• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaminan Hak-Hak Prosedural Korban Kejahatan dalam Peradilan Pidana di In donesia

PENEGAKAN HAM MELALUI MEKANISME DI LUAR MEKANISME PENGADILAN

Pasal 1 ayat (1) Deklarasi menjamin bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama Hak ini harus mencakup kebebasan untuk menganut suatu

C. Peradilan yang Bebas dan tidak Memihak (fair trial)

2. Jaminan Hak-Hak Prosedural Korban Kejahatan dalam Peradilan Pidana di In donesia

Berbagai pengaturan hak-hak prosedural bagi korban sudah banyak yang diadopsi dalam hukum nasional melalui berbagai regulasi. Sebagaimana disebutkan diatas, hak-hak prosedural yang pokok selama ini mendasarkan pada KUHAP, namun dengan adanya UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban hak-hak korban semakin terjamin.

Dalam KUHAP misalnya tercakup prinsip-prinsip fair trial, non diskriminasi atau persamaan dimuka hukum menjadi prinsip penting untuk mendorong adanya proses hukum yang adil (due process of law). Demikian pula dengan prinsip-prinsip lainnya, misalnya jaminan adanya perlakukan khusus bagi saksi dan korban, dengan diaturnya prinsip yang tidak membahayakan/merugikan (do no harm) dalam regulasi-regulasi khusus misalnya untuk kejahatan seksual71, dan prinsip kerahasiaan.

Dari berbagai prinsip dalam hak-hak prosedural untuk saksi dan korban yang telah diadopsi dan diatur dalam sistem hukum nasional, salah satu mekanisme pemenuhan hak-hak prosedur yang belum diadopsi adalah keterlibatan korban dalam proses peradilan yang menyangkut kepentingannya, meskipun, dalam berbagai praktek dan pengalaman pengadilan di Indonesia, keterlibatan korban ini juga mulai diakomodasi.72

Adanya hak-hak prosedural bagi saksi dan korban ini kemudian memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada institusi-institusi penegak hukum misalnya kepolisian,

70 Rule of Law Tools for Conflict States, Persecution Initiatif, Office of United Nations High Commissioner for Human Rights, 2006.

71 Sebagai catatan, dalam kasus-kasus Napza, penggunaan prinsip no ho harm juga sebenarnya sangat penting, karena pelaku yang kategori pemakai (non pengedar) sebetulnya juga merupakan korban sehingga perlu ada perlakuan khusus dalam prosedur peradilannya. Dalam hukum nasional, belum ada ketentuan soal ini.

72 Dimulai diakomodasi ini adalah bahwa dalam beberapa praktek pengadilan, suara korban secara terbatas mulai dipertimbangkan, misalnya dalam beberapa kasus pelanggaran HAM yang berat, korban telah memberikan pandangan secara langsung kepada pengadilan terkait dengan

kejaksaan, pengadilan, dan Pemasyarakatan. Dalam implementasi hak-hak tersebut juga dibentuk sejumlah lembaga khusus yang berwenang dan bertanggung jawab atas pelaksanaan hak-hak tersebut, yakni Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Sejumlah pengaturan dan perkembangan hak-hak prosedural korban kejahatan dalam hukum Indonesia diantaranya terdapat dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Beberapa hak-hak prosedural yang diatur dalam KUHAP adalah;

1) Hak untuk mendapatkan informasi dan perkembangan kasus; 2) Hak untuk mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; 3) Hak untuk mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

4) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum; 5) Hak untuk mendapatkan penterjemah;

6) Hak untuk bebas dari pertanyaan yang menjerat; 7) Hak untuk mengajukan ganti kerugian.

Sementara itu sejumlah regulasi yang khusus juga memberikan hak-hak prosedural bagi korban diantaranya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Hukum acara untuk Pengadilan Anak adalah hukum acara pidana (KUHAP) kecuali ditentukan lain dalam UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.73 Beberapa ketentuan yang khusus dan merupakan hak prosedural dalam proses peradilan untuk pengadilan anak diantaranya proses penyelidikan terhadap perkara anak wajib dirahasiakan;74 Hak-hak prosedural bagi anak berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah:

1) Hak atas kerahasiaan identitas bagi anak yang menjadi korban;75

2) Hak atas Bantuan hukum bagi anak yang menjadi korban;76

3) Hak atas perahasiaan identitas dari pemberitaan media massa;77

4) Hak atas akses untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.78

Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, hukum acara untuk penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat mengacu pada ketentuan hukum acara pidana (KUHAP) kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000.79 Dalam Pasal 34 UU No. 26 tahun 2000 secara khusus memberikan ketentuan tentang perlindungan saksi dan korban dalam perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia

73 Pasal 40 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak. 74 Pasal 42 ayat (3) UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan anak.

75 Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (3) huruf b UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 76 Pasal 18 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

77 Pasal 64 ayat (3) huruf b UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 78 Pasal 64 ayat (3) huruf d UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 79 Pasal 10 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

yang berat. Bentuk-bentuk perlindungan tersebut kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Beberapa hak prosedural yang diatur diantaranya:

1) Hak untuk perahasiaan identitas;80

2) Hak untuk pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka;81

3) Hak untuk mengakses ganti kerugian dan kompensasi.82

Berdasarkan Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, dilakukan berdasarkan Hukum Acara Pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.83

Hak-hak prosedural yang diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 adalah: 1) Hak atas perahasiaan identitas bagi pelapor;84

2) Hak atas pemberian keterangan jarak jauh melalui alat komunikasi audio visual;85

3) Hak untuk didampingi advokat atau pendampingan lain yang dibutuhkan;86

4) Hak atas informasi atas perkembangan kasus bagi korban, yang dapat berupa pemberian salinan berita acara setiap tahap pemeriksaan;87

5) Memberikan keterangan tanpa hadirnya terdakwa;88

6) Hak atas pemeriksaan dalam setiap tahap tanpa menggunaka toga atau pakaian dinas bagi korban/saksi anak;89

7) Hak atas persidangan tertutup bagi saksi/korban anak, dengan tanpa kehadiran terdakwa, dan didampingi orang tua, wali, orang tua asuh, advokat, atau pendamping lainnya.;90

8) Hak atas pemeriksaan saksi diluar persidangan dengan perekaman bagi saksi/korban anak;91

9) Hak atas perahasiaan identitas bagi saksi/korban;92

80 Pasal 4 huruf b PP No. 2 tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran HAM yang berat.

81 Pasal 4 huruf c PP No. 2 tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran HAM yang berat.

82 Pasal 35 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

83 Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 84 Pasal 33 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 85 Pasal 34 UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 86 Pasal 35 UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 87 Pasal 36 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 88 Pasal 37 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 89 Pasal 38 UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 90 Pasal 39 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 91 Pasal 40 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 92 Pasal 44 UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

10)Hak untuk mengakses restitusi;93

11)Hak untuk mengakses rehabilitasi kesehatan, sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial.94

Selain sejumlah Undang-Undang diatas, masih terdapat beberapa Undang-Undang lainnya yang memberikan jaminan hak-hak prosedural bagi korban kejahatan (termasuk saksi yang menjadi korban) diantaranya Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 2003, Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dan lain sebagainya.

93 Pasal 48 UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 94 Pasal 51 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.