• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNITAS PEDAGANG DI KOTA SEMARANG

2) Jarak Sosial Akrab

Jarak sosial akrab antarpeserta tutur mendorong peserta tutur untuk menggunakan bahasa yang bernilai rasa akrab. Bahasa yang bernilai rasa akrab adalah bahasa Jawa ragam ngoko dan bahasa Indonesia ragam tidak formal. Namun, ada pula penggunaan bahasa Jawa ragam krama yang tetap menunjukkan keakraban. Penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko yang dipengaruhi oleh jarak sosial akrab dapat diperhatikan pada tuturan berikut ini. (29) Konteks : P e m b i c a r a a n

antarpedagang tentang larangan merokok di lokasi kios pakaian dan kain P-1 : Nyilih reke, Pak? ‘Pinjam

koreknya, Pak?’

P-2 : Arep nggo apa? ‘Akan dipakai untuk apa?’

P-1 : Rek kok ngo apa. ‘Korek kok untuk apa.’

P-2 : Nek udut ora neng kene, yen konangan aku sing disalahke. ‘Kalau merokok jangan di sini, jika ketahuan aku yang disalahkan.’

P-1 : Kalem wae, Be, ra sah wedi. ‘Tenang saja, Pak, tidak usah takut.’

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 61—80

p r o o f

Pada peristiwa tutur (29) P-1 dan P-2 menggunakan BJN karena hubungan yang akrab meskipun berbeda usia. Pertuturan dimulai oleh P-1 dengan tuturan BJN, Nyilih reke, Pak? ‘Pinjam koreknya, Pak?’ yang dijawab oleh P-2 dengan tuturan BJN juga Arep nggo apa? ‘Akan dipakai untuk apa?’ Pada pertuturan selanjutnya pun mereka menggunakan BJN. Hal itu menunjukkan bahwa di antara mereka sudah tidak ada jarak lagi atau memiliki jarak sosial akrab.

Jarak sosial akrab yang memengaruhi penggunaan BITF dapat diperhatikan pada peristiwa tutur berikut ini.

(30) Konteks : Percakapan antar

pedagang tentang pengajuan izin penggunaan kios

P-1 : Hasile gimana, Pak? Bagus nggak?

P-2 : Lha menurutmu gimana? P-1 : Ya ndak tahu.

P-2 : Masih nuggu. P-1 : Nunggu apa lagi.

P-2 : Katane sih, nunggu Kepala Dinas.

P-1 : Pa ndak da jalan pintase? P-2 : Ndak berani kok katane.

Pada peristiwa tutur (30) terasa adanya kedekatan hubungan atau jarak sosial yang akrab antara (P-1) dan (P-2). Kedekatan hubungan itu menjadikan perbedaan usia tidak lagi berpengaruh pada interaksi antarmereka. Keakraban yang tercipta mendorong mereka menggunakan BITF dalam berkomunikasi. Mereka mempertimbangkan bahwa BITF terasa lebih santai, dekat, dan tidak kaku

sehingga suasana akan terasa akrab dan menyenangkan.

Jarak sosial akrab yang menentukan pilihan pada BJK dapat diperhatikan pada peristiwa tutur berikut ini.

(31) Konteks : Pembicaraan antarsesama pembeli tentang barang yang dijual di toko

P-1 : Boten saestu mundhut, Bu? ‘Kemarin jadi membeli, Bu?’ P-2 : Boten, boten enten sing ngge

mbayar. ‘Tidak, tidak ada yang untuk membayar.’

P-1 : Lha, Jenengan boten ngendika, lak saget kula bayar riyin. ‘Lha, Anda tidak mengatakan, kan dapat saya bayar dulu.’ P-2 : Boten niku, regane kelarangen.

‘Bukan itu (sebabnya), harganya terlalu mahal.’

P-1 : Tak kira mung kula dhewe sing ngarani larang. ‘Saya kira hanya saya yang mengatakan mahal.’

P-2 : Kanggene Jenengan “kecil” ngoten. ‘Untuk Anda “kecil” bukan.”

P-1 : Walah, padha mawon, wong nggih padha buruhe. ‘Walah, sama saja, ya sama-sama buruh.’

Peristiwa tutur (31) menunjukkan adanya hubungan yang akrab antara P-1 dan P-2. Meskipun akrab, mereka tetap menggunakan BJK. Hal itu dipengaruhi oleh sikap saling menghormati. Namun, BJK yang dipakainya tidak tunggal bahasa, tetapi banyak campur kode, misalnya kata tak kira, dhewe, ngararani dan larang pada tuturan P-1, Tak kira mung kula dhewe sing ngarani larang.

Penggunaan Bahasa Komunitas Pedagang di Kota Semarang ... (Suryo Handono)

p r o o f

3) Usia

Penggunaan bahasa juga dapat dipengaruhi oleh faktor usia. Penutur yang lebih muda akan berusaha menghormati mitra tuturnya yang lebih tua. Sementara itu, penutur yang lebih tua memunyai keleluasaan penggunaan bahasanya. Ia dapat menggunakan bahasa tanpa memertimbangkan nilai rasa hormat. Namun, ia masih tetap memertimbangkan rasa hormat, setidaknya pada penggunaan kata sapaan kepada mitra tuturnya.

Berdasarkan pada pertimbangan faktor usia, penutur cenderung menggunakan BJK dan/atau melakukan campur kode BJK dalam bahasa yang dipakainya, seperti pada peristiwa tutur berikut ini.

(32) Konteks : Percakapan antarsesama

pedagang tentang anaknya yang mulai berdagang

P-1 : Dospundi putrane, Pak? ‘Bagaimana anaknya, Pak?’

P-2 : Sih adoh, isih perlu

digembleng. ‘Masih jauh, masih perlu dilatih.’

P-1 : Kirangipun wonten pundi? ‘Kurangnya di mana?’

P-2 : Ora sabar, karepe kok kudu ndang payu. ‘Tidak sabar, maunya harus segera laku.’

P-1 : Nggih naminipu nembe

belajar. ‘Ya, namanya baru belajar.’

P-2 : Emboh, cah saiki dha ra kareb nyambut gawe. ‘Entah, anak sekarang itu tidak semangat kerja.’

Peristiwa tutur (32) P-1 yang berusia lebih muda menggunakan

BJK untuk berkomunikasi dengan P-2. P-1 menggunakan bahasa itu untuk menghormati mitra tuturnya yang lebih tua. Sementara itu, P-2 yang berusia lebih tua menggunakan BJN. Komunikasi menggunakan dua ragam seperti itu dalam masyarakat Jawa (dahulu) terjadi antara anak dan bapak. Pada peristiwa tutur itu pun P-1 menempatkan diri sebagai anak yang menghormati bapaknya dengan menggunakan BJK, sedangkan P-2 menempatkan diri sebagai bapak yang bertutur dengan anaknya.

Selain penggunaan BJK, penggunaan bahasa yang dipengaruhi oleh faktor usia adalah penggunaan campur kode BJK dalam kosabahasa yang digunakan.

(33) Konteks : Percakapan antarsesama pedagang tentang kredit motor

P-1 : Piye, Pak, Jenengan sida njupuk Vario? ‘Bagaimana, Pak, Anda jadi mengambil Vario?’

P-2 : Ra kuwat bulanane, butuhe isih numpuk. ‘Tidak kuat bulanannya, kebutuhannya masih bertumpuk.’

P-1 : Digedheni DP-ne ta, cicilane kan rada ringan. ‘Diperbesar DP-nya saja, cicilannya agak ringan.’

P-2 : Sing nggo nggedheni apa? Utange sing nggo bayar SPP-ne anakku wae rung lunas kok mikir nganyarke montor. ‘Yang untuk memerbesar apa? Hutang yang untuk membayar SPP anakku saja belum lunas kok berpikir memerbarui motor.’

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 61—80

p r o o f

P-1 : Jenengan kok nduwe utang,

Pak, kula kok ra percaya. ‘Anda kok punya hutang, Pak, saya kok tidak percaya.’

P-2 : Amin, nek dha ndongake aku sugih. ‘Amin, jika semua mendoakan aku kaya.’

Peristiwa tutur (33) menunjukkan penggunaan BJN oleh P-1 yang lebih muda untuk berkomunikasi dengan P-2 yang lebih tua usianya karena sudah akrab. Hal itu tidak berarti bahwa ia menghilangkan rasa hormat kepada mitra tuturnya yang lebih tua usianya. Untuk menunjukkan rasa hormat itu, P-1 melakukan campur kode BJK dalam BJN, yaitu dengan penggunaan kata jenengan ‘anda’ untuk menyapa dan menghormati mitra tuturnya. Selain itu, P-1 yang lebih muda juga merendahkan dirinya untuk menghormati P-2 yang lebih tua dengan menyebut dirinya dengan kata kula ‘saya’.

Dokumen terkait