• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.3 Gambaran Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Layanan

5.3.4 Isyarat Untuk Bertindak

Isyarat untuk bertindak adalah peristiwa-peristiwa, orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk mengubah perilaku mereka. Isyarat untuk bertindak dapat berasal dari internal ataupun eksternal. Isyarat fisiologis (misalnya, nyeri, gejala) adalah contoh isyarat internal untuk bertindak. Isyarat eksternal mencakup peristiwa atau informasi dari orang lain, dan dari media. Intensitas isyarat yang diperlukan untuk mendorong tindakan bervariasi antara individu dengan yang dirasakan kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan.

Seperti contohnya setelah individu mendapatkan penyuluhan tentang penyakit IMS dan mengetahui seberapa ganas dan seberapa banyak orang yang telah menderita karena penyakit itu, maka pengetahuan itu dapat menjadi isyarat untuk bertindak karena membuat orang agar menjauhi hal-hal yang menyebabkan penyakit IMS tersebut. Perubahan perilaku harus memberikan kepada masyarkat pilihan yang realistik dan berlanjut. Perubahan tidak bisa dilakukan secara besar- besaran dalam waktu sekaligus. Perubahan hanya bisa dilakukan secara bertahap, serealistis mungkin, sesuai dengan kesiapan individu dan komunitas menerima perubahan tersebut.

Sumber informasi dan edukasi harus tersedia sedekat mungkin dengan masyarakat yang menjadi target kampanye pendidikan kesehatan. Idealnya adalah sumber informasi dan edukasi menjadi milik masyarakat yang beresiko terinfeksi. Kampanye pendidikan kesehatan melalui media seperti poster atau leaflet dirasa belum sempurna. Hal tersebut digunakan untuk berkomunikasi secara kurang efektif, khususnya dengan mereka yang tidak dapat dan tidak bisa membaca.

Perubahan perilaku akan lebih efektif melalui pendidikan yang dilakukan oleh teman-teman sejawat secara horisontal (Peer Educator/pendidik sebaya) dibandingkan dengan pendidikan yang dilakukan secara vertikal oleh sumber informasi yang berwenang. Materi tentang perilaku seksual, IMS dan AIDS sebenarnya sudah cukup banyak tersedia untuk dijadikan sebagai bahan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi). WHO, misalnya, telah banyak mengeluarkan cukup banyak publikasi yang terkait dengan IMS dan AIDS. Beberapa pelajaran dari proses perubahan perilaku menarik untuk dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam mengkaji ulang upaya pencegahan IMS dan HIV dan AIDS yang selama ini dilakukan, utamanya dalam mempengaruhi perilaku seksual penduduk beresiko tinggi terinfeksi IMS dan HIV dan AIDS terutama komunitas LSL.

Berdasarkan hasil peneltian diketahui bahwa dari 34 orang responden (79,1%) yang memiliki isyarat untuk bertindak dalam kategori yang kuat, ada 31 orang responden (74,43%) yang memiliki perilaku pemanfaatan layanan kesehatan di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan dalam kategori yang baik, dan dari 9 orang responden (20,9%) yang memiliki isyarat untuk bertindak dalam kategori yang lemah, ada 8 orang responden (18,57%) yang memiliki perilaku pemanfaatan layanan kesehatan di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan dalam kategori yang baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa sebagian responden memiliki isyarat yang kuat dalam memanfaatkan layanan kesehatan di Puskesmas seperti responden karena pernah mendapatkan informasi mengenai layanan kesehatan di Puskesmas Teladan dari media massa, memiliki dorongan yang kuat dari diri sendiri untuk memanfaatkan layanan

kesehatan dan adanya bujukan dari pasangan untuk memanfaatkan layanan Puskesmas tersebut.

Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p=0,003 (p<0,05) sehingga berdasarkan hasil uji diketahui bahwa ada pengaruh isyarat untuk bertindak terhadap pemanfaatan layanan kesehatan di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan. Responden yang memiliki isyarat untuk bertindak dalam kategori yang kuat, memiliki perilaku pemanfaatan layanan kesehatan di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan responden yang memiliki isyarat untuk bertindak dalam kategori yang lemah.

Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan, dan keuntungan tindakan maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut misalnya pesan-pesan dari media massa, nasihat atau anjuran kawan- kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit. Dorongan yang muncul secara terus-menerus dari orang-orang yang terkait kemungkinan akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku pencegahan IMS yang dilakukan oleh LSL termasuk dalam pemanfaatan layanan kesehatan yang dapat mengurangi resiko infeksi penyakit tersebut. Beberapa di antaranya kemungkinan mempunyai pengaruh yang lebih besar dibanding dengan dorongan dari pihak lain, seperti dorongan dari teman, keluarga, dan dari petugas kesehatan.

Faktor pendorong yang dirasakan orang risiko tinggi yang memanfaatkan layanan kesehatan di klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan sudah mencapai maksimal, dalam hal ini mencapai kategori yang sangat kuat. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah

terdapat beberapa responden yang mendapat dukungan dari teman dan keluarga. Indikator dalam penelitian ini yang dapat menjadi faktor pendorong responden dalam memanfaatkan layanan kesehatan di antaranya adalah informasi dari media massa (seperti radio, majalah, televisi), nasihat dari teman atau anggota keluarga, serta petugas kesehatan. LSL yang memiliki faktor pendorong yang sangat kuat mungkin akan lebih mudah bagi dirinya untuk memanfaatkan layanan kesehatan di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan daripada LSL yang tidak memiliki faktor pendorong. Semakin banyak motivasi dan informasi yang didapatkan oleh orang risiko tinggi tentang layanan kesehatan yang disedikan oleh petugas kesehatan maka kemungkinan akan membuat orang risiko tinggi tersebut semakin terdorong untuk memanfaatkan layanan kesehatan di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan.

Ketika responden sudah memiliki informasi yang cukup maka ia akan dapat memutuskan mengambil pencegahan perilaku berdasarkan atas dorongan diri sendiri. Ditambah lagi sebagian responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA menunjukkan bahwa dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi akan memudahkan responden mengakses informasi ataupun layanan dari mana saja.

Semakin kuat isyarat untuk bertindak dalam memanfaatkan layanan kesehatan di klinik IMS Puskesms Teladan, maka semakin baik perilaku pemanfaatan layanan kesehatan oleh LSL di klinik IMS Puskesmas Teladan. Hal ini sesuai dengan penelitian Fajariyah (2014) yang menunjukkan bahwa isyarat untuk bertindak yang dirasakan oleh kelompok resiko IMS termasuk HIV/AIDS yang memanfaatkan layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan termasuk dalam kategori kuat dan merupakan

faktor yang memengaruhi mereka dalam memanfaatkan layanan VCT. Berbeda dengam hasil penelitian Malau (2015) yang menjelaskan bahwa isyarat untuk bertindak yang dirasakan oleh LSL yang memanfaatkan layanan Voluntary

Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan buka

nmerupakan faktor yang memengaruhi LSL alam memanfaatkan layanan VCT tersebut.

Dokumen terkait