nama perusahaan yang merupakan penduduk (resident) di negara mitra (sebagai negara domisili) atau sebaliknya yang merupakan penduduk (resident) di Indonesia (dalam hal Indonesia sebagai negara domisili) yang :

Catatan :

Untuk melampaui jangka waktu tersebut, kegiatan pemberian jasa tidak perlu dilakukan berturut-turut, tetapi dapat dilakukan berselang-seling, yang penting jumlahnya melampaui jangka waktu sebagaimana yang diatur dalam Perjanjian Perpajakan.

Dalam Perjanjian Perpajakan Indonesia-Jepang, pemberian jasa yang dapat dianggap sebagai bentuk usaha tetap hanyalah pemberian jasa yang ada hubungannya dengan proyek konstruksi dan instalasi.

148

1. memiliki wewenang dan lazim menggunakannya di Indonesia (sebagai negara sumber, atau sebaliknya di negara mitra dalam hal negara mitra sebagai negara sumber), untuk berunding dan menutupi kontrak-kontrak untuk atau atas nama perusahaan, kecuali kegiatan-kegiatannya hanya terbatas dalam pembelian barang-barang dagangan bagi perusahaan;

147

Jaja Zakaria, Op.Cit., hal. 90

148

2. tidak memiliki wewenang tersebut di atas, tetapi lazim mengurus di negara sumber persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan dan secara teratur melakukan penyerahan barang-barang atau barang dagangan tersebut untuk atau atas nama perusahaan.

Suatu perusahaan asuransi yang merupakan penduduk (resident) di negara mitra, kecuali dalam hal reasuransi, akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menarik premi atau menanggung risiko di Indonesia, melalui pegawai atau agen yang tidak berdiri sendiri. Sebaliknya, suatu perusahaan asuransi yang merupakan penduduk (resident) di Indonesia, kecuali dalam hal reasuransi, akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di negara mitra apabila perusahaan asuransi tersebut menarik premi atau menanggung risiko di negara mitra, melalui agen atau pegawai yang tidak berdiri sendiri. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia.149

Perbedaan yang menonjol antara pengertian bentuk usaha tetap yang terdapat dalam undang-undang nasional (Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia 1984) dengan pengertian bentuk usaha tetap dalam Perjanjian Perpajakan adalah untuk lokasi bangunan, proyek konstruksi, instalasi atau proyek

Dalam beberapa Perjanjian Perpajakan, misalnya dengan Australia, Selandia Baru dan Malaysia, hal yang demikian tidak diatur, jadi sepenuhnya tergantung kepada undang-undang nasional negara masing-masing.

149

perakitan atau kegiatan-kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan proyek tersebut di atas dalam Perjanjian Perpajakan terdapat ketentuan mengenai batas waktu (time test) untuk dapat dianggap sebagai bentuk usaha tetap, sedangkan dalam undang-undang nasional ketentuan mengenai batas waktu (time test) tersebut tidak ada.150

Terdapat kegiatan-kegiatan yang menurut ketentuan Perjanjian Perpajakan

Dokumen terkait