Abdurrahman bin ‘Auf pergi menemui Utsman dan berkata, “Apabila aku tidak membaiatmu, maka siapakah yang engkau calonkan untuk menjadi khalifah?” Utsman menjawab, “Ali bin Abi Thalib.”
1 Al-Bukhâri, Kitab Fadhâ’il Ashhâb An-Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. No. 3700.
Jalan Panjang Pengangkatan
Utsman bin Affan
41
MUNAQOSYAH
Ramadhan 1435 h kiblatRamadhan 1434 h 41
Abdurrahman bin ‘Auf menemui
para shahabat yang lain dan bermusyawarah dengan mereka. Dia juga bermusyawarah dengan setiap sahabat senior yang dia temui di
Madinah, tokoh-tokoh, para panglima perang, dan siapa saja yang datang
ke Madinah. Dia juga bermusyawarah dengan kaum perempuan dan menyampaikan pendapat mereka. Dia juga menanyakan pendapat para pemuda dan hamba sahaya di Madinah.
Hasil dari musyawarah Abdurrahman bin ‘Auf adalah sebagian besar kaum Muslim memilih Utsman bin ‘Affan. Pada pertengahan malam Rabu, Abdurrahman bin ‘Auf pergi ke
rumah putra saudara perempuan
Al-Musawwar bin Mahramah. Dia mengetuk pintu dan mendapati Al-
Musawwar sedang tidur.2
Abdurrahman bin ‘Auf memukul pintu sampai Al-Musawwar bangun. Dia berkata, “Saya melihatmu sedang tidur. Demi Allah! Malam ini saya belum sempat tidur. Pergilah dan panggil Zubair dan Sa‘ad ke sini.”
Al-Musawwar berkata, “Aku pun memanggil keduanya. Abdurrahman
bermusyawarah dengan mereka
berdua. Kemudian Abdurrahman bin ‘Auf memanggilku lagi dan berkata, ‘Panggilkan Ali untukku.’ Aku pun
memanggilnya. Mereka berdua
berbicara rahasia sampai pertengahan
malam.
2 Al-Khulâfâ’ Ar-Râsyidûn, Al-Khâlidi. Hal. 106, 107
Kemudian Ali bangkit dan pergi.
Beberapa waktu kemudian,
Abdurrahman bin ‘Auf berkata, ‘Panggilan Utsman untukku.’ Aku pun memanggil Utsman dan mereka berdua berbicara rahasia sampai azan Subuh memisahkan mereka.”3
Ketika mereka telah berkumpul, Abdurrahman bersyahadat kemudian berkata, “Amma ba‘du. Wahai Ali! Aku
telah memperhatikan kondisi orang
banyak. Aku tidak melihat mereka berpaling dari Utsman. Oleh karena itu,
janganlah engkau memberi jalan untuk
dirimu.”
Lalu Abdurrahman berkata kepada Utsman, “Aku membaiatmu atas dasar sunnatullah, sunnah Rasul-Nya, dan sunnah kedua khalifah sepeninggalnya.” Para hadirin dari kalangan Muhajirin, Anshar, panglima perang, gubernur berbagai wilayah, dan kaum Muslim membaiat Utsman.4
Penulis At-Tamhîd wa Al-Bayân meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib
adalah orang pertama yang berbaiat
setelah Abdurrahman bin ‘Auf. 5
Abdurrahman bin Auf melakukan
proses musyawarah panjang dan banyak kalangan untuk sampai kepada
keputusan akhir pengangkatan Utsman bin Affan. Ini adalah sejarah yang berharga bagi umat Islam hari ini! n
(Dhani el-Ashimi)
3 Al-Bukhâri, Kitâb Al-Ahkâm. No. 8207 4 Al-Bukhâri, Kitab Al-Ahkâm, No. 7207.
42
MUNAQOSYAH
Ramadhan 1435 h kiblat
Syura dalam Islam adalah kaidah hukum yang wajib untuk mewujudkan tegaknya keadilan dan hukum dalam syariah Islam
dalam berbagai segi kehidupan. Juga
sebagai upaya untuk menolak segala
bentuk kezaliman dan kerusakan di dunia, sebagaimana irman Allah :
ْمُهَنْيَب ىَرو ُش ْمُهُرْمَاَو
“Urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka.” (Asy Syura : 36-39).
Maksud irman Allah Ta’ala (yang artinya): “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka” adalah mereka tidak melaksanakan suatu urusan sampai mereka saling bermusyawarah mengenai hal itu agar mereka saling mendukung dengan pendapat mereka seperti dalam masalah peperangan dan semisalnya” 29
Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan
Nabi-Nya bermusyawarah untuk
mempersatukan hati para sahabatnya, dan dapat dicontoh oleh orang-orang setelah beliau, serta agar beliau mampu
menggali ide mereka dalam permasalahan
yang di dalamnya tidak diturunkan wahyu,
baik permasalahan yang terkait dengan
peperangan, permasalahan parsial, dan selainnya. Dengan demikian, selain beliau N tentu lebih patut untuk bermusyawarah” 30
29 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-'Azhim,(Beirut:Dar Kutub Thoyyibah, 1999) vol 7,p. 211.
30 Ibnu Taimiyah,As Siyasah asy-Syar'iyah,(Beirut:Dar Al- Afaq Al-Jadiidah,1983), 126
Manfaat Syura
Urgensi dan faedah syura banyak diterangkan oleh para ulama, di antaranya imam Fakhruddin Ar-Razy.31 Secara ringkas
beliau menyebutkan bahwa syura memiliki faedah antara lain adalah sebagai berikut :
1. Musyawarah yang dilakukan Nabi N dengan para sahabatnya menunjukkan ketinggian derajat mereka (di hadapan nabi) dan
juga hal ini membuktikan betapa cintanya
mereka kepada beliau dan kerelaan
mereka dalam menaati beliau. Jika beliau tidak mengajak mereka bermusyawarah,
tentulah hal ini merupakan bentuk penghinaan kepada mereka.
2. Musyawarah perlu diadakan karena
bisa saja terlintas dalam benak seseorang pendapat yang mengandung kemaslahatan dan tidak terpikir oleh waliy al-amr (penguasa).
3. Al-Hasan dan Sufyan ibn ‘Uyainah mengatakan, “Sesungguhnya Nabi
diperintahkan untuk bermusyawarah agar bisa dijadikan teladan bagi yang lain dan agar menjadi sunnah (kebiasaan) bagi
umatnya”
4. Syura memberitahukan kepada Rasulullah N dan juga para penguasa setelah beliau mengenai kadar akal dan pemahaman
orang-orang yang mendampinginya,
serta untuk mengetahui seberapa besar
kecintaan dan keikhlasan mereka dalam menaati beliau. Dengan demikian, akan
nampak baginya tingkatan mereka dalam keutamaan.
31 Fakhruddin Ar-Rozy, Mafatih al-Ghaib,(Beirut:Dar Al- Fikr, 1981,) vol9, 67-68
43
MUNAQOSYAH
Ramadhan 1435 h kiblat
5. Syaikh Abu Umar Asy-Saif menambahkan32
bahwa syura adalah bentuk ibadah dan
ketaatan kita kepada Allah karena kita telah
mengikuti perintah dan mengamalkannya.
6. Dengan syura, akan didapatkan keputusan
yang benar dan tepat sasaran serta jauh dari kesalahan.
7. Syura identik dengan keadilan dan menolak kezaliman dari pemaksaan kehendak dari satu pendapat saja.
Beberapa dampak negatif yang diakibatkan jika meninggalkan syura adalah:
1. Seorang imam akan kehilangan salah
satu sifat dari sifat orang mukmin. Karena
Syura adalah perintah Allah dan jika
meninggalkannya termasuk bermaksiat
kepada Allah
2. Seorang imam akan mengambil keputusan dan tindakan secara serampangan dan
jauh dari kata adil karena pengambilan keputusan tanpa ada syura dengan ahlu syura yang ada.
3. Akan terkesan ada pemaksaan kehendak yang berakibat tidak tercapainya
kenyamanan hati dan kehidupan. Maslahat
tidak akan tercapai dengan pengambilan
keputusan yang sepihak.
4. Tidak adanya syura akan mengakibatkan adanya rasa saling mencurigai dan ketidakpercayaan. Jadi, dapat memicu kerusakan dan hancurnya keharmonisan
(Dhani el-Ashimi)
32 Abu Umar Asy-Syaif, Siyasah Syar’iah, (Beirut:Dar Al- Ma’alim Li Toba’ah, 2007), 225