• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.3 Gambaran Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Layanan

5.3.5 Kemungkinan Mengambil Tindakan

Kemungkinan mengambil tindakan merupakan kepercayaan pada kemampuan sendiri untuk melakukan sesuatu. Orang umumnya tidak mencoba untuk melakukan sesuatu yang baru kecuali mereka pikir mereka bisa melakukannya. Jika seseorang percaya suatu perilaku baru yang berguna (manfaat dirasakan), tetapi berpikir dia tidak mampu melakukan itu (penghalang dirasakan), kemungkinan bahwa hal itu tidak akan dilakukan. Kemampuan bertindak merupakan kecendrungan untuk bertindak atau praktik. Untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 36 orang responden (83,7%) yang memiliki kemungkinan mengambil tindakan dalam kategori yang baik, ada 33 orang responden (76,72%) yang memiliki perilaku pemanfaatan layanan kesehatan di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan dalam kategori yang baik, dan dari 7 orang responden (16,3%) yang memiliki kemungkinan mengambil tindakan dalam kategori yang kurang baik, ada 6 orang responden (113,97%) yang memiliki perilaku pemanfaatan layanan kesehatan di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan dalam kategori yang baik. Berdasarkan penelitian

ini, sebagian besar responden memang mengetahui hal-hal yang memungkinkan mereka untuk memanfaatkan layanan kesehatan di klinik IMS Puskesmas Teladan seperti sebagian responden telah mengetahui bahwa klinik IMS Puskesmas Teladan merupakan fasilitas khusus yang disediakan oleh pemerintah untuk memberikan layanan kesehatan khusus pada kelompok yang beresiko terkena IMS termasuk IMS. Sebagian besar responden juga menyatakan bahwa mereka sudah mendapatkan informasi yang cukup mengenai adanya layanan kesehatan khusus yang disedikan di klinik IMS Puskesmas Teladan, dan pasangan, teman, dan keluarga responden juga menyarankan responden untuk memanfaatkann layanan kesehatan di klinik IMS Puskesmas Teladan

Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p=0,001 (p<0,05) sehingga berdasarkan hasil uji diketahui bahwa ada pengaruh kemungkinan mengambil tindakan terhadap pemanfaatan layanan kesehatan di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan. Responden yang memiliki kemungkinan mengambil tindakan dalam kategori yang baik, memiliki perilaku pemanfaatan layanan kesehatan di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan responden yang memiliki kemungkinan mengambil tindakan dalam kategori yang kurang baik.

Selain itu responden juga menyatakan bahwa layanan kesehatan yang disedikakan oleh klinik IMS Puskesmas Teladan mudah untuk diakses dan petugas kesehatan di klinik IMS sudah kompeten dan profesional dan mampu menjaga kerahasiaan pengunjung, sehingga responden mau memanfaatkan layanan kesehatan tersebut, dan petugas kesehatan di klinik IMS sudah kompeten dan profesional dan mampu menjaga kerahasiaan pengunjung, sehingga

responden mau memanfaatkan layanan kesehatan tersebut, serta sarana di klinik IMS sudah lengkap sehingga responden mau memanfaatkan layanan kesehatan di klinik IMS, ditambah dengan sebagian responden yang telah memiliki kelompok dampingan yang dapat mendorong responden untuk memanfaatkan layanan kesehatan di klinik IMS Puskesmas Teladan.

Semakin baik kemungkinan mengambil tindakan dalam memanfaatkan layanan kesehatan di klinik IMS Puskesms Teladan, maka semakin baik perilaku pemanfaatan layanan kesehatan oleh LSL di klinik IMS Puskesmas Teladan Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fajariyah (2014) yang menunjukkan bahwa kemungkinan mengambil tindakan yang dirasakan oleh kelompok resiko IMS termasuk HIV/AIDS yang memanfaatkan layanan Voluntary Counseling and

Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan termasuk dalam kategori

kuat dan merupakan faktor yang memengaruhi mereka dalam memanfaatkan layanan VCT karena sebagian besar responden sudah megetahahui bahwa klinik VCT Veteran merupakan klinik yang menyediakan layanan kesehata khusus bagi kelompok beresiko terkena IMS termasuk LSL. Berbeda dengam hasil penelitian Malau (2015) yang menjelaskan bahwa kemungkinan mengambil tindakan yang dirasakan oleh LSL yang memanfaatkan layanan Voluntary Counseling and

Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan bukan merupakan faktor

yang memengaruhi LSL alam memanfaatkan layanan VCT tersebut kerena kurang mendapatkan informasi yang cukup mengenai adanya layanan kesehatan khusus di klinik VCT, serta responden yang tidak memiliki kelompok dampingan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan layanan Puskesmas oleh lelaki seks lelaki di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan yang telah dilakukan, maka kesimpulan dalam penelitian ini ialah :

6.1 Kesimpulan

1. Gambaran demografis responden, sebagian besar responden berada pada rentang usia 19 - 24 tahun yakni sebanyak 48,8%, telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang SMA/Sederajat yakni sebanyak 65,1%, bekerja sebagai wiraswasta yakni sebanyak 53,5%, memiliki pendapatan lebih dari atau sama dengan upah minimum regional (UMR) sebesar Rp 1.811.875.,- setiap bulannya yakni sebanyak 79,1%, dan berstatus belum menikah yakni sebanyak 93%.

2. Gambaran karakteristik LSL, yaitu sebagian besar responden mulai menjadi LSL selama lebih dari tiga tahun yakni sebanyak 90,7%, memiliki lebih dari tiga orang pasangan seksual yakni sebanyak 37,2%, dan memiliki intensitas hubungan seksual sebanyak sekali dalam sebulan dan sekali dalam dua minggu yakni masing-masing sebanyak 12 orang 27,9%.

3. Gambaran persepsi kerentanan yang kuat sebanyak 67,43%, persepsi keseriusan sebanyak 79,03%, persepsi manfaat dan hambatan yang kuat sebanyak 67,43%, isyarat untuk bertindak yang kuat sebanyak 74,43%, dan kemungkinan mengambil tindakan yang baik sebanyak 76,72%.

4. Gambaran perilaku pemanfaatan layanan kesehatan oleh LSL di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan menunjukkan bahwa 90,7% memiliki kategori yang baik, sedangkan hanya sebanyak 9,3% memiliki kategori yang kurang baik.

5. Persepsi kerentanan (p=0,004), persepsi keseriusan (p=0,002), persepsi manfaat dan hambatan (p=0,004), isyarat untuk bertindak (p=0,003), dan kemungkinan mengambil tindakan (p=0,001) seluruhnya memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan layanan kesehatan oleh LSL di Klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan ialah :

1. Disarankan kepada LSL yang belum menjadi pengunjung di klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan untuk senantiasa meningkatkan perilaku yang baik dalam upaya pencegahan IMS dengan melakukan pemeriksaan IMS secara sukarela serta melakukan konsultasi kesehatan dengan tenaga kesehatan di fasilitas layanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik IMS dan VCT HIV-AIDS).

2. Disarankan kepada instansi terkait seperti dinas kesehatan kota Medan, Komisi Penanggulangan AIDS kota Medan, dan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang pencegahan dan penanganan IMS HIV-AIDS untuk melakukan upaya pendidikan kesehatan pada LSL yang belum menjadi pengunjung di klinik IMS

Puskesmas Teladan dengan pendekatan yang lebih inovatif dengan media promosi kesehatan yang menarik dalam melakukan penyuluhan seperti dengan menggunkan pendekatan komunitas, pemutaran video edukasi, dan sebagainya

3. Kepada petugas Klinik IMS Puskesmas Teladan diharapkan untuk senantiasa memberikan informasi yang dapat meningkatkan persepsi responden yang datang terhadap pentingnya memanfaatkan layanan kesehatan di klinik VCT kota Medan sehingga mau dan mampu untuk memanfaatkan layanan kesehatan di klinik IMS Puskesmas Teladan kota Medan secara berkelanjutan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan

2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut

merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-

Organisme–Respon. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2010):

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.1.2 Domain Perilaku

Berdasarkan pembagian domain oleh Bloom, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010):

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).

Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan

masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah

dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu : 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan

tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Notoatmodjo, 2010).

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula

menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Seseorang tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari

pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 2009

3. Tindakan (Practice)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2010). Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.1.3 Determinan Perilaku Kesehatan

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu: faktor predisposisi (Predisposing factors), terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua, faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti ketersediaan sarana/fasilitas, informasi. Ketiga, faktor pendorong

(reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok acuan,

seperti petugas kesehatan, kepala kelompok atau peer group.

Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain: susunan saraf pusat, persepsi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya. Perilaku diawali dengan dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor di luar orang tersebut (lingkungan), baik fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan

motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku (Notoatmodjo,2010).

2.2 Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Leviana, 2013).

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan sasaran utamanya adalah masyarakat. Karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat umumnya adalah besar (Azwar, 2010).

Berkaitan dengan perilaku kesehatan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, dapat menggunakan teori model Anderson (1968). Menurut Andersen dalam Ilyas (2003), model ini merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi adalah:

1. Karakteristik Presdisposisi

Karakter ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu memiliki kecenderungan menggunakan pelayanan kesebatan yang berbeda-beda dilihat dari ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan.

2. Karakteristik Kemampuan

Karakteristik kemampuan merupakan suatu keadaan dari kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan sebuah tindakan untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Berdasarkan sumbernya karakteristik kemampuan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sumber daya keluarga dan sumber daya masyarakat

3. Karakteristik Kebutuhan

Andersen meggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakir merupakan bagian dari faktor kebutuhan, penilaian kebutuhan didapatkan dari 2 sumber yaitu penilaian individu dan penilaian klinik.

Teori Health Belief Model (HBM) berpendapat bahwa persepsi terhadap sesuatu lebih menentukan keputusan yang kita ambil dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya. Teori HBM oleh Rosenstock (1974) didasarkan pada empat elemen persepsi seseorang, yaitu:

a. Perceived susceptibility: penilalan indlvidu mengenai kerentanan mereka

terhadap suatu penyakit.

b. Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi

dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.

c. Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui

untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan fmansial, fisik, dan psikososial.

d. Perceived benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan.

2.2.2 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan

Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (2003) bentuk dan jenis pelayanan kesehatan adalah :

1. Pelayanan Kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi (institution), tujuan umumnya untuk perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasaran utamanya untuk kelompok dan masyarakat. Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat, namun untuk disebut sebagai pelayanan kesehatan yang baik, keduanya harus memiliki persyaratan pokok, syarat pokok yang dimaksud yang dimaksud adalah :

a. Tersedia dan berkesinambungan; syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya adalah setiap saat dibutuhkan.

b. Dapat diterima dan wajar; syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

c. Mudah dicapai; syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja,dan sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukan pelayanan kesehatan yang baik.

d. Mudah dijangkau; syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya mungkin

Dokumen terkait