• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip-Prinsip Internasional Dalam Pemberian Hak Prosedural Bagi Saksi dan Korban

PENEGAKAN HAM MELALUI MEKANISME DI LUAR MEKANISME PENGADILAN

Pasal 1 ayat (1) Deklarasi menjamin bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama Hak ini harus mencakup kebebasan untuk menganut suatu

C. Peradilan yang Bebas dan tidak Memihak (fair trial)

1. Prinsip-Prinsip Internasional Dalam Pemberian Hak Prosedural Bagi Saksi dan Korban

kompensasi, dan hak untuk mendapatkan rehabilitasi. Khusus mengenai hak prosedural, ada beberapa macam bentuk pemenuhan hak yang dapat dinikmati oleh saksi dan korban. Beberapa macam hak prosedural yang dapat diperoleh seseorang yang berstatus sebagai korban, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2006, meliputi:

1. Hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan; 2. Hak untuk mendapatkan penerjemah;

3. Hak untuk bebas dari pertanyaan yang menjerat;

4. Hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; 5. Hak untuk mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; 6. Hak untuk mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

7. Hak untuk mendapat nasihat hukum; 8. Hak untuk mendapat pendampingan.

Perkembangan ini sejalan dengan perlindungan hak-hak korban kejahatan dalam norma- norma hukum internasional, termasuk adalah hak-hak prosedural korban kejahatan diantaranya hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk memperoleh keadilan, termasuk untuk mendapatkan putusan dari pengadilan yang independen, hak untuk berpartisipasi, termasuk di dalamnya hak-hak sipil dan politik. Secara umum bisa dikatakan, hak prosedural (procedural rights) adalah hak bagi seseorang untuk mengetahui dan memperolehnya dalam rangka mendapatkan hak substantif (substantive rights).63

1. Prinsip-Prinsip Internasional Dalam Pemberian Hak Prosedural Bagi Saksi dan Korban

Prinsip-prinsip hak-hak korban kejahatan dalam norma internasional adalah Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (1985) yang disahkan oleh Resolusi Majelis Umum 40/34, 29 Nopember 1985. Prinsip-prinsip lainnya telah dikembangkan dalam berbagai yurisprudensi pengadilan internasional terkait dengan hak-hak korban kejahatan, dan juga berbagai hukum pidana di berbagai negara.64

63 http://www.uscourts.gov/rules/US Federal Court Rules

64 Hak-hak korban dikemas dalam hukum pidana, misalnya, di Inggris, Jerman,India, Finlandia, Australia, dan New Zaeland. D Swiss, korban kejahatan dapat menuntut ganti rugi kepada pelaku, jika gagal dapat minta kepada pemerintah (negara). Demikian juga di Jepang, melalui Criminal Indemnity Law, hakim dapat memberikan ganti rugi kepada korban kejahatan.

Dalam deklarasi tersebut dinyatakan sejumlah prinsip perlindungan yang mencakup hak- hak prosedural bagi korban, diantaranya:

1) Korban berhak mendapatkan kesempatan menggunakan mekanisme keadilan dan memperoleh ganti rugi dengan segera, sebagaimana ditetapkan oleh perundangan nasional, atas kerugian yang dideritanya.

2) Mekanisme pengadilan dan administrasi ditegakkan dan diperkuat dimana perlu untuk memungkinkan korban memperoleh ganti rugi lewat prosedur formal atau tak formal yang tepat guna, adil, tidak mahal dan terjangkau. Korban harus diberitahu mengenai hak-haknya dalam mengupayakan ganti rugi lewat mekanisme tersebut.

3) Ketersediaan proses pengadilan dan administratif, untuk mengatasi kebutuhan korban harus dipermudah dengan:

a. Memberi tahu korban mengenai peran dan lingkupnya pemilihan waktu dan kemajuan cara kerja serta penempatan kasusnya, terutama apabila menyangkut kejahatan serius dan dimana ia dapat memperoleh informasi semacam itu; b. Memperbolehkan pandangan dan kekhawatiran para korban dikemukakan

dan mempertimbangkan pada tahap acara kerja yang tepat dimana kepentingan pribadi mereka terpengaruh, tanpa prasangka terhadap tertuduh dan sesuai dengan sistem pengadilan pidana nasional yang bersangkutan; c. Memberikan bantuan secukupnya kepada para korban selama proses

hukuman dijalankan;

d. Mengambil tindakan untuk mengurangi gangguan kepada korban, melindungi kebebasan pribadinya, apabila perlu, dan menjamin keselamatannya, maupun keselamatan keluarganya dan saksi-saksi yang memberikan kesaksian untuk kepentingannya, dari intimidasi dan tindakan balasan;

e. Menghindari penundaan yang tidak perlu dalam penempatan kasus-kasus dan pelaksanaan perintah atau keputusan yang memberikan ganti rugi kepada para korban.

Dalam tataran yang lebih detail, hak-hak prosedural bagi korban mencakup juga tindakan dan perlakuan kepada korban dalam proses peradilan pidana. Tindakan dan perlakuan ini diberikan oleh aparat penegak hukum. Sebagai contoh perlakuan oleh Polisi, yang mempunyai peranan sangat penting karena mereka pertama kali pihak yang bertemu dengan saksi dan korban. Berdasarkan Prinsip-prinsip Keadilan Bagi Korban, para korban dan saksi “should be treated with compassion and respect for their dignity”.

Polisi ketika berhadapan dengan korban, misalnya harus:

- Menginformasikan kepada korban tentang peranannya, jangkauan, waktu dan perkembangan proses peradilan dan perubahan kasus-kasus mereka, khususnya adanya kejahatan serius dan mereka telah meminta informasi tersebut.

- Memberikan kesempatan pandangan-pandangan dan perhatian korban untuk di hadirkan dan dipertimbangkan pada tahapan yang layak dalam proses peradilan dimana kepentingan mereka terpengaruh, tanpa prasangka kepada pelaku dan konsisten dengan sistem hukum pidana nasional yang relevan.

- Menyediakan pendampingan yang layak kepada korban melalui proses hukum. Menginformasikan kepada korban tentang kemungkinan mendapatkan pendampingan, nasehat praktis dan nasihat hukum, kompensasi dari pelaku dan negara.

- Korban harus mampu mendapatkan informasi atas hasil dari investigasi polisi. Demikian pula dengan tindakan para jaksa kepada korban, berdasarkan pada prinsip yang sama, maka jaksa atau penuntut umum harus memperlakukan saksi atau korban dengan baik, memberikan informasi tentang peranan mereka, jangka waktu yang diperlukan dalam proses peradilan dan perkembangan kasusnya, termasuk putusan pengadilan.65 Prinsip utama dalam proses peradilan pidana untuk saksi dan korban adalah diperlakukan “with compassion and respect for their dignity”, termasuk disini adalah proses wawancara (interview) selama proses pemeriksaan baik dalam tingkat penyidikan, penyelidikan dan pemeriksaan di pengadilan.

Prinsip pokok lain yang penting dari perlindungan saksi dan korban, khususnya terkait dengan hak-hak prosedural adalah prinsip non diskriminasi terhadap invidividu-individu yang menjadi saksi atau korban dalam administrasi peradilan (administration of justice). Prinsip non diskriminasi harus menjamin bahwa pihak-pihak yang terlibat, misalnya saksi dan korban, bebas dari perlakuan diskriminasi berdasarkan agama, ras, asal usul etnis, kondisi tertentu (cacat) dan juga bahasa. Dalam konteks ini, hak-hak prosedural yang penting adalah adanya akses terhadap bahasa yang digunakan selama proses peradilan, sehingga penting untuk adanya penerjemah terhadap saksi atau korban yang tidak memahami bahasa yang digunakan dalam proses peradilan.66

Dalam konteks yang lebih modern, proses peradilan bahkan memberikan ruang bagi korban untuk berperan serta dalam proses (involving victims in the process), dimana peranan korban dan saksi ini penting untuk menghindari perasaan bahwa mereka hanya dimanipulasi untuk kepentingan pembuktian semata. Di beberapa sistem hukum, pandangan korban (victim’s opinion) telah diadopsi dan diakui sebagai bagian dalam proses peradilan pidana.

65 Lihat Human Rights in the Administration of Justice, A Manual on Human Rights for Judges, Prosecutors and Lawyers, Office of the High Commissioner for Human Rights in Cooperation with the International Bar Association.

66 Termasuk penerjemahan adalah dokumen-dokumen pengadilan yang diterjemahkan dalam bahasa yang dimengerti oleh saksi dan atau korban.

Salah satu standar terkait dengan prinsip-prinsip hak prosedural saksi atau korban misalnya dapat dilihat dalam ketentuan Statuta Roma untuk Mahkamah Pidana Internasional. Beberapa ketentuan dalam Statuta Roma yang dapat dirujuk untuk menjadi prinsip penting dalam pemberian hak-hak prosedural saksi dan korban diantaranya sebagai berikut:

a. Pengadilan melakukan tindakan untuk melindungi keselamatan, kesejahteraan fisik dan psikologis, martabat dan privasi pada korban dan saksi. Tindakan ini dilakukan dengan mengingat faktor-faktor terkait misalnya gender, sifat kejahatan misalnya kejahatan seksual atau kekerasan terhadap anak-anak.

b. Untuk melindungi korban dan saksi dapat melakukan persidangan in camera atau dapat mengajukan bukti dengan sarana elektronika atau sarana atau sarana khusus lainnya.

c. Pengadilan mengijinkan pandangan para korban jika kepentingannya terpengaruh. d. Jika infomasi/keterangan korban atau saksi akan menimbulkan bahaya maka keterangan tersebut dapat ditahan terlebih dahulu dengan hanya memberikan ikhtisarnya saja.67

Dalam prinsip-prinsip peradilan yang adil dan tidak memihak, posisi korban adalah pihak yang juga perlu mendapatkan hak-hak prosedural.68 Namun, pemberian hak-hak prosedural yang diberikan kepada saksi dan/atau korban ini tidak boleh sekali-kali melanggar hak-hak fundamental hak-hak tertuduh (the accused). Pentingnya prinsip fair trial dalam peradilan ini misalnya sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 68 Statuta Roma, yang dalam bagian perlindungan saksi dan korban dalam partisipasi selama proses persidangan, dinyatakan

“…. These measures shall not be prejudial to or inconsistent with the rights of the accused and a fair and impartial trial”.69

Bahwa elemen penting dalam menghormati martabat korban untuk menjamin adanya perlindungan yang efektif bagi yang akan bersaksi, adalah prinsip “tidak merugikan/ membahayakan” (do no harm) dan memastikan keamanan mereka sebelum, selama dan setelah proses peradilan. Beberapa prosedur khusus perlu dibuat terkait dengan perempuan dan anak-anak. Salah satu yang terkait dengan hak prosedural dari perlindungan saksi ini adalah menyediakan saksi dan korban dengan informasi yang cukup atas proses peradilan yang sedang berlangsung.

67 Lihat Pasal 68 Statuta Roma 1998 dan Rules of Precedurs and evidences, Rule No. 16-19.

68 Dalam hukum internasional, aspek fair trial telah dirumuskan dan dijamin. Berbagai regulasi tersebut diantaranya The Code of Conduct for Law Enforcement Officials, The Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention or Imprisonment, The Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners, The Guidelines on the Role of Prosecutors, The Basic Principles on the Role of Lawyers, The Rules of Procedure of the International Criminal Tribunals for the former Yugoslavia and Rwanda, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimina- tion against Women, Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power, dll. 69 Lihat Pasal 68 Statuta Roma, khususnya pada angka 1 dan 5.

Beberapa pengalaman pengadilan internasional telah mengembangkan secara luas aspek- aspek perlindungan saksi, misalnya dengan membuat unit perlindungan saksi dan korban, dan menerapkan sejumlah teknologi untuk perlindungan misalnya penyamaran suara, sidang tertutup, layar tertutup, penyamaran nama-nama dan sebagainya.70 Berbagai prosedur ini, dalam konteks yang lebih luas mengindikasikan adanya prinsip penting dalam perlindungan saksi yaitu prinsip kerahasiaan, dimana untuk perlindungan saksi perlu adanya pengelolaan data dan infomasi yang terkait dengan saksi/korban, termasuk keterangan yang diberikan.

2. Jaminan Hak-Hak Prosedural Korban Kejahatan dalam Peradilan Pidana di In