• Tidak ada hasil yang ditemukan

jalabahasa Jurnal Ilmiah Kebahasaan Volume 12, Nomor 1, Mei 2016 BALAI BAHASA PROVINSI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "jalabahasa Jurnal Ilmiah Kebahasaan Volume 12, Nomor 1, Mei 2016 BALAI BAHASA PROVINSI JAWA TENGAH"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 1858-4969

jalabahasa

Jurnal Ilmiah Kebahasaan

Volume 12, Nomor 1, Mei 2016

*

BALAI BAHASA PROVINSI JAWA TENGAH

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA

(2)

ISSN 1858-4969

jalabahasa

Jurnal Ilmiah Kebahasaan Volume 12, Nomor 1, Mei 2016

Penanggung Jawab Drs. Pardi, M.Hum.

Redaksi:

Drs. Suryo Handono, M.Pd. Agus Sudono, S.S., M.Hum. Dr. Dwi Atmawati, S.S., M.Hum.

Penyunting: Enita Istriwati, S.Pd. Kahar Dwi Prihantono, S.S. Endro Nugroho Wasono Aji, S.S.

Mitra Bestari

Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U. (Universitas Gadjah Mada) Dr. Herudjati Purwoko (Universitas Diponegoro)

Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. (Universitas Negeri Semarang) Dr. Dwi Purnanto, M.Hum. (Universitas Sebelas Maret) Dr. Yulia Esti Katrini, M.Hum. (Universitas Negeri Tidar Magelang)

Prof. Dr. Rusdi Mochtar (LIPI) Kesekretariatan Lely Siti Fatimah, S.E., M.Si.

Sri Wiyono, S.Sos. Takarina Indrianta, S.E.

Desain Grafi s: Andy Rahmadi S., S.Kom.

Penerbit:

BALAI BAHASA JAWA TENGAH Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Terbit Pertama 2005

Alamat Redaksi:

BALAI BAHASA JAWA TENGAH

Jalan Elang Raya No. 1, Mangunharjo, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah Telepon (024) 76744357, Faksimile (024) 76744358

(3)

ISSN 1858-4969

jalabahasa

Jurnal Ilmiah Kebahasaan Volume 12, Nomor 1, Mei 2016

DAFTAR ISI

Halaman

1. Daftar Isi ... iii 2. Prakata Redaksi ... iv 3. Lembar Abstrak ... v 4. Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Report melalui Writing Process

pada Siswa Kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati –– oleh Rusmi ... 1 5. Komparatif Keigo Bahasa Jepang dengan Krama Bahasa Jawa dalam

Media Sosial –– oleh Anastasia Dewi Wulandari ... 13 6. Penerjemahan Nama Tokoh Karya Sastra Anak ke dalam Bahasa

Indonesia –– oleh Singgih Daru Kuncara ... 23 7. Pergeseran Rima dalam Penerjemahan Puisi Amerika oleh Taufi k Ismail

–– oleh Retno Hendrastuti ... 33 8. Penggunaan Bahasa Mahasiswa Multietnik dalam Media Sosial

–– oleh Emma Maemunah ... 49 9. Penggunaan Bahasa Komunitas Pedagang di Kota Semarang –– oleh

Suryo Handono ... 61 10. Sapaan Dalam Rubrik “Lapor Gan!” di Harian Tribun Jateng (Kajian

(4)

PRAKATA REDAKSI

Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan ke hadirat Allah Swt. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya jurnal Jalabahasa Volume 11, Nomor 1, Mei 2015 dapat terbit sesuai jadwal. Jurnal edisi kali ini menampilkan delapan artikel dengan tema yang berbeda-beda. Tema-tema tersebut dapat dikategorikan ke dalam bidang pragmatik, penerjemahan, semantik, dan wacana.

Jalabahasa nomor ini dapat terwujud berkat bantuan dari pelbagai pihak. Untuk itu, redaksi pada kesempatan yang baik ini mengucapkan terima kasih yang tulus kepada para penulis yang telah menyumbangkan naskah karya tulis ilmiahnya untuk penerbitan kali ini. Selain itu, penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada mitra bestari yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan yang luar biasa untuk memeriksa ulang naskah-naskah yang telah masuk ke meja redaksi.

Akhir kata, kami berharap kehadiran jurnal Jalabahasa ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu bahasa terlepas dari pelbagai kekurangan yang ada. Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa kami harapkan.

Semarang, Mei 2016 Redaksi

(5)

jalabahasa

Jurnal Ilmiah Kebahasaan

ISSN 1858-4969 Volume 12, Nomor 1, Mei 2016

Rusmi

SMP Negeri 1 Pati

Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Report melalui Writing Process pada Siswa Kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati

jalabahasa, Volume 12, Nomor 1, Mei 2016: 1—12

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran menulis dan kemampuan menulis teks report pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati melalui writing process. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus melalui writing process yang terdiri atas 5 tahapan proses menulis, yaitu: pre-writing, drafting, revising, editing dan publishing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran menulis teks report melalui writing process mengalami peningkatan rata-rata skor dari 1,88 pada siklus I menjadi 2,70 pada siklus II. Sementara itu, hasil belajar menulis teks report menunjukkan peningkatan rata-rata nilai dari 71,96 pada kondisi awal menjadi 75,00 pada siklus I dan 81,07 pada siklus II. Hal nni menunjukkan bahwa proses pembelajaran dan kemampuan menulis teks report melalui writing process pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati meningkat. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran melalui writing process dapat berjalan efektif dengan kategori B (baik) dan kemampuan menulis teks report pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati dapat ditingkatkan melalui writing process.

Kata kunci: kemampuan menulis, teks report, writing process Anastasia Dewi Wulandari

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Komparatif Keigo Bahasa Jepang dengan Krama Bahasa Jawa dalam Media Sosial

jalabahasa, Volume 12, Nomor 1, Mei 2016: 13—21

Penelitian yang berjudul Komparatif Keigo Bahasa Jepang dengan Krama Bahasa Jawa dalam media sosial ini merupakan sebuah kajian sintaksis dan semantik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keigo bahasa Jepang dengan krama bahasa Jawa. Berdasarkan hasil analisis, penulis menyimpulkan bahwa sonkeigo dengan krama inggil merupakan ragam bahasa yang digunakan untuk meninggikan orang lain, kenjougo dengan krama-andhap merupakan ragam bahasa yang digunakan untuk menghormati orang lain dengan merendahkan diri sendiri, dan teineigo dengan krama lugu merupakan ragam bahasa yang digunakan tanpa meninggikan atau merendahkan orang lain. Perbedaannya adalah bahwa di Jepang terdapat dua konsep yang dikenal dengan uchi dan soto. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Jepang memerhatikan kepada siapa penutur itu berbicara.

Kata kunci: komparatif, keigo, dan krama Singgih Daru Kuncara

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Penerjemahan Nama Tokoh Karya Sastra Anak ke dalam Bahasa Indonesia

jalabahasa, Volume 12, Nomor 1, Mei 2016: 23—32

Makalah ini mendiskusikan penerjemahan nama dalam karya sastra anak. Keunikan penerjemahan untuk anak-anak adalah penerjemah fokus pada pembaca sasaran. Objek penelitian pada tulisan ini adalah nama karakter dalam cerita Walt Disney. Teknik penerjemahan nama yang digunakan adalah peminjaman murni, peminjaman alamiah, harfi ah, dan adaptasi. Penerapan teknik adaptasi sebaiknya diminimalkan karena cenderung melanggar keinginan penulis karya sastra untuk memberikan nama yang bermakna pada karakter tertentu. Selain itu, pengurangan teknik adaptasi dapat membantu anak-anak agar memahami budaya lain.

(6)

jalabahasa

Jurnal Ilmiah Kebahasaan

ISSN 1858-4969 Volume 12, Nomor 1, Mei 2016

Retno Hendrastuti Balai Bahasa Jawa Tengah

Pergeseran Rima dalam Penerjemahan Puisi Amerika oleh Taufi k Ismail

jalabahasa, Volume 12, Nomor 1, Mei 2016: 33—48

Salah satu indikasi berhasilnya penerjemahan puisi adalah dapat dialihkannya rima dan makna BSu dalam BSa. Namun demikian, pergeseran rima tak dapat dihindari untuk mempertahankan makna BSu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan menggali pergeseran rima dan pengaruhnya terhadap keakuratan makna terjemahan. Data penelitian ini berupa pasangan rima BSu-BSa yang bersumber dari delapan puisi Amerika yang diterjemahkan oleh Taufi k Ismail. Hasil analisis menunjukkan adanya pergeseran rima yang meliputi rima tetap, bergeser sebagian, dan bergeser penuh. Pengalihan rima tetap yang dominan dibarengi pengalihan makna secara akurat. Begitu juga pergeseran rima tetap menghasilkan makna akurat. Secara keseluruhan hal tersebut merupakan bentuk upaya pemertahanan makna terjemahan puisi.

Kata kunci: keakuratan, penerjemahan puisi, pergeseran rima Emma Maemunah

Balai Bahasa Jawa Tengah

Penggunaan Bahasa Mahasiswa Multietnik dalam Media Sosial

jalabahasa, Volume 12, Nomor 1, Mei 2016: 49—59

Keberagaman etnik dalam komunitas mahasiswa memunculkan suatu nuansa dan fenomena yang khas dan berbeda dalam penggunaan bahasa. Masyarakat multietnik cenderung menggunakan bahasa yang berbeda-beda ketika berkomunikasi dengan etnik satu dan etnik lainnya. Keberagaman etnik dan bahasa tersebut memungkinkan seseorang menjadi mampu menggunakan lebih dari satu bahasa. Komunikasi saat ini dapat dilakukan melalui berbagai media, salah satunya adalah media sosial. Banyak sekali media sosial yang dapat digunakan untuk berkomunikasi, seperti facebook, tweeter, bbm (blackberry messenger), line, dan whatsapp. Penelitian dengan ancangan sosiolinguistik dan metode kualitatif deskriptif ini bertujuan mendeskripsikan bahasa yang digunakan dalam komunitas mahasiswa multietnik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh mahasiswa multietnik di Kota Semarang dalam media sosial adalah bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Kemultietnikan mahasiswa dengan bahasa yang berbeda mengakibatkan penggunaan campur kode. Faktor penyebab penggunaan bahasa tertentu antarmahasiswa multietnik adalah stimulus atau inisiasi yang disampaikan oleh penutur pertama. Selain itu, faktor latar atau situasi bahasa tertentu digunakan, faktor penutur dan petuturyang melakukan percakapan, maksud dan tujuan yang diinginkan oleh penutur dan petutur, bentuk pesan dan isi pesan yang dipilih oleh penutur dan petutur turut memengaruhi bahasa yang digunakan.

(7)

jalabahasa

Jurnal Ilmiah Kebahasaan

ISSN 1858-4969 Volume 12, Nomor 1, Mei 2016

Suryo Handono

Balai Bahasa Jawa Tengah

Penggunaan Bahasa Komunitas Pedagang di Kota Semarang

jalabahasa, Volume 12, Nomor 1, Mei 2016: 61—80

Tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa peran faktor sosial, budaya, dan situasional dalam penggunaan bahasa komunitas pedagang di Kota Semarang belum terungkap secara empiris. Selain itu, interaksi verbal pada ranah tersebut yang melibatkan berbagai partisipan dengan topik yang bervariasi akan memunculkan penggunaan bahasa yang bervariasi. Tulisan ini mendeskripsi kosabahasa, variasi bahasa, dan faktor yang memengaruhi penggunaan bahasa. Untuk mengungkap permasalahan tersebut, digunakan pendekatan linguistik, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial, tetapi tetap bertumpu pada permasalahan bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat. Data tulisan ini adalah tuturan warga komunitas pedagang di Kota Semarang yang dikumpulkan melaui pengamatan langsung dengan menggunakan teknik simak, baik simak libat cakap maupun simak bebas libat cakap, dan metode wawancara yang disertai dengan teknik rekam dan catat. Melalui analisis kontekstual ditemukan bahwa kosabahasa terdiri atas bahasa Indonesia ragam formal, bahasa Indonesia ragam nonformal, bahasa Jawa ragam krama, dan bahasa Jawa ragam ngoko. Variasi berwujud tunggal bahasa, alih kode, dan campur kode. Pilihan tunggal bahasa meliputi pengunaan bahasa Indonesia ragam formal, bahasa Indonesia ragam nonformal, bahasa Jawa ragam krama, dan bahasa Jawa ragam ngoko. Alih kode terdiri atas alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa krama, bahasa Indonesia ke bahasa Jawa ngoko, bahasa Jawa krama ke bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa ngoko ke bahasa Indonesia. Campur kode terdiri atas campur kode bahasa Jawa ragam krama dalam bahasa Indonesia, bahasa Jawa ragam ngoko dalam bahasa Indonesia, bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa ragam krama, bahasa Jawa ragam ngoko dalam bahasa Jawa ragam krama, bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa ragam ngoko, dan bahasa Jawa ragam krama dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Campur kode tersebut berbentuk kata, frasa, baster, perulangan, dan ungkapan. Faktor yang memengaruhi penggunaan bahasa adalah status sosial, jarak sosial, usia, situasi tutur, dan tujuan tutur.

Kata kunci: penggunaan bahasa, kosabahasa, variasi, faktor, dan komunitas pedagang Rini Esti Utami

Balai Bahasa Jawa Tengah

Sapaan dalam Rubrik “Lapor Gan!”diHarian Tribun Jateng (Kajian Sosiolinguistik)

jalabahasa, Volume 12, Nomor 1, Mei 2016: 81—94

Bahasa adalah sarana untuk melakukan kontak sosial dengan orang lain. Pilihan kata yang baik dan tepat akan memperlancar terjadinya komunikasi. Begitu pula dengan penggunaan sapaan dalam berkomunikasi. Sapaan yang digunakan penyapa merupakan gambaran hubungan dengan pesapanya. Sapaan yang digunakan oleh masyarakat kepada pemimpinnya akan mencerminkan hubungan antara masyarakat dan pimpinannya atau sebaliknya. Penelitian ini mengkaji sapaan dalam rubrik “Lapor Gan!” diHarian Tribun Jateng. Penelitian ini bertujuan mendeskripsi sapaan yang digunakan oleh masyarakat dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, serta tujuan penggunaan sapaan tersebut. Dalam penelitian ini digunakan teori sosiolinguistik dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Sapaan yang digunakan oleh masyarakat untuk menyapa gubernurnya adalah sapaan nama diri, nama kekerabatan, nama jabatan, sapaan lainnya, dan gabungan dari sapaan tersebut. Sapaan yang digunakan oleh masyarakat untuk menyapa diri sendiri, yaitu kata ganti orang pertama tunggal dan jamak. Sapaan yang digunakan oleh Gubernur Jawa Tengah kepada masyarakat adalah sapaan kata ganti orang kedua tunggal dan sapaan kata ganti orang pertama jamak. Sapaan yang digunakan oleh gubernur untuk menyapa diri sendiri adalah kata ganti orang pertama tunggal dan sapaan kata ganti orang pertama jamak. Adapun tujuan penggunaan sapaan tersebut adalah untuk kepraktisan, mengormati mitra tutur, menciptakan keakraban, dan menarik perhatian mitra tutur.

(8)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS REPORT MELALUI WRITING PROCESS PADA SISWA KELAS IX-G

SMP NEGERI 1 PATI

(Enhancing Students’ Ability to Write A Report Text through Writing Process in Class IX-G SMP Negeri 1 Pati)

oleh/by Rusmi SMP Negeri 1 Pati Jalan Pemuda 287 Pati Posel rusmi.pri@gmail.com

*) Diterima: 2 Maret 2016, Disetujui: 20 Maret 2016

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran menulis dan kemampuan menulis teks report pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati melalui writing process.

Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus melalui writing process yang terdiri atas 5 tahapan

proses menulis, yaitu: pre-writing, drafting, revising, editing dan publishing. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa proses pembelajaran menulis teks report melalui writing process

mengalami peningkatan rata-rata skor dari 1,88 pada siklus I menjadi 2,70 pada siklus II. Sementara itu, hasil belajar menulis teks report menunjukkan peningkatan rata-rata nilai dari 71,96 pada kondisi awal menjadi 75,00 pada siklus I dan 81,07 pada siklus II. Hal nni menunjukkan bahwa proses pembelajaran dan kemampuan menulis teks report melalui writing process pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati meningkat. Berdasarkan hasil tersebut, dapat

disimpulkan bahwa proses pembelajaran melalui writing process dapat berjalan efektif dengan

kategori B (baik) dan kemampuan menulis teks report pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati dapat ditingkatkan melalui writing process.

Kata kunci:kemampuan menulis, teks report, writing process

ABSTRACT

This study aims to improve the learning process of writing and the ability to write a report text in class IX-G SMP Negeri 1 Pati through writing process. The study was conducted in two cycles through the writing process which consists of 5 stages of the writing process, namely: pre-writing, drafting, revising, editing and publishing. The observation of the learning process showed that the process of learning to write report text through writing process increased with an average score of 1.88 in the fi rst cycle to 2.70 in the second cycle. While the learning outcomes in learning to write a report text showed an increasing in the average value of 71.96 in the initial conditions into 75.00 in the fi rst cycle and 81.07 in the second cycle. It showed that the learning process and writing skills through the writing process of report text in class IX-G SMP Negeri 1 Pati increased. Based on these results, it was concluded that the learning process through the writing process could run effectively with the category B (good) and the ability to write a report text in class IX-G SMP Negeri 1 Pati could be enhanced through writing process.

(9)

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 1—12

p r o o f

PENDAHULUAN

Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek yang sulit bagi siswa karena mereka harus menggunakan sejumlah kata, menguasai tata bahasa dengan baik, mengembangkan ide, dan sebagainya. Selain itu, mereka harus menguasai tanda baca, pemilihan kosakata, struktur penggunaan kalimat yang benar, dan juga pengorganisasian gagasan. Kesulitan seperti ini dialami oleh siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 tahun pelajaran 2012/2013. Terbukti nilai keterampilan menulis mereka yang masih rendah, yaitu 71,96 yang masih di bawah KKM yang ditetapkan, yaitu 78. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa banyak siswa yang kurang sistematis dan kurang padu dalam menggunakan kalimat. Ketidaksistematisan dan ketidakpaduan dilihat dari tidak sinkronnya antara kalimat utama dan kalimat pendukung, serta tidak adanya kesinambungan antara paragraf yang satu dengan paragraf yang lain. Hal ini mungkin disebabkan karena kurang tepatnya metode mengajar guru yang hanya melatih siswa menulis terfokus pada hasilnya tanpa memperhatikan proses. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membekali siswa dengan suatu proses menulis yang baik dengan harapan menghasilkan tulisan yang baik pula.

Harmer (2001) mengatakan bahwa”In the teaching of writing we can focus on the product of that writing or on writing process itself”. Jadi, dalam pembelajaran menulis kita dapat memfokuskan pada produk dari menulis atau pada proses menulis itu sendiri. penulis menginginkan pembelajaran tidak berfokus pada produk saja maka dalam penelitian ini difokuskan pada

proses menulis dengan menggunakan “Writing Process” dalam pembelajaran menulis.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah(1) bagaimana pelaksanaan writing process untuk meningkatkan kemampuan menulis teks report dan (2) apakah kemampuan menulis teks report pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati dapat ditingkatkan melalui writing process? Sedangkan tujuannya adalah (1) mendeskripsikan pelaksanaan writing process dan (2) meningkatkan kemampuan menulis teks report siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati melalui writing process.

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pati Jalan Pemuda No. 287 Pati mulai Januari sampai dengan Maret 2013 pada kelas IX-G yang terdiri atas 28 siswa. Siswa kelas IX-G dijadikan subjek penelitian dengan pertimbangan keterampilan menulis siswa kelas ini paling rendah dibandingkan kelas yang lain karena sebagian besar siswa kurang mampu dalam menulis teks report.

Data penelitian diperoleh dari guru berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran melalui writing process dan dari siswa berdasarkan penilaian terhadap hasil karya siswa dalam menulis teks report. Teknik pengumpulan data menggunakan dua teknik, yaitu tes (ulangan harian) dan non tes (pengamatan). Data yang diperoleh berbentuk kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif untuk menggambarkan proses pelaksanaan proses tindakan, sedangkan data kuantitatif untuk menggambarkan peningkatan kemampuan dalam menulis teks report. Untuk menganalisis data prosess pembelajaran dilakukan dengan cara:

(10)

Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Report ... (Rusmi)

p r o o f

a. Memberikan skor semua aspek pengamatan dengan skala 1—4. Skor maksimal adalah 21 aspek x 4 = 84.

b. Menghitung jumlah skor dari setiap aspek dan nilai dengan formula:

Nilai proses pembelajaran

Jumlah skor diperoleh X 4 Jumlah skor maksimal (84) =

c. Mengkonversi hasil penilaian dengan kriteria dan kategori sebagai berikut: Kriteria Kategori 3,26—4,00 A (Amat Baik) 2,51—3,25 B (Baik) 1,76—2,50 C (Cukup) 1,00—1,75 D (Kurang) Sedangkan untuk menganalisis data hasil belajar dilakukan dengan cara:

a. Memberikan skor keempat aspek penilaian: spelling and punctuation, vocabulary, grammar dan organization dengan skala 1– 4

(skor maks. 20)

b. Menghitung jumlah skor dan memberi nilai setiap siswa pada keempat aspek tersebut dengan formula sebagai berikut:

Nilai siswa Jumlah skor diperoleh X 100 Jumlah skor maksimal (20) =

c. Menghitung nilai rata-rata masing-masing aspek untuk mengetahui tingkat perkembangan setiap siklus.

Nilai rata-rata Jumlah skor X 100 Jumlah siswa =

d. Menghitung selisih nilai rata-rata antarsiklus untuk mengetahui

besarnya peningkatan yang diperoleh atau nilai perolehan.

Penelitian ini berupa PTK dengan 4 tahapan, yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refl eksi yang dilakukan dalam dua siklus masing-masing 2 pertemuan (4 x 40 menit). Dengan tema, yaitu nature tentang disaster untuk siklus I dan tentang plant untuk siklus II. Setiap pertemuan ke 1, kegiatan difokuskan pada pre-writing dan drafting dan pertemuan ke 2 difokuskan pada revising, editing dan publishing.

Menurut Tabroni (2007:12), menulis merupakan upaya mengkomunikasikan gagasan, ide, pikiran, pendapat, opini, dan sebagainya melalui media tulis. Yang dimaksud media tulis dapat berbentuk apa saja, di antaranya artikel ilmiah, laporan, karya tulis dan lain sebagainya.

Tarigan (1986:3) menyatakan berbeda bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kompleks yang perlu dipelajari dan diajarkan. Dan menulis juga merupakan suatu sarana yang penting untuk mengekspresikan diri pribadi, untuk berkomunikasi, dan untuk menemukan makna. Oleh karena itu, praktik dan latihan menulis merupakan bagian yang penting dari kurikulum sekolah dan menjadi bagian sentral dalam pembelajaran bahasa Inggris.

Kemampuan menulis merupakan kemampuan untuk mengolah pengetahuan, pengalaman, pikiran serta ide atau gagasan ke dalam tulisan. Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan

(11)

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 1—12

p r o o f

keterampilan yang berkaitan dengan aspek berbahasa yakni penggunaan tanda baca dan ejaan, pemilihan diksi atau kosakata, penggunaan tata bahasa atau struktur kalimat, pengembangan paragraf, serta pengolahan gagasan. ( h t t p : / / l a r u n g d j e n a r . b l o g s p o t . com/2009/09/)

Teks report adalah teks yang berfungsi mendeskripsikan sesuatu secara umum. Objek yang digambarkan dalam teks report adalah sesuatu yang ada di sekitar kita, misalnya binatang, tumbuhan, perayaan, dan benda-benda. Teks report memiliki tujuan komunikatif untuk menyampaikan informasi tentang sesuatu secara apa adanya sebagai hasil pengamatan sistematis atau analisis. Di samping memiliki tujuan, teks report juga memiliki struktur umum, yaitu:

1. General Classifi cation (klasifi kasi

umum), yang berisikan pernyataan umum yang menjelaskan keterangan subjek laporan, keterangan dan klasifi kasinya atau menggambarkan sesuatu baik benda, makhluk hidup atau fenomena-fenomena umum. 2. Description, yang umumnya

memberikan gambaran fenomena atau situasi yang terjadi, baik bagian-bagiannya, sifat, kebiasaan ataupun tingkah lakunya atau menjabarkan klasifi kasi yang disajikan secara ilmiah.

Teks report memiliki ciri-ciri kebahasaan (language features), yaitu (1) menggunakan general nouns; (2) menggunakan relating verbs untuk

menjelaskan ciri, (3) menggunakan action verbs dalam menjelaskan perilaku, (4) menggunakan present tense untuk menyatakan suatu yang umum; dan (5) mengguanakan istilah teknis/ ilmiah .

Writing process merupakan suatu metode pembelajaran yang lebih menggunakan pendekatan proses dari pada produk. Namun dalam penelitian ini untuk menentukan kemampuan menulis siswa ditentukan oleh produk menulis yang dihasilkan melalui writing process. Harmer (2001:257) mengatakan bahwa:

In the teaching of writing we can focus on the product of that writing or on writing process itself. When concentrating on the product we are only interesed in the aim of a task and in the end product. Those who advocate a process approach to writing, however, pay attention to the various stages that piece of writing goes through.

Artinya bahwa dalam pembelajaran menulis, kita dapat memfokuskan pada produk dari menulis atau pada proses menulis itu sendiri. Ketika mengonsentrasikan pada produk, kita hanya tertarik pada tujuan dari sebuah tugas dan pada produk akhir, tetapi bagi yang menganjurkan suatu pendekatan proses menulis, perlu memperhatikan berbagai macam tahapan menulis seperti writing process. Writing process adalah suatu proses persiapan menulis dengan alur seperti pada Gambar 1.

Pre-wriƟ ngDraŌ ingRevisingEdiƟ ngPublishing

(12)

Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Report ... (Rusmi)

p r o o f

Pre-writing, meliputi pengumpulan gagasan dan informasi, mencoba penemuan gagasan, dan akhirnya pembuatan rencana yang akan ditulis. Pada tahap kesiapan, penemuan ide melibatkan baik persiapan maupun refl eksi pada saat siswa menghubung-hubungkan gagasan, pikiran, dan pengetahuan baru yang didapat. Kegiatan yang relevan pada tahap ini yaitu: brainstorming, listing, dan clustering.

Suyanto (2007:96) menyatakan brainstorming merupakan strategi yang dapat dipakai untuk mengaktifkan siswa. Bila guru meminta seluruh kelas memberikan ide atau menyebutkan contoh sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat, guru tersebut berarti melakukan tahap brainstorming. Adapun, tahap listing atau membuat daftar adalah suatu teknik mencari ide-ide baru atau ide-ide lainnya yang ditulis berhubungan erat dengan topik tertentu yang diberikan. Sebagai contoh siswa diberikan tugas dengan topik library (perpustakaan). Siswa diminta untuk menuliskan kata-kata benda yang ada kaitannya dengan perpustakaan dan lain sebagainya. Peha (2002:3) menyatakan “making lists of things to write about is one of the best pre-writing activities you can do”. Hal ini dimaksudkan bahwa membuat daftar barang-barang atau sesuatu merupakan salah satu kegiatan pre-writing yang paling baik. Selanjutnya tahap clustering atau pengelompokkan adalah suatu cara memilah pemikiran-pemikiran yang saling berkaitan dan menuangkannya di atas kertas secepatnya, tanpa mempertimbangkan kebenaran atau nilainya (Porter & Hemacki, 2002:180). Dalam penelitian ini teknik clustering

adalah teknik menulis dengan cara mengelompokkan kosa-kata yang acak ke dalam kelompoknya sesuai dengan topiknya.

Steve Graham dan Dolores Perin (2007:4) menyatakan bahwa:

Pre-writing which engages students in activities designed to help them generate or organize ideas for their composition. Most of these prewriting activities can be successfully taught at all school levels. The most effective way to do this is to guide students through each of the activities in the classroom rather than just lecturing or telling them about the activities.

Ini diartikan bahwa pre-writing mendorong siswa pada kegiatan-kegiatan yang didesain untuk membantu mereka menyusun ide-ide untuk karangan mereka. Kebanyakan dari kegiatan pre-writing dapat berhasil diajarkan di tingkat sekolah. Kegiatan pre-writing mengajarkan siswa untuk menuliskan ideanya secara cepat dalam bentuk apa adanya dan membantu melancarkan siswa karena siswa dapat berpikir dan menulis bersamaan dari pada berpikir dahulu baru menulis.

Tahap kedua adalah drafting, maksudnya bahwa siswa harus menulis sesuatu meskipun dalam bentuk draft kasar. Boardman dan Frydenberg (2002:15) menyatakan “Once you have ideas generated and an organizational pattern to follow, you can write your fi rst draft.” Maksudnya setelah menemukan atau memiliki ide dan pola tertentu, kita dapat menuliskan draft kasar. Drafting merupakan tahapan untuk mulai menelusuri dan mengembangkan gagasan-gagasan (Porter dan Hemacki,

(13)

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 1—12

p r o o f

2002:194). Dalam kegiatan ini, setelah diberikan berbagai contoh siswa diharapkan mulai menulis kalimat-kalimat dengan bahasa mereka sendiri dan guru harus membantu siswa yang mengalami kesulitan dengan melakukan conference terhadap siswa dengan bertanya mengenai apa yang sedang mereka tulis.

Revising merupakan tahap perbaikan. Revisi bukan penyempurnaan tulisan Revisi adalah mempertemukan kebutuhan pembaca dengan menambah, mengganti, menghilangkan, dan menyusun kembali bahan tulisan. Yang dilakukan siswa pada tahap revising adalah (a) berbagi tulisan dengan teman-teman, (b) berpartisipasi konstruktif dalam diskusi tentang tulisan teman-teman sekelompok atau sekelas, (c) mengubah tulisan dengan memperhatikan reaksi dan komentar baik dari guru maupun siswa lainnya, dan (d) membuat perubahan yang substantif pada draft pertama dan draft berikutnya, sehingga menghasilkan draft akhir.

Editing adalah memperhatikan dan memperbaiki semua kesalahan yang berkaitan dengan aturan-aturan menulis seperti spelling, punctuation, grammar, dan penggunaannya untuk memastikan semua transisi berjalan mulus, penggunaan kata kerjanya tepat, dan kalimat-kalimatnya lengkap (Porter dan Hemacki, 2002:198). Siswa dan guru melakukan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan siswa. Biasanya, hasil kerja siswa dalam bentuk tulisan harus diperbaki dan disempurnakan. Siswa harus membaca ulang dengan teliti untuk menilai apakah tulisan mereka sudah betul dari segi isi dan bahasanya.

Publishing adalah proses menulis untuk mengkomunikasikan atau menyampaikan hasil tulisannya kepada audience, biasanya dengan teman sekelas. Peha (2002) mengatakan bahwa publishing is preparing a piece of writing so that it can be read, understood, and enjoyed by the public. Artinya publikasi, yaitu menyiapkan suatu tulisan atau karangan sehingga dapat dibaca, dipahami dan dinikmati oleh kalayak umum. Akan tapi secara praktis adalah orang-orang yang ada di dalam kelas, guru, dan siapa saja kepadanya tulisan itu akan ditunjukkan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah: (a) membacakan hasil karya yang telah ditulis untuk didengar oleh guru dan siswa lain sehingga mereka dapat memahami, (b) menuliskan di papan tulis sehingga siswa lain dapat membacanya dan, (c) memajangkan di papan pajangan atau menempel di dinding agar dibaca orang lain untuk mendapatkan tanggapan.

Penelitian tentang writing process telah dilakukan oleh banyak kalangan. Trang (2008:184–197) meneliti tentang writing process terhadap para siswa di Vietnam yang sedang belajar di Australia. Ia menyatakan bahwa writing process dapat membantu para siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas menulis. Sebelumnya mereka merasa kesulitan menyelesaikan tugas menulis. Hasil penelitiannya sangat bermanfaat bagi guru-guru terutama yang mengajar keterampilan menulis.

Chow (2007) dalam tesisnya menyatakan bahwa pengajaran menulis dengan pendekatan produk telah gagal dalam memberikan kontribusi tentang proses menulis yang merupakan aspek yang sangat penting untuk mengembangkan kemampuan menulis.

(14)

Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Report ... (Rusmi)

p r o o f

Namun, penelitian yang dilakukan dengan pendekatan proses terhadap pengajaran menulis pada sekolah menengah di Malaysia menunjukkan bahwa pendekatan proses mendorong siswa lebih peka terhadap strategi penulisan konseptual dan meningkatkan kemampuan mereka menggunakan strategi penulisan untuk mengarang.

Penelitian tindakan yang dilakukan Cavkaytar dan Yasar (2008) terhadap siswa kelas 5 sekolah dasar di salah satu kota besar di Turki menunjukkan bahwa penggunaan writing process dalam pembelajaran keterampilan menulis dapat meningkatkan perkembangan kemampuan menulis siswa dengan hasil yang sangat positif. Dari data juga diperoleh hasil bahwa penggunaan model writing process sangat efektif untuk mengembangkan kemampuan menulis siswa dalam teks narasi dan ekspositori.

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Awal

Sebelum dilaksanakan penelitian, keterampilan menulis tidak pernah diajarkan melalui proses yang jelas. Guru hanya memberikan latihan-latihan dengan menyuruh siswa mengerjakan soal-soal latihan yang ada pada buku pegangan siswa. Tanpa adanya metode atau teknik tertentu yang digunakan, tentu saja pencapaian kemampuan siswa dalam menulis tidak akan maksimal.

Siswa mengalami kesulitan dalam menulis teks report karena siswa harus menguasai aspek-aspek menulis, seperti ejaan, tanda baca, kosakata, tata bahasa, dan pengorganisasian gagasan. Kondisi ini ditunjukkkan oleh rendahnya nilai

keterampilan menulis pada aspek tersebut, yaitu 71,96 yang masih jauh di bawah kriteria ketuntasan minim al (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 78.

Tabel 1

Rata-Rata Nilai Tiap Aspek pada Kondisi Awal

No. Aspek yang Dinilai

Rata-Rata Nilai Tiap

Aspek 1 Spelling and punctuation 81,43 2 Vocabulary 67,86

3 Grammar 74,29

4 Organization 64,29

Rata-Rata 71,96

Data Tabel 1 menunjukkan bahwa tiga aspek memeroleh rata-rata nilai rendah, yaitu vocabulary 67,86, grammar 74,29, dan organization 64,29 dengan rata-rata 71,96 padahal nilai yang diharapkan minimal 78,00. Selain itu, proses pembelajaran menulis teks menunjukkan hasil yang masih belum memuaskan dan perlu mendapatkan perhatian dari guru. Salah satu cara agar pelaksanaan pembelajaran lebih mudah dipahami dan dilakukan siswa, diperlukan suatu proses pembelajaran menulis agar alur berpikirnya lebih sistematis dengan penerapan writing process.

Deskripsi Siklus I

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan tahapan: pre-writing, drafting, revising, editing dan publishing. Pada tahap pre-writing, dilakukan bertanya jawab (brainstorming) untuk menggali informasi tentang gambar-gambar yang ditunjukkan guru, menulis beberapa kosakata (listing) terkait materi yang

(15)

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 1—12

p r o o f

diajarkan dan mengelompokkan kosakata tersebut (clustering) sesuai dengan jenis kata, yaitu kata kerja, kata benda, kata sifat, dan lain-lain.

Pada tahap drafting, siswa melakukan kegiatan menulis. Secara berpasangan siswa membuat frase kata benda (noun phrase) dan kalimat dengan bimbingan guru dan secara berkelompok siswa membuat paragraf yang berisi general classifi cation dan description. Siswa melakukan conference dengan guru tentang ide- ide yang dituangkan di dalam paragraf. Kegiatan akhir dari tahapan drafting adalah menulis teks, yaitu menulis teks report secara individu.

Pada tahap revising, kegiatan diawali dengan penayangan sebuah teks report tentang bencana alam oleh guru. Siswa diajak mencermati ide-ide yang ada di dalam teks report tersebut. Kemudian, siswa diminta menukar hasil karyanya masing–masing. Siswa mencermati konstruksi teks dan ide–ide yang dituangkan dalam teks hasil karyanya untuk melakukan perbaikan. Setelah selesai, hasil karya siswa dikembalikan kepada pemiliknyasehingga siswa yang memilikinya dapat melihat beberapa hal yang mungkin perlu dikoreksi sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk melatih siswa agar terbiasa dalam menulis dan tidak menganggap sekali menulis langsung selesai.

Pada tahap editing, difokuskan pada penggunaan ejaan dan tanda baca, kosakata yang baru, tata bahasa khususnya penggunaan simple present tense, dan pengorganisasian penyusunan hubungan antarkalimat dan antarparagraf agar menjadi padu. Kemudian, tahap publishing bertujuan untuk mengomunikasikan hasil karya siswa dengan memajangkan hasil

karyanya masing-masing. Para siswa berkeliling di dalam kelas untuk melihat pajangan temannya untuk perbandingan.

Pengamatan difokuskan terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dengan hasil sebagai berikut:

a. Proses pembelajaran

Pembelajaran secara umum berjalan baik dan lancar. Namun demikian, masih terjadi beberapa hambatan yang dialami siswa, yaitu pada tahapan drafting. Untuk memulai menulis siswa tampak bingung untuk mengawali, seperti tidak mengetahui apa yang harus ditulis. Hasil pengamatan proses pembelajaran melalui writing process disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Siklus I No. Tahapan Rata-Rata Skor

1 Pre-writing 2,33 2 Drafting 1,33 3 Revising 1,50 4 Editing 2,25 5 Publishing 2,00 Rata-Rata 1,88 Kategori Baik

Data Tabel 2 menunjukkan bahwa proses pembelajaran menulis teks report di kelas IX-G pada SMP Negeri 1 Pati melalui writing process mengalami peningkatan dengan pencapaian rata-rata 1,88 dengan kategori Baik. Namun demikian, meskipun telah mengalami peningkatan, proses pembelajaran masih belum optimal karena adanya aspek yang masih rendah yaitu drafting.

(16)

Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Report ... (Rusmi)

p r o o f

b. Hasil belajar siswa

Dalam penelitian ini diterapkan ketuntasan belajar secara individual dengan kriteria minimal dan rata–rata nilai kelas minimal 78. Data hasil belajar yang diperoleh dari nilai siswa pada pembelajaran siklus I tampak pada Tabel 3.

Tabel 3

Rata-Rata Nilai Tiap Aspek pada Siklus I No. Aspek yang Dinilai Rata-Rata 1 Spelling and punctuation 83,57 2 Vocabulary 71,43

3 Grammar 78,57

4 Organization 78,57

Rata-Rata 75,71

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata nilai vocabulary, yaitu 71,43, masih di bawah rata-rata nilai yang diharapkan, disusul grammar dan organization masing-masing 78,57sehingga perlu dilakukan perbaikan pembelajaran dalam hal kosakata atau vocabulary. Pada aspek spelling dan pronunciation, para siswa tampaknya tidak merasa kesulitan meskipun terdapat beberapa siswa yang masih perlu mendapatkan perbaikan. Aspek ini memeroleh nilai 83,57 yang menunjukkan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan yang terlalu serius terkait ejaan dan tanda baca.

Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian direfl eksikan bahwa (1) siswa masih mengalami kesulitan pada tahapan drafting. Oleh karena itu, perlu perbaikan dengan melakukan pembimbingan secara optimal pada siklus selanjutnya terhadap siswa yang kurang mampu dalam penguasaan vocabulary, (2) hasil penilaian menunjukkan bahwa aspek vocabulary

menempati nilai terendah, yaitu 71,43. Hal inilah yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam tahapan drafting atau menulissehingga perlu adanya perbaikan dalam tahapan pre-writing sebelum siswa melanjutkan pada tahap drafting.

Deskripsi Siklus II

Pembelajaran siklus II dilaksanakan melalui tahapan writing process, seperti siklus sebelumnya dengan materi berbeda tentang plant (tumbuhan). Namun, pada tahap publishing ini berbeda, yaitu dua atau tiga siswa diminta membacakan hasil karyanya di depan kelas, kemudian guru membahasnya bersama siswa secara klasikal. Adapun hasil pengamatannya adalah sebagai berikut:

a. Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran siklus II menunjukkan bahwa pembelajaran secara umum berjalan lancar dan sudah terdapat perbaikan dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus I. Hasil pengamatan proses pembelajaran pada siklus II disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Siklus II No. Tahapan Rata-Rata Skor Tiap Aspek

1 Pre-writing 2,67 2 Drafting 2,33 3 Revising 2,25 4 Editing 3,25 5 Publishing 3,00 Rata-Rata 2,70 Kategori B (Baik)

(17)

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 1—12

p r o o f

Data Tabel 4 menunjukkan bahwa tahapan revising dan drafting masih menjadi kendala bagi siswa. Kesulitan siswa pada tahapan revising adalah dalam hal memunculkan ide-ide tambahan terhadap tulisan yang sudah ada, sedangkan kesulitan dalam tahapan drafting adalah mengawali untuk menulis karena penguasaan kosakata atau vocabulary siswa masih perlu ditingkatkan.

b. Hasil belajar siswa

Data hasil belajar diperoleh dari nilai siswa pada pembelajaran siklus II. Berdasarkan penilaian hasil karya siswa dan hasil tampak pada Tabel 5.

Tabel 5

Rata-Rata Nilai Tiap Aspek pada Siklus II No. Aspek yang Dinilai Rata-Rata

Nilai 1 Spelling and punctuation 86,43 2 Vocabulary 75,71

3 Grammar 87,14

4 Organization 75,00

Rata-Rata 81,07

Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata nilai pada siklus II masih ada yang rendah, yaitu organization 75,00 dan vocabulary 75,71. Pembelajaran pada siklus II direfl eksikan bahwa (1) siswa masih mengalami kesulitan pada tahap drafting dan revising. Kegiatan pada tahapan ini adalah menulis dan merevisi. Setelah siswa menghasilkan tulisan berupa teks report, mereka diminta untuk melakukan revisi. Kesulitan terjadi ketika mereka diminta untuk memberikan masukan terhadap tulisan siswa lainnya, dan (2) hasil penilaian

terhadap tulisan siswa menunjukkan bahwa aspek organization menempati posisi terendah, yaitu 75,00. Meskipun terdapat nilai-rata-rata pada aspek tertentu yang masih rendah, nilai rata-rata keseluruhan telah mencapai nilai minimal 78.

Berdasarkan data, nilai kondisi awal siswa masih sangat rendah dengan rata-rata 71,96. Dari nilai rata-rata 71,96 ini, siswa yang telah mencapai (KKM) hanya 13 siswa (46,43%), artinya siswa yang memperoleh nilai >78 baru 46,43%. Untuk mencapai ketuntasan belajar klasikal diharapkan 85% siswa telah mencapai KKM. Ketidaktuntasan ini diduga terjadi karena siswa masih belum terlatih dan bahkan tidak pernah belajar menulis dengan tahapan seperti writing process.

Tabel 6

Peningkatan Proses Pembelajaran Writing Process

No. Tahapan

Skor Nilai Per-olehan Pe ning-katan Siklus I Siklus II 1 Pre-writ-ing 2,33 2,67 0,34 2 Drafting 1,33 2,33 1,00 3 Revising 1,50 2,25 0,75 4 Editing 2,25 3,25 1,00 5 Publish-ing 2,00 3,00 1,00 Rata-Rata 1,88 2,70 0,82

Kategori (Cukup)C (Baik)B

Namun, setelah dilakukan tindakan, hasilnya menunjukkan bahwa proses pembelajaran melalui writing process berjalan efektif dalam meningkatkan

(18)

Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Report ... (Rusmi)

p r o o f

kemampuan menulis teks report. Berdasarkan data hasil pengamatan proses pembelajaran, diperoleh peningkatan seperti tersaji pada Tabel 6.

Data tabel tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran menulis teks report melalui writing process menunjukkan peningkatan rata-rata skor dari 1,88 pada siklus I menjadi 2,70 pada siklus II atau dengan kata lain meningkat 0,82 atau 20,5%.

Proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menulis yang semula sulit meningkat ternyata sudah mengalami perubahan yang sangat menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari indikator meningkatnya nilai rata-rata yang semula 71,96 menjadi 75,71 pada siklus I, seperti disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7

Perbandingan Nilai Rata-Rata Kondisi Awal, Siklus I dan Nilai Perolehan No. Uraian Nilai Rata-Rata Nilai

Per-olehan Kondisi Awal Siklus I 1 Spelling and punctuation 81,43 83,57 2,14 2 Vocabulary 67,86 71,43 3,57 3 Grammar 74,29 78,57 4,28 4 Organization 64,29 78,57 14,28 Rata-Rata 71,96 75,71 3,75 Meskipun terjadi peningkatan rata-rata nilai dari 71,96 menjadi 75,71, tetapi masih terdapat 10 siswa (35,71%) yang belum mencapai ketuntasan dan yang sudah mencapai ketuntasan baru 18 siswa (64,29%). Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan ketuntasan dari kondisi awal 46,43% menjadi 64,29% pada siklus I dan sebaliknya terjadi penurunan jumlah siswa yang tidak

tuntas dari 53,57% menjadi 35,71%. Di samping itu, tercapainya nilai perolehan yaitu 3,75.

Melihat hasil belajar pada siklus I yang cukup meningkat, pada siklus II perlu adanya peningkatan, baik pada proses pembelajaran maupun pada hasil belajarnya. Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada siklus I telah teratasi pada siklus II sehingga kemampuan menulis teks report siswa semakin meningkat sebagaimana disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8

Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II dan Nilai Perolehan No. Uraian Nilai Rata-Rata Nilai

Per-olehan Siklus I Siklus II 1 Spelling and punctuation 83,57 86,34 1,03 2 Vocabulary 71,43 75,71 1,06 3 Grammar 78,57 87,14 1,11 4 Organization 78,57 75,00 0,95 Rata-Rata 75,71 81,07 1,04

Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada siklus II mencapai 81,07 dengan nilai perolehan 1,04. Dengan diperolehnya peningkatan nilai juga diikuti meningkatnya jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar, yaitu terdapat 24 (85,71%) siswa yang telah tuntas dan 4 (14,29%) siswa yang belum tuntas. Jumlah ini meningkat enam siswa dari delapan belas siswa menjadi 24 siswa yang mengalami ketuntasan belajar.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, baik dari segi proses pembelajaran maupun dari hasil belajar siswa dapat

(19)

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 1—12

p r o o f

disimpulkan bahwa: (1) pelaksanaan writing process untuk meningkatkan kemampuan menulis teks report pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat berjalan efektif dengan kategori B (baik) dalam meningkatkan kemampuan menulis siswa, dan (2) kemampuan menulis teks report pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 1 Pati semester II tahun pelajaran 2012/2013 dapat ditingkatkan melalui writing process.

Berdasarkan simpulan tersebut, disarankan bahwa (1) dengan diperolehnya karya siswa berupa tulisan, sekolah hendaknya menyediakan tempat pajangan sebagai ajang kreativitas siswa untuk mengkomunikasikan hasil karyanya dan untuk memotivasi siswa agar selalu berkarya, dan (2) untuk meningkatkan kemampuan menulis hendaknya guru mengenalkan kepada siswa tentang proses menulis yang baik dan benar.

Daftar Pustaka

Boardman, Cynthia A. dan Frydenberg, Jia. 2002. Writing To Communicate: Paragraphs and Essays, Second Edition. New York: Pearson Education. Inc.

Cavkaytar, Serap dan Yasar, Sefi k. 2008. Using Writing Process in Teaching Composition Skills: An Action Reseach. Journal: International Conference “ICT for Language learning” 3rd edition. Department of primary Education, Colledge od education, Anadolu University, Turkey.

Chow VF., Thomas. 2007. “The Effect of Process-Genre Approach to Writing Instruction on The

Expository Essays of ESL Students in Malaysian Secondary School”. Thesis for Doctor of philosophy De Porter, Bobbi dan Hemacki, Mike.

2002. (Penerjemah Alwiyah Abdurrahman) Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa Graham, S., & Perin, D. (2007). Writing

Next: Effective Strategies to Improve Writing of Adolescents in Middle and High Schools – A report to Carnegie Corporation of New York. Washington, DC: Alliance for Excellent Education.

Harmer, Jeremy. 2001. The Practice of English Language Teaching. Edinburgh: Pearson Education Limited

Peha, Steve. 2002. The Writing Process Notebook. Dari: http://www.ttms. org tgl. 1 Juli 2007.

Suyanto, Kasihani K.E. 2007. English For Young Leaners: Melejitkan Potensi Anak Melalui English Class yang Fun, Asyik, dan Menarik. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Tabroni, R. 2007. Melejitkan Potensi

Mengasah Kreativitas Menulis Artikel (Cetakan pertama). Bandung: Nuansa

Tarigan, HG. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Trang, Luong Quynh. 2008. Students writing process, perception, problems, and strategies in writing academic essays in a secong language: A case study. VNU Journal of Science, Foreign Languages 24 (2008).

h t t p : / / l a r u n g d j e n a r . b l o g s p o t . com/2009/09/

(20)

KOMPARATIF KEIGO BAHASA JEPANG

DENGAN KRAMA BAHASA JAWA DALAM MEDIA SOSIAL (The Comparative of Keigo in Japanese And of Krama in Javanese)

oleh/by

Anastasia Dewi Wulandari Fakultas Ilmu Budaya

Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363

Telepon: (022) 7796482 Faksimile: (022) 7796482 Pos-el: deui.wulandari@gmail.com Diterima: 7 November 2015, Disetujui: 11 Januari 2016

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul Komparatif Keigo Bahasa Jepang dengan Krama Bahasa Jawa

dalam media sosial ini merupakan sebuah kajian sintaksis dan semantik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keigo bahasa Jepang dengan krama bahasa Jawa. Berdasarkan hasil analisis,

penulis menyimpulkan bahwa sonkeigo dengan krama inggil merupakan ragam bahasa yang

digunakan untuk meninggikan orang lain, kenjougo dengan krama-andhap merupakan ragam

bahasa yang digunakan untuk menghormati orang lain dengan merendahkan diri sendiri, dan

teineigo dengan krama lugu merupakan ragam bahasa yang digunakan tanpa meninggikan

atau merendahkan orang lain. Perbedaannya adalah bahwa di Jepang terdapat dua konsep yang dikenal dengan uchi dan soto. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Jepang memerhatikan

kepada siapa penutur itu berbicara.

Kata kunci: komparatif, keigo, dan krama

ABSTRACT

The paper entitled the Comparative of Keigo in Japanese and of Krama in Javanese in Social Media is a study of both syntactics and semantics. The descriptive comparative method is used in this study. The purpose of this study is to analyze keigo in Japanese language compared with krama in Javanese language. According to the result, the writer conclude that sonkeigo with krama inggil is used for the same perspective to polite, kenjougo with krama andhap is used for the same perspective to honor people, and teineigo with krama lugu is used for the same perspective to humble polite. The difference is that in Japanese there are two concepts known as uchi and soto. This means that Japanese pay attention to whom a speaker is talking to.

Keywords: comparative, keigo, and krama

PENDAHULUAN

Tingkat tutur kesopanan seringkali dipakai dalam kehidupan sehari-hari,

terutama di dalam media sosial. Bahasa Jepang memiliki tingkat tutur dan struktur masyarakat dengan hubungan

(21)

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 13—21

p r o o f

vertikal yang disebut dengan jougekankei (  ). Jougekankei adalah salah satu faktor yang mengakibatkan adanya tingkat tutur kata dalam bahasa Jepang yang dikenal dengan istilah keigo ( ) yang mempunyai arti bahasa sopan atau bahasa halus.

Keigo atau tingkat tutur hormat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan cara pemakaiannya, yaitu sonkeigo ( ) merupakan ragam hormat yang dipakai untuk meninggikan orang lain, kenjougo ( ) merupakan ragam hormat untuk orang lain dengan cara merendahkan diri sendiri, dan teineigo ( ) merupakan bentuk hormat tanpa meninggikan orang lain dan merendahkan orang lain.

Tingkat tutur krama bahasa Jawa juga terbagi menjadi tiga jenis, yaitu krama inggil merupakan ragam hormat yang dipakai untuk orang lebih tua, krama andhap merupakan ragam hormat yang dipakai dengan cara merendahkan diri sendiri, krama lugu merupakan ragam hormat yang dipakai tanpa meninggikan atau merendahkan orang lain. Penelitian yang diberi judul “Komparatif Keigo Bahasa Jepang dengan Krama Bahasa Jawa” akan dikaji secara sintaksis dan semantik. Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Noni Rahmaniah dalam skripsi yang berjudul Analisis Kontrastif-Komparatif Sonkeigo Bahasa Jepang dengan Basa Krama Alus Bahasa Jawa. Dalam skripsi tersebut Noni memaparkan berbagai masalah yang timbul dalam penggunaan sonkeigo bahasa Jepang dengan basa krama alus bahasa Jawa dengan menggunakan metode tinjauan sosiolinguistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keigo Bahasa Jepang

Pembentukan Verba pada Sonkeigo

1. Pola Khusus

1.

Ame ga furi sou desu kara, kasa o motte irasshatta hou ga ii deshouka.

‘Karena kelihatannya hujan akan turun, tidakkah lebih baik kalau (Anda) pergi membawa payung.’

Penggunaan verba sebagai penanda leksikal pada kalimat di atas tidak menimbulkan perubahan struktur apapun dan tidak mengalami perubahan arti, tetapi mengalami peningkatan nilai rasa hormat.

2. Pola (o/go~ni naru)

2.

Ojisama kondo no oai ni nattara, kitto kare ga byouin de chiryou o ukeru.

‘Seandainya Anda bertemu dia, barangkali Anda dapat memengaruhi dia supaya mau dirawat di rumah sakit.’

Kata oai ni natta ( ) pada kalimat di atas untuk menunjukkan rasa hormat pada topik yang dibicarakan yang lebih tua dan dihormati.

(22)

Komparatif Keigo Bahasa Jepang ... ( Anastasia Dewi Wulandari)

p r o o f

Keigo

3. Pola o/go~desu ( )

3.

Shorui no kopi- wa mou osumi desu.

‘Fotokopi dokumen sudah selesai.’

Bentuk pola o/go~desu (

) pada verba sumu ( ), yang mana verba sumu, sumi ( ) dilekati dengan awalan o ( ) dan verba desu ( ) sehingga menjadi osumidesu (

).

4. Pola ~reru/ ~rareru ( )

4.

Shachou wa 3ji ni kochira e koraremasu.

‘Bapak direktur akan datang ke sini jam 3.’

Verba koraremasu berasal dari verba korareru ( ) ~ru ( ) dihilangkan dan ditambahkan dengan akhiran masu ( ) sehingga menjadi koraremasu.

5. Pola o/go~nasaru ( )

5.

Kachou ga ashita kuji ni kochira o gohoumon nasaru sou desu.

‘Ketua perkumpulan katanya akan melakukan kunjungan ke sini besok pukul 9.’

Verba houmon ( ) dilekati awalan go ( ) dengan verba bantu nasaru ( ) sehingga menjadi gohoumonnasaru ( ).

6. Pola o/go~kudasaru/kudasai ( )

6.

Mamoku supi-ka- kara, kokusaisen no joukyaku wa kinai ohairi kudasai to shirase ga atta.

‘Sebentar kemudian pengeras suara menyerukan pengumuman agar penumpang penerbangan internasional naik ke pesawat.’

Ohairi kudasai berasal dari verba hairu ( ) yang diperhalus. Bentuk ini termasuk ke dalam sonkeigo dengan pola o+renyoukei+kudasai.

Pembentukan Verba pada Teineigo

7. :

Gakusei : Sensei, kyou no shinbun o yomimashitaka.

Murid : ‘Guru, apakah sudah membaca koran hari ini?’

:

Sensei : Iie, kesa wa chotto isogashikute. Nani ka arimashitaka.

Guru :’Belum, tadi pagi saya sibuk. Ada apakah?’

Dari percakapan tersebut, murid menggunakan yomimashita (

) yang memiliki arti ‘membaca’ dan guru menggunakan arimashita

(23)

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 13—21

p r o o f

karena dalam pemakaian teineigo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikan atau menurunkan derajat orang atau topik yang sedang dibicarakan.

Pembentukan Verba pada Kenjougo

1. Pola Khusus 8. : Furonto : M o u s h i w a k e gozaimasen. Sugu gijutsu no mono o yonde mairimasu.

Pegawai hotel : ‘Maaf, segera kami panggil ahlinya untuk datang.’

:

Okyakusama : Hai. Onegaishimasu.

Tamu : ‘Ya, tolong.’

Kata mairimasu ( ) yang menunjukkan percakapan seorang pegawai hotel dengan tamu. Dalam percakapan tersebut pegawai hotel menggunakan kata mairimasu (

) yang merupakan bentuk halus dari verba kimasu ( ) sebagai bentuk penghormatan kepada lawan bicara yaitu tamu.

2. Pola o/go~ suru/masu (

) atau Pola o/go~itasu ( )

9.

Nimotsu wa watashi ga otodoke itashimasu.

‘Barang bawaan biar saya yang antarkan.’

Bentuk pola o/go~itasu (

) pada verba todokeru ( ), dengan verba todokeru dalam bentuk renyoukei. Todoke ( ) dilekati dengan awalan o ( ) dan verba itasu sehingga menjadi otodoke itasu (

).

3. Pola o/go~moushiageru ( )

10.

Kyou wa daibu otsukare no you ni desu kara, ukagai no wa goenryo moushiageta hou ga iin janai ka to omoimasu.

‘Hari ini karena tampaknya cukup melelahkan, bukankah kunjungannya sebaiknya ditiadakan?’

Bentuk pola o/go~moushiageru pada verba enryo suru ( ), dengan verba enryo suru, enryo dilekati dengan awalan go ( ) dan verba moushiageru sehingga menjadi goenryomoushiageru

( ).

4. Pola o/go~itadaku ( )

11. :

Okyakusama : Ka-do de

onegaishimasu.

Tamu : ‘Dengan kartu kredit.’ : Furonto : Kashikomarimashita. Shoshou omachi itadakemasu.

(24)

Komparatif Keigo Bahasa Jepang ... ( Anastasia Dewi Wulandari)

p r o o f

Pegawai hotel : Baiklah, silakan tunggu sebentar.

Percakapan pada contoh 4 terjadi antara pegawai hotel sebagai penutur dan tamu sebagai petutur atau lawan bicara. Karena hubungannya tidak akrab maka penutur menggunakan kata matsu ( ) yang telah diubah ke dalam bentuk o+machi+itadaku sesuai dengan aturan untuk menghormati lawan tutur.

5. Pola o/go~negau ( )

12.

Myochou gozen nana ji kara juu ji made, denki kouji no tame teiden shima sukara, gochuuinegaishimasu.

‘Karena akan nada pemadaman listrik untuk pembangunan listrik besok pagi dari jam 7 sampai jam 10 pagi, saya mohon perhatiannya.’

Ragam sonkeigo menggunakan

pola . Verba chui

telah diubah ke dalam bentuk gochui negaishimasu sesuai dengan aturan

yang memiliki arti ‘mohon perhatian’.

6. Pola o/go~nasai ( )

13.

Kare no hanashi o yoku okakinasai!

‘Dengarkan ceritanya baik-baik!’

Kata okikinasai digunakan untuk menggantikan kiite kudasai yang terasa kurang akrab jika digunakan, kata

okikinasai yang digunakan menunjukan tingkat keakraban dan sikap menghargai untuk merendahkan diri dari orang yang setara kedudukannya dan sebagai kata suruh yang lebih sopan.

Krama Bahasa Jawa Kramainggil

Perubahan Verba pada Kramainggil

14. Eyang kakung Suryadi mundhut menda.

‘Kakek Suryadi membeli kambing.

Verba mundhut dan kata eyang kakung termasuk kosakata krama inggil.

Krama Lugu

Perubahan Verba pada Krama Lugu

15. Gumilar boten tumbas menda.

‘Gumilar tidak membeli kambing.’

Kata boten dan kata menda termasuk kosakata krama lugu. Terdapat kosakata krama lugu karena terdapat kata menda yang berarti ‘kambing’

Kramaandhap

Perubahan Verba pada Kramaandhap

16. Kula badhe nderekekaken eyang putri teng Sala.

‘Saya mau mengantar nenek ke Solo.’

Verba nderekeaken merupakan kosakata krama andhap yang berarti ‘mengantar’. Verba nderekeaken berasal dari verba ngoko, yaitu ngeterke.

(25)

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 13—21

p r o o f

Persamaan Verba Sonkeigo dengan Verba Kramainggil

Tabel 1 dan 2 memuat persamaan Verba Sonkeigo dengan Verba Kramainggil.

Persamaan Kenjougo dengan Kramaandhap

Persamaan Kenjougo dengan Kramaandhap dapat disimak melalui Tabel 3.

Perbedaan Keigo Bahasa Jepang dengan Krama Bahasa Jawa

Terdapat beberapa perbedaan antara tingkat tutur bahasa Jepang dengan

tingkat tutur bahasa Jawa. Pertama, tingkat tutur bahasa Jepang mengenal adanya sistem uchi dan soto. Yang dimaksud dengan uchi soto adalah sebagai berikut.Uchi adalah kelompok di dalam lingkungan sendiri, seperti keluarga atau kantor sendiri sebagai tempat bekerja, sedangkan soto adalah lingkungan di luar lingkungan uchi. Pada saat orang pertama berbicara tentang uchi no hito ‘orang-orang di lingkungannya sendiri’ kepada soto no hito ‘orang-orang di luar uchi no hito’maka ia harus memperlakukan uchi no hito sama seperti dirinya sendiri. Oleh karena itu, meskipun kedudukan uchi no hito lebih tinggi, orang pertama tidak Tabel 1

No. Leksikon Sonkeigo Leksikon Kramainggil Arti

1. 2. 3. 4. 5. Irassharu Irassharu Ossharu Goran ni naru Meshiagaru Tindak Rawuh Ngendika Mriksani Ngunjuk Pergi Datang Berkata Melihat Minum Tabel 2

No. Sonkeigo Arti No. Krama inggil Arti

1. 2. 3. Irassharu Oide ni naru Meshiagaru 1. pergi 2. datang 3. berada 1. pergi 2. datang 3. berada 1. makan 2. minum 1. 2. 3. Mundhut Ngasta Tindak 1. beli 2. ambil 3. minta 4. memiliki 1. membawa 2. bekerja 3. memegang 4. mengerjakan 1. berjalan 2. pergi

(26)

Komparatif Keigo Bahasa Jepang ... ( Anastasia Dewi Wulandari)

p r o o f

menggunakan bentuk hormat sonkeigo melainkan bentuk kenjougo. Sementara itu, dalam tuturan bahasa Jawa tidak seperti itu. Jika seseorang bekerja di suatu perusahaan dalam lingkungan Jawa, is akan tetap menghormati dan menjunjung tinggi atasannya apalagi setingkat direktur.

Kedua, tingkat tutur bahasa Jepang merupakan variasi bentuk hormat dan sopan. Bahasa yang menunjukan keakraban tidak termasuk dalam keigo. Sedangkan pada tingkat tutur bahasa Jawa, bahasa yang menunjukkan keakraban termasuk di dalam kaidah tingkat tutur bahasa Jawa.

Ketiga, leksikon pembentuk tingkat tutur bahasa Jepang lebih banyak yang beraturannya daripada yang tidak.. Leksikon pembentuk tingkat tutur bahasa Jawa lebih banyak yang tidak beraturannya daripada yang beraturan.

SIMPULAN

Dari hasil pembahasan diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Penggunaan keigo bahasa Jepang

dengan krama bahasa Jawa

a. Keigo bahasa Jepang

Bahasa hormat dalam bahasa Jepang dikenal dengan keigo. Keigo dibagi menjadi tiga

jenis yakni sonkeigo yang

merupakan bahasa hormat yang digunakan untuk orang lain, teineigo yang

merupakan bahasa hormat tanpa meninggikan orang lain dan merendahkan orang lain, serta kenjougo yang

merupakan bahasa hormat untuk orang lain dengan cara merendahkan diri sendiri. Secara umum, sonkeigo

ditandai dengan pola o/go~ni naru, jodoushi ~reru/~rareru,

dan beberapa bentuk perubahan khusus pada verba.

Teineigo ini biasanya ditandai

dengan akhiran bentuk masu

pada verba, bentuk desu

pada nomina dan adjektiva.

Kenjougo ini ditandai dengan

penggunaan pola o/go~suru/ itasu dan verba-verba yang

mengalami perubahan secara khusus.

Tabel 3

No. Leksikon Kenjougo Leksikon Kramaandhap Arti

1. 2. 3. 4. 5. Onegai shimasu Sashi agemasu Moushimasu, moushi agemasu Nyuwun Nyaosi Matur Nyuwun priksa Minta Memberi Berkata Bertanya Berkunjung, menghadap Keigo

(27)

Jalabahasa, Vol. 12, No. 1, Mei 2016, hlm. 13—21

p r o o f

b. Krama bahasa Jawa

Bahasa hormat dalam bahasa Jawa dikenal dengan krama. Krama dibagi menjadi krama lugu dan krama halus,

pembagian krama halus itu

sendiri masih terbagi lagi yaitu

kramainggil dan kramaandhap.

2. Perbandingan keigo bahasa Jepang

dengan krama bahasa Jawa

a. Persamaan keigo bahasa

Jepang dengan krama bahasa

Jawa (Lihat Tabel 4, 5, dan 6). b. Perbedaan keigo bahasa Jepang

dengan krama bahasa Jawa

Pertama, keigo bahasa

Jepang mengenal adanya sistem uchi dan soto,

sedangkan krama bahasa

Jawa tidak ada.

Tabel 4

Kelas Kata Sonkeigo Kramainggil Arti

Verba Verba Verba Verba Nomina Irassharu Irassharu Ossharu Meshiagaru Otaku Tindak Rawuh Ngendika Ngunjuk Dalem Pergi Datang Berkata Minum Rumah Tabel 5

Kelas Kata Teineigo Krama Lugu Arti

Verba Verba Verba Pronomina Nomina Ikimasu Kimasu Imasu Watashi Otaku desu Kesah Dhateng Wonten Kula Griya Pergi Datang Ada Saya Rumah Tabel 6

Kelas Kata Kenjougo Kramaandhap Arti

Verba Verba Verba Verba Verba Onegaishimasu Okariitasu Moushiagemasu Ukagaimasu Ukagaimasu Nyuwun Ampil Matur Nyuwun priksa Sowan Minta Pinjam Berkata Bertanya Berkunjung

(28)

Komparatif Keigo Bahasa Jepang ... ( Anastasia Dewi Wulandari)

p r o o f

Kedua, tingkat tutur bahasa Jepang merupakan variasi bentuk hormat dan sopan. Bahasa yang menunjukkan keakraban tidak termasuk ke dalam keigo. Pada

ingkat tutur bahasa Jawa, bahasa yang menunjukan keakraban atau yang sering dikenal dengan ngoko

termasuk ke dalam kaidah tingkat tutur bahasa Jawa. Ketiga, leksikon pembentuk tingkat tutur bahasa Jepang lebih banyak yang bearturan daripada yang tidak, sedangkan tingkat tutur bahasa Jawa sebaliknya.

Daftar Pustaka

Kikuchi, Yasuto. 1994. Keigo. Tokyo: Kadogawa Shoten.

Poedjosudarma Soepomo. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rahmaniah, Noni. 2003. “Analisis Kontrastif Sonkeigo Bahasa Jepang dengan Basa Krama Alus Bahasa Jawa”. Skrispsi. Bandung: Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran. Wedhawati, dkk. 2006. Tata Bahasa

Jawa Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius.

(29)
(30)

PENERJEMAHAN NAMA TOKOH KARYA SASTRA ANAK KE DALAM BAHASA INDONESIA

(The Translation of Character’s Name in Children’s Literature into Indonesian)

oleh/by:

Singgih Daru Kuncara

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman Jalan Flores No.1 Samarinda 75112

Telp (0541) 734582 Pos-el: blackaholicism@yahoo.com Diterima: 7 Juni 2015, Disetujui: 13 Januari 2016

ABSTRAK

Makalah ini mendiskusikan penerjemahan nama dalam karya sastra anak. Keunikan penerjemahan untuk anak-anak adalah penerjemah fokus pada pembaca sasaran. Objek penelitian pada tulisan ini adalah nama karakter dalam cerita Walt Disney. Teknik penerjemahan nama yang digunakan adalah peminjaman murni, peminjaman alamiah, harfi ah, dan adaptasi. Penerapan teknik adaptasi sebaiknya diminimalkan karena cenderung melanggar keinginan penulis karya sastra untuk memberikan nama yang bermakna pada karakter tertentu. Selain itu, pengurangan teknik adaptasi dapat membantu anak-anak agar memahami budaya lain.

Kata kunci: nama, penerjemahan, anak-anak, budaya

ABSTRACT

This paper discusses translation of personal name in children’s literature. The uniqueness of translating for children is that the translator is concerned with the target readers. The object of this paper is character’s name in Walt Disney stories. Techniques in translating names are pure borrowing, naturalized borrowing, literal translation, and adaptation. Adaptation technique should be minimized because it tends to violate the author’s intention to give a meaningful name to a certain character name. Reducing adaptation technique also helps the children to respect and know about other cultures.

Keywords: name, translation, children, culture

PENDAHULUAN

Setahap ini kuantitas terjemahan buku-buku asing ke dalam Bahasa Indonesia terus meningkat. Hal itu membuka jalur informasi yang begitu lebar sehingga berdampak positif pada pertukaran informasi, pengetahuan, dan kebudayaan antarnegara. Karya-karya sastra baik karya klasik, karya populer ataupun karya sastra anak, menjadi

bahan penerjemahan yang populer, hal ini bisa dilihat dari maraknya karya sastra terjemahan yang ditawarkan di berbagai toko buku. Namun demikian, kualitas terjemahannya masih perlu mendapat perhatian khusus karena penerjemahan bukanlah proses yang mudah, terlebih karya sastra anak, yang pembaca sasarannya adalah anak-anak dengan segala keunikannya. Tentunya

Gambar

Tabel 2 Hasil Pengamatan  Proses Pembelajaran Siklus I
Tabel 3 menunjukkan bahwa rata- rata-rata nilai vocabulary, yaitu 71,43, masih  di bawah rata-rata nilai yang diharapkan,  disusul  grammar  dan organization  masing-masing 78,57sehingga perlu  dilakukan perbaikan pembelajaran  dalam hal kosakata atau voca
Tabel 5 menunjukkan bahwa rata- rata-rata nilai pada siklus II masih ada yang  rendah, yaitu organization  75,00 dan  vocabulary 75,71
Tabel 1 dan 2 memuat persamaan  Verba  Sonkeigo dengan Verba  Kramainggil.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suciati (2008) pada anak usia 4 – 6 tahun di TK Al-Husna Bekasi menyebutkan tidak ada hubungan antara

Dari beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan peserta didik dalam memahami makna dari suatu persoalan

Dengan nilai daya guna (usability) yang lebih banyak dan pemesanan tiket kereta yang lebih menggunakan KAI Access, maka dapat ditarik kesimpulan lain bahwa

• Ditemukan pada pergelangan kaki:  – Edema  – Kebiruan  – Deformitas DISLOKASI PERGELANGAN KAKI GAMBARAN KLINIS.. DISLOKASI

a) Mengupayakan renovasi dan atau pembangunan gedung baru untuk melengkapi sarana dan prasarana yang memadai seperti ruang perkuliahan, perpustakaan, laboratorium,

Pemenang wajib melunasi seluruh harga lelang dalam jangka waktu 2 (Dua) hari setelah lelang dilaksanakan Pada Hari Sabtu dan Senin 25 dan 27 MARET 2017 , apabila dalam jangka

Uji Kemampuan Bakteri dari Limbah Pengilangan Minyak Bumi dalam Proses Biodegradasi Senyawa Fenol dan Fenantren.. Bidang

Penambahan enzim bromelin dalam pakan buatan memberikan pengaruh yang nyata terhadap efisiensi pemanfaatan pakan, protein efisiensi rasio, dan laju pertumbuhan