• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

1

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

ARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN 2011-2013

Khairun Nikmah Hasibuan1, Rasmaliah2, Jemadi2

1

Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2

Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155

Abstract

Cervical cancer is one of malignant disease in women, especially in developing countries, including Indonesia. Hospital Information System data in 2007 there were 11.78% of cervical cancer patients who were admitted to hospital in Indonesian and more than 70% of patients present in an advanced stage.

The characteristics of a patient that suffer from sevic cancer that are treated on RSUD Arifin Achmad Hospital in Pekanbaru years 2011-2013, descriptive study design Case series. This research population is 110 and all of these are samples, the analysis of data with Chi-Square, Fisher's Exact and Mann Whitney.

The highest proportion of sociodemographic : age >35 years 90.9%, Malay 44.6%, Muslim 89.1%, 47.3% primary school education, Housewife 84.5% , marital status 95.5% and living outside Pekanbaru 69.1%. The main complaint of vaginal bleeding 57.3%, Multipara parity 51.8%, advanced clinical stage 85.5%, radiotherapy medical management 53.6%, not own cost 87.3%, long maintainability average 5.26 days and outpatient return 67.3 %.

There are differences in the proportion of medical management based on clinical stage (p = 0.000). There is no difference between the proportions of age (p = 0.146), parity (p = 0.620), education (p = 0.161), marital status (p = 0.552) , the main complaint (p = 0.501), the source charge (p = 0.688), average long treatment (p = 0.817) based on clinical staging. Difference in the proportion of unknown clinical stage based on the circumstances at any home, the source of the cost based on the circumstances when home.

Hospital and staff’s are advised to be more active in sharing any information based on cervical cancer, including early detection (Pap’s test/IVA) and moreover women should always be more cautions at any sign and symptoms also risk factors that can lead to cervical cancer.

Key Words : Cervical Cancer, Characteristics. Pendahuluan

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Data WHO pada tahun 2008 menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia, sebanyak 36 juta disebabkan oleh penyakit tidak menular. Diantaranya terdapat penyakit kanker 27%. Hingga saat ini kanker serviks masih merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di Negara berkembang.1

Berdasarkan laporan WHO (World

Health Organization) tahun 2010, jumlah

kematian akibat kanker pada tahun 2007 sebanyak 7,9 juta kematian. Angka kematian akibat kanker secara global diproyeksikan akan meningkat sebesar 45% dari kondisi tahun 2007 yaitu menjadi 11,5 juta kematian pada tahun 2030.2

Di seluruh dunia, kanker serviks memengaruhi setengah juta perempuan dan membunuh seperempat juta perempuan setiap tahunnya. Lebih dari 85% kasus kanker serviks dan kematian terjadi di negara berkembang. Hampir semua kasus terkait dengan infeksi persisten dengan Human

(2)

2

Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker serviks menempati urutan kedua pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (11,78%).4 Pada tahun 2004 jumlah pasien kanker yang berkunjung ke Rumah Sakit di Indonesia mencapai 6.511 dengan proporsi pasien kanker serviks yang rawat jalan adalah 16,47% dan rawat inap adalah 10,9%, selain itu lebih dari 70% kasus kanker serviks datang ke Rumah Sakit dalam keadaan stadium lanjut.5

Kanker serviks merupakan keganasan yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Setiap satu jam perempuan Indonesia meninggal dunia karena kanker dalam tiga dasa warsa terakhir. Tingginya angka kematian itu akibat terlambatnya penanganan, sekitar 70% datang dengan kondisi stadium lanjut.6

Hasil survei pendahuluan berdasarkan data rekam medik di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Propinsi Riau, jumlah penderita kanker serviks pada tahun 2011 terdapat 25 orang tahun 2012 sebanyak 44 orang dan tahun 2013 ada 41 orang yang menderita kanker serviks. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita kanker serviks yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013.

Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita kanker serviks yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013.

Tujuan Penelitian

Mengetahui karakteristik penderita kanker serviks yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013.

Tujuan khusus penelitian:

Mengetahui distribusi proporsi penderita kanker serviks rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan sosiodemografi yaitu : umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, tempat tinggal. Mengetahui distribusi

proporsi penderita kanker serviks berdasarkan keluhan utama. Mengetahui distribusi proporsi penderita kanker serviks berdasarkan paritas. Mengetahui distribusi proporsi penderita kanker serviks berdasarkan stadium klinik. Mengetahui distribusi proporsi penderita kanker serviks berdasarkan deteksi dini. Mengetahui distribusi proporsi penderita kanker serviks berdasarkan penatalaksanaan medis. Mengetahui distribusi proporsi penderita kanker serviks berdasarkan sumber biaya. Mengetahui lama rawatan rata-rata penderita kanker serviks yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013. Mengetahui distribusi proporsi penderita kanker serviks berdasarkan keadaan sewaktu pulang. Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan stadium klinik. Mengetahui distribusi proporsi paritas berdasarkan stadium klinik. Mengetahui distribusi proporsi pendidikan berdasarkan stadium klinik. Mengetahui distribusi proporsi status perkawinan berdasarkan stadium klinik. Mengetahui distribusi proporsi keluhan utama berdasarkan stadium klinik. Mengetahui distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan stadium klinik. Mengetahui distribusi proporsi sumber biaya berdasarkan stadium klinik. Mengetahui lama rawatan rata-rata penderita kanker serviks berdasarkan stadium klinik. Mengetahui distribusi proporsi stadium klinik berdasarkan keadaan sewaktu pulang. Mengetahui distribusi proporsi sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

Manfaat Penelitian

Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pihak RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dalam rangka meningkatkan fasilitas serta upaya pelayanan kesehatan bagi penderita kanker serviks. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai kanker serviks. Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang penyakit kanker serviks.

(3)

3 Hasil dan Pembahasan

Hasil proporsi penderita kanker serviks yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan sosiodemografi meliputi : umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan tempat tinggal dapat dilihat pada tabel 1 :

Tabel 1 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Serviks

Yang Dirawat Inap Berdasarkan

Sosiodemografi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 Sosiodemografi f % Umur (tahun) 20-35 >35 10 100 9,1 90,9 Suku Melayu Minang Batak Jawa Tionghoa 49 16 15 26 4 44,6 14,6 13,6 23,6 3,6 Agama Islam Katholik 98 1 89,1 0,9 Protestan Budha 10 1 9,1 0,9 Pendidikan SD 52 47,3 SMP 31 28,2 SMA 24 21,8 Akademi/Perguruan Tinggi 3 2,7 Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga Peg.Swasta/Wiraswasta PNS Pensiunan Petani 93 7 2 1 7 84,5 6,4 1,8 0,9 6,4 Status Perkawianan Kawin Janda 105 5 95,5 4,5 Daerah Asal

Dalam Kota Pekanbaru Luar Kota Pekanbaru

34 76

30,9 69,1 Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah penderita kanker serviks yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan kelompok umur adalah tertinggi pada kelompok umur >35 tahun yaitu 100 orang (90,9%), sedangkan yang terendah ditemukan pada kelompok umur 20-35 tahun yaitu 10 orang (9,1%).

Berdasarkan suku proporsi tertinggi adalah suku Melayu yaitu sebesar 44,6% (49 orang) sedangkan terendah adalah Tionghoa yaitu 3,6% (4 orang).

Berdasarkan Agama proporsi tertinggi adalah Agama Islam 89,1% (98 orang) sedangkanterendah Katholik dan Budha 0,9% (1 orang). Berdasarkan Pendidikan proporsi tertinggi adalah SD 47,3% (52 orang) dan

terendah Akademi/ Perguruan tinggi 2,7% (3 orang).

Berdasarkan pekerjaan proporsi tertinggi adalah Ibu rumah tangga 84,5% (93 orang) dan terendah Pensiunan 0,9% (1 orang). Berdasarkan status perkawinan

proporsi tertinggi adalah status kawin 95,5% (105 orang) dan janda 4,5% (5 orang).

Berdasarkan Tempat tinggal proporsi tertinggi adalah dari luar Kota Pekanbaru 69,1% (76 orang) dan terendah dalam Kota Pekanbaru 30,9% (34 orang).

Tabel 2 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Serviks Yang Dirawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013

Keluhan Utama f %

Keputihan 11 10 Perdarahan Pervaginam 63 57,3 Sakit perut bagian bawah 36 32,7

Jumlah 110 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita kanker serviks berdasarkan keluhan utama yaitu perdarahan pervaginam sebanyak 63 orang (57,3%), sedangkan sakit perut bagian bawah ada 36 orang (32,7%) dan proporsi terendah adalah keputihan sebanyak 11 orang (10%).

Tabel 3 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Paritas di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 Paritas f % Nullipara 6 5,5 Primipara Multipara Grande Multipara 3 57 44 2,7 51,8 40 Jumlah 110 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita kanker serviks berdasarkan paritas adalah Multipara sebanyak 57 orang (51,8%), disusul Grande Multipara 44 orang (40%), Nullipara 6 orang (5,5%) dan proporsi terendah adalah Primipara sebanyak 3 orang (2,7%).

Tabel 4 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Klinik di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013

Stadium Klinik f % Stadium I 6 5,4 Stadium II Stadium III Stadium IV 50 47 7 45,5 42,7 6,4 Jumlah 110 100

(4)

4

Tabel 4 menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita kanker serviks berdasarkan stadium klinik adalah stadium II sebanyak 50 orang (45,5%), disusul stadium III 47 orang (42,7%), stadium IV 7 orang (6,4%) dan proporsi terendah stadium I 6 orang (5,4%).

Tabel 5 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013

Penatalaksanaan Medis f % Operasi 12 10,9 Radioterapi Kemoterapi Radioterapi+Kemoterapi 59 12 27 53,6 10,9 24,6 Jumlah 110 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita kanker serviks berdasarkan penatalaksanaan medis adalah radioterapi 59 orang (53,6%), radioterpai+kemoterapi 27 orang (24,6%), sedangkan proporsi terendah adalah operasi dan kemoterapi 12 orang (10,9%).

Tabel 6 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Sumber Biaya di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013

Sumber Biaya f %

Biaya sendiri 14 12,7

Bukan biaya sendiri (Askes,Jamkesmas, Jamkesda)

96 87,3

Jumlah 110 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita kanker serviks berdasarkan sumber biaya adalah bukan biaya sendiri (Askes, Jamkesmas dan Jamkesda) sebanyak 96 orang (87,3%) dan proporsi terendah biaya sendiri 14 orang (12,7%).

Tabel 7 Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kanker Serviks Yang Dirawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013

Lama Rawatan Rata-rata (hari) Mean 5,26

Standard deviation 2,448

95% CI 4,80 – 5,73

Min 2

Max 14

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita kanker serviks 5,26 hari dengan SD (Standar Deviasi) 2,448 hari, lama rawatan minimum 2

hari dan lama rawatan maksimum 14 hari. Berdasarkan Confidence Interval 95% diperoleh lama rawatan rata-rata penderita kanker serviks 4,80–5,73 hari.

Tabel 8 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013

Keadaan Sewaktu Pulang f %

PBJ 74 67,3

PAPS 34 30,9

Meninggal 2 1,8

Jumlah 110 100

Tabel 8 menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita kanker serviks berdasarkan keadaan sewaktu pulang adalah pulang berobat jalan (PBJ) 74 orang (67,3%), pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 34 orang (30,9%) dan penderita yang meninggal 2 orang (1,8%).

Tabel 9 Distribusi Proporsi Umur Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Klinik Yang Dirawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 Stadium Klinik Umur (tahun) Jumlah 20-35 >35 f % f % f % Awal Lanjut 3 7 18,7 7,4 13 87 81,3 92,6 16 94 100 100 p=0,146 Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa proporsi penderita kanker serviks dengan stadium klinik awal pada kelompok umur 20-35 tahun adalah 18,7% sedangkan pada kelompok umur >35 tahun 81,3%. Proporsi penderita kanker serviks dengan stadium klinik lanjut pada kelompok umur 20-35 tahun 7,4% sedangkan pada kelompok umur >35 tahun 92,6%.

Hasil analisa statistik dengan uji

Chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang artinya

tidak ada perbedaan proporsi antara umur berdasarkan stadium klinik.

Tabel 10 Distribusi Proporsi Paritas Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Klinik Yang Dirawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 Stadium Klinik Paritas Jumlah > 3 ≤ 3 f % f % f % Awal Lanjut 9 59 56,3 62,8 7 35 43,7 37,2 16 94 100 100 p=0,620

(5)

5

Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa proporsi penderita kanker serviks dengan stadium klinik awal yang memiliki paritas > 3 adalah 56,3% sedangkan yang memiliki paritas ≤ 3 adalah 43,7%. Proporsi penderita kanker serviks dengan stadium klinik lanjut yang memilki paritas > 3 adalah 62,8% sedangkan yang memiliki paritas ≤ 3 adalah 37,2%.

Hasil analisa statistik dengan uji

Chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang artinya

tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara paritas penderita kanker serviks berdasarkan stadium klinik.

Tabel 11 Distribusi Proporsi Pendidikan Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Klinik Yang Dirawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011 – 2013 Stadium Klinik Pendidikan Jumlah Rendah Tinggi f % f % f % Awal Lanjut 10 73 62,5 77,7 6 21 37,5 22,3 16 94 100 100 p=0,161 Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa proporsi penderita kanker serviks dengan stadium klinik awal yang memiliki pendidikan rendah ada 62,5%, dan yang memiliki pendidikan tinggi 37,5%. Proporsi penderita kanker serviks dengan stadium klinik lanjut yang memiliki pendidikan rendah ada 77,7% dan pendidikan tinggi 22,3%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) expected count yang besarnya kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05 yang berarti tidak ada perbedaan proporsi antara pendidikan penderita kanker serviks berdasarkan stadium klinik.

Tabel 12 Distribusi Proporsi Status Perkawinan Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Klinik Yang Dirawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013

Stadium Klinik Status Perkawinan Jumlah Kawin Janda f % f % f % Awal Lanjut 15 90 93,7 95,7 1 4 6,3 4,3 16 94 100 100 p=0,552 Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa proporsi penderita kanker serviks pada stadium klinik awal dengan status kawin

93,7%, status janda 6,3%. Proporsi penderita kanker serviks pada stadium klinik lanjut dengan status kawin 95,7% dan status janda 4,3%.

Analisa statistik dengan uji

chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (50,0%)

expected count yang besarnya kurang dari 5,

kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05 berarti tidak ada perbedaan proporsi status perkawinan berdasarkan stadium klinik.

Tabel 13 Distribusi Proporsi Keluhan Utama Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Klinik Yang Dirawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 Stadium Klinik Keluhan Utama Jumlah Keputihan Perdarahan pervaginam / Sakit perut bagian bawah f % f % f % Awal Lanjut 1 10 6,3 10,6 15 84 93,7 89,4 16 94 100 100 p=0,501 Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat bahwa proporsi penderita kanker serviks pada stadium klinik awal dengan keluhan utama keputihan 6,2% dan yang mengalami keluhan perdarahan pervaginam / sakit perut bagian bawah 93,8%. Proporsi penderita kanker serviks pada stadium klinik lanjut yang mengalami keluhan utama keputihan 10,6%, perdarahan pervaginam / sakit perut bagian bawah 89,4%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) expected count yang besarnya kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05 (p=0,501) berarti tidak ada perbedaan proporsi keluhan utama berdasarkan stadium klinik.

Tabel 14 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Klinik Yang Dirawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013

Stadium Klinik

Penatalaksanaan Medis

Jumlah Operasi Non Operasi

f % f % f % Awal Lanjut 12 0 75 0 4 94 25 100 16 94 100 100 p=0,000 Beradsarkan tabel 14 dapat dilihat bahwa proporsi penderita kanker serviks pada

(6)

6

stadium klinik awal yang penatalaksanaan medisnya operasi 75% dan yang non operasi 25%. Proporsi penderita kanker serviks pada stadium klinik lanjut tidak ada yang operasi, yang penatalaksanaan medisnya non operasi 100%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) expected count yang besarnya kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p<0,05 berarti ada perbedaan proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan stadium klinik.

Tabel 15 Distribusi Proporsi Sumber Biaya Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Klinik Yang Dirawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 Stadium Klinik Sumber Biaya Jumlah Biaya sendiri Bukan biaya sendiri f % f % f % Awal Lanjut 1 13 6,3 13,8 15 81 93,7 86,2 16 94 100 100 p=0,688 Berdasarkan tabel 15 dapat dilihat bahwa dari 16 penderita kanker serviks dengan stadium klinik awal yang menggunakan sumber biaya sendiri 6,3%, dan bukan biaya sendiri 93,7%. Dari 94 penderita kanker serviks dengan stadium klinik lanjut yang menggunakan sumber biaya sendiri 13,8%, dan bukan biaya sendiri 86,2%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) expected count yang besarnya kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05 (p=0,688) berarti tidak ada perbedaan proporsi sumber biaya berdasarkan stadium klinik.

Tabel 16 Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Klinik Yang Dirawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013

Stadium Klinik Lama Rawatan Rata-rata (hari)

f Mean SD

Awal 16 5,56 3,098

Lanjut 94 5,18 2,360

p=0,817 Berdasarkan tabel 16 dapat dilihat bahwa dari 16 penderita kanker serviks dengan stadium klinik awal lama rawatan rata-rata 5,56 hari dengan standar deviasi

(SD) 3,098. Dari 94 penderita kanker serviks dengan stadium klinik lanjut lama rawatan rata-rata 5,18 hari dengan standar deviasi (SD) 2,360.

Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh p<0,05 (p=0,018) artinya data lama rawatan tidak berdistribusi normal sehingga tidak dapat dilakukan dengan uji t-test kemudian dilanjutkan dengan uji

Mann-Whitney. Berdasarkan uji Mann-Whitney

diperoleh nilai p>0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan stadium klinik.

Tabel 17 Distribusi Proporsi Stadium Klinik Penderita Kanker Serviks Yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 Keadaan Sewaktu Pulang Stadium Klinik Jumlah Awal Lanjut f % f % f % PBJ PAPS Meninggal 13 3 0 17,6 8,8 0 61 31 2 82,4 91,2 100 74 34 2 100 100 100 Berdasarkan tabel 17 dapat dilihat bahwa dari 74 penderita kanker serviks yang pulang berobat jalan terdapat 13 orang (17,6%) dengan stadium klinik awal dan 61 orang (82,4%) dengan stadium klinik lanjut. Dari 34 penderita yang pulang atas permintaan sendiri terdapat 3 orang (8,8%) dengan stadium klinik awal dan 31 orang (91,2%) dengan stadium klinik lanjut. Dari 2 orang yang meninggal ditemukan dengan stadium klinik lanjut, tidak ada penderita yang meninggal dengan stadium klinik awal.

Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-Square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 3 sel (50%)

expected count nya kurang dari 5.

Tabel 18 Distribusi Proporsi Sumber Biaya Penderita Kanker Serviks Yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 Keadaan Sewaktu Pulang Sumber Biaya Jumlah Biaya sendiri Bukan biaya sendiri f % f % f % PBJ PAPS Meninggal 9 4 1 12,2 11,8 50 65 30 1 87,8 88,2 50 74 34 2 100 100 100

(7)

7

Berdasarkan tabel 18 dapat dilihat bahwa dari 74 penderita kanker serviks yang pulang berobat jalan terdapat 9 orang (12,2%) menggunakan biaya sendiri dan 65 orang (87,8%) menggunakan bukan biaya sendiri. Dari 34 penderita yang pulang atas permintaan sendiri terdapat 4 orang (11,8%) menggunakan biaya sendiri dan 30 orang (88,2%) bukan biaya sendiri. Dari 2 orang yang meninggal ada 1 orang (50%) yang menggunakan biaya sendiri dan 1 orang (50%) juga yang mengunakan bukan biaya sendiri.

Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-Square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 3 sel (50%)

expected count nya kurang dari 5. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

a. Distribusi proporsi penderita kanker serviks berdasarkan sosidemografi yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 tertinggi pada umur >35 tahun (90,9%), suku Melayu (44,6%), agama Islam (89,1%), pendidikan SD (47,3%), pekerjaan Ibu Rumah Tangga (84,5%), status kawin (95,5%) dan tempat tinggal luar Kota Pekanbaru (69,1%).

b. Distribusi proporsi penderita kanker serviks yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan keluhan utama tertinggi adalah perdarahan pervaginam (57,3%. c. Distribusi proporsi penderita kanker

serviks yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan paritas tertinggi adalah paritas multipara (51,8%).

d. Distribusi proporsi penderita kanker serviks yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan stadium klinik tertinggi adalah stadium klinik II (45,5%).

e. Distribusi proporsi penderita kanker serviks yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan penatalaksanaan medis tertinggi adalah radioterapi (53,6%).

f. Distribusi proporsi penderita kanker serviks yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan sumber biaya tertinggi adalah bukan biaya sendiri (Askes, Jamkesmas, Jamkesda) (87,3%).

g. Lama rawatan rata-rata penderita kanker serviks yang dirawat inap adalah 5,26 hari.

h. Distribusi proporsi penderita kanker serviks yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah pulang berobat jalan (67,3%).

i. Ada perbedaan proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan stadium klinik (p=0,000)

j. Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur (p=0,146), paritas (p=0,620), pendidikan (p=0,161), status perkawinan (p=0,552), keluhan utama (p=0,501), sumber biaya (p=0,688), lama rawatan rata-rata (p=0,817), berdasarkan stadium klinik

k. Dengan menggunakan uji Chi-Square tidak dapat diketahui perbedaan proporsi stadium klinik berdasarkan keadaan

sewaktu pulang, sumber biaya

berdasarkan keadaan sewaktu pulang karena terdapat 3 sel (50%) expected

countnya < 5. 2. Saran

a. Kepada pihak rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan agar lebih aktif dalam memberikan informasi tentang kanker serviks, termasuk upaya deteksi dini melalui tes Pap’s/IVA.

b. Dianjurkan kepada kaum wanita yang belum menikah dan mampu untuk

melakukan vaksinasi HPV(Human

Papilloma Virus).

c. Kepada kaum wanita agar lebih memperhatikan tanda dan gejala serta faktor resiko yang dapat memyebabkan terjadinya kanker serviks dan segera memeriksakan diri apabila timbul kelainan yang dialami pada alat reproduksi sehingga kanker serviks yang ditemukan masih dalam stadium awal dan dapat diobati serta diatasi dengan cepat.

(8)

8

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Buletin Jendela

Data dan Informasi Kesehatan Penyakit Tidak Menular, Volume 2,

Semester II. Jakarta.

2. IARC. 2010. Globocan 2008. From International Agency for Research on Cancer. http://globocan.iarc.fr, diakses tanggal 10 Oktober 2013.

3. CDC-Global Health-Noncommunicable Disease. Cervical Cancer, diakses tanggal 17 September 2013.

4. Yayasan Kanker Indonesia. 2012.

Tentang Kanker www.yayasan kanker indonesia.org. Diakses tanggal 17 September 2013.

5. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 2005. Profil Kesehatan RI

Tahun 2005.

6. Prawirohardjo, S. 2006. Onkologi

Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka,

(9)

1

KARAKTERISTIK PENDERITA INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR BARU

TAHUN 2013

Sylvana Dyna1, Rasmaliah2, Jemadi2

1

Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2

Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155

ABSTRACT

STIs is a public health problem that is quite prevalent in some parts of the world. It is estimated that more than 340 million cases of STIs occur each year. To determine the characteristics of patients with STIs at Bandar Baru Public Health Center in 2013. This research conducted a descriptive study with case series design. Location is in Bandar Baru Public Health Center. Population and sample the data amount to 155 STI patients. Collecting data using secondary data. Univariate data were analyzed descriptively and bivariate data were analyzed with Chi-square. From the recorded data, obtained results the highest proportion aged 25-29 years (31.6%) with the youngest aged 18 and the eldest 62 years old, female (78.1%), education level is moderate (79.4%), married (34.2%), District Sibolangit (52.95), female from District Sibolangit (80,5%), the first visit (85.2%), the last time having sex ≤ 2 days (78.7%), sexual partner in the week ≤ 5 people (58.7%), the type of IMS suffered IGNS (55.5%). From analysis of data obtained, the proportion of patients with marital status were significantly different (78,1% vs 21%; X2=26,908; p=0.001), the proportion of patients with the last time having sex ≤ 2 days was significantly different (78.7% vs. 21.3%, X2=18.616, p= 0.000), and the proportion of patients with a sexual partner in a week ≤ 5 were significantly different (58.7% vs. 41.3%, X2

=6.058, p=0.014). Bandar Baru Public Health Center expected to increase dissemination of the importance went to the STI clinics; improve preventive and promotive programs for the prevention of STIs; run distribution of free condoms regularly; cooperation with stakeholders and NGOs; doing some efforts to close a prostitution location in Bandar Baru; complete recording data of STI patients, especially regarding the type of work.

Keywords: STIs, Patients Characteristics Pendahuluan

Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup menonjol pada sebagian besar wilayah dunia. Insiden kasus IMS diyakini tinggi pada banyak negara. Menurut WHO, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Remaja dan dewasa muda (15- 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual,

tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat.1),2)

Di Amerika Serikat angka kejadian Gonore tercatat 110 per 100.000 penduduk pada tahun 2008, klamidia tercatat 398 per 100.000 penduduk pada tahun 2008, dan sifilis tercatat 15 per 100.000 penduduk.3) Pada beberapa kota besar di Afrika, rata – rata infeksi gonore per tahun berkisar 3.000 sampai 10.000 per 100.000 populasi penduduk yang berarti bahwa dari setiap 10 populasi penduduk akan ada 1 kasus terinfeksi setiap tahunnya. 4)

(10)

2

Di Indonesia IMS menjadi masalah kesehatan dan masalah sosial budaya yang serius, akan tetapi sulit untuk mengetahui insidensi dan prevalensinya. Hasil penelitian P2M-ASA di tujuh kota pada tahun 2003, menunjukkan prevalensi gonore berkisar 16-43% (WPS lokasi), 9-31% (WPS tempat hiburan), 28-50% (WPS jalanan). Klamidiosis berkisar antara 14 -29% (WPS lokasi), 23-29% (WPS tempat hiburan), 12-55% (WPS jalanan). 4)

Menurut penelitian Prevalensi ISR pada PSK di Medan, Sumatera Utara pada tahun 2005, ditemukan prevalensi gonore dan klamidia pada WPS di Kota Medan secara umum sebesar 16% dan 40%, vaginal kandidiasis 26% dan sifilis 22%.5)

Berdasarkan Laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bidang P2P tahun 2014, jumlah penderita IMS pada tahun 2013 adalah sebanyak 13.736 orang dengan rincian jumlah penderita laki - laki adalah 3.597 orang dan perempuan 10.139 orang.6) Sedangkan untuk kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara setiap tahunnya mengalami peningkatan yang begitu pesat. Pada tahun 2012, jumlah kasus HIV/AIDS adalah sebanyak 6.430 kasus dengan rincian, 2.189 kasus HIV dan 4.241 kasus AIDS, dan kemudian pada tahun 2013, kasus HIV/AIDS meningkat begitu tajam menjadi 13.736 orang, dengan rincian kasus HIV sebanyak 7.967 orang dan kasus AIDS sebanyak 1.301 orang.7),8) Salah satu wilayah Sumatera Utara yang memiliki penderita HIV (+) yang tinggi adalah Kabupaten Deli Serdang. Untuk wilayah Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2013, jumlah penderita HIV (+) adalah sebanyak 135 orang.6)

Perumusan Masalah

Tidak diketahui karakteristik penderita infeksi menular seksual di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013.

Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran mengenai karakteristik penderita IMS di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru.

Tujuan khusus penelitian

Mengetahui distribusi proporsi

penderita IMS menurut sosio

demografinya antara lain : jenis kelamin dan usia, pendidikan, status pernikahan, daerah asal. Mengetahui distribusi proporsi penderita IMS berdasarkan jenis kelamin dan daerah asal. Mengetahui distribusi proporsi penderita IMS menurut jenis kunjungan, waktu berhubungan seks terakhir, jumlah pasangan seks dalam seminggu, penggunaan kondom,dan jenis infeksi menular yang diderita. Mengetahui distribusi proporsi status pernikahan berdasarkan jenis kelamin. Mengetahui distribusi proporsi jenis IMS berdasarkan jenis kunjungan. Mengetahui distribusi proporsi waktu berhubungan seks terakhir berdasarkan jenis IMS. Mengetahui distribusi proporsi jumlah pasangan seks penderita dalam seminggu berdasarkan jenis IMS. Mengetahui distribusi proporsi penggunaan kondom berdasarkan jenis IMS.

Manfaat penelitian

Sebagai bahan referensi ataupun masukan bagi pihak Puskesmas Bandar Baru dalam merencanakan ataupun melakukan upaya pencegahan dan pengobatan infeksi menular seksual. Sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Untuk bahan referensi ataupun masukan bagi peneliti lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series. Penelitian dilakukan di Puskesmas Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dimulai dari bulan Januari - Juli 2014. Populasi adalah semua data

(11)

3

penderita IMS yang dicatat di rekam medis Puskesmas Bandar Baru tahun 2013 yang berjumlah 155 orang. Sampel adalah semua data penderita IMS yang dicatat di rekam medis Puskesmas Bandar Baru tahun 2013. Besar sampel sama dengan populasi (total sampling).

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pencatatan rekam medis penderita IMS. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan Chi-square.

Hasil dan Pembahasan

Proporsi penderita IMS

berdasarkan sosiodemografi di Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 :

Tabel 1. Distribusi Proporsi Penderita IMS Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin di Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013

Usia (Tahun)

Jenis Kelamin Jumlah

Laki - laki Perempuan

f % f % f % 15 - 19 0 0 8 5,2 8 5,2 20 - 24 2 1,3 36 23,2 38 24,5 25 - 29 6 3,9 43 27,7 49 31,6 30 - 34 8 5,2 18 11,6 26 16,8 35 - 39 6 3,9 6 3,9 12 7,7 ≥ 40 12 7,7 10 6,5 22 14,2 Jumlah 34 21,9 121 78,1 155 100

Tabel 2. Distribusi Penderita IMS berdasarkan Pendidikan, Status Pernikahan, dan Daerah Asal di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013

Sosiodemografi f % Pendidikan Tidak Sekolah/Tidak tamat SD Tamat SD/Sederajat Tamat SLTP/Sederajat Tamat SLTA/Sederajat Tamat Akademi/PT 8 23 64 59 1 5,2 14,8 41,3 38,1 0,6 Rendah Sedang Tinggi 31 123 1 20,0 79,4 0,6 Jumlah 155 100,0 Status Pernikahan Menikah Tidak Menikah Cerai 57 48 50 36,7 31,0 32,3 Jumlah 155 100,0 Daerah Asal Kec. Sibolangit Luar Kec. Sibolangit 82 73 52,9 47,1 Jumlah 155 100

Tabel 3. Distribusi Proporsi Penderita IMS berdasarkan Jenis Kelamin dan Daerah Asal di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013

Daerah Asal Jenis Kelamin Jumlah

Laki - Laki Perempu an f % f % f % Kec. Sibolangit 16 19,5 66 80,5 82 100 Luar Kec. Sibolangit 18 24,7 55 75,3 73 100

Proporsi penderita IMS pada laki-laki tertinggi pada kelompok umur diatas 40 tahun yaitu sebesar 7,7%. Proporsi penderita IMS pada perempuan tertinggi pada kelompok umur 25-29 tahun yaitu sebesar 27,7%. Penderita IMS lebih banyak terdapat pada perempuan. Hal ini terjadi memang pasien yang diperiksa di Klinik IMS sebagian besar adalah perempuan. Selain itu Tim Klinik IMS yang turun ke lapangan rutin memeriksa barak - barak tempat tinggal PSK dan pada penghujung tahun 2013 pelayanan Klinik IMS difokuskan pada ibu rumah tangga.

Proporsi tertinggi pada penderita IMS adalah penderita dengan tingkat pendidikan sedang yaitu SMP dan SMA sebesar 79,4%. Tingginya proporsi penderita IMS dengan tingkat pendidikan sedang (SMP dan SMA) ini berkaitan dengan jumlah penderita yang diperiksa oleh tim Klinik IMS Puskesmas Bandar Baru paling banyak adalah PSK yang putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Prevalensi ISR pada PSK di

(12)

4

Medan tahun 2005 dengan menggunakan desain cross sectional menyatakan bahwa proporsi tertinggi tingkat pendidikan PSK adalah SMP (36%) dan SMA (27%).5)

Proporsi penderita IMS

berdasarkan status pernikahan tertinggi adalah menikah sebesar 36,7%. Menurut laporan dari data statistik Indonesia, rata - rata umur perkawinan penduduk berdasarkan jenis kelamin adalah pada usia 26,9 tahun pada laki-laki dan 23,2 tahun pada perempuan.9) Sesuai dengan hasil penelitian, proporsi penderita IMS tertinggi pada laki - laki terdapat pada kelompok umur ≥ 40 tahun (7,7%) dan pada perempuan terdapat pada kelompok umur 25 - 29 tahun (27,7%), artinya sebagian besar penderita IMS yang diperiksa sudah menikah.

Proporsi tertinggi pada penderita IMS berdasarkan daerah asal adalah penderita yang berasal dari Kecamatan Sibolangit yaitu sebesar 52,9% dan proporsi tertinggi penderita IMS berdasarkan jenis kelamin dan daerah asal adalah perempuan yang berasal dari Kecamatan Sibolangit sebesar 80,5% atau sebanyak 66 orang. Hal ini terjadi karena wilayah kerja Klinik IMS Puskesmas Bandar Baru memang mencakupi seluruh Kecamatan Sibolangit. Selain itu, pasien IMS yang akan dirujuk ke rumah sakit memang harus melalui Klinik IMS Puskesmas Bandar Baru. Selain itu di daerah Bandar Baru terdapat sarana hiburan malam berupa kafe, tempat penginapan dan tempat dimana PSK sering dijumpai, memungkinkan untuk terjadinya hubungan seksual yang beresiko secara bebas.

Proporsi penderita IMS

berdasarkan jenis kunjungan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. Distribusi Proporsi Penderita IMS Berdasarkan Jenis Kunjungan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 Jenis Kunjungan f % Kunjungan 1 Kunjungan 2 132 23 85,2 14,8 Jumlah 155 100,0

Proporsi penderita IMS tertinggi berdasarkan jenis kunjungan adalah kunjungan 1 sebesar 85,2%. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penderita IMS yang diperiksa adalah PSK, sebagian besar PSK ini terkadang ketika Tim dari Klinik IMS melakukan kunjungan ke barak sedang tidak

diperbolehkan untuk mengikuti

pemeriksaan IMS. Hal lain yang menjadi alasan adalah sebagian PSK takut untuk memeriksakan dirinya. Selain hal tersebut, sebagian besar dari penderita IMS tinggalnya tidak menetap sehingga tidak bisa untuk mengikuti pemeriksaan rutin.

Proporsi penderita IMS

berdasarkan waktu hubungan seks terakhir di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Distribusi Proporsi Penderita IMS Berdasarkan Waktu Hubungan Seks Terakhir di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013

Waktu Hubungan Seks Terakhir f % ≤ 2 hari > 2 hari 122 33 78,7 21,3 Jumlah 155 100,0

Proporsi penderita IMS tertinggi berdasarkan waktu seks terakhir adalah pada waktu kurang sama dengan dua hari sebesar 78,7% atau sebanyak 122 orang. Wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru ini menjadi salah satu lokasi prostitusi dan sebagian besar penderita IMS yang diperiksa juga berprofesi sebagai PSK. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar dari penderita IMS waktu berhubungan seks terakhirnya kurang dari dua hari karena mereka harus melayani pelanggan.

(13)

5

Proporsi penderita IMS

berdasarkan jumlah pasangan seks dalam seminggu di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 6. Distribusi Proporsi Penderita IMS Berdasarkan Jumlah Pasangan Seks Selama Seminggu di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013

Jumlah Pasangan Seks f % ≤ 5 orang > 5 orang 91 64 58,7 41,3 Jumlah 155 100,0

Proporsi penderita IMS tertinggi berdasarkan jumlah pasangan seks dalam seminggu adalah pada kurang sama dengan lima orang sebesar 58,7% atau sebanyak 91 orang. Pasangan seks lebih dari satu orang dapat semakin memperbesar kemungkinan tertular ataupun menularkan IMS pada orang lain. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Teguh, bahwa proporsi IMS cenderung meningkat pada PSK yang memiliki pasangan seksual satu hingga lebih dari 4 per harinya.10)

Proporsi penderita IMS

berdasarkan penggunaan kondom di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 7. Distribusi Proporsi Penderita Infeksi Menular Seksual Berdasarkan Penggunaan Kondom di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 Penggunaan Kondom f % Ya Tidak 30 125 19,4 80,6 Jumlah 155 100,0

Proporsi penderita IMS tertinggi berdasarkan penggunaan kondom adalah tidak menggunakan kondom sebesar 80,6% atau sebanyak 125 orang. Pada tahun 2011, sepertiga perempuan pekerja seks menyatakan tidak mengggunakan

kondom dengan pelanggan terakhir mereka. Selain itu sekitar 40% laki - laki usia subur yang berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan menyatakan tidak menggunakan kondom dalam hubungan seksual terakhir mereka.11) Penggunaan kondom yang konsisten (selalu menggunakan kondom dalam setiap hubungan seks) merupakan perilaku yang efektif untuk mencegah penularan IMS/HIV, akan tetapi berdasarkan Penelitian Prevalensi ISR di Kota Medan pada tahun 2005, sebagian besar dari PSK tidak menggunakan kondom (62%).5)

Proporsi penderita IMS

berdasarkan jenis IMS yang diderita di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 8. Distribusi Proporsi Penderita IMS Berdasarkan Jenis IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 Jenis IMS f % Gonore IGNS Sifilis HIV Kandidiasis vulvovaginalis HIV + Sifilis 13 86 16 9 26 5 8,4 55,5 10,3 5,8 16,8 3,2 Jumlah 155 100,0

Proporsi penderita IMS tertinggi berdasarkan jenis IMS yang diderita adalah IGNS sebesar 55,5% atau sebanyak 86 orang. Hal ini sesuai dengan penelitian di rumah sakit umum di delapan kota besar di Indonesia menemukan bahwa IMS yang paling sering dijumpai adalah IGNS sebesar 36,6%. Selain itu, penelitian di rumah sakit pendidikan juga diperoleh bahwa persentase IGNS lebih tinggi daripada di rumah sakit umum.12)

Proporsi status pernikahan penderita IMS berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

(14)

6 Tabel 9. Distribusi Proporsi Status Pernikahan

Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013

Jenis Kelamin

Status Pernikahan Jumlah Menikah Tidak Menikah Cerai f % f % f % f % Laki-laki 25 73,5 7 20,6 2 5,9 34 100 Perempuan 32 26,4 41 33,9 48 39,7 121 100

Proporsi penderita IMS dengan jenis kelamin melalui status pernikahan tertinggi adalah pada status pernikahan cerai pada jenis kelamin laki-laki sebesar 73,5% Sedangkan proporsi status pernikahan penderita IMS pada perempuan tertinggi adalah status pernikahan cerai sebesar 39,7%. Penelitian Prevalensi ISR pada PSK di Kota Medan menyatakan bahwa status pernikahan tertinggi pada PSK adalah cerai sebesar 62%. Sedangkan menurut Surveilans Terpadu Biologi dan Perilaku pada Tahun 2011 menyatakan bahwa status pernikahan tertinggi pada pria dengan potensial resiko tinggi adalah menikah sebesar 71%. 5),13)

Proporsi jenis kunjungan penderita IMS berdasarkan jenis IMS di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 10. Distribusi Proporsi Jenis IMS Berdasarkan Jenis Kunjungan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013

Jenis Kunjungan

Jenis IMS Jumlah IMS Indikator IMS Bukan Indikator f % f % f % Kunjungan 1 Kunjungan 2 33 10 25 43,5 99 13 75 56,5 132 23 100 100

Proporsi penderita IMS dengan jenis kunjungan melalui jenis IMS tertinggi adalah pada jenis IMS bukan indikator (IGNS dan Kandidiasis) sebesar 75% atau sebanyak 99 orang . Pemeriksaan ulang ataupun pemeriksaan rutin harus dilakukan untuk mengobati penderita IMS yang tanpa gejala. Selain itu, pemeriksaan juga wajib dilakukan untuk menghindari terjadinya penularan. Rendahnya kunjungan kedua

pada penderita IMS diasumsikan karena sebagian besar dari penderita IMS yang diperiksa adalah PSK yang berpindah-pindah tempat/barak. Selain itu, pada saat adanya pemeriksaan ke lapangan oleh Tim Klinik IMS, PSK tersebut tidak selalu mendapat izin untuk memeriksakan diri mereka. Sedangkan untuk pasien yang datang ke Klinik IMS sebagian besar bukan merupakan penduduk tetap ataupun pendatang.

Proporsi waktu hubungan seks terakhir penderita IMS berdasarkan jenis IMS di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 11. Proporsi Waktu Hubungan Seks Terakhir Berdasarkan Jenis IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013

Jenis IMS Waktu Hubungan Seks Terakhir Jumlah ≤ 2 hari > 2 hari f % f % f % IMS Indikator IMS bukan Indikator 24 98 55,8 87,5 19 14 44,2 12,5 43 112 100 100

Proporsi penderita IMS dengan

jenis IMS melalui waktu hubungan seks tertinggi adalah waktu hubungan seks kurang sama dengan dua hari pada penderita IMS bukan indikator (IGNS dan Kandidiasis) sebesar 87,5% atau sebanyak 98 orang. Infeksi gonore, sifilis dan, HIV merupakan jenis IMS yang salah satu penyebaran utamanya melalui hubungan seksual dan juga merupakan IMS yang terkadang tidak menunjukkan gejala. Sukarnya mendiagnosa IMS tersebut merupakan penghalang penting dalam memberantas IMS ini. Sekitar 80 hingga 90% wanita menderita gonore tanpa gejala, terutama para istri yang mendapat penyakitnya dari suami sama sekali tidak mengetahui telah menderita gonore, sehingga tetap berhubungan seks dengan suaminya dan terjadilah infeksi bola ping-pong. Para kelompok tersebutlah yang menjadi reservoir tersembunyi dan tidak

(15)

7

mendapatkan pengobatan, meskipun reservoir utamanya tetaplah PSK.14), 15)

Proporsi jumlah pasangan seks

dalam seminggu penderita IMS

berdasarkan jenis IMS di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 12. Distribusi Proporsi Jumlah Pasangan Seks Dalam Seminggu Berdasarkan Jenis IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013

Jenis IMS Jumlah Pasangan dalam Seminggu Jumlah ≤ 5 orang > 5 orang f % f % f % IMS Indikator IMS bukan Indikator 32 59 74,4 52,7 11 53 25,6 47,3 43 112 100 100

Proporsi penderita IMS dengan jenis IMS melalui jumlah pasangan seks dalam seminggu tertinggi adalah jumlah pasangan seks kurang sama dengan lima orang dalam seminggu pada penderita IMS indikator sebesar 74,4% atau sebanyak 32 orang. Penelitian Prevalensi ISR pada PSK di Kota Medan memperoleh bahwa rata - rata PSK melayani 3 orang pelanggan per minggunya dengan persentase sebesar 37%. Berganti - ganti pasangan seksual merupakan faktor dasar dalam penyebaran IMS.

Menurut penelitan Nurviana di KliniK VCT pada RSU Dr. Pirngadi menyatakan bahwa proporsi tertinggi penularan HIV/AIDS berdasarkan faktor resiko penularan adalah penderita yang tertular melalui hubungan seksual yang berganti - ganti yaitu sebesar 61,2%. Resiko untuk tertular IMS meningkat sesuai semakin meningkatnya proporsi jumlah pertemuan seksual dengan pasangan yang berbeda.5),16),17)

Proporsi penggunaan kondom penderita IMS berdasarkan jenis IMS di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 13. Distribusi Proporsi Penggunaan Kondom Berdasarkan Jenis IMS di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013

Jenis IMS Penggunaan Kondom Jumlah

Ya Tidak f % f % f % IMS Indikator IMS Bukan Indikator 5 25 11,6 22,3 38 87 88,4 77,7 43 112 100 100

Proporsi penderita IMS dengan jenis IMS melalui penggunaan kondom adalah tidak menggunakan kondom pada penderita IMS bukan indikator sebesar 77,7% atau sebanyak 87 orang. Berganti - ganti pasangan tanpa menggunakan kondom dan melakukan hubungan seksual

anal tanpa menggunakan kondom

meningkatkan resiko penularan IMS.

Menggunakan kondom pada saat

berhubungan seks dapat mencegah penularan IMS dan juga termasuk HBV. 25) Penelitian Prevalensi ISR pada PSK di Medan menunjukkan bahwa kondom tidak banyak dipakai sebagai alat kontrasepsi. Penapisan dan pengobatan IMS saja, tanpa peningkatan pemakaian kondom yang konsisten, tidak akan dapat menurunkan prevalensi IMS. Hal itu terkait risiko pekerjaannya yang selalu terpapar sumber

penularan pada saat melayani

pelanggannya. Makin banyak jumlah pelanggan, makin besar kemungkinan salah satu di antaranya menularkan IMS/HIV kepada PSK.5)

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

a. Proporsi penderita IMS berdasarkan sosiodemografi diperoleh bahwa proporsi tertinggi adalah umur 25 - 29 tahun (31,6%); jenis kelamin perempuan (78,1%); pendidikan tingkat sedang (79,4%); status pernikahan menikah (36,7%); daerah asal Kecamatan Sibolangit (52,9%). b. Proporsi Penderita IMS berdasarkan

(16)

8

adalah perempuan yang berasal dari Kecamatan Sibolangit (80,5%). c. Proporsi jenis kunjungan penderita

IMS tertinggi adalah jenis kunjungan pertama (85,2%).

d. Proporsi waktu hubungan seks terakhir penderita IMS tertinggi adalah waktu hubungan seks terakhir kurang sama dengan dua hari (78,7%).

e. Proporsi jumlah pasangan seks dalam seminggu penderita IMS tertinggi adalah jumlah pasangan kurang sama dengan lima orang dalam seminggu (58,7%).

f. Proporsi penggunaan kondom penderita IMS tertinggi adalah tidak menggunakan kondom (80,6%). g. Proporsi jenis IMS yang diderita

penderita IMS tertinggi adalah Infeksi Genital Non Spesifik (55,5%).

h. Ada perbedaan proporsi secara bermakna antara status pernikahan dengan jenis kelamin.

i. Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kunjungan dengan jenis IMS.

j. Ada perbedaan proporsi secara bermakna pada jenis IMS berdasarkan waktu berhubungan seks terakhir. k. Ada perbedaan proporsi secara

bermakna pada jenis IMS berdasarkan jumlah pasangan seks dalam seminggu.

l. Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis IMS dengan penggunaan kondom.

Saran

a. Diharapkan kepada pihak Klinik IMS Puskesmas Bandar Baru agar dapat meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya memeriksakan diri secara rutin ke klinik IMS terutama pada kelompok resiko tinggi (germo dan PSK).

b. Diharapkan pihak Klinik IMS Puskesmas Bandar Baru dapat meningkatkan lagi program preventif

dan promotif untuk pencegahan IMS. Seperti memberikan penyuluhan kepada laki-laki (terutama para suami) dan PSK tentang bahaya IMS dan ABCDE (Abstinensia, Be Faithful, Condom, Drugs injection, Education).

c. Diharapkan pihak Klinik IMS Puskesmas Bandar Baru dapat tetap menjalankan ataupun mengupayakan pembagian kondom gratis secara rutin, terutama kepada kelompok resiko tinggi.

d. Diharapkan pihak Klinik IMS Puskesmas Bandar Baru dapat menjalin kerjasama dengan para stakeholder dan LSM setempat agar dapat mendampingi penderita IMS dalam hal ini terutama kelompok PSK.

e. Kiranya para stakeholder dan pihak berwenang setempat dapat melakukan upaya-upaya penutupan lokasi prostitusi di Kecamatan Sibolangit.

f. Diharapkan pihak klinik IMS Puskesmas Bandar Baru agar

meningkatkan kelengkapan

pencatatan data penderita IMS terutama mengenai jenis pekerjaan.

Daftar Pustaka

1. Murtiastutik, Dwi. 2008. Buku Ajar

Infeksi Menular

Seksual.Surabaya : Airlangga

University Press

2. World Health Organization, 2007.

Sexually Transmitted Infections. Diakses

Padahttp://www.who.int/mediace ntre/factsheets/fs110/en/ pada tanggal 12 Februari 2014

3. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Sexually Transmitted Disease

Surveillance 2008. Georgia: U.S. Department of

(17)

9

Services, Division of STD Prevention.

4. Dirjen PP&PL Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Buku Pedoman Interaktif “PedomanPenatalaksanan Penderita Infeksi Menular Seksual Dengan Pendekatan Sindrom. Jakarta.

5. Dirjen PP&PL Kementerian

Kesehatan Republik

Indonesia. 2005. Laporan Hasil

Penelitian Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi Pada Wanita Penjaja Seks di Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Jakarta. 6. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera

Utara. 2014. Laporan Penderita IMS Pada Tahun 2013. Medan. 7. Profil Kesehatan Sumatera Utara

2012. Diakses dari http://www.depkes.go.id/do wnloads/PROFIL_KES_PR OVINSI_20/02_Profil Kes_Prov.SumateraUtara_2 012.pdf pada 21 Februari 2014

8. Dirjen PP&PL Kementerian

Kesehatan Republik

Indonesia. 2013. Kasus

HIV/AIDS di Indonesia.

Jakarta.

9. Statistik Indonesia. 2005. Susenas 1992

2005 Rata - rata Umur Perkawinan Menurut Daerah dan Jenis

Kelamin, Indonesia 1992-2005.www.datastatistikindone

sia.cm

10. Supriyadi, Teguh. 2000. Gambaran

Distribusi Penyakit Menular

Seksual dan Faktor yang Berhubungan Dengan Penderita PMS Pada WTS Di Lokasi Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit

Kabupaten Deli

Serdang.Skripsi Mahasiswa FKM USU.

11. UNICEF. 2011. Respon Terhadap HIV

& AIDS. Diakses pada : http://www.unicef.com/indone sia/id/ringkasan-kajian-hiv.pdf pada tanggal 1 juni 2014

12. Saifuddin, Abdul. 1996. Overview of

Sexually Transmitted Diseases in Indonesia. Diakses pada http://www.hawaii.edu/hiv andaids/overviewofSTDsin Indonesia.pdf pada tanggal 12 Februari 2014 13. Kementerian Kesehatan Indonesia. 2011.

STBP 2011. Diakses http://www.aidsindonesia.o r.id/repo/perpustakaan/STB P2011Final29-

2-2012.pdf pada tanggal 25 juni 2014

14. Pinem, Saroha. 2009. Kesehatan

Reproduksi dan

Kontrasepsi. Jakarta : Trans

Info Media

15. Harahap, Marwali. 1984. Penyakit

Menular Seksual. Jakarta:

PT Gramedia.

16. Nurviana. 2008. Karakteristik Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT (Voluntary

Counseling And Testing) RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005 - 2007. Skripsi

Mahasiswa FKM USU

17. Jawetz, Melnick. 1996. Mikrobiologi

(18)

KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

TAHUN 2012-2013

Imelda Sari1, Jemadi2, Hiswani2

1

Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU

2

Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155

Abstract

Chronic Renal Failure (CRF) is a failure of kidney function and metabolism to maintain fluid and electrolyte balance due to the progressive destruction of kidney structure. The report of Riskesdas 2013, the prevalence of CRF in Indonesia had been diagnosed by doctors 0,2%. To know the characteristic patients with CRF, conducted a research with a case series design in RSU Haji Medan. Population and sample was 180 people in 2012-2013 were recorded in hospital medical record. Univariate data were analyzed by descriptive while bivariate data were analyzed using Chi square test, Kruskal-Wallis test. The highest proportion of CRF patients in the age group 48-55 years (25,6%), Male (50,6%), Moslem (91,7%), Housewives (38,9%), come from Medan (69,4%), the main complaints of nausea + vomiting (38,3%), diseases history of Hypertension (28,3%), medical treatment of Medicine + Diet + HD (71,1%), average length of stay 7.22 days (7 days), clinical recovery out patient (76,1%), and Askes (35,0%). There was a significant difference between the proportion of age based medical management, the average long treatment by medical management.. There was no difference in the proportion of age by the state as home, the average long care by the state during the home. The writer suggest to improve the early detection and prevention of the disease CRF early age. The hospital is expected to complement a data-stage CRF patient on the status of the patient and insight into the diet to patients who have a history of hypertension and diabetes mellitus.

Key Words : Chronic Renal Failure (CRF), the characteristic of patients

Pendahuluan

Penyakit gagal ginjal kronik sekar-ang menjadi perhatian dunia kesehatan ka-rena beberapa alasan, yaitu peningkatan prevalensi yang cepat, tingginya biaya yang dikeluarkan dalam proses pengobata-n, menjadi fenomena gunung es yang men-utupi penyakit terselubung, dan berperan penting meningkatkan resiko penyakit jan-tung serta ditemukannya langkah-langkah efektif untuk mencegah progresivitas pen-yakit.1 Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertah-ankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struk-tur ginjal yang progresif dengan

manifest-tasi penumpukan sisa metabolit (toksik ur-emik) di dalam darah.2

Berdasarkan Data Laporan Tahun-an USRDS (United States Renal Data Sy-stem) tahun 2013, lebih dari 615.000 orang Amerika sedang dirawat karena gagal gin-jal. Prevalensi ESRD pada tahun 2011 di Amerika Serikat sebesar 1.901/1.000.000 pe-nduduk.3 Di Indonesia, menurut data Asu-ransi Kesehatan (ASKES) sebanyak 80.000-90.000 orang memerlukan terapi pengganti ginjal dan setiap tahun terdapat 7.000 kasus baru.4

Hasil survei Perhimpunan Nefrolo-gi Indonesia (PERNEFRI), ada sekitar 12, 5 % atau 18 juta orang dewasa diIndonesia yang menderita penyakit ginjal kronik.5

(19)

Prevalensi gagal ginjal kronik berdasarkan pernah didiagnosis dokter sebesar 0,2% dan penyakit batu ginjal sebesar 0,6% di Indonesia.6 Prevalensi penyakit gagal gin-jal kronis pada umur ≥15 tahun menurut provinsi di Indonesia tahun 2013, provinsi Sumatera Utara sebesar 0,2 %.5

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Umri di RSU. Dr. Pirngadi Medan pada (2010) proporsi penderita GGK terti-nggi pada kelompok umur 50-57 tahun se-banyak 25,8% dengan prevalens terse-banyak pada laki-laki sebanyak 54,7%.7

Hasil penelitian Aisyah di Rumah Sakit Haji Medan (2009), penderita gagal ginjal sebesar 106 orang, dimana 93 orang menderita GGK, sedangkan 13 orang pen-derita gagal ginjal akut.8

Perumusan Masalah

Belum diketahuinya karateristik penderita gagal ginjal kronik yang rawat inap di RSU Haji Medan tahun 2012 - 2013.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui karakteristik penderita gagal ginjal kronik yang rawat inap di RSU Haji Medan tahun 2012-2013.

Tujuan Khusus Penelitian

Mengetahui distribusi proporsi pe-nderita GGK berdasarkan sosiodemografi yang meliputi umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal. Mengetahui distribusi proporsi penderita GGK berdas-arkan keluhan utama, riwayat penyakit se-belumnya, penatalaksanaan medis, lama rawatan rata-rata, keadaan sewaktu pulang, sumber biaya. Mengetahui sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang. Me-ngetahui penatalaksanaan medis berdasar-kan keadaan sewaktu pulang. Mengetahui umur berdasarkan penatalak-sanaan medis dan keadaan sewaktu pulang. Mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan pena- talaksanaan medis dan keadaan sewaktu

pulang.

Manfaat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi pihak RSU Haji Medan dalam usaha peningkatan pelayanan kesehatan sehubungan dengan upaya perawatan dan pengobatan terhadap penderita gagal ginjal kronik. Sebagai bah-an referensi dbah-an masukbah-an bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian selanjut-nya tentang peselanjut-nyakit gagal ginjal kronik. Sebagai sarana penambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang gagal gi-njal kronik dan sebagai salah satu prasyar-at untuk menyelesaikan studi di FKM-USU Medan.

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, den-gan menggunakan desain case series. Pe-nelitian ini berlokasi di RSU Haji Medan. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai dengan Juli 2014. Populasi penelitian adalah seluruh data penderita penyakit gagal ginjal kronik yang tercatat di rekam medik RSU Haji Medan tahun 2012-2013 sebanyak 180 orang. Besar sa-mpel sama dengan besar populasi (total sampling).

Data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data univariat dianalisis secara deskriptif sedangkan data bivariat dianalisa dengan uji ChiSquare, uji Mann -Whitney dan uji Kruskal - Wallis.

(20)

Hasil dan Pembahasan

Distribusi proporsi penderita GGK berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita GGK yang Rawat Inap Berdasarkan di RSU Haji Medan Tahun 2012-2013 Umur (Tahun) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan F % f % 8-15 16-23 24-31 32-39 40-47 48-55 56-63 64-71 >71 1 1 3 7 16 23 23 10 7 0,6 0,6 1,7 3,9 8,9 12,8 12,8 5,6 3,9 0 2 5 9 11 23 20 12 7 0,0 1,1 2,8 5,0 6,1 12,8 11,1 6,7 3,8 Jumlah 91 50,6 89 49,4 Dari tabel 1. dapat dilihat bahwa proporsi penderita GGK berdasarkan kelompok umur tertinggi pada kelompok umur 48-55 tahun yaitu 46 orang (25,6%), dengan proporsi laki-laki yaitu 23 orang (12,8%) dan perempuan yaitu 23 orang (12,8%). Proporsi penderita GGK terendah pada kelompok umur 8-15 tahun yaitu 1 orang (0,6%), dengan proporsi laki-laki yaitu 1 orang 0,6% dan perempuan tidak ada 0,0%.

Pertambahan usia, membuat fungsi ginjal juga akan menurun. Setelah umur 40 tahun, manusia akan mengalami kehilang-an beberapa nefron, yaitu saringkehilang-an penting di dalam ginjal. Penurunan fungsi ginjal berdasarkan pertambahan umur tiap deka-de adalah sekitar 10 ml/menit/1,73 m2.9

Distribusi proporsi laki-laki 50,6% lebih tinggi dibandingkan perempuan 49,4% dengan Sex ratio laki-laki terhadap perempuan adalah 91:89 = 1,02:1.

Tabel 2. Distribusi Proporsi Penderita GGK yang Rawat Inap Berdasarkan Agama, Pekerjaan dan Tempat Tinggal di RSU Haji Medan Tahun 2012-2013 No. Sosiodemografi f % 1. Agama Islam Kristen Hindu 165 14 1 91,7 7,8 0,5 Jumlah 180 100,0 2. Pekerjaan PNS/Pensiunan Pegawai Swasta Ibu Rumah Tangga Petani Wiraswasta Pelajar/Mahasiswa Tidak bekerja 48 7 70 16 18 4 17 26,7 3,9 38,9 8,9 10,0 2,2 9,4 Jumlah 180 100,0 3. Tempat Tinggal Medan Luar Medan 125 55 69,4 30,6 Jumlah 180 100,0

Dari tabel 2. Dapat dilihat bahwa proporsi penderita GGK berdasarkan aga-ma tertinggi adalah agaaga-ma Islam yaitu 165 orang (91,7%) dan terendah Hindu yaitu 1 orang (0,5%). Hal ini tidak menunjukkan keterkaian antara agama dengan kejadian GGK, namun hanya menunjukkan bahwa jumlah penderita GGK yang datang berob-at ke RSU Haji Medan mayoritas beraga-ma Islam.

Proporsi pekerjaan penderita GGK yang tertinggi adalah ibu rumah tangga ya-itu 70 orang (38,9%) dan terendah pelajar-/mahasiswa sebanyak 4 orang (2,2%).

Proporsi tempat tinggal penderita GGK yang tertinggi adalah berdomisili di Medan 125 orang (69,4%) sedangkan dari luar Medan 55 orang ( 30,6%). Penderita GGK tertinggi berasal dari Medan kemu-ngkinan karena letak rumah sakit ini ber-ada di kota Medan, dan merupakan salah satu rumah sakit yang sudah menjadi milik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sehi-ngga pengunjung yang datang lebih bany-ak dari Medan. Sedangkan penderita yang dari luar Medan dapat disebabkan karena ingin mendapatkan fasilitas yang lebih

Gambar

Tabel 1.  Distribusi  Proporsi  Penderita  IMS  Berdasarkan  Usia  dan  Jenis  Kelamin  di  Puskesmas  Bandar  Baru  Tahun  2013
Tabel 4.  Distribusi  Proporsi  Penderita  IMS  Berdasarkan  Jenis  Kunjungan    di  Wilayah  Kerja  Puskesmas  Bandar  Baru Tahun 2013  Jenis Kunjungan  f  %  Kunjungan 1  Kunjungan 2  132 23  85,2 14,8  Jumlah  155  100,0
Tabel 10.  Distribusi  Proporsi  Jenis  IMS  Berdasarkan  Jenis  Kunjungan  di  Wilayah    Kerja  Puskesmas  Bandar  Baru Tahun 2013
Tabel 12.  Distribusi Proporsi Jumlah Pasangan  Seks  Dalam  Seminggu  Berdasarkan  Jenis  IMS  di  Wilayah    Kerja  Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013  Jenis IMS  Jumlah Pasangan dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita kanker serviks berdasarkan penatalaksanaan medis adalah radioterapi 47,8% diikuti lain-lain (pemberian obat-obatan yang

Hubungan Antara Grading Histopatologi (Gleason Score) dan Level PSA pada Kanker Prostat di Rumah Sakit Umum Pusat H.. Adam Malik Medan.Medan: Universitas

Walaupun demikian, usia menarche dini telah ditetapkan sebagai faktor risiko kanker payudara yang well-established (Kumar et al., 2010) Berdasarkan uraian pada

Dalam hal hubungan faktor penghasilan keluarga terhadap proses penyembuhan pasien dengan kanker serviks sebagian besar responden memiliki penghasilan keluarga 1- 2 juta

Fahad Alhameed menyebutkan bahwa pneumothoraks spontan tipe sekunder banyak terjadi pada penderita di atas 60 tahun karena usia di atas 60 tahun adalah puncak insiden

Dari 6 orang penderita kista ovarium ganas, proporsi status perkawinan tertinggi kawin yaitu sebanyak 6 orang (100%) dan tidak ditemukan penderita yang memiliki status

Tujuan khusus penelitian ini adalah: Mengetahui disitribusi proporsi penderita Meningitis anak berdasarkan sosiodemografi yang meliputi: umur, jenis kelamin, pekerjaan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: Karakteristik Penderita Kanker Serviks Yang Dirawat di Rumah Sakit Pemerintah Di Kota Medan tahun 2014