• Tidak ada hasil yang ditemukan

Y 1 KAPASITAS PENGELOLA SAGU

C. Jangka Panjang 1 Pemantapan

penyiapan pengelola sagu dalam rangka peningkatan pemanfaatan sagu Peningkatan usaha pemanfaatan sagu dan pemantapan hasil - Lembaga penyuluhan - Instansi pertanian (bidang tanaman pangan) dan perkebunan - Instansi Perindustrian dan Perdagangan - BPTP - Perguruan Tinggi/ pegiat sagu - Swasta/BUMD/ BUMN - Instansi kesehatan/ BPOM

-Pembentukan unit-unit usaha pengolahan sagu -Pembentukan lumbung- lumbung sagu -Penganekaragaman pemanfatan sagu -Perencanaan sistem

pemasaran terhadap produk olahan sagu untuk industri pangan, non pangan termasuk energi di dalam dan luar negeri 2. Peningkatan kerjasama koordinasi dan sinkronisasi fungsi antar lembaga pemerintah dengan pihak- pihak terkait Keterpaduan kegiatan dan pandangan antar sektor dengan pihak-pihak yang diwujudkan dalam perencanaan, pembinaan, pelatihan dan evaluasi program pengembangan sagu - Lembaga penyuluhan - Instansi pertanian (bidang tanaman pangan) dan perkebunan - Instansi Perindustrian dan Perdagangan - Perguruan Tinggi/pegiat sagu - Swasta/BUMD/ BUMN - Instansi kesehatan/ BPOM -Menginisiasi dan

memfasilitasi kegiatan yang akan dilaksanakan

-Menerapkan Perda Sagu secara optimal

-Melanjutkan Program Revitalisasi Sagu -Memonitor mutu produk

olahan sagu secara berkala -Menyajikan bahan makanan

berbasis sagu pada acara- acara formal dan informal, di lingkup pemerintah daerah, serta menginisiasi dan memfasilitasi promosi serta pemasaran produk olahan sagu

Strategi Penyuluhan untuk Pengembangan Kapasitas Pengelola Sagu

Dari sudut pandang Ilmu Penyuluhan yang melandasi penelitian ini, pengembangan kapasitas pengelola sagu perlu dilakukan melalui berbagai kegiatan yang ditujukan untuk mengubah sikap, pengetahuan dan keterampilan masyarakat di antaranya melalui upaya diseminasi atau penyuluhan yang dilakukan secara bersungguh-sungguh. Penyuluhan dikatakan berhasil apabila mampu mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) pengelola sagu dari sekedar menjalankan usaha sebagai rutinitas menjadi perilaku usaha untuk meningkatkan produktivitas pemanfaatan sagu demi peningkatan ekonomi keluarga pengelola sagu, juga sebagai upaya mengembalikan peran sagu sebagai pangan lokal yang berdaya saing tinggi untuk menjamin terwujudnya diversifikasi pangan berbasis sumber daya alam lokal.

Pengembangan kapasitas pengelola sagu dalam peningkatan pemanfaatan sagu di Maluku Tengah memerlukan strategi penyuluhan yang tepat sesuai dengan paradigma baru penyuluhan. Paradigma baru penyuluhan yang disyaratkan oleh Slamet (Sadono 2008) yakni menyiapkan dan melayani segala kebutuhan informasi bagi pengelola sagu, memenuhi prinsip lokalitas, berorientasi agribisnis, mengembangkan pendekatan kelompok, mengedepankan kepentingan pengelola sagu, menerapkan pendekatan humanistik-egaliter, profesionalisme, akuntabel sehingga dapat memuskan pengelola sagu. Dalam pelaksanaannya paradigma baru penyuluhan bukan untuk mengubah prinsip-prinsip penyuluhan, namun untuk mampu merespons dan menyempurnakan komponen-komponen penyuluhan yang ada seperti pada Tabel 26.

Tabel 26 Komponen penyuluhan untuk pengembangan kapasitas pengelola sagu di Maluku Tengah, 2013

No. Komponen Deskripsi kegiatan 1 Fokus kebutuhan pengelola

sagu

Pengembangan kapasitas pengelola sagu agar menghasilkan produk olahan sagu (kuantitas) yang berdaya saing (kualitas) untuk memenuhi kebutuhan dan selera konsumen/pasar yang pada gilirannya berkontribusi langsung pada peningkatan pendapatan rumahtangga pengelola sagu, juga mewujudkan diversifikasi pangan dalam kerangka ketahanan pangan

2 Sesuai dengan kondisi sistem sosial pengelola sagu (lokalitas)

Pendayagunaan dan pemanfaatan sagu sebagai bentuk pelestarian budaya masyarakat Maluku, sebagai upaya mengembalikan peran sagu sebagai pangan lokal

3 Metode pendekatan Kelompok

4 Materi penyuluhan -Peningkatan sumber daya sosial ekonomi pengelola sagu, terutama motivasi usaha pemanfaatan sagu, penguatan nilai fungsi sosial dan budaya sagu dalam menyusun menu sehari-hari dengan tetap

mengandalkan sagu sebagai pangan pokok dan pembinaan kelompok

-Pengembangan kapasitas pengelola sagu:

peningkatan kemampuan dan pemahaman tentang teknik mengolah sagu, cara mengembangkan pemasaran, teknik mengidentifikasi dan

memecahkan masalah dan kemampuan perencanaan keberlanjutan usaha

-Peningkatan produktivitas usaha pemanfaatan sagu, baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas produksi serta menjamin higienitas dalam proses produksi dan standarisasi mutu

-Penguatan kedinamisan kelompok: fungsi kelompok dan peran kepemimpinan kelompok

Tabel 26 (lanjutan)

No Komponen Deskripsi kegiatan 5 Teknik penyuluhan Learning by doing

- Diskusi kelompok - Pendampingan - Demplot

6 Frekuensi penyuluhan Disesuaikan dengan waktu dan kebutuhan pengelola sagu, karena umumnya pengelola sagu selalu berada di tempat pengolahan sagu (kebun)

7 Proses belajar Mengacu pada teori belajar hubungan antara stimulus dan respons dari Thorndike 8 Peran dan fungsi

penyuluh

Fasilitator, motivator, dan katalisator 9 Dukungan lingkungan dan jenis dukungannya

-Lembaga Penyuluhan Provinsi/Kabupaten -Instansi pertanian (bidang tanaman pangan) dan perkebunan, Badan Ketahanan Pangan. instansi Perindustrian dan Perdagangan dan instansi kesehatan/ BPOM -Perguruan tinggi/pegiat sagu -Badan pengakjian Teknologi Pertanian (BPTP)

a. Melakukan inventarisasi pengelola sagu di seluruh kawasan sentra produksi sagu b. Merancang program pengembangan kapasitas

pengelola sagu sesuai dengan kebutuhan usaha pemanfaatan sagu

c. Menginisiasi dan memfasilitasi pengelola sagu dengan berbagai sarana dan prasarana

pengolahan dan teknologi tepat guna pengolahan limbah sagu

d. Pengembangan kegiatan kemitraan antara pengelola sagu sebagai penghasil bahan baku dengan pelaku industri pangan/pengrajin berbahan baku sagu, serta pelaku pasar, baik di tingkat lokal, regional maupun nasional dan internasional

e. Menyiapkan penyuluh/tenaga pendamping yang kompeten di bidang pengelolaan sagu (dari hulu sampai hilir), juga penyuluh swadaya dan swasta -Instansi Kesehatan

-Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

Menginisiasi dan menfasilitasi pengurusan mutu produk, dan memonitor produk olahan sagu secara periodik -Instansi pertanian/Badan Ketahanan Pangan -Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) -Perguruan tinggi/pegiat sagu, dan

-Pihak terkait lainnya

a. Melakukan kegiatan riset operasional tentang potensi, pengembangbangan teknologi tepat guna untuk peralatan pengolahan produk olahan sagu, juga peningkatan keahlian dan

keterampilan pengelola sagu

b. Mengoptimalkan teknologi pengolahan sagu menjadi produk lanjutan atau memiliki nilai tambah (gizi, gengsi, kemudahan penyajian, cita rasa dan terjamin keamanan pangan) sebagai pangan sumber karbohidrat lokal yang setara atau lebih baik dari pangan beras

Tabel 26 (lanjutan)

No Komponen Deskripsi kegiatan

- Lembaga keuangan - Pelaku usaha/swasta

a. Peningkatan kemudahan akses pada sumber daya ekonomi bagi pengelola sagu dan pengusaha sagu yang mau mengembangkan usaha pemanfaatan sagu dengan jaminan persyaratan yang mudah

b. Mengembangkan agribisnis/agroindustri berbahan dasar sagu untuk meningkatkan produk olahan sagu (kuantitas) yang berdaya saing (kualitas) untuk memenuhi suplai bahan baku sagu bagi industri pangan maupun non pangan

- Instansi Pertanian (bidang tanaman pangan) dan perkebunan - Badan Ketahanan Pangan - Perguruan tinggi/pegiat sagu - Pemerintahan kecamatan/desa/negeri

a. Sosialisasi dan implementasi Perda Sagu sampai di tingkat desa/negeri berbasis sagu

b. Membangun dan mendorong kebiasaan pangan (food habit) masyarakat berbasiskan sumber daya lokal (sagu) yang unggul pada acara-acara formal dan informal

c. Mendorong adanya gerakan konsumsi pangan spesifik lokal pada industri jasa makanan (hotel dan restoran) dan toko-toko, warung dan distributor untuk menyediakan dan mengembangkan promosi aneka produk makanan berbahan dasar sagu 10 Keluaran (output) yang

dihasilkan

a. Tingginya kapasitas pengelola sagu

b. Tingkat pemanfaatan sagu terwujud, yang dicirikan oleh: peningkatan kuantitas dan kualitas produk olahan sagu, termasuk standarisasi mutu produk dan menjamin higienitas produk olahan sagu serta kualitas kemasan

11 Dampak (outcome) a. Terpenuhinya permintaan produk olahan sagu sesuai kebutuhan dan selera konsumen/pasar b. Terjadinya peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan pengelola sagu dan pihak-pihak lain yang terkait dengan usaha pemanfaatan sagu, seperti pelaku usaha sagu, pemilik jasa transportasi, penyedia sarana produksi dan bahan tambahan pengolahan sagu

c. Meningkatnya jenis dan ragam pangan pokok bagi masyarakat dan rumahtangga dalam menyusun menu sehari-hari berbasis sumber pangan lokal, termasuk sagu

d. Terwujudnya dukungan terhadap pemantapan ketahanan pangan

Mengacu pada hasil penelitian dan diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan pengembangan sagu di Maluku, operasionalisasi strategi penyuluhan untuk pengembangan kapasitas pengelola sagu dalam peningkatan pemanfaatan sagu di Maluku Tengah didesain dengan menggunakan teori belajar hubungan antara stimulus dan respons dari Thorndike. Penerapan teori belajar ini akan melibatkan berbagai instansi terkait sebagai pihak pelaksana, seperti: Instansi pertanian (bidang tanaman pangan) dan perkebunan, Badan Ketahanan Pangan, lembaga penyuluhan, instansi kesehatan/BPOM, instansi perindustrian dan perdagangan, perguruan tinggi/pegiat sagu, BPTP, pihak BUMD/BUMN, juga pelaku usaha/swasta dan tokoh masyarakat setempat. Pelaksanaan kegiatan

disesuaikan dengan fungsi dan peranan dari masing-masing kelembagaan selaku pihak pelaksana, seperti tersaji pada Tabel 27.

Tabel 27 Desain strategi penyuluhan untuk pengembangan kapasitas pengelola sagu di Maluku Tengah, 2013

Kegiatan (What) Pelaksana (Who) Pelaksanaan (How)

A Tahapan Persiapan (Hukum Kesiapan)

1 Penyiapan penyuluh/ tenaga pendamping (PNS, swadaya dan swasta) di bidang pengelolaan sagu - Lembaga penyuluhan (Bakorluh/Bapeluh) - Instansi pertanian (bidang

tanaman pangan) dan perkebunan

- Badan Ketahanan Pangan - Instansi Perindustrian dan

Perdagangan - Instansi

Kesehatan/BPOM

Mengikutsertakan penyuluh/tenaga pendamping dalam pelatihan/ kursus/magang pada daerah pengembangan sagu yang sudah maju, seperti Riau dan Papua untuk meningkatkan keahlian/

keterampilan di bidang pengelolaan sagu secara integratif (dari hulu sampai hilir)

2 Inventarisasi pengelola sagu di Maluku, termasuk Maluku Tengah

- Instansi pertanian (bidang tanaman pangan) dan perkebunan

- Badan Ketahanan Pangan - Instansi Perindustrian dan

Perdagangan

- Perguruan tinggi/pegiat sagu

- Pemerintahan kecamatan/desa

Identifikasi pengelola sagu yang masih aktif menjalankan usaha pemanfaatan sagu pada sentra- sentra penyebaran sagu dan melakukan pendataan secara langsung sesuai kondisi lapangan

3 Pendataan potensi sagu dan keberadaan pengelola sagu untuk kepentingan program pengembangan sagu

- Instansi pertanian (bidang tanaman pangan) dan perkebunan

- Badan Ketahanan Pangan - Instansi Perindustrian dan

Perdagangan

- Perguruan tinggi/pegiat sagu

- Pemerintahan kecamatan/desa

- Identifikasi dan pemetaan sentra- sentra penyebaran sagu untuk menghasilkan data potensi pengembangan sagu melalui kegiatan riset operasional pada kawasan sentra produksi sagu - Menggalang kelompok diskusi

dan lokakarya secara intensif guna menghasilkan potensi pengembangan sagu 4 Penyiapan materi penyuluhan sesuai kebutuhan pengelola sagu - Penyuluh/tenaga pendamping yang sudah dipersiapkan instansi pertanian dan lembaga penyuluhan di tingkat provinsi/ kabupaten - Badan Ketahanan Pangan

(BKP) Provinsi - Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) - Perguruan tinggi, - Pelaku usaha/investor - Masyarakat persaguan

- Merancang materi penyuluhan sesuai kebutuhan pengelola sagu, terutama dalam hal: penyediaan anakan sagu dan teknologi budidaya sagu, proses produksi sagu (pemanenan), teknologi pascapanen pengolahan sagu dan pemasaran berdasarkan program pengembangan sagu yang telah dihasilkan

- Menerjemahkan materi penyuluhan ke bahasa praktis sesuai kondisi lingkungan sosial pengelola sagu

Tabel 27 (lanjutan)

Kegiatan (What) Pelaksana (Who) Pelaksanaan (How) 5 Penyiapan

dukungan sarana dan prasarana pengolahan sagu (pemanenan)

- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) - Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) - Perguruan tinggi/ Politeknik negeri

- Badan Ketahanan Pangan

- Memfasilitasi pengadaan sarana dan prasarana pengolahan sagu (alat dan mesin pengolah sagu) - Memberikan pelatihan dan

keterampilan tentang

penggunaan mesin pengolahan sagu kepada penyuluh/tenaga pendamping program 6 Penyiapan dukungan modal untuk mengembangkan usaha - Lembaga perbankan - Badan Penanaman Modal

Daerah (BPMD) - Pelaku usaha/investor

- Alokasi dana bantuan

- Menyusun prosedur penyaluran dana

7 Penyiapan

pengelola sagu dan kelompok

pengelola sagu

- Penyuluh/tenaga pendamping yang sudah dipersiapkan instansi pertanian dan lembaga penyuluhan di tingkat provinsi/kabupaten - Perguruan tinggi - Perangkat kepentingan

lokal (tokoh masyarakat, tokoh adat dan agama)

- Sosialisasi kegiatan

- Memfasilitasi pembentukan kelompok pengelola sagu berdasarkan sistem kekerabatan (soa/marga) atau memanfaatkan kelompok-kelompok yang pernah ada

8 Penguatan kesiapan pengelola sagu

- Penyuluh/tenaga

pendamping yang sudah dipersiapkan oleh instansi pertanian dan lembaga penyuluhan di tingkat provinsi/kabupaten - Perguruan tinggi

- Perangkat kepentingan lokal (tokoh masyarakat, tokoh adat dan agama)

- Peningkatan usaha pemanfaatan sagu dan mengembangkan kapasitas pengelola sagu - Meningkatkan motivasi usaha,

dan menjaga eksistensi fungsi sosial dan budaya sagu

9 Penguatan kesiapan kelompok

- Penyuluh/tenaga pendamping yang sudah dipersiapkan oleh instansi pertanian dan lembaga penyuluhan di tingkat provinsi/ kabupaten - Dinas Koperasi dan UKM - Instansi Perindustrian dan

Perdagangan

- Instansi terkait lainnya

Penyuluhan dan pelatihan/ pendampingan tentang: - Meningkatkan dinamika

kelompok dan peranan kepemimpinan kelompok - Pembentukan unit-unit usaha

pengelolaan sagu yang berbadan hukum

Tabel 27 (lanjutan)

Kegiatan (What) Pelaksana (Who) Pelaksanaan (How)

B Tahap Pelaksanaan (Hukum Latihan)

1 Peningkatan kapasitas pengelola sagu

- Penyuluh/tenaga pendamping yang sudah disiapkan instansi pertanian dan lembaga penyuluhan di tingkat provinsi/kabupaten - Perguruan tinggi - Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Penyuluhan dan pelatihan/ pendampingan tentang: -Sistem pengolahan sagu secara

mekanis

-Mengembangkan jaringan pemasaran

-Teknik mengidentifikasi dan memecahkan masalah -Cara menjaga keberlanjutan

usaha pemanfaatan sagu 2 Peningkatan

pemanfaatan sagu

- Penyuluh/tenaga pendamping yang sudah dipersiapkan instansi pertanian dan lembaga penyuluhan di tingkat provinsi/kabupaten - Perguruan tinggi - Badan Pengkajian Tekonologi Pertanian (BPTP) - Instansi kesehatan/ BPOM

Penyuluhan dan pelatihan/ pendampingan tentang:

- Proses pengolahan sagu dari semi olahan (pati/tepung sagu basah) menjadi olahan (pati/tepung sagu kering) serta menciptakan produk olahan lanjutan (siap saji) - Meningkatkan kuantitas dan

kualitas produk olahan sagu

C Tahap Hasil (Hukum Akibat/Efek)

1 Peningkatan kapasitas pengelola sagu

- Penyuluh/tenaga pendamping yang sudah dipersiapkan instansi pertanian dan lembaga penyuluhan di tingkat provinsi/kabupaten - Perguruan tinggi - Pelaku usaha/swasta

Penyuluhan dan pelatihan/

pendampingan yang diarahkan pada: - Penggunaan teknologi moderen

dalam proses pengolahan sagu (pemanenan)

- Peningkatan kemampuan membangun pola kemitraan - Perluasan jaringan pemasaran 2 Pemantapan hasil - Penyuluh/tenaga

pendamping yang sudah dipersiapkan oleh instansi pertanian dan lembaga penyuluhan di tingkat provinsi/kabupaten - Instansi perindustrian dan

perdagangan

- Badan Ketahanan Pangan - Perguruan tinggi,

- Pelaku usaha/swasta - Instansi kesehatan/

BPOM - MUI setempat

Penyuluhan dan pelatihan/ pendampingan, dengan fokus : - Peningkatan kuantitas produk

olahan sagu

- Pengujian mutu produk dan menjamin higienitas produk olahan sagu

- Meningkatkan kualitas kemasan produk olahan sagu

- Kegiatan promosi atau pemasaran produk olahan sagu

- Sosialisasi label halal pada kemasan produk

- Perluasan jaringan pemasaran sagu - Pembentukan unit-unit usaha

pengolahan sagu

- Pembentukan lumbung-lumbung sagu

Tabel 27 (lanjutan)

Kegiatan (What) Pelaksana (Who) Pelaksanaan (How)

3 Penguatan kembali peran sagu sebagai bagian dari budaya Maluku - Pemerintah daerah hingga desa/negeri - Badan Ketahanan Pangan (BPK) provinsi/kabupaten - Perguruan tinggi - Pemangku kepentingan lokal (tokoh masyarakat, adat, agama)

- Sosialisasi budaya makan sagu melalui program multiple staple foods

- Menyajikan aneka makanan berbasis sagu pada setiap acara formal maupun informal baik di lingkup pemerintah, masyarakat maupun rumahtangga

4 Evaluasi dan desain kegiatan lanjutan

Semua pihak yang terlibat Menilai pelaksanaan kegiatan: - Evaluasi terhadap kapasitas

pengelola sagu

- Evaluasi terhadap tingkat pemanfaatan sagu

- Pemberian penghargaan (reward) bagi pengelola sagu yang

menunjukkan perkembangan terbaik

- Merancang kegiatan lanjutan berdasarkan hasil evaluasi

Sejalan dengan upaya pengembangan kapasitas pengelola sagu dalam peningkatan pemanfaatan sagu di Maluku Tengah perlu upaya menciptakan keragaman produk olahan sagu menjadi produk olahan lanjutan atau sekunder (siap saji) untuk memenuhi kebutuhan dan selera konsumen dan segmen pasar, baik pasar regional, nasional maupun pasar global. Pangan berbasis sumber daya lokal perlu diolah dan disajikan secara moderen menjadi pangan yang mempunyai nilai tambah (gizi, gengsi, kemudahan penyajian, cita rasa dan terjamin keamanan pangan) yang setara ataupun lebih baik dari pada beras (Poerwanto et al. 2012). Hal ini dilakukan sebagai upaya peningkatan pola konsumsi sagu, terutama di kalangan generasi muda sehingga sagu tidak lagi dipandang sebagai pangan

inferior atau bermutu rendah. Penyempurnaan atau perbaikan produk olahan sagu menjadi produk olahan siap saji akan memperbanyak pilihan bagi rumahtangga dalam menyusun menu sehari-hari dalam kerangka diversifikasi pangan.

Peningkatan pola konsumsi sagu dalam rangka diversifikasi pangan juga perlu dilakukan melalui komitmen moral dari seluruh komponen masyarakat dan Pemerintah Provinsi Maluku. Komitmen moral tersebut merupakan sikap pengakuan dan penghargaan terhadap sagu sebagai pangan lokal khas Maluku yang sudah membudaya sehingga perlu dilestarikan. Menghargai komoditas sagu sebagai pangan pokok ditandai dengan menjadikan sagu sebagai menu utama ataupun menu tambahan keluarga sehari-hari dan memperkenalkan menu sagu (promosi), baik di lingkungan kerja maupun kepada penduduk di luar Maluku. Dengan demikian, permintaan terhadap produk olahan sagu akan meningkat, sekaligus mendorong peningkatan produktivitas pemanfaatan sagu di Maluku, termasuk di Maluku Tengah.

Pemerintah melalui kebijakan di bidang pembangunan ketahanan pangan seyogianya lebih berorientasi pada pangan lokal, terutama sagu untuk mendorong peningkatan konsumsi aneka makanan berbasis sagu, di antaranya dengan menyediakan menu makanan berbahan dasar sagu dalam setiap acara resmi pada jajaran pemerintahan. Bagi satuan-satuan kerja dan perangkat daerah, baik teknis maupun fungsional, seperti: Dinas Pertanian dan Perkebunan, Badan Ketahanan Pangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pariwisata, Persatuan Hotel dan Resort Indonesia (PHRI), Perguruan Tinggi/pegiat sagu seyogyanya berperan dalam meningkatkan kegiatan promosi produk olahan sagu sebagai pangan rumahtangga dan produk olahan pada skala industri. Selain itu, menghimbau kepada para pelaku usaha yang bergerak di bidang jasa makanan (hotel, restoran dan rumah kopi), warung dan distributor agar senantiasa menyediakan menu makanan berbasis sagu (menu siap saji) sekaligus melakukan kegiatan promosi dalam rangka menarik minat konsumen untuk mencobanya.

Simpulan

1. Kapasitas pengelola sagu dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik sosial ekonomi pengelola sagu yang terdiri dari pendidikan non formal, lama berusaha, dan akses informasi; dan dukungan lingkungan yang meliputi dukungan keluarga dan dukungan penyuluhan. Berkaitan dengan hal ini, pengembangan kapasitas pengelola sagu dilakukan dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas penyuluhan sebagai salah satu bentuk pendidikan non formal dan peningkatan akses informasi terkait dengan pendayagunaan sagu kepada pengelola sagu.

2. Dukungan kelompok pengolah sagu belum memberikan manfaat bagi pengelola sagu dalam usaha pemanfaatan sagu; artinya kelompok yang ada belum berfungsi dengan baik, namun bukan berarti kelompok pengolah sagu tidak diperlukan lagi, tetapi diperkuat agar dapat berfungsi sebagai wahana belajar dan bekerja sama antar pengelola sagu.

3. Dukungan pemerintah tidak berpengaruh nyata terhadap kapasitas pengelola sagu; artinya peranan pemerintah kurang memperhatikan pengembangan kapasitas pengelola sagu karena dukungan yang diberikan selama ini lebih pada isu produksi dan potensi; karena itu, identifikasi kebutuhan pengelola sagu perlu menjadi dasar pengambilan keputusan dalam memberikan dukungan kepada pengelola sagu.

4. Pengembangan kapasitas pengelola sagu berpengaruh secara langsung terhadap tingkat pemanfaatan sagu. Peningkatan pemanfaatan sagu tidak hanya berkontribusi positif terhadap pendapatan pengelola sagu dan pihak-pihak lain yang terlibat langsung, tetapi juga meningkatkan kinerja pihak-pihak yang terlibat serta mendukung tercapainya ketahanan pangan lokal, regional, dan nasional.

5. Pengembangan kapasitas pengelola sagu di Maluku Tengah layak dilakukan melalui strategi pertumbuhan agresif (growth oriented strategy) yang ditunjukkan oleh posisi kebijakan, yaitu pada kuadran pertama dari diagram penentuan matriks grand strategy pengembangan kapasitas pengelola sagu. Evaluasi faktor internal dan eksternal menghasilkan informasi bahwa komponen yang sangat penting atau kuat adalah kekuatan internal berupa

potensi sumber daya alam sagu dan adanya nilai sosial dan budaya sagu; kelemahan internal yang paling menonjol adalah minimnya kuantitas dan kualitas tenaga penyuluh/tenaga pendamping di bidang pengelolaan sagu, juga pengetahuan dan keterampilan pengelola sagu rendah; peluang eksternal yang terbuka paling besar adalah adanya program Revitalisasi Sagu dan Perda Sagu; dan ancaman eksternal terbesar adalah adanya konversi lahan sagu yang tidak terkendali dan kebijakan beras untuk masyarakat miskin.

6. Ada empat prioritas strategi yang dihasilkan, yaitu: (a) Penyiapan kondisi pengelola sagu dalam rangka peningkatan pemanfaatan sagu (S-O), (b) Penyiapan penyuluh/tenaga pendamping yang kompeten di bidang pengelolaan sagu (W-O), (c) Penguatan kesadaran dan pengakuan masyarakat terhadap fungsi sosial dan budaya sagu untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan usaha pemanfaatan sagu sebagai salah satu budaya Maluku (S-T), dan (d) Peningkatan kerjasama dan sinkronisasi kebijakan perencanaan program pengembangan sagu antar lembaga pemerintah dengan pihak-pihak terkait (W-T).

7. Strategi pengembangan kapasitas pengelola sagu di Maluku Tengah dirancang menjadi tiga tahapan program, yaitu: (a) Program jangka pendek terdiri dari: penyiapan penyuluh/tenaga pendamping yang berkompeten di bidang pengelolaan sagu disertai penyusunan peta potensi pengelola sagu di Maluku Tengah, dan koordinasi serta sinkronisasi fungsi antar lembaga pemerintah dengan pihak-pihak terkait untuk mempercepat pencapaian tujuan program jangka pendek; (b) Program jangka menengah meliputi: penguatan kesadaran dan pengakuan masyarakat terhadap fungsi sosial dan budaya sagu, penyiapan kondisi pengelola sagu dalam rangka peningkatan pemanfaatan sagu; dan peningkatan kerjasama dan sinkronisasi fungsi antar lembaga pemerintah dengan pihak-pihak terkait untuk mempercepat pencapaian tujuan program jangka menengah; dan (c) Program jangka panjang, meliputi pemantapan penyiapan kondisi pengelola sagu dalam rangka peningkatan pemanfaatan sagu, serta peningkatan kerjasama dan sinkronisasi fungsi antar lembaga pemerintah dengan pihak-pihak terkait dengan pengembangan sagu melalui peningkatan keterpaduan perencanaan, pembinaan/advokasi, pelatihan dan evaluasi.

8. Strategi penyuluhan untuk pengembangan kapasitas pengelola sagu dalam rangka peningkatan pemanfaatan sagu dirancang dengan menggunakan teori belajar stimulus dan respons dari Thorndike dengan tiga tahap hukum belajar, yaitu tahap persiapan (hukum kesiapan), tahap pelaksanaan (hukum latihan), dan tahap hasil (hukum akibat/efek). Bentuk kegiatan yang dipilih adalah penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan. Agar pelaksanaan penyuluhan berjalan sesuai rencana, dibutuhkan penyuluh-penyuluh yang berkompeten di bidang pengelolaan sagu. Keterbatasan penyuluh PNS dapat diatasi dengan merekrut pengelola sagu dan pelaku usaha sagu yang memiliki kapasitas tinggi menjadi penyuluh swadaya dan swasta dengan prosedur seperti diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No.61/Permentan/OT.140/11/2008 tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta.

Sagu sebagai sumber pangan penghasil karbohidrat sudah lama dikenal di lingkungan kehidupan masyarakat Maluku secara turun temurun, baik sebagai

Dokumen terkait