BAB II URAIAN TEORITIS
2.1.5. JaringanKomunikasi
2.1.5.1. Jaringan Komunikasi Formal
Jaringan komunikasi formal adalah pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hirarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan. Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang mengikuti garis komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur organisasi yaitu :
1. Downward communication (Komunikasi kepada bawahan)
Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pimpinan kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi ke bawah digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan tugas-tugas dan pemeliharaan.
a. Tipe Komunikasi ke Bawah
Secara umum komunikasi ke bawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe yaitu :
1) Instruksi Tugas
Instruksi tugas/pekerjaan yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan itu mungkin bervariasi seperti
perintah langsung, deskripsi tugas, prosedur manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu melihat dan mendengar yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya. Instruksi tugas yang tepat dan langsung cenderung dihubungkan dengan tugas yang sederhana yang hanya menghendaki keterampilan dan pengalaman yang minimal. Instruksi yang lebih umum biasanya digunakan bagi tugas-tugas yang kompleks, dimana karyawan diharapkan memperguanakan pertimbangannya, keterampilan dan pengalamannya.
2) Rasional
Rasional pekerjaan adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi atau objektif organisasi. Kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi pimpinan mengenai bawahannya. Bila pimpinan menganggap bawahannya pemalas, atau hanya mau bekerja bila dipaksa maka pimpinan memberikan pesan yang rasional ini sedikit. Tetapi bila pimpinan menganggap bawahannya orang yang dapat memotivasi diri sendiri dan produktif, maka biasanya diberikan pesan rasional yang banyak.
3) Ideologi
Pesan mengenai ideologi ini adalah perluasan dari pesan rasional. Pada pesan rasional penekanannya ada pada penjelasan tugas dan kaitannya dengan perspektif organisasi. Sedangkan pada pesan ideologi sebaliknya mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas, moral dan motivasi.
4) Informasi
Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan praktik-praktik organisasi, peraturan- peraturan organisasi, keuntungan, kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan dengan instruksi dan rasional. Misalnya buku handbook dari karyawan adalah contoh dari pesan informasi.
5) Balikan
Balikan adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari balikan ini adalah pembayara gaji karyawan yang telah siap melakukan pekerjaannya atau apabila tidak ada informasi dari atasan yang mengritik pekerjaannya, berarti pekerjaannya sudah memuaskan. Tetapi apabila hasil pekerjaan karyawan kurang baik balikannya mungkin berupa kritikan atau peringatan terhadap karyawan tersebut (Muhammad, 2009 : 108).
b. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi ke Bawah
Menurut Liliweri, masalah yang dihadapi dalam komunikasi ke bawah adalah sebagai berikut.
1. Kekurangsadaran, beberapa manajer tidak tahu persis tentang tipe komunikasi atas-bawah itu lalu memberikan instruksi secara alamiah saja, banyak fungsi tidak dijelaskan dengan rinci, umpan balik yang tidak dikehendaki terjadi namun acapkali didiamkan saja.
2. Pesan yang tidak lengkap dan tidak jelas.
3. Kelebihan pesan sehingga membuat orang bingung.
4. Transmisi serial, pesan melewati banyak bagian yang tidak memiliki persepsi yang sama terhadap pesan (Liliweri, 2004 : 86).
Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain sebagai berikut.
1) Keterbukaan
Kurangnya sifat terbuka di antara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan. Umumnya para pimpinan tidak begitu memperhatikan arus komunikasi ke bawah. Pimpinan mau memberikan informasi ke bawah bila mereka merasa bahwa pesan itu penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan tugas pesan tersebut tetap dipegangnya. Misalnya seorang pimpinan akan mengirimkan pesan untuk memotivasi karyawan guna penyempurnaan produksi, tetapi tidak mau mendiskusikan kebijaksanaan baru dalam mengatasi masalah-masalah organisasi.
2) Kepercayaan pada pesan tulisan
Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dengan tatap muka. Komunikasi tatap muka lebih disenangi oleh karyawan daripada media cetak. Meskipun hasil penelitian memperlihatkan hasil yang agak bertentangan dengan kepercayaan pimpinan tersebut namun kepercayaan tersebut masih ada.
3) Pesan yang berlebihan
Karena banyaknya pesan-pesan dikirimkan secara tertulis maka karyawan dibebani dengan memo-memo, buletin, surat-surat pengumuman, majalah dan pernyataan kebijaksanaan, sehingga banyak sekali pesan-pesan yang harus dibaca oleh karyawan. Reaksi karyawan terhadap pesan tersebut biasanya cenderung untuk tidak membacanya. Banyak karyawan hanya membaca
pesan-pesan tertentu yang dianggap penting bagi dirinya dan yang lain dibiarkan saja tidak dibaca.
4) Timing
Ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling menguntungkan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat dibutuhkan oleh karyawan maka mungkin akan mempengaruhi kepada efektivitasnya. 5) Penyaringan
Pesan-pesan yang dikirimkan kepada bawahan tidaklah semuanya diterima mereka. Tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan. Penyaringan pesan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor di antaranya perbedaan persepsi di antara karyawan, jumlah mata rantai dalam jaringan komunikasi dan perasaan kurang percaya kepada supervisor. Karyawan yang kurang percaya kepada supervisor mungkin memblok pesan supervisor (Muhammad, 2009 : 110).
2. Upward Communication (Komunikasi ke Atasan)
Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan ini adalah integrasi dan pembaruan.
Komunikasi ke atas merupakan sumber informasi yang penting dalam membuat keputusan, karena dengan adanya komunikasi ini pimpinan dapat mengetahui bagaimana pendapat bawahan mengenai atasan, mengenai pekerjaan mereka, mengenai teman-temannya yang sama bekerja dan mengenai organisasi (Muhammad, 2009 : 120). a. Jenis Informasi Komunikasi ke Atas
Rue dan Byars(1980), telah mengidentifikasi jenis informasi yang sering mengalir melalui saluran-saluran komunikasi ke atas, antara lain :
1. Informasi tentang keberhasilan, kemajuan, dan rencana-rencana mendatang dari para bawahan.
2. Informasi tentang problem pekerjaan yang memerlukan bantuan dari tingkatan lebih atas dalam organisasi.
3. Ide-ide untuk perbaikan dalam aktivitas dan fungsi yang berhubungan dengan pekerjaan.
4. Informasi mengenai perasaan para bawahan tentang pekerjaan atau isu yang berhubungan dengan pekerjaan (dalam Muchlas, 2005 : 278).
Kebanyakan dari hasil-hasil analisis penelitian mengenai komunikasi ke atas mengatakan bahwa supervisor dan pimpinan haruslah mendapatkan informasi dari bawahannya mengenai hal- hal berikut :
1. Kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan. Artinya, apa yang sedang terjadi di pekerjakan, seberapa jauh pencapaiannya, apa yang masih harus dilakukan, dan masalah lain yang serupa. 2. Masalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan pertanyaan yang
belum terjawab.
3. Berbagai gagasan untuk perubahan dan saran-saran perbaikan. 4. Perasaan yang berkaitan dengan pekerjaan mengenai
organisasi, pekerjaan itu sendiri, pekerjaan lainnya, dan masalah lain yang serupa (dalam Masmuh, 2010 : 67).
b. Fungsi Komunikasi ke Atas
Komunikasi ke atas mempunyai beberapa fungsi atau nilai tertentu. Menurut Pace, fungsinya adalah sebagai berikut :
1) Dengan adanya komunikasi ke atas supervisor dapat mengetahui kapan bawahannya siap untuk diberi informasi dari mereka dan bagaimana baiknya mereka menerima apa yang disampaikan karyawan.
2) Arus komunikasi ke atas memberikan informasi yang berharga bagi pembuatan keputusan.
3) Komunikasi ke atas memperkuat apresiasi dan loyalitas karyawan terhadap organisasi dengan jalan memberikan kesempatan untuk menanyakan pertanyaan, mengajukan ide- ide dan saran-saran tentang jalannya organisasi.
4) Komunikasi ke atas membolehkan, bahkan mendorong desas- desus muncul dan membiarkan supervisor mengetahuinya. 5) Komunikasi ke atas menjadikan supervisor dapat menentukan
apakah bawahan menangkap arti seperti yang dia maksudkan dari arus informasi yang ke bawah.
6) Komunikasi ke atas membantu karyawan mengatasi masalah- masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dalam tugas-tugasnya dan organisasi (dalam Muhammad, 2009 : 117).
c. Cara Memperbaiki Efektivitas Komunikasi ke Atas
Fungsi komunikasi ke atas menunjukkan betapa pentingnya komunikasi dari bawahan ke atasan. Kenyataannya, cara ini tidak selalu bekerja dengan baik dalam praktiknya. Beberapa kemungkinan cara untuk lebih mengefektifkan komunikasi bawahan ke atasan, antara lain :
1) Prosedur penyampaian keluhan. Pada berbagai perjanjian tawar-menawar secara kolektif, prosedur menyampaikan keluhan ini memungkinkan para karyawan membuat petisi ke atas melampaui atasan langsungnya. Hal ini dapat melindungi mereka dari tindakan kompromi dengan atasan langsungnya dan memberikan keberanian kepada mereka untuk mengomunikasikan keluhan-keluhannya.
2) Kebijaksanaan pintu terbuka. Secara harafiah, kebijaksanaan pintu terbuka bisa diartikan bahwa pintu atasan selalu terbuka untuk para bawahan atau sebagai undangan yang berkelanjutan buat para bawahan untuk datang dan membicarakan problem apapun yang menyusahkan mereka. Yang diharapkan bawahan tentunya keterbukaan dalam tindakan karena tindakan nyata lebih dihargai daripada kata-kata.
3) Konseling. Konseling ialah kuesioner tentang sikap dan interview mengenai alasan keluar dari pekerjaan.
4) Teknik-teknik partisipatif. Teknik-teknik pengambilan keputusan secara partisipatif dapat menghasilkan jumlah komunikasi yang banyak. Hal ini mungkin bisa terjadi melalui keterlibatan informal para bawahan atau melalui program- program partisipasi formal seperti penggunaan tim junior, komite manajemen dari serikat karyawan, kotak saran, dan quality circle. Penelitian menunjukkan bahwa para partisipan dalam jaringan komunikasi pada umumnya merasa lebih puas dengan pekerjaannya, lebih berkomitmen pada perusahaannya, dan lebih berprestasi kerja daripada mereka yang tidak dilibatkan dalam proses komunikasi.
5) Perantara nonstruktural yang ditugaskan untuk menanggulangi keluhan karyawan. Ini merupakan salah satu cara yang potensial untuk memungkinkan manajemen memperoleh masukan dalam bentuk komunikasi ke atas, yaitu dengan menggunakan perantara nonstruktural. Konsep ini untuk memberikan jalan keluar kepada orang-orang yang merasa diperlakukan tidak adil atau yang merasa didepersonalisasikan oleh perusahaan besar atau birokrasi pemerintah (Muchlas, 2005 : 279).
3. Horizontal Communication (Komunikasi Horizontal)
Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan di antara orang- orang yang sama tingkatan otoritasnya di dalam organisasi. Pesan yang mengalir menurut fungsi dalam organisasi diarahkan secara horizontal. Pesan ini biasanya berhubungan dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi. Komunikasi horizontal mempunyai tujuan tertentu diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengkoordinasikan penugasan kerja. Para anggota bagian pelatihan dan pengembangan memiliki kegiatan pelatihan utama untuk mengatur dan menyampaikan. Mereka harus saling bertemu untuk mengkoordinasikan pembagian tugas.
b. Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan. Bila gagasan dari beberapa orang menjanjikan hasil yang lebih baik daripada gagasan satu orang, komunikasi horizontal menjadi amat penting. Dalam menciptakan rancangan suatu program pelatihan atau kampanye hubungan masyarakat, anggota-anggota suatu bagian mungkin perlu berbagi informasi mengenairencana-rencana mereka dan apa yang akan mereka kerjakan.
c. Untuk memecahkan masalah. Baru-baru ini tiga mahasiswa di tempat terpencil ditugaskan di sebuah lokasi umum yang sama. Mereka bertemu untuk mengurangi jumlah perjalanan yang tidak perlu dan berbagi tumpangan kendaraan. Mereka mampu mengurangi biaya dan bekerja bersama untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi dengan kesulitan yang lebih sedikit.
d. Untuk memperoleh pemahaman bersama. Bila diusulkan perubahan- perubahan sebagai persyaratan untuk suatu bidang studi utama akademik, dosen-dosen harus bekerja bersama-sama untuk menghasilkan suatu pemahaman bersama mengenai perubahan apa yang harus dibuat. Pertemuan dan pembicaraan di antara dosen-dosen yang tingkat organisasinya sama dan di jurusan yang sama, amat penting untuk mencapai pemahaman bersama.
e. Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan. Individu- individu sering mengembangkan pilihan dan prioritas yang akhirnya menimbulkan ketidaksepakatan. Bila hal ini terjadi, komunikasi horizontal prioritas dapat disesuaikan dan konflik diselesaikan.
f. Untuk menumbuhkan dukungan antarpesona. Karena kita memakai sejumlah besar waktu kita untuk berinteraksi dengan orang lain dalam pekerjaan, kita semua - sampai tingkat tertentu – memperoleh dukungan antarpesona dan rekan-rekan kita. Kebanyakan komunikasi horizontal kita bertujuan untuk memperkuat ikatan dan hubungan antarpesona. Komunikasi horizontal memegang peranan penting dalam pembinaan hubungan di antara para pegawai dan mendorong terciptanya unit kerja yang padu. Para pegawai yang tingkatnya sama,
yang sering berinteraksi, tampaknya lebih sedikit mengalami kesulitan dalam memahami satu sama lainnya. Interaksi antasejawat menghasilkan dukungan emosional dan psikologis (Masmuh, 2010 : 68).