• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

B. Tinjauan Umum Tentang Kredit

4. Jaminan hutang dalam pelaksanaan perjanjian

“Jaminan” dalam kata peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan, namun dalam kedua peraturan tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan jaminan. Meskipun demikian dari kedua ketentuan di atas dapat diketahui, bahwa

jaminan erat hubungannya dengan masalah hutang.48

Biasanya dalam perjanjian pinjam meminjam uang, pihak kreditur/ bank meminta kepada nasabah debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaan untuk kepentingan pelunasan hutang, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata nasabah debitur tidak melunasinya, maka barang jaminan yang dijaminkan pada kreditur dieksekusi lelang dan atau dijual di bawah tangan untuk pelunasan hutang nasabah debitur, karena perjanjian hutang piutang bukan perjanjian jual beli yang mengakibatkan pemindahan hak milik atas suatu barang sebagaimana peraturan yang berlaku. Hasilnya untuk melunasi hutang, dan apabila masih terdapat kelebihannya dapat dikembalikan

kepada nasabah debitur.49

45)

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 29-31.

46)

Mariam Darus, “Sistem Kodifikasi Pembaharuan Parsial KUH Perdata Indonesia”, Jurnal

Hukum Bisnis, Volume VII, Jakarta, 1999, hal. 17.

47)

Ibid., hal. 17.

48

Eungenia Liliawati Muljono, Tinjuauan Yuridis Tentang Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 Tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan,

Harvarindo, Jakarta, 2003, hal. 17.

49

Berdasarkan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur barang jaminan dalam pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan hutangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

Barang jaminan tidak selalu milik nasabah debitur, akan tetapi peraturan perundang-undangan juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga, asalkan pihak yang bersangkutan merelakan barangnya untuk

dipergunakan sebagai jaminan hutang nasabah debitur.50

Pada dasarnya jenis-jenis jaminan kredit, terdiri dari jaminan perorangan, dan jaminan kebendaan.

a. Jaminan perorangan

Jaminan perorangan (personal guarante) adalah jaminan berupa

pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seseorang pihak ketiga, guna

50

S. Mantayborbir, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal. 113

menjamin pemenuhan kewajiban nasabah debitur kepada pihak kreditur/ bank, apabila nasabah debitur yang bersangkutan cidera janji (wanprestasi).

Bahkan saat ini bukan saja jaminan perorangan, tetapi kreditur/bank sudah sering menerima jaminan serupa yang diberikan oleh perusahaan yang dikenal dengan istilah “corporate guarantee. Jaminan semacam ini pada dasarnya penanggungan hutang yang diatur dalam KUH Perdata pada Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 (termasuk Pasal 1316 KUH Perdata). Pasal 1820 KUH Perdata memberikan pengertian penanggungan hutang sebagai suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya berhutang, apabila orang ini sendiri tidak memenuhi kewajibannya.

Dari pengertian tersebut dapatlah ditemukan unsur-unsur dalam suatu penanggungan hutang, yaitu:

(1) adanya hubungan hutang piutang (antara berhutang dengan

berpiutang)

(2) disepakatinya persetujuan penanggungan hutang dengan masuknya

pihak ketiga (penanggung) dalam hubungan hukum tersebut di atas (3) masuknya pihak ketiga yang dinyatakan dalam suatu persetujuan

yang berisi kesanggupan penanggung untuk memenuhi perikatan

nasabah debitur jika melakukan wanprestasi,51

Pasal 1821 ayat (1) KUH Perdata, yang menegaskan bahwa tiada penanggungan jika tidak ada perikatan pokok yang sah. Dan hal ini sekaligus berarti, kualitas dari perjanjian hutang piutang haruslah benar-benar sempurna tanpa cacat hukum, karena cacatnya perjanjian hutang piutang akan berpengaruh terhadap cacatnya pula penanggulangan hutang sebagai perjanjian acessoir.

51

Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia

Apabila penanggungan hutang tersebut adalah Personal Guarantee, atau dengan kata lain penanggungan hutang (guarantor) adalah perorangan, maka diperlukan persetujuan isteri (atau persetujuan suami) dalam melakukan perjanjian penanggungan hutang tersebut. Filosofinya terletak pada Pasal 1826 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa perikatan-perikatan para penanggung berpindah kepada ahli warisnya. Artinya apabila penjamin (guarantor) meninggal dunia, maka segala bentuk jaminan yang telah dijaminkan oleh penjamin (guarantor) untuk pelunasan hutang beralih hak pelunasannya kepada ahli waris. Apabila penanggungan hutang tersebut adalah corporate guarantee, atau dengan kata lain penanggung hutang (guarantor) adalah perusahaan (biasanya Perseroan Terbatas), maka yang pertama-tama harus diperhatikan adalah anggaran dasar/akta pendirian perseroan, tentang siapa-siapa yang harus bertindak mewakili perseroan tersebut.

Dalam perjanjian penanggungan hutang, hendaknya dimasukkan

ketentuan pasal yang menyebutkan bahwa penanggung hutang (guarantor) melepaskan hak-hak istimewanya yang diatur dalam KUH Perdata, antara lain: melepaskan segala hak yang lazim diberikan kepada penjamin hutang terutama sekali untuk meminta penagihan terlebih dahulu agar harta nasabah debitur yang harus terlebih dahulu disita untuk memenuhi pelaksanaan perjanjian (Pasal 1831 KUH Perdata), hak untuk menyuruh memecah hutang/membagi hutang terdapat pada penjamin (guarantor) yang penjaminnya lebih dari satu orang terhadap seorang debitur (Pasal 1837 KUH Perdata), dan hak-hak lainnya seperti hak eksepsi yaitu penjamin berhak memajukan eksepsi (tangkisan) terhadap kreditur (Pasal 1847 KUH

Perdata), hak penjamin untuk mempergunakan pembuktian untuk membela diri terhadap kreditur. Dengan demikian kreditur/bank dapat juga menagih penanggung tanpa adanya kewajiban menagih terlebih dahulu yang berhutang (nasabah/debitur). Mengenai hal ini, dapat dilihat pada Pasal 1831 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berhutang lalai, sedangkan benda-benda si berhutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya. Sedangkan pada Pasal 1832 KUH Perdata antara lain menyebutkan pengecualiannya bahwa si penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda si berhutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya, apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk

menuntut supaya benda-benda si berhutang lebih dahulu disita dan dijual.52

Apabila diadakan tambahan jumlah kredit dan atau perpanjangan masa perjanjian kredit/hutang piutang, yang dijamin oleh penanggungan hutang, maka haruslah dengan sepengatahuan dan persetujuan penanggung hutang (guarantor) yang bersangkutan. Dengan demikian bahwa setiap hutang harus dijamin oleh guarantor, dan harus diketahui olehnya, sehingga tidak akan ada sangkalan mengenai adanya perubahan atas kredit tersebut, karena guarantor ikut mengetahui dan menyetujuinya, sehingga setiap perubahan atas perikatan pokoknya, maka secara yuridis formal perjanjian yang mengikutinya harus pula diubah sesuai dengan perikatan pokoknya. Tidaklah diperbolehkan untuk memperluas penanggungan hutang hingga melebihi ketentuan yang menjadi syarat sewaktu mengadakannya (Pasal 1824 KUH Perdata).

52

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 14.

b. Jaminan kebendaan

Jaminan kebendaan adalah jaminan berupa harta kekayaan, baik benda maupun hak kebendaan, yang diberikan dengan cara pemisahan, bagian dari harta kekayaan baik dari nasabah debitur maupun dari pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban nasabah debitur kepada pihak kreditur/bank, apabila nasabah debitur yang bersangkutan cidera janji (wanprestasi).

Menurut sifatnya, jaminan kebendaan ini terbagi 2 (dua), yaitu (1) jaminan dengan benda berwujud (material), dan (2) jaminan dengan benda tak berwujud (immaterial). Benda berwujud, dapat berupa benda/ barang bergerak dan atau barang tidak bergerak. Sedangkan benda tak berwujud yang lazim diterima oleh kreditur/bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih.

Untuk memenuhi kekuatan hukum mengikat, maka dalam membuat perjanjian penyerahan harta kekayaan pihak ketiga tersebut maka kedua belah pihak harus secara bersama-sama datang menghadap notaris.

Notaris sebagai pejabat pembuat Akta, dan dalam membuat akta tersebut mencakup: pihak ketiga yang memiliki harta kekayaannya dapat menyerahkan kepada calon nasabah debitur di hadapan pejabat notaris. Akta yang dibuat di hadapan Notaris adalah akta kuasa menjual dan akta untuk dijaminkan.

Pihak ketiga dengan telah menandatangani kuasa untuk menjual dan akta kuasa untuk dijaminkan harta kekayaan pihak ketiga tersebut, maka disebut sebagai penjamin hutang (borgtocht).

Secara juridis formil penjamin hutang/borgtocht turut mengikatkan diri dan bertanggung jawab atas pemberian dan perolehan kredit tersebut. Di satu ketika apabila terjadi wanprestasi terhadap perjanjian kredit bank antara kreditur/bank dengan nasabah debitur yang mengakibatkan kredit tersebut dinyatakan macet, maka penjamin hutang/borgtocht secara bersama-sama dengan nasabah debitur bertanggung jawab terhadap

pengembalian kredit dimaksud.53

Dokumen terkait