• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

B. Tinjauan Umum Tentang Kredit

4. Tujuan dan fungsi kredit

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai yang tergantung dari tujuan kredit itu sendiri. Tujuan pemberian kredit juga tidak akan terlepas dari misi kreditur/bank tersebut didirikan. Untuk mengembangkan pelaksanaan kegiatan pembangunan dengan berdasarkan prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya dapat diperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, maka pada umumnya tujuan kredit secara ekonomis adalah untuk mendapatkan

keuntungan.22) Kreditur/bank hanya akan memberikan kredit apabila ia yakin

bahwa calon nasabah debitur itu akan mampu mengembalikan kredit disertai bunga, imbalan atau pembagian hasil sebagaimana telah disepakati.

Kredit selalu mempunyai tujuan, tidak mungkin kreditur/bank memberikan kredit kepada nasabah debitur tanpa tujuan. Kreditur/bank dalam memberikan kredit selalu memperhatikan tujuan diberikannya kredit,

21

Kasmir, op. cit., hal. 76-79.

22

karena apabila terjadi penyimpangan dari tujuan kredit yang telah disepakati

akan dapat mengancam kepentingan kreditur/bank tersebut.23)

Pada umumnya tujuan dalam pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut: a. Mencari keuntungan

Tujuan utama kreditur/bank dalam pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan yang diperoleh dalam bentuk bunga dan denda yang diterima oleh kreditur/bank sebagai balas jasa dan biaya kredit yang dibebankan kepada nasabah debitur. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup kreditur/bank, di samping itu keuntungan juga dapat membesarkan kegiatan usaha kreditur/bank, sehingga perkreditan merupakan sumber utama pendapatannya.

b. Membantu usaha nasabah debitur

Tujuan untuk membantu usaha nasabah debitur yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak nasabah debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas kegiatan usahanya, sehingga akan membuat kegiatan usaha nasabah debitur semakin lancar dan kinerja usahanya akan semakin membaik daripada sebelumnya.

c. Membantu pemerintah

Tujuan lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang. Bagi pemerintah, semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit yang diberikan, maka akan ada masukan dana dalam rangka peningkatan

pembangunan.24) 23) Ibid., hal. 13. 24 Ibid., hal. 106.

Di samping memiliki tujuan dalam pemberian suatu fasilitas kredit juga memiliki suatu fungsi yang sangat luas. Fungsi kredit secara luas tersebut adalah:

1. Meningkatkan Daya Guna Modal atau Uang

Maksudnya, jika uang hanya disimpan saja di kreditur/bank tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit, maka menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit (nasabah debitur). Kemungkinan juga dapat memberikan penghasilan tambahan kepada pemilik dana.

2. Meningkatkan Peredaran dan Lalu Lintas Uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit, maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

3. Meningkatkan Daya Guna Barang

Kredit yang diberikan oleh kreditur/bank akan dapat dipergunakan oleh nasabah debitur untuk mengolah barang yang semula tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. Sebagai contoh seorang pengusaha memperoleh bantuan dana dari salah satu bank untuk mengolah limbah plastik yang sudah tidak dipakai menjadi barang-barang rumah tangga. Biaya pengolahan barang tersebut diperoleh dari kreditur/Bank. Dengan demikian fungsi kredit dapat meningkatkan daya guna barang dan dari barang yang tidak berguna menjadi barang yang berguna.

4. Meningkatkan Peredaran Uang

Kredit dapat juga menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar

tersebut bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar yang biasanya untuk kredit atau kredit ekspor impor. 5. Sebagai Alat Stabilitas Ekonomi

Pemberian kredit dapat dikatakan sebagai alat stabilitas ekonomi, karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat.

6. Meningkatkan Kegairahan dalam Pengembangan Usaha

Bagi penerima kredit (nasabah debitur) sudah barang tentu akan dapat meningkatkan kegairahan dalam berusaha apalagi bagi nasabah debitur yang memang modalnya pas-pasan. Nasabah debitur akan sangat bergairah untuk dapat memperbesar atau memperluas usahanya dari perolehan kredit tersebut.

7. Meningkatkan Pemerataan Pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan, maka akan semakin baik terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika suatu kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja, sehingga dapat pula mengurangi pengangguran. Di samping itu bagi masyarakat sekitar pabrik, juga akan dapat memperoleh pendapatan seperti gaji bagi karyawan yang bekerja

di pabrik tersebut.25)

C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit 1. Pengertian perjanjian

Di dalam Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana seorang atau lebih

25)

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Maksudnya bahwa satu perjanjian adalah suatu recht handeling artinya suatu perbuatan yang

oleh orang-orang yang bersangkutan ditujukan agar timbul akibat hukum.26)

Dengan demikian, suatu perjanjian adalah hubungan timbal balik atau bilateral, maksudnya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan konsekuensi dari hak-hak yang diperolehnya.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian perjanjian tersebut di atas, maka berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli, yaitu sebagai berikut:

Subekti, mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.27

Menurut M. Yahya Harahap, mengatakan bahwa “perjanjian mengandung suatu pengertian tentang hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan sesuatu hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan

pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.28

J. Satrio, mengemukakan bahwa “suatu perjanjian adalah sekelompok atau sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak dalam

perjanjian yang bersangkutan”.29

26

S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara di

Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2002, hal. 8.

27

Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 1.

28)

M. Yahya Harahap, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal. 20.

29)

Wirjono Prodjodikoro, mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan

sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.30

Selanjutnya Abdulkadir Muhammad, mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana satu orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta

kekayaan”.31

Pengertian perjanjian sebagaimana dikemukakan oleh para pakar tersebut di atas, tergambar bahwa perjanjian adalah persesuaian kehendak dari kedua belah pihak atau lebih untuk mewujudkan terjadinya hubungan hukum yang menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum yang dilakukan oleh para pihak, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi, sedangkan pihak yang lainnya menyediakan diri untuk dibebani dengan kewajiban dalam menunaikan prestasi.

Sehubungan dengan itu, S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, mengatakan bahwa prestasi ini adalah “objek” atau “voorwerp” dari verbintenis. Lebih lanjut dikemukakan bahwa tanpa prestasi, maka hubungan hukum yang dilakukan hanya semata-mata berdasarkan tindakan hukum, sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Oleh karena itu ditegaskan lagi bahwa pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai “schuldeiser” atau “kreditur”, sedangkan

30

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung, 1989, hal. 9.

31)

pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai “schuldenaar”

atau “nasabah debitur”.32)

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan bahwa syarat-syarat perjanjian terdiri dari:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.33)

Syarat pertama dan syarat kedua disebut syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilserklaring) antara para pihak. Pernyataan yang bersifat menawarkan sesuatu kepada pihak lain dinamakan tawaran (offerte), dan pernyataan yang bersifat menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).

Dokumen terkait