TESIS
OLEH:
EDWIN FAUZI
047011016 / MKn
S
EK O L AH
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan
Dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
EDWIN FAUZI
047011016 / MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN DAN PENYITAAN HARTA KEKAYAAN NASABAH DEBITUR / PENJAMIN HUTANG BERUPA UANG TUNAI DI BANK DALAM KAITANNYA DENGAN SISTEM PENGURUSAN PIUTANG NEGARA
Nama Mahasiswa : EDWIN FAUZI Nomor Pokok : 047011016 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr. Soleman Mantayborbir, S.H.,M.H. Ketua
Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S. Anggota
Chairani Bustami, S.H.,Sp.N.,M.Kn. Anggota
Mengetahui :
Ketua Program Magister Kenotariatan
Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Dr. M. Yamin Lubis, S.H.,M.S.,C.N. NIP. 131 661 440
Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc. NIP. 130 535 852
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr Soleman Mantayborbir, S.H.,M.H.
Anggota : 1. Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S.
2. Chairani Bustami, S.H.,Sp.N.,M.Kn.
3. Dr. M. Yamin Lubis, S.H.,M.S.,C.N.
Edwin Fauzi 1
Soleman Mantayborbir 2
Tan Kamello 3
Chairani Bustami 4
INTISARI
Perbankan atau kreditur memberikan dana dalam bentuk kredit kepada peminjam dana atau nasabah debitur dengan pemberian sesuatu obyek/ barang sebagai preventif dalam pemberian kredit, baik berupa benda tetap maupun benda bergerak sebagai jaminan hutang atas penerimaan sejumlah uang tunai/kredit yang diserahkan oleh kreditur/bank. Jaminan hutang adalah sesuatu obyek/barang yang diberikan kepada nasabah kreditur untuk memberikan suatu keyakinan, bahwa nasabah debitur akan memenuhi kewajibannya terhadap perikatan. Dalam proses pengembalian kredit oleh nasabah debitur kepada kreditur/bank adakalanya lancar dan ada juga yang tidak lancar. Pengembalian kredit yang tidak lancar inilah pada akhirnya menjadi kredit macet, dan pada gilirannya akan dilakukan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur berupa uang tunai di bank. Dengan demikian perlu dikaji: bagaimanakah pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/ penjamin hutang berupa uang tunai di bank. Hambatan apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank, serta upaya apakah yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank.
Dalam mengkaji permasalahan tersebut digunakan metode yuridis normatif dan bentuk penelitiannya adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian dilakukan pada PUPN dan KP2LN Medan. Alat pengumpulan data primer adalah studi dokumen dan pedoman wawancara. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank dilakukan oleh PUPN yang dilaksanakan
1
Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascsarjana, USU
2
Kepala Bidang Informasi dan Hukum Kantor Wilayah I DJPLN Medan dan Dosen Luar
Biasa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana, USU.
3
Dosen Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana, USU
4
menyelesaikan jumlah hutang.
Hasil penelitian menunjukkan dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank yang dilakukan oleh PUPN melalui Jurusita KP2LN untuk menyelesaikan hutang nasabah debitur, tidak bertentangan dengan ketentuan kerahasiaan bank. Hambatan yang ditemui adalah terbatasnya data dan informasi tentang keberadaan harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank, karena kreditur/bank masih terikat pada rahasia bank, sehingga tidak bersedia dan membantu dalam memberikan data/informasi tentang dana/uang milik nasabah debitur yang tersimpan di kreditur/bank. Nasabah debitur/penjamin hutang terkesan menghindar dan menutupi akan harta kekayaan lainnya berupa uang tunai di bank. Di samping itu PUPN melalui KP2LN tidak melakukan terobosan hukum, dalam artian tidak giat dalam mencari data dan informasi tentang uang tunai nasabah debitur/penjamin hutang di bank, dan tidak menanyakan kepada kreditur/bank tentang uang tunai nasabah debitur/penjamin hutang yang tersimpan di bank dalam wilayah hukum PUPN dan KP2LN Medan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam melakukan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tuani di bank adalah PUPN dan KP2LN harus gencar dan giat dalam menari data dan informasi tentang ada tidaknya harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank. Selain dari pada itu PUPN melalui KP2LN dituntut untuk berperan aktif dalam melakukan koordinasi dengan bank-bank baik swasta maupun pemerintah yang ada pada wilayah hukumnya, sehingga terjadi saling tukar menukar informasi antar bank dengan PUPN dan KP2LN, dengan demikian apabila memperoleh data dan informasi dapat memberitahukan keadaan dan keuangan nasabah debitur yang bersangkutan berupa uang tunai kepada PUPN dan KP2LN. Di satu pihak peran serta pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia memberikan izin dalam bentuk tertulis kepada kreditur/bank pelaksana, sehingga dalam memberikan data dan informasi mendapat perlindungan hukum, dengan demikian pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan yang dilakukan oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan tentunya akan membawa hasil yang optimal.
Kata kunci: - Kajian hukum
- Pemblokiran dan penyitaan
Edwin Fauzi 1
Soleman Mantayborbir 2
Tan Kamello 3
Chairani Bustami 4
Banking or creditor give the fund in the form of credit to lender of fund or debtor with guarantee as the credit gift security good in the form of object remain to and also movable goods as debt guarantee from debtor for acceptance of a number of cash delivered by creditor/bank. Guarantee is something that passed by a creditor to evoke confidence that debtor will fulfill its obligation, which can be assessed with the money of arising out from an alliance. In course of credit return by debtor to creditor/bank sometimes and there is also which is not fluent. Credit return which is not fluent this is in the end become the credit stuck, what is in turn conducted by blockade and confiscation to properties of debtor client. Thereby require to be studied: what will be execution of blacking out and confiscation to properties possession of debtor client/debt guarantor in the form of cash in bank, resistance of any kind of met in execution of blacking out and confiscation to properties possession of debtor client/debt guarantor in the form of cash in bank, and also strive whether/what performed within overcoming resistance in execution of blacking out and confiscation to properties possession of debtor client/debt guarantor in the form of cash in bank.
In studying the problems used by method of juridical normative and form its research is analytical descriptive. Area of research conducted in KP2LN Medan. Appliance of data collecting of primary is study of document and guidance interview. While data secondary collected by through bibliography study and analyzed by using approach qualitative.
The result of research shown that blockade and confiscation to properties possession of debtor/debt guarantor in the form of cash in Bank conducted by executed PUPN by bailiff of KP2LN Medan. Blockade and confiscation to executed cash, if cash in bank/creditor do not oppose against bank secret to bad character of debtor/debt guarantor in finishing the amount of debt. There is resistance the limited information and data about existence of properties possession of debtor/debt guarantor in the form of cash in bank, because creditor/bank still tied with bank secret, so
1
Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascsarjana, USU
2
Kepala Bidang Informasi dan Hukum Kantor Wilayah I DJPLN Medan dan Dosen Luar
Biasa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana, USU.
3
Dosen Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana, USU
4
not conduct breakthrough of law, its means in searching information and data about cash of debtor/debt guarantor which deposited in bank at PUPN territory of jurisdiction and KP2LN Medan. The conducted effort to overcome resistance in blockade and confiscation to properties possession debtor/debt guarantor in form of cash in bank is PUPN dan KP2LN have to intensively and impetuous in searching information and data about properties possession of debtor/debt guarantor in the form of cash in bank. Despitefully of PUPN and KP2LN claimed to share active in conducting coordination and socialization with good bank of private sector and also government exist in its territory of jurisdiction, so that happened each other converting to convert information between bank, thereby if pertinent obtain information and data can advise its client finance and situation in the form of cash in goodness to PUPN and KP2LN. Besides governmental role and also in this case Bank Indonesia giving permit in the form of written into creditor/executor bank, so that get protection of law, thereby conducted blockade and confiscation by PUPN through KP2LN perhaps will giving the impact which are positive.
Keywod: - Juridical study
shalawat beriring salam kita haturkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW atas terselesainya penulisan hasil penelitian tesis yang
berjudul “Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemblokiran dan
Penyitaan Terhadap Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penjamin Hutang Berupa Uang Tunai di Bank Dalam Kaitannya Dengan Sistem Pengurusan Piutang Negara”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus
dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada
Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan
bantuan, dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Ucapan terima
kasih khususnya penulis sampaikan kepada yang terhormat dan amat
terpelajar Bapak Dr. Soleman Mantayborbir, S.H., M.H, Bapak Dr. Tan
Kamello, S.H.,M.S., dan Ibu Chairani Bustami, S.H.,Sp.N.,M.Kn., atas
kesediaannya membantu dalam rangka memberikan bimbingan dan
petunjuk serta arahan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan tesis
ini. Berkat bimbingan, petunjuk dan arahan yang diberikan sehingga telah
diperoleh hasil yang maksimal.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada para
Dosen Penguji di luar komisi pembimbing yaitu: yang terhormat dan amat
terpelajar Bapak Dr. M. Yamin Lubis, S.H.,M.S., C.N. dan Bapak Faisal
sempurna dan terarah.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktris Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris
beserta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi pada
Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana,
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N., selaku Ketua Jurusan
Program Studi Magister Kenotariatan, dan Ibu Dr. T. Keizeirina Devi
Azwar, S.H.,M.Hum.,C.N., selaku Sekretaris Jurusan atas bantuan
dalam memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister
Kenotariatan (M.Kn.), Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera
Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.H., selaku Dekan Fakultas
Hukum USU dan juga selaku Mantan Ketua Jurusan Program Studi
Magister Kenotariatan atas bantuan dalam memberikan kesempatan
dan fasilitas yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.).
4. Para Ibu dan Bapak Dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana
khususnya pada Magister Kenotariatan yang membimbing dan
terima kasih.
5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan,
Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara yang selalu
membantu penulis dalam memperlancar manajemen administrasi yang
dibutuhkan.
6. Bapak Tony R. Simanjuntak, S.E., Kepala Kantor Pelayanan Piutang
dan Lelang Negara (KP2LN) Medan yang telah banyak memberikan
bantuan berupa data dan informasi yang penulis butuhkan dalam
rangka penulisan tesis ini.
7. Bapak Drs. Edward Situmorang, M.Si., Kepala Seksi Informasi dan
Hukum pada KP2LN Medan dan selaku Pejabat Lelang yang telah
banyak memberikan bantuan dan informasi data, demi kelancaran
dalam penulisan tesis ini.
8. Bapak Marlais Simanjuntak, S.E.,M.Si., Kepala Seksi Piutang Negara
pada KP2LN Medan yang juga banyak membantu dalam memberikan
data dan informasi yang penulis perlukan demi kelancaran penulisan
tesis ini.
9. Bapak Ramson Damanik, S.H., dan seluruh Pegawai/Karyawan
KP2LN Medan yang telah banyak membantu dalam memberikan data
dan informasi kepada penulis dalam rangka penulisan tesis ini.
10. Rekan-rekan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah
Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan yang tidak dapat
Secara khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga, penulis
sampaikan kepada Ayahanda Almarhum H. Abdul Aziz Idris dan Ibunda
Hj. Zuemma terimakasih atas dukungan doa selalu dan kasih sayangnya.
Secara khusus lagi ucapan terima kasih buat isteri tercinta Deliana,
SE.,Ak.,M.Si., serta anak-anakku tersayang M. Edly Fachrurozy, M. Iqbal
Fauzan, dan M. Hanif Fiqri, serta seluruh kakanda dan adinda terima kasih
untuk dukungan dan doanya,
Akhirnya semoga segala budi baik, jasa- jasa dan semua bantuan
yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang berlimpah
dari Allah SWT.
Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum, meski
keberadaannya bagaikan setetes air di atas lautan ilmu yang luas dan
dalam. Amin.
Medan, 16 Juni 2006
Penulis
APBN = Anggaran Pendapatan Belanja Negara
APHT = Akta Pemberian Hak Tanggungan
AVB = Algemene Volkscredietbank
Bank Sumut = Bank Sumatera Utara
BAP = Berita Acara Penyitaan
BI = Bank Indonesia
BIAD = Biaya Administrasi
BKPN = Berkas Kasus Piutang Negara
BM = Bank Mandiri
BMPK = Batas Maksimum Pemberian Kredit
BNI = Bank Negara Indonesia
BPA = Badan Pelaksana Administrasi
BPHN = Badan Pembinaan Hukum Nasional
BPHTB = Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
BPN = Badan Pertanahan Nasional
BPPN = Badan Penyehatan Perbankan Nasional
BPSP = Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
BRI = Bank Rakyat Indonesia
BS = Bank Sentral
BTN = Bank Tabungan Negara
BUMD = Badan Usaha Milik Daerah
BUMN = Badan Usaha Milik Negara
BUPLN = Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
BUPN = Badan Urusan Piutang Negara
CV = Commanditer Vennootschap
DI = Darul Islam
DJPLN = Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara
DPR = Dewan Perwakilan Rakyat
GBHN = Garis-garis Besar Haluan Negara
HIR = Het Herziene Indonesiche Reglement
HL = Harga Limit
HT = Harga Taksasi
IMF = Internasional Monetary Fund
KB = Koninklijk Besluit
Keppres = Keputusan Presiden
KKN = Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
KLN = Kantor Lelang Negara
KMK = Keputusan Menteri Keuangan
KP2LN = Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara
KP3N = Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara
KSAD = Kepala Staf Angkatan Darat
LN = Lembaran Negara
MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat
NPL = Non Performance Loan
PB = Pernyataan Bersama
PBI = Peraturan Bank Indonesia
PERMA = Peraturan Mahkamah Agung
Perpu = Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
PH/PjH = Penanggung Hutang/Penanggung Jawab Hutang
PJPN = Penetapan Jumlah Piutang Negara
PMDN = Peraturan Menteri Dalam Negeri
PN = Pengadilan Negeri
PNDS = Piutang Negara yang belum Dapat Diselesaikan
PNDT = Piutang Negara Dapat Ditagih
PNDU = Piutang Negara yang Dapat Diurus
PNL = Piutang Negara Lunas
PNTO = Piutang Negara Telah Optimal
PP = Penyerah Piutang
PPAT = Pejabat Pembuat Akta Tanah
PPBJ = Penataan dan Pengamanan Barang Jaminan
PPh = Pajak Penghasilan
PPN = Pengurusan Piutang Negara
PPP = Pelaksanaan Perintah Penyitaan
PRRI = Perang Rakyat Sementara Rakyat Indonesia
PSBDT = Piutang Yang Untuk Sementara Waktu Belum Dapat Ditagih
PSP = Pelaksanaan Surat Paksa
PT = Perseroan Terbatas
PTUN = Pengadilan Tata Usaha Negara
PUPN = Panitia Urusan Piutang Negara
RBg = Rechtsreglement Buitengewesten
RI = Republik Indonesia
SAIPPN = Sistem Administrasi Informasi Pengurusan Piutang Negara
SDM = Sumber Daya Manusia
SEBI = Surat Edaran Bank Indonesia
SEMA = Surat Edaran Mahkamah Agung
SHGB = Sertifikat Hak Guna Bangunan
SHGU = Sertifikat Hak Guna Usaha
SHM = Sertifikat Hak Milik
SHP = Sertifikat Hak Pakai
SHT = Sertipikat Hak Tanggungan
SISBARJAM = Sistem Barang Jaminan
SKMH = Surat Kuasa Memasang Hipotik
SP3N = Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara
SPP = Surat Perintah Penyitaan
SPPBS = Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan
SPPS = Surat Perintah Pengangkatan Sita
Stb. = Staatblaad
TII = Tentara Islam Indonesia
TLN = Tambahan Lembaran Negara
TNI = Tentara Republik Indonesia
TPD = Tim Pengawas Daerah
TUN = Tata Usaha Negara
UU = Undang-Undang
UUBPHTB = Undang-Undang Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan
UUD 1945 = Undang-Undang Dasar 1945
UUHT = Undang-Undang Hak Tanggungan
UUP = Undang-Undang Perbankan
UUPA = Undang-Undang Pokok Agraria
UURS = Undang-Undang Rumah Susun
VR = Vendu Reglement
3L = Legal, Landing, Limit
3R = Return, Repayment, Risk bearing ability.
5C = Character, Capacity, Capital, Conditions of Economy,
Collateral
Capacity : Kemampuan
Capital : Modal
Character : Karakter
Collateral : Jaminan
Condition of economy : Keadaan ekonomi
Corporate Guarantee : Penjamin Hutang Badan Hukum
Doubtful : Kredit diragukan
Fungibility : Penyalahgunaan
Immaterial : Benda tak berwujud
Levering : Penyerahan
Loss : Kredit macet
Overmacht : Keadaan memaksa
Pass : Kredit lancar
Personal Guarantee : Penjamin Hutang Perorangan Principle of the wise : Asas kebijaksanaan
Rate of return of investment : Tingkat pengembalian terhadap investasi
Reconditioning : Persyaratan kembali
Rescheduling : Penjadualan kembali
Restructuring : Penataan kembali
Sommatie : Somasi
Special mention : Kredit dalam perhatian khusus Standard contract : Perjanjian Baku
Sub standard : Kredit kurang lancar
Vendu instructie : Instruksi Lelang
Vendu reglement : Peraturan Lelang
I. DATA PRIBADI
N a m a : EDWIN FAUZI
Tempat /Tanggal Lahir : Medan, 13 Nopember 1962
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan PTP.Nusantara-II
Alamat Rumah : Jln. Legiun Veteran No.8 Medan Estate
Telp.7382690
Alamat Kantor : Jln.Medan – Tanjung Morawa Km. 17,5
Telp.7940055
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1973 : Tamat S.D.I Tunas Kartika Medan
Tahun 1976 : Tamat S.M.P. Medan Putri Medan
Tahun 1980 : Tamat S.M.A. Khalsa Medan
Tahun 1984 : Tamat Sarjana Muda Fakultas Hukum USU
Medan
Tahun 1986 : Tamat Sarjana Strata-I Fakultas Hukum USU
Medan Bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara Program Studi Agraria.
Tahun 2004 s.d.
Sekarang : Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan
(M.Kn) Sekolah Pascasarjana USU Medan
III. RIWAYAT PEKERJAAN
Tahun 1987-1989 : Guru SMA Sutoyo Siswomiharjo Medan.
Tahun 1988-1989 : Guru SMA Prayatna
Tahun 1989-1996 : Karyawan Bagian SPI PTP-IX
Tahun 1997-2001 : Karyawan Kebun Gohor Lama PTPN-II
Tahun 2002 s.d.
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
PANITIA PENGUJI ... iii
INTISARI... iv
ABSTRACT... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... xii
DAFTAR KATA ASING ... xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xvi
DAFTAR ISI ... xvii
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR GAMBAR ... xxi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Keaslian Penelitian ... 6
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Tinjauan Umum Tentang Piutang Negara ... 9
1. Pengertian piutang ... 9
2. Pengertian piutang negara ... 12
B. Tinjauan Umum Tentang Kredit ... 13
1. Pengertian kredit ... 13
2. Unsur-unsur kredit... 15
3. Jenis-jenis kredit ... 17
2. Perjanjian kredit ... 27
3. Asas-asas dalam perjanjian ... 29
4. Jaminan hutang dalam pelaksanaan perjanjian kredit ... 32
5. Wanprestasi (ingkar janji)... 38
6. Kredit bermasalah ... 42
D. Sistem Pengurusan Piutang Negara Macet ... 53
1. Tugas dan Fungsi PUPN dan KP2LN ... 53
2. Sejarah PUPN dan DJPLN/KP2LN ... 57
3. Dasar Hukum ... 65
4. Sistem Hukum ... 66
5. Sumber Hukum ... 69
6. Asas-asas dalam pelaksanaan sistem pengurusan piutang negara ... 71
7. Pelaksanaan sistem pengurusan piutang negara ... 74
BAB III : METODE PENELITIAN ... 93
A. Sifat Penelitian ... 93
B. Lokasi Penelitian ... 93
C. Teknik Pengumpulan Data ... 94
D. Alat Pengumpulan Data ... 95
E. Analisis Data ... 96
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 97
C. Hambatan Yang Ditemui Dalam Pelaksanaan Pemblokiran Dan Penyitaan Terhadap Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penjamin Hutang
Berupa Uang Tunai di Bank ... 123
D. Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Hambatan Dalam Pelaksanaan Pemblokiran Dan Penyitaan Terhadap Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penjamin Hutang Berupa Uang Tunai di Bank ... 124
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 126
A. Kesimpulan ... 126
B. Saran ... 128
Tabel 1. Klasifikasi Pegawai Menurut Jenis Kelamin ... 102
Tabel 2. Klasifikasi Pegawai Menurut Pangkat/Golongan ... 103
Tabel 3. Klasifikasi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan ... 103
Tabel 4. Klasifikasi Pegawai Menurut Unit Kerja ... 104
Gambar 1. Struktur Organisasi DJPLN ... 105
A. Latar Belakang
Pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayan
nasabah debitur/penjamin hutang merupakan suatu hal yang sangat ditakuti
oleh peminjam kredit di bank. Munculnya pemblokiran dan penyitaan ini
akibat dari wanprestasinya nasabah debitur/penjamin hutang dalam
menyelesaikan kewajibannya yang pada akhirnya bermuara pada kredit
macet.
Menurut Corporate Secretary Bank Mandiri, total kredit macet dari 30
nasabah debitur mencapai nilai sekitar Rp. 27 Triliyun pada periode akhir
Desember 2005, dan hanya 6 nasabah debitur yang telah melaksanakan
itikad baiknya untuk menyelesaikan kewajiban dalam menyelesaikan
hutangnya.1
Seseorang maupun badan hukum dalam mengembangkan usaha
bisnisnya memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut diperoleh
melalui pinjaman kredit pada bank. Menurut pasal 1 angka 11
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dalam Tan Kamello, ”Kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.2
1
Agus Martowardojo, “30 Debitur Kredit Bermasalah Bank Mandiri Rp.22 Triliun Diumumkan”,
Harian Sinar Indonesia Baru, tanggal 15 Juni 2006.
2
Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh
bank secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat
hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur.3
Perbankan atau kreditur memberikan dana dalam bentuk kredit
kepada peminjam dana atau nasabah debitur dengan jaminan sebagai
pengamanan dalam pemberian kredit, baik berupa benda tetap maupun
benda bergerak sebagai jaminan hutang dari nasabah debitur atas
penerimaan sejumlah uang tunai yang diserahkan oleh kreditur/bank.
Jaminan hutang adalah sesuatu obyek yang diberikan kepada kreditur
untuk memberikan keyakinan, bahwa nasabah debitur akan memenuhi
kewajibannya, yang dapat dinilai dengan uang yang timbul karena suatu
perikatan.4
Dalam proses pengembalian kredit oleh nasabah debitur kepada
kreditur/bank adakalanya lancar dan ada juga yang tidak lancar.
Pengembalian kredit yang tidak lancar inilah pada akhirnya mengakibatkan
kredit menjadi macet.
Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor:
31/147/Kep/Dir tanggal 12 Nopember 1998 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 4/6/PBI/2002 tanggal 6
September 2002 jo. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal
20 Januari 2005 menyebutkan kualitas aktiva produktif, yaitu :
a. Kredit lancar, yaitu kredit yang pembayarannya tepat waktu dan tidak terdapat pelanggaran perjanjian kredit.
b. Kredit dalam perhatian khusus, yaitu kredit yang pembayarannya terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga sampai 90 (sembilan puluh) hari dan juga terdapat pelanggaran perjanjian kredit tidak prinsipil.
3
Ibid.
4
c. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang pembayarannya terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari dan juga terdapat pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit cukup prinsipil.
d. Kredit yang diragukan, yaitu kredit yang pembayarannya terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari dan juga terdapat pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit.
e. Kredit macet, yaitu kredit yang pembayarannya terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari dan juga terdapat pelanggaran yang sangat prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit.
Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Segala kebendaan si
berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah
ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan
untuk segala perikatan perseorangan”.
Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Kebendaan tersebut
menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan
padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali
apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan”.
Dalam hal terjadi kemacetan dalam pembayaran hutang oleh debitur
biasanya diselesaikan secara intern oleh bank dalam hal ini bank pemerintah
dengan debitur, namun jika tidak juga terselesaikan, hutang debitur itu
dikategorikan sebagai piutang negara yang macet dan pengurusannya
diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) melalui Kantor
Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N).
Pengertian mengenai piutang negara terdapat dalam Pasal 8
dengan piutang Negara atau hutang kepada Negara oleh Peraturan ini, ialah
jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan yang baik
secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan
suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun”.
Dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor
300/KMK.01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara, dinyatakan bahwa:
“Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara dan
badan-badan yang baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai
oleh negara, berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.”
Selanjutnya mengenai kewajiban instansi-instansi pemerintah dan
badan-badan Negara untuk menyerahkan pengurusan piutang negara
kepada PUPN sebagaimana terdapat dalam Pasal 12 Undang-Undang
Nomor 49 Prp Tahun 1960, yang menyatakan:
(1) Instansi-instansi pemerintah dan Badan-badan Negara yang dimaksudkan dalam pasal 8 Peraturan ini diwajibkan menyerahkan piutang-piutangnya yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan Piutang Negara. (2) Dalam hal seperti dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini, maka dilarang
menyerahkan pengurusan piutang Negara kepada Pengacara.
(3)Tentang penyerahan pengurusan piutang Negara seperti dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini diberitahukan oleh instansi-instansi dan Badan-badan dimaksud kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang untuk itu ditunjukkannya.
Setelah diteliti kelengkapan data dan ternyata memenuhi kriteria/
persyaratan penyerahan, maka dibuat Surat Penerimaan Pengurusan
Piutang Negara (SP3N) yang ditanda tangani oleh Ketua PUPN Cabang.
Selanjutnya jika hutang nasabah debitur/penjamin hutang tidak juga
terselesaikan, maka terhadap harta kekayaan milik nasabah debitur/penjamin
di bank dilakukan pemblokiran dan penyitaan untuk pembayaran angsuran
dan pelunasan jumlah hutang pada kreditur/bank.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka dalam
penelitian ini dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta
kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank
oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan?
2. Hambatan apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan pemblokiran dan
penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang
berupa uang tunai di bank oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan?
3. Upaya apa sajakah yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam
pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan
nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank oleh PUPN
Cabang dan KP2LN Medan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap
harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di
bank oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan.
2. Untuk mengetahui hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan
pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/
penjamin hutang berupa uang tunai di bank oleh PUPN Cabang dan
3. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
hambatan dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta
kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank
oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis
maupun praktis, yaitu :
1. Secara Teoritis.
Memberikan manfaat kepada masyarakat dengan adanya sumbangsih
pemikiran dibidang hukum dalam pengembangan disiplin ilmu hukum
terutama yang menyangkut pengurusan piutang negara.
2. Secara Praktis.
Memberi manfaat dalam mengatasi hambatan yang timbul dalam
pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan
nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank, sehingga
dapat membantu kelancaran pengurusan piutang negara.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara, khususnya pada Program Studi Magister Hukum, dan
program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.), dan sepanjang yang penulis
ketahui bahwa belum ada penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Sekolah
Pascasarjana ataupun orang lain yang membahas tentang “Kajian Yuridis
Nasabah Debitur/ Penjamin Hutang Berupa Uang Tunai Di Bank Dalam
Kaitannya Dengan Sistem Pengurusan Piutang Negara”. Namun ada
penelitian yang pernah dilakukan oleh Lilis Suanny mahasiswa Program
Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada tahun 2004 dengan judul:
“Pengurusan Piutang Negara antara PUPN Dengan Nasabah Debitur Dalam
Pernyataan Bersama Ditinjau Dari Hukum Perjanjian” dengan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengurusan piutang negara Perbankan antara PUPN
dengan nasabah debitur dalam pernyataan bersama ditinjau dari hukum
perjanjian?
2. Bagaimanakah kekuatan hukum dari isi pernyataan bersama?
3. Kendala dan upaya hukum apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan
pernyataan bersama ?
Pada tahun 2005 penelitian yang dilakukan oleh Cecep Sukandar
mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) dengan judul tesis
“Pelaksanaan Eksekusi Lelang Terhadap Jaminan Kredit (Studi Kasus Pada
KP2LN Pekanbaru), dengan perumusan masalah adalah:
1. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang
kredit?
2. Hambatan apa sajakah yang ditemui dalam pelaksanaan eksekusi lelang
terhadap jaminan hutang kredit?
3. Upaya apa sajakah yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam
Pada tahun 2005 penelitian yang dilakukan oleh Winarni dengan judul
“Pelaksanaan Surat Paksa Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang
Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)”. Dengan rumusan masalah adalah:
1. Bagaimanakah pelaksanaan surat paksa dalam kaitannya dengan
pengurusan piutang negara?
2. Kendala apa sajakah yang ditemui dalam pelaksanaan surat paksa
berkaitan dengan pengurusan piutang negara?
3. Upaya apa sajakah yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam
pelaksanaan surat paksa berkaitan dengan pengurusan piutang negara?
Penelitian yang dilakukan oleh Lilis Suanny pembahasannya terfokus
pada kekuatan hukum pernyataan bersama dan penelitian yang dilakukan
oleh Cecep Sukandar pembahasannya terfokus pada eksekusi lelang
terhadap jaminan hutang kredit, serta penelitian yang dilakukan oleh Minarni
Yen pembahasannya terfokus pada pelaksanaan surat paksa.
Penelitian ini apabila dipertentangkan dengan penelitian yang
dilakukan sebelumnya, maka baik judul, rumusan masalah, substansi
pembahasan dan pengkajian hukumnya sangat berbeda sama sekali.
Dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Piutang Negara 1. Pengertian piutang
Istilah piutang timbul karena adanya perjanjian utang piutang diantara
dua orang atau lebih subjek hukum. Subjek hukum ini adalah baik pribadi
(perseorangan) maupun badan hukum. Jadi perjanjian utang piutang ini
boleh saja dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan satu orang atau lebih
lainnya, atau satu orang atau lebih dengan satu badan hukum atau lebih,
atau satu badan hukum dengan satu badan hukum lainnya.
Jika subjek hukum ini telah mengadakan suatu perjanjian utang
piutang maka timbullah hak dan kewajiban diantara keduanya. Dalam ilmu
hukum, subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.5 Dengan kata
lain timbullah hubungan hukum . Hubungan hukum adalah hubungan yang
terhadapnya hukum melekatkan “hak” pada satu pihak dan melakukan
kewajiban pada pihak lainnya.6 Piutang adalah “hak untuk menerima
pembayaran.”7 Sedangkan utang adalah “kewajiban yang dinyatakan atau
dapat dinyatakan dalam jumlah uang.”8
Dalam hubungan antara manusia selalu terdapat dua sisi produk
perbuatan, yaitu hutang dan piutang. Hutang adalah produk perbuatan dilihat
dari sisi pihak yang memperoleh pinjaman sejumlah uang, sedangkan
piutang adalah produk perbuatan dilihat dari sisi pihak yang memberi
5
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, 1997, Alumni, Bandung, hal.35.
6
Mariam Darus Badrulzaman, et.all, Kompilasi Hukum Perikatan, 2001, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 1.
7
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1994 tentang Jaminan Fidusia, pasal 1 point 3.
8
pinjaman sejumlah uang. Hubungan hukum ini disebut hutang-piutang.9
Dalam hubungan hutang-piutang pihak yang berpiutang dalam suatu
hubungan utang piutang tertentu disebut kreditur, pihak yang berutang dalam
suatu hubungan utang-piutang tertentu disebut debitur.10
Dalam hubungan hutang-piutang, kreditur berkewajiban menyerahkan
sejumlah uang kepada nasabah debitur untuk diguna-kannya selama jangka
waktu tertentu, sedangkan kewajiban nasabah debitur untuk mengembalikan
sejumlah uang yang dipinjamkan itu pada waktu tertentu di kemudian hari
atau setelah jangka waktu tertentu berakhir. Dalam hubungan hutang
piutang, yang lebih dikenal adalah kreditur/bank karena piutang yang
dimilikinya itu adalah harta kekayaan yang dapat ditagih. Dalam hukum harta
kekayaan, setiap piutang dapat dialihkan dan kreditur bebas mengalihkannya
kepada pihak lain. Cara pengalihan piutang memang diatur oleh
undang-undang.
Menurut ketentuan Pasal 613 KUH Perdata, penyerahan akan
piutang-piutang atas nama (op naam) dan kebendaan tak bertubuh lainnya
dan dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau di bawah
tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang
lain. Pengalihan piutang itu kemudian diberitahukan kepada nasabah debitur.
Pengalihan piutang atas tunjuk (aan toonder) dilakukan dengan penyerahan
suratnya, pengalihan piutang atas pengganti (aan order) dilakukan dengan
endosemen dan penyerahan suratnya. Berdasarkan ketentuan pasal ini
dapat diketahui bahwa dengan mengalihkan surat bukti piutang kepada pihak
lain, maka piutangnya juga beralih.
9
S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara di
Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal. 16.
10
Setiap harta kekayaan yang berupa piutang selalu dibuktikan secara
tertulis. Bukti tertulis tersebut tergantung pada jenis hutang piutang yang
menjadi dasarnya. Bagi kreditur, surat piutang merupakan bukti bahwa dia
berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Sedangkan bagi nasabah
debitur, surat itu merupakan bukti pengakuan hutang yang wajib dibayarnya.
Karena ada bukti yang sah ini, maka setiap orang tidak ragu dan akan
menerima pengalihannya dari kreditur. Penerimaan surat piutang berarti
penerimaan harta kekayaan berupa tagihan.
Dengan memperhatikan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa yang
dimaksud dengan “piutang adalah harta kekayaan berupa tagihan sejumlah
uang yang dibuktikan dengan surat yang dimiliki oleh pemegangnya
berdasarkan perjanjian hutang piutang”.11 Perjanjian tersebut dapat berupa
penyimpanan uang di kreditur/bank, pinjam meminjam uang, penyetoran
uang pada suatu badan hukum, jual beli barang, jual beli surat berharga.
Dalam hukum harta kekayaan, setiap surat yang memuat tagihan sejumlah
uang disebut surat berharga.
Berdasarkan jenis hutang piutang tersebut, maka piutang dapat
digolongkan menjadi empat macam, yaitu:
(a) Piutang yang timbul karena penyimpanan uang pada kreditur/ bank, disebut piutang simpanan pada kreditur/bank;
(b) Piutang yang timbul karena penyetoran uang penyertaan modal pada badan hukum seperti pada perseroan terbatas, koperasi, disebut piutang investasi pada badan hukum.
(c) Piutang yang timbul karena jual beli surat berharga, disebut piutang surat berharga pasar modal (SBPM), atau piutang surat berharga pasar uang (SBPU).
(d) Piutang yang timbul karena jual beli barang atau pinjam-meminjam
uang, disebut piutang kredit.12
11
S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2004, Op. Cit., hal. 17.
12
2. Pengertian Piutang Negara
Dari pengertian piutang tersebut di atas, maka secara sederhana
dapat dikatakan bahwa piutang negara berarti hak negara untuk menerima
pembayaran.
Dalam dunia perbankan, pihak yang mempunyai piutang disebut
kreditur sedangkan pihak yang mempunyai utang disebut nasabah debitur.
Istilah ini berbeda dalam pengurusan piutang negara. Dalam pengurusan
piutang negara, kreditur disebut dengan istilah penyerah piutang 13 dan
debitur disebut dengan istilah penanggung utang.14
Dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960, yang dimaksud
dengan Piutang Negara atau hutang kepada negara adalah “jumlah uang
yang dibayar kepada negara atau badan-badan baik yang secara langsung
atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan peraturan, perjanjian
atau sebab apapun.15 Dari bunyi pasal tersebut di atas tidak dijelaskan apa
yang dimaksud dengan piutang negara. Namun dalam Penjelasan Pasal 8
dari undang-undang tersebut dijelaskan apa yang dimaksud dengan piutang
negara.
Dengan piutang Negara dimaksudkan hutang yang:
a. langsung terhutang kepada Negara dan oleh karena itu harus dibayar kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
b. terhutang kepada badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik Negara, misalnya Bank-Bank Negara, PT PT Negara, Perusahaan-Perusahaan Negara, Yayasan Perbekalan dan Persediaan, Yayasan Urusan Bahan Makanan dan sebagainya.
13
Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Pasal 9.
14
Lihat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 300/KMK.01/2002 tentang
Pengurusan Piutang Negara, pasal 1 point 7 yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
penyerah piutang adalah instansi pemerintah, lembaga negara atau badan usaha yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh negara atau dimiliki Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang menyerahkan pengurusan piutang negara.
15
Dari bunyi Pasal 8 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 49 Prp
Tahun 1960 tentang PUPN tersebut di atas dapatlah dipahami bahwa
piutang negara dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Piutang Negara
Perbankan dan Piutang Negara Non Perbankan.
Piutang Negara Perbankan yaitu kredit macet bank-bank pemerintah
seperti BTN, BNI, Bank Mandiri, BRI maupun Bank Pemerintah Daerah
misalnya Bank Sumut.
Piutang Negara Non Perbankan berupa tagihan dari lembaga atau
instansi atau badan pemerintah selain bank seperti tagihan macet Telkom,
tagihan Perusahaan Listrik Negara (PLN), tuntutan ganti rugi dan lain-lain.
Selain dari kedua jenis piutang tersebut di atas, ada juga piutang
negara yang berasal dari pajak masyarakat. Namun hutang pajak
masyarakat ini diselesaikan bukan melalui PUPN melainkan melalui
Undang-Undang Penagihan Pajak Negara. Hal ini dapat dilihat dalam Penjelasan
Pasal 8 Undang-Undang Nomor .49 Prp Tahun 1960 bahwa “hutang pajak
tetap merupakan piutang negara, akan tetapi diselesaikan tersendiri dengan
Undang-undang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa.
B. Tinjauan Umum Tentang Kredit 1. Pengertian kredit
datang). Bila transaksi kredit terjadi, maka akan dapat dilihat adanya pemindahan materi dari yang memberikan kredit kepada yang diberi kredit, sehingga yang memberi kredit; menjadi yang berpiutang, sedang
yang menerima kredit; menjadi yang berutang.16
Undang-Undang Perbankan memberikan pengertian kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo memberikan
pengertian:
Kredit adalah penyediaan uang yang antara lain disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjaman (pinjam-meminjam) antara kreditur/ bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban untuk mengembalikan dan melunasi utang setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan.17
Selanjutnya O.P. Simorangkir memberikan pengertian:
Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit berfungsi koperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur /bank dengan nasabah debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, risiko dan
pertukaran ekonomi di masa mendatang.18
Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara kreditur/bank dengan pihak lain yang
16
S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2004, op. cit., hal. 1.
17
Ibid., hal. 3-4
18
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga. Dengan kata lain kredit berarti
kepercayaan. Tetapi dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa
dipercaya sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu
calon nasabah debitur harus dicurigai setengah mati. Setelah dinyatakan
lulus penilaiannya dari pihak bank, barulah kepercayaan timbul, dan
kreditpun diberikan.19
Dengan demikian kredit itu dapat pula berarti bahwa pihak kesatu
memberikan prestasi baik berupa barang, uang, atau jasa kepada pihak lain,
sedangkan kontraprestasinya akan diterima kemudian (dalam jangka waktu
tertentu).
2. Unsur-unsur kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas
kredit adalah sebagai berikut:
a. Kepercayaan
Merupakan suatu keyakinan bagi pemberi kredit (kreditur/bank) bahwa
kredit yang diberikan kepada nasabah debitur benar-benar akan diterima
kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu yang
diperjanjikan.
b. Kesepakatan
Kesepakatan antara pemberi kredit (kredit/bank) dengan penerima kredit
(nasabah debitur) ini dituangkan dalam suatu perjanjian, di mana para
19
pihak menandatangani hak dan kewajibannya. Kesepakatan ini akan
dituangkan dalam perjanjian kredit dan ditandatangani oleh kedua pihak
sebelum kredit diberikan.
c. Jangka waktu
Jangka waktu mencakup masa pengembalian kredit yang telah
disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu dalam pengembalian
atas pembayaran angsuran kredit yang sudah disepakati oleh kedua
belah pihak.
d. Resiko
Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan
memungkinkan terjadinya suatu resiko yang mengakibatkan sehingga
tidak tertagihnya atau macet dalam kredit. Semakin panjang jangka waktu
kredit, maka semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya. Resiko
ini menjadi tanggung jawab kreditur/bank karena baik resiko yang
disengaja maupun tidak disengaja oleh nasabah debitur.
e. Balas Jasa
Bagi Bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas
pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis konvensional balas jasa
dikenal dengan sebutan bunga. Di samping balas jasa dalam bentuk
bunga bank juga membebankan kepada nasabah debitur biaya bunga,
dan denda atas keterlambatan pembayaran kredit, juga merupakan
keuntungan Bank.20)
20
3. Jenis-jenis kredit
Dengan berbagai jenis kegiatan usaha, berbagai kebutuhan akan jenis
kreditnya. Dalam praktek kredit yang ada di masyarakat terdiri dari beberapa
jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh kreditur/bank kepada
masyarakat.
Secara umum jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh kreditur/bank dan
dilihat dari berbagai segi, yaitu:
a. Dilihat dari segi kegunaan
Maksudnya untuk melihat penggunaan uang tersebut apakah untuk
digunakan dalam kegiatan utama atau hanya kegiatan tambahan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
Jika ditinjau dari segi kegunaan, maka hanya terdapat 2 (dua) jenis kredit,
yaitu:
1) Kredit Investasi
Yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha
atau pembangunan proyek/pabrik baru, di mana masa pemakaiannya
untuk suatu jangka waktu yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan
kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.
2) Kredit Modal Kerja
Yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan operasionalnya dalam
rangka meningkatkan produksi. Contoh kredit ini diberikan untuk membeli
bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang
b. Dilihat dari segi tujuan kredit
Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaiannya, maka tujuannya
adalah untuk pelaksanaan kegiatan usaha, bukan dipakai untuk keperluan
pribadi.
Jenis kredit yang dilihat dari segi tujuan adalah:
1) Kredit produktif
Kredit digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi.
Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa, artinya kredit
ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan sesuatu baik
berupa barang maupun jasa.
2) Kredit konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi.
Kredit ini tidak ada penambahan barang dan atau jasa yang dihasilkan,
karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau
badan usaha.
3) Kredit perdagangan
Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan
perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang
pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan
tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen
perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu.
c. Dilihat dari segi jangka waktu
Jangka waktu lamanya masa pemberian kredit mulai dari pertama
Jenis kredit yang dilihat dari segi jangka waktu ini adalah:
1) Kredit jangka pendek
Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1
tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan
modal kerja.
2) Kredit jangka menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 2 tahun
atau lebih, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja. Beberapa
bank mengklasifikasikan kredit menengah menjadi kredit jangka panjang.
3) Kredit jangka panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling lama yaitu di atas
3 tahun atau 5 tahun. Kredit ini biasanya digunakan untuk investasi
jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur
dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.
d. Dilihat dari segi pengamanan
Maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus
dilindungi dengan suatu jaminan atau surat berharga minimal senilai dengan
kredit yang diberikan.
Jenis kredit yang dilihat dari segi jaminan ini adalah :
1) Kredit dengan jaminan hutang
Kredit ini diberikan dengan suatu jaminan hutang tertentu. Jaminan
hutang tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud.
Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi jaminan hutang
2) Kredit tanpa jaminan hutang
Kredit yang diberikan tanpa jaminan hutang atau orang tertentu. Kredit
jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas
calon nasabah debitur selama berhubungan dengan kreditur/bank yang
bersangkutan.
e. Dilihat dari segi sektor usaha
Pada setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
oleh karena itu pemberian fasilitas kreditpun berbeda pula.
Jenis kredit ini jika dilihat dari sektor usaha adalah:
1) Kredit pertanian
Kredit ini diberikan untuk sektor pembiayaan perkebunan atau pertanian
rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka
panjang.
2) Kredit peternakan
Kredit ini diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek misalnya
peternakan ayam dan untuk kredit jangka panjang seperti sapi.
3) Kredit industri
Kredit ini untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil,
menengah atau panjang.
4) Kredit pertambangan
Jenis kredit ini untuk usaha tambang yang dibiayainya. Biasanya dalam
jangka panjang, seperti tambang emas, minyak bumi atau tambang
5) Kredit pendidikan
Kredit ini diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan
atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar
6) Kredit profesi
Kredit ini diberikan kepada kalangan para profesional seperti dosen,
dokter atau pengacara dan notaris.
7) Kredit perumahan
Jenis kredit ini untuk dipergunakan dalam rangka membiayai
pembangunan atau pembelian perumahan.21
4. Tujuan dan fungsi kredit
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai beberapa tujuan yang
hendak dicapai yang tergantung dari tujuan kredit itu sendiri. Tujuan
pemberian kredit juga tidak akan terlepas dari misi kreditur/bank tersebut
didirikan. Untuk mengembangkan pelaksanaan kegiatan pembangunan
dengan berdasarkan prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan
sekecil-kecilnya dapat diperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, maka pada
umumnya tujuan kredit secara ekonomis adalah untuk mendapatkan
keuntungan.22) Kreditur/bank hanya akan memberikan kredit apabila ia yakin
bahwa calon nasabah debitur itu akan mampu mengembalikan kredit disertai
bunga, imbalan atau pembagian hasil sebagaimana telah disepakati.
Kredit selalu mempunyai tujuan, tidak mungkin kreditur/bank
memberikan kredit kepada nasabah debitur tanpa tujuan. Kreditur/bank
dalam memberikan kredit selalu memperhatikan tujuan diberikannya kredit,
21
Kasmir, op. cit., hal. 76-79.
22
karena apabila terjadi penyimpangan dari tujuan kredit yang telah disepakati
akan dapat mengancam kepentingan kreditur/bank tersebut.23)
Pada umumnya tujuan dalam pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut:
a. Mencari keuntungan
Tujuan utama kreditur/bank dalam pemberian kredit adalah untuk
memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan yang diperoleh dalam bentuk
bunga dan denda yang diterima oleh kreditur/bank sebagai balas jasa
dan biaya kredit yang dibebankan kepada nasabah debitur. Keuntungan
ini penting untuk kelangsungan hidup kreditur/bank, di samping itu
keuntungan juga dapat membesarkan kegiatan usaha kreditur/bank,
sehingga perkreditan merupakan sumber utama pendapatannya.
b. Membantu usaha nasabah debitur
Tujuan untuk membantu usaha nasabah debitur yang memerlukan dana,
baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana
tersebut, maka pihak nasabah debitur akan dapat mengembangkan dan
memperluas kegiatan usahanya, sehingga akan membuat kegiatan usaha
nasabah debitur semakin lancar dan kinerja usahanya akan semakin
membaik daripada sebelumnya.
c. Membantu pemerintah
Tujuan lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang.
Bagi pemerintah, semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak
perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit yang
diberikan, maka akan ada masukan dana dalam rangka peningkatan
pembangunan.24)
23)
Ibid., hal. 13.
24
Di samping memiliki tujuan dalam pemberian suatu fasilitas kredit juga
memiliki suatu fungsi yang sangat luas. Fungsi kredit secara luas tersebut
adalah:
1. Meningkatkan Daya Guna Modal atau Uang
Maksudnya, jika uang hanya disimpan saja di kreditur/bank tidak akan
menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit, maka
menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima
kredit (nasabah debitur). Kemungkinan juga dapat memberikan
penghasilan tambahan kepada pemilik dana.
2. Meningkatkan Peredaran dan Lalu Lintas Uang
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu
wilayah ke wilayah lainnya, sehingga suatu daerah yang kekurangan
uang dengan memperoleh kredit, maka daerah tersebut akan
memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.
3. Meningkatkan Daya Guna Barang
Kredit yang diberikan oleh kreditur/bank akan dapat dipergunakan oleh
nasabah debitur untuk mengolah barang yang semula tidak berguna
menjadi berguna atau bermanfaat. Sebagai contoh seorang pengusaha
memperoleh bantuan dana dari salah satu bank untuk mengolah limbah
plastik yang sudah tidak dipakai menjadi barang-barang rumah tangga.
Biaya pengolahan barang tersebut diperoleh dari kreditur/Bank. Dengan
demikian fungsi kredit dapat meningkatkan daya guna barang dan dari
barang yang tidak berguna menjadi barang yang berguna.
4. Meningkatkan Peredaran Uang
Kredit dapat juga menambah atau memperlancar arus barang dari satu
tersebut bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang
yang beredar yang biasanya untuk kredit atau kredit ekspor impor.
5. Sebagai Alat Stabilitas Ekonomi
Pemberian kredit dapat dikatakan sebagai alat stabilitas ekonomi, karena
dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang
yang diperlukan oleh masyarakat.
6. Meningkatkan Kegairahan dalam Pengembangan Usaha
Bagi penerima kredit (nasabah debitur) sudah barang tentu akan dapat
meningkatkan kegairahan dalam berusaha apalagi bagi nasabah debitur
yang memang modalnya pas-pasan. Nasabah debitur akan sangat
bergairah untuk dapat memperbesar atau memperluas usahanya dari
perolehan kredit tersebut.
7. Meningkatkan Pemerataan Pendapatan
Semakin banyak kredit yang disalurkan, maka akan semakin baik
terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika suatu kredit
diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu
membutuhkan tenaga kerja, sehingga dapat pula mengurangi
pengangguran. Di samping itu bagi masyarakat sekitar pabrik, juga akan
dapat memperoleh pendapatan seperti gaji bagi karyawan yang bekerja
di pabrik tersebut.25)
C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit 1. Pengertian perjanjian
Di dalam Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa: “Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana seorang atau lebih
25)
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Maksudnya bahwa
satu perjanjian adalah suatu recht handeling artinya suatu perbuatan yang
oleh orang-orang yang bersangkutan ditujukan agar timbul akibat hukum.26)
Dengan demikian, suatu perjanjian adalah hubungan timbal balik atau
bilateral, maksudnya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian
itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan konsekuensi dari
hak-hak yang diperolehnya.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian
perjanjian tersebut di atas, maka berikut ini dikemukakan beberapa pendapat
para ahli, yaitu sebagai berikut:
Subekti, mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa di
mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.27
Menurut M. Yahya Harahap, mengatakan bahwa “perjanjian
mengandung suatu pengertian tentang hubungan hukum kekayaan atau
harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan sesuatu hak
pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan
pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.28
J. Satrio, mengemukakan bahwa “suatu perjanjian adalah sekelompok
atau sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak dalam
perjanjian yang bersangkutan”.29
26
S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara di
Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2002, hal. 8.
27
Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 1.
28)
M. Yahya Harahap, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal. 20.
29)
Wirjono Prodjodikoro, mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu
perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana
suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan
sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.30
Selanjutnya Abdulkadir Muhammad, mengatakan bahwa “perjanjian
adalah suatu persetujuan dengan mana satu orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta
kekayaan”.31
Pengertian perjanjian sebagaimana dikemukakan oleh para pakar
tersebut di atas, tergambar bahwa perjanjian adalah persesuaian kehendak
dari kedua belah pihak atau lebih untuk mewujudkan terjadinya hubungan
hukum yang menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum itu tercipta oleh
karena adanya tindakan hukum yang dilakukan oleh para pihak, sehingga
terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh
prestasi, sedangkan pihak yang lainnya menyediakan diri untuk dibebani
dengan kewajiban dalam menunaikan prestasi.
Sehubungan dengan itu, S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari
Widodo, mengatakan bahwa prestasi ini adalah “objek” atau “voorwerp” dari
verbintenis. Lebih lanjut dikemukakan bahwa tanpa prestasi, maka hubungan
hukum yang dilakukan hanya semata-mata berdasarkan tindakan hukum,
sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Oleh
karena itu ditegaskan lagi bahwa pihak yang berhak atas prestasi
mempunyai kedudukan sebagai “schuldeiser” atau “kreditur”, sedangkan
30
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung, 1989, hal. 9.
31)
pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai “schuldenaar”
atau “nasabah debitur”.32)
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan bahwa syarat-syarat
perjanjian terdiri dari:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.33)
Syarat pertama dan syarat kedua disebut syarat subjektif, sedangkan
syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif. Pengertian sepakat
dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende
wilserklaring) antara para pihak. Pernyataan yang bersifat menawarkan
sesuatu kepada pihak lain dinamakan tawaran (offerte), dan pernyataan yang
bersifat menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
2. Perjanjian kredit
Sebelum melakukan perjanjian kredit, terlebih dahulu dilakukan
perjanjian, karena perjanjian tersebut merupakan persetujuan yang mengikat
kedua belah pihak atau lebih yang diatur menurut undang-undang yang
berlaku, sehingga disebut hukum perikatan, yang didalamnya harus
dijalankan atau dipenuhi prestasi oleh pihak yang berhutang. Suatu
perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji untuk
melaksanakan suatu hal”.34
32
S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Agus Hari Widodo, 2002, op. cit., hal. 10.
33
Mariam Darus et-al., 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 73 (selanjutnya disebut Buku I).
34
Perjanjian kredit sering disebut perjanjian pendahuluan, maksudnya
perjanjian ini dapat mendahului perjanjian hutang piutang, sedangkan
perjanjian hutang piutang adalah merupakan pelaksanaan dari perjanjian
pendahuluan atau perjanjian kredit.
Perjanjian kredit dibuat antara pihak kreditur atau bank dengan pihak
nasabah debitur didasarkan asas kebebasan berkontrak yang termuat dalam
pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian mana dibuat
dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati kedua
belah pihak.
Dari ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat
dikatakan bahwa perjanjian kredit dapat disamakan dengan perjanjian pinjam
meminjam dan objeknya adalah benda yang habis jika dipakai, termasuk di
dalamnya adalah uang. Jadi, ketentuan peraturan perundang-undangan
tersebut memberi isyarat bahwa perjanjian pinjam meminjam ini termasuk
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang disebutkan di dalam Pasal 1320
BW sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, berlaku terhadap perjanjian
kredit dan dapat dijadikan sebagai pelengkap dari pasal-pasal yang hendak
dimuat di dalam akta perjanjian kredit itu sendiri, sehingga dengan demikian
maka suatu perjanjian kredit merupakan hukum yang mengikat bagi para
pihak yang membuatnya.
Berdasarkan pendapat para pakar tersebut di atas, dan selanjutnya
jika dihubungkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana yang telah diutarakan sebelumnya, maka dapat
dikatakan bahwa perjanjian kredit itu merupakan suatu perbuatan hukum