• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

DESKRIPSI WILAYAH DAN INTREPETASI DATA PENELITIAN

C. Profil Informan Tokoh Desa/Nagori Bahapal Raya

4.3 Calon Kepala Desa dan Modal Sosial yang di Milikinya

4.3.3 Jaringan Sosial Aktor Dalam Mendapat Suara Masyarakat

Menjalani kehidupan sehari-hari sebelum para aktor yang mencalon sebagai calon Kepala Desa maka kebanyakan mereka telah menjalin hubungan dengan

masyarakat tempat mereka tinggal bahkan mungkin sampai ke desa lain karena urusan keluarga, pertemanan dan bisnis yang mereka miliki. Dari hubungan yang terjalin itu, bisa berbeda-beda cara pendekatan dan kedekatan yang di miliki oleh para aktor dengan masyarakat desa. Beberapa dari mereka mungkin lebih dominan di jalur informal dan beberapa yang lainnya lebih dominan di jalur formal tergantung lebih menyukai jalur yang mana pilihan mereka. Jalur informal bisa saja seperti kumpul-kumpul di warung kopi, lapo tuak, kegiatan bersama yang terjadi secara spontan bahkan dalam jalur pertemanan yang sudah terjalin. Pada satu pihak yang lebih memilih di jalan yang lebih formal ini memilih kegiatan seperti acara agama, adat dan bahkan kalau ada acara yang di selenggarakan oleh pemerintah desa.

Banyak cara yang dilakukan oleh aktor dalam melibatkan dirinya di dalam pergaulannya sehari-hari dengan masyarakat yang akan mendukungnya. Cara itu bisa seperti yang di jelaskan oleh Hasbullah dalam Inayah (2012: 44) mengatakan tentang

participation in network yaitu kemampuan aktor untuk bisa melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial, melalui variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntarity), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility). Kemampuan itulah yang harus dimiliki oleh setiap kator untuk selalu bisa menyatukan diri dan beradaptasi dalam suatu pola hubungan yang saling terhubung yang akan sangat besar dampaknya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial yang dimilikinya. Pendapat dari pakar ilmu sosial di atas berhubungan dengan wawancara yang saya lakukan dengan bapak Jasinton Saragih (Kepala Desa Terpilih) yang di bawah ini.

Saya memang memiliki sifat yang mudah bergaul dengan masyarakat dan waktu yang saya habiskan selain kalau ada kegiatan berladang pasti berada di warung kopi, berkumpul dengan bapak-bapak, acara pesta bahkan saya pengurus gereja sekaligus Kepala Desa. kedekatan dengan keluarga saya

tentu tetap saya jaga karena mereka juga orang yang pasti mendukung saya jadi kalau ada keluarga yang meminta pertolongan saya bantu begitu juga masyarakat di sini sehingga bisa selalu melibatkan diri dengan orang-orang di sekitar saya. Inti dari semua agar saya bisa menang dalam pemilihan Kepala Desa memang lebih mengandalkan pergaulan saja.

Hal yang serupa juga di katakan oleh bapak Agus Harianto Purba yang merupakan tokeh kerbau melalui pernyataannya dalam wawancara berikut ini.

Memang kalau saya bukan lagi orang baru kalau dalam kehidupan pasar maupun pergaulan di Kecamatan Raya ini. Banyak sekali yang mengenal saya karena tuntutan kerja yang memang mengharuskan saya untuk selalu berada di lapangan. Waktu itu saya mendekati semua orang tapi ada beberapa pendekatan khusus yang saya buat. Saya meminta dukungan kepada orang yang pernah membesarkan kerbau saya yang ada tersebar di Desa Bahapal dan Kecamatan ini. Bagi orang yang saya kenal di luar dari Desa Bahapal Raya tetapi memiliki hubungan keluarga dengan warga Desa Bahapal Raya maka saya meminta agar mereka mau mempengaruhi keluarga mereka yang ada di desa ini untuk memilih saya dalam pemilihan Kepala Desa. saya tipe orang yang suka bergaul dan mau membantu orang yang di sekitar saya sehingga mereka bisa nyaman berada dekat dengan saya.

Pernyataan yang sudah tertera di atas menunjukkan bahwa agar bisa menjalin kedekatan dengan masyarakat desa hanya melalui melibatkan diri langsung dengan mereka. Hubungan yang sudah terjalin itu tidak boleh terputus oleh kedua belah pihak maka penting untuk selalu menjaga hubungan agar tetap baik dengan melakukan yang namanya kontinuitas (hubungan lanjut) yang berdampak semakin adanya kerelaan dari masyarakat untuk memilih para aktor. Jaringan yang sudah terbentuk melalui jalur pergaulan dengan masyarakat desa bisa membantu mengakses dan mengumpulkan suara dukungan bagi setiap aktor yang ikut pemilihan Kepala Desa.

Melalui pembentukan jaringan formal yang agak konservatif juga ada di tunjukkan oleh dua calon Kepala Desa yang ikut dalam PILKADES. Mereka membentuk jaringan ini karena mereka memang memiliki jabatan atau andil yang besar dalam wadah (sarana) formal yang mereka miliki itu. Hal itu terlihat jelas saat

saya mewawancarai dua (2) orang calon Kepala Desa yang ada dalam kutipan wawancara berikut ini. Wawancara langsung saya dengan bapak Jalesman Sinaga

Kalau saya waktu kampanye pemilihan Kepala Desa maka saya kurang mengandalkan jalur pertemanan ataupun pergaulan saya. Paling saya melakukan memotong hewan untuk makan secara bersama walaupun hanya dalam jumlah sedikit. Dalam perhatian yang lebih saya inginkan melalui acara-acara adat, agama dan kegiatan resmi lainnya. Saya pada waktu itu juga kan sebelum sekarang pensiun dari jabatan saya sebagai pengantar jemaat/porhanger maka saya mempunyai kelebihan dalam lebih menonjolkan diri dalam kegiatan itu sehingga membuat saya lebih merasa percaya akan hal itu. Walaupun hal itu tidak menjadi buah kemenangan bagi saya pada hasil pemilhan Kepala Desa karena saya kalah suara banyak pada PILKADES itu.

Hal yang mirip dengan kondisi yang di lakukan oleh bapak Jalesman Sinaga juga dialami oleh bapak Jhoni Purba, berikut kutipan wawancara saya dengan beliau.

Keinginan saya ikut dalam pemilihan Kepala Desa hanya untuk mengembangkan kelompok tani yang saya bentuk di desa ini. Jadi dalam setiap kampanye yang saya lakukan ke masyarakat saya selalu membawa kelompok tani saya dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa dengan program kelompok tani maka dapat menaikkan taraf hidup atau kesejahteraan di desa ini. Jarang bagi saya melakukan hal yang terkait politik dan sosial melalui pergaulan ataupun pertemanan yang saya miliki dalam melakukan kampanye untuk mencari dukungan dari masyarakat desa. Prinsip yang saya miliki memang selalu ingin menonjolkan dan mengembangkan program kelompok tani karena keyakinan teguh saya pada kesejahteraan yang dapat di capai dari hal itu.

Keadaan yang di jelaskan melalui wawancara diatas memperlihatkan kalau pembentuka jaringan sosial ada juga yang lebih menonjolkan dari sisi formal kehidupan masyarakat. Mereka mengoptimalkan sisi itu karena memang selama ini sudah terus berperan aktif dalam wadah pembentuk jaringan sosial mereka dan nyaman untk melakukan kampanye dari sisi itu. Keadaan lain ditunjukkan oleh bapak Jan Nofri Purba yang pada waktu baru pindah dari Dumai karena keadaan itu beliau melakukan kampanye secara optimal dengan membangun hubungan

kekerabatah atau pertemanan mulai dari nol. Hal tersebut dapat dilihat dari penuturan beliau melalui wawancara berikut ini.

Saya masih ingat jelas waktu itu saya pulang ke desa ini karena anak saya akan di baptis di gereja yang ada di desa ini. Waktu itu ada beberapa keluarga dekat saya menyarankan untuk menjadikan saya salah satu calon Kepala Desa yang akan di selenggarakan di desa ini. Saya tertarik juga akan hal itu karena saya juga lulusan fakultas FISIP maka jalan pertama yang saya harus lakukan adalah mengenalkan diri saya pada masyarakat sekitar ini. Saya secara terus-menerus pada 3 bulan itu mulai dari pagi bahkan malam mencoba singgah ke berbagai desasekalian bergaul agar saya di kenal dan mereka mempercayai saya sebagai Kepala Desa nantinya. Saya juga memiliki orang kepercayaan untuk membantu saya pada saat-saat tertentu agar mempertemukan saya kepada beberapa tokoh desa yang ada di Nagori Bahapal Raya ini. Usaha yang saya lakukan pada saat itu sudah cukup maksimal bagi saya dengan mendapat suara kedua (2) terbanyak walaupun rasa sedikit kekecewaan ada pada diri saya.

Keterlibatan aktor dalam kehidupannya dalam pembentukan jaringan sosial yang nantinya dapat membantu untuk mendulang suara dalam pemilihan Kepala Desa tidak terlepas dari ranah (field). Ranah menurut Bourdieu dalam Soepoetro (2009: 79) mengatakan ranah bukan ikatan intersubjektif antar individu melainkan semacam hubungan yang terstruktur antar individu melainkan semacam hubungan yang terstruktur dan mengatur posisi-posisi individu dan kelompok dalam tatanan masyarakatyang terbentuk secara spontan. Berikut juga jaringan sosial menurut Agusyanto dalam Soepoetro (2009:79) bahwa jaringan sosial bukanlah yang dinamakan kelompok atau organisasi saja karena sering keanggotaan jaringan sosial tidak disadari atau belum tentu disadari oleh orang bersangkutan. Jadi ranah sosial para aktor jadi bagaian kehidupan aktor dan masyarakat desa sekitarnya yang sangat kompleks yang saling mengisi ruang sosial mereka sehingga tercipta keterikatan sosial. Inilah yang ingin di manfaatkan oleh setiap aktor tadi yang masuk dunia politik, mereka melihat kalau hubungan kekerabatan dan pertukaran sosial yang

sehingga memiliki kedekatan khusus dan memiliki kepercayaan yang kuat kepada aktor untuk di dukung dalam pemilihan Kepala Desa nanti.

Konsep jaringan yang terbentuk di atas juga bisa di ketahui melalui salah satu kasus yang terlihat di Desa Bahapal Raya. Kasus ini akan lebih jelas terlihat melalui penjelasan di bawah ini.

Luasnya jaringan bisanis bapak Agus Harianto Purba yang tidak hanya terbatas pada

Nagori Bahapal Raya menjadikan jaringan sosial beliau juga bisa lebih kuat. Warga yang memiliki ketergantungan pada dirinya karena kerjasama bisnis mengharuskan untuk lebih cenderung memilih beliau pada saat pemilihan Kepala Desa.

Untuk kita bisa lebih melek lagi terhadap jaringan sosial yang berusaha dibentuk aktor dalam arena politik maka ada baiknya kalau kita lihat gambar berikut ini.

Bapak Agus Harianto Purba yang selama ini memiliki jaringan bisnis yang luas dalam lingkup beberapa kecamatan membuatnya memiliki jaringan yang luas. Beliau yang memang memberikan kerbau miliknya pada warga desa yang mau membesarkannya dan setelah besar akan bagi hasil. Tentu keterikatan itu bisa menjadi sumber jaringan bagi beliau karena banyaknya kerbau miliknya yang di ternakkan oleh warga desa. Bahkan orang yang membesarkan kerbau miliknya tetapi berada diluar dari Nagori Bahapal Raya dan memiliki keluarga dekat di Nagori bahapal Raya disuruh untuk mempengaruhi keluarganya itu agar memilih beliau pada saat pemilihan Kepala Desa nantinya. Tentu beliau memiliki keuntungan besar dengan memiliki jaringan yang cukup luas dalam bisnis yang dimilikinya.

AKTOR (CALON KEPALA DESA) MASYARAKAT DESA INTERAKSI PERTEMANAN (KEKERABATAN) INFORMAL FORMAL GEREJA PEMERINTAHAN DESA ORGANISASI DESA KELUARGA PERGAULAN DENGAN MASYARAKAT DESA JARINGAN SOSIAL SUMBER DUKUNGAN

Bila dilihat secara sistematis bentuk jaringan sosial yang dimiliki aktor dalam ranah politik maka akan kita lihat yang harus ditonjolkan dalam kehidupan sehari-hari aktor yaitu pertemanan. Pertemanan bisa terbentuk dari dua wadah yang berbeda baik itu dari jalur formal dan informal yang semuanya itu bisa menjadi titik jaringan sosial. Dari sisi formal dapat diraih dengan keberadaan struktur anggota suatu organisasi desa baik agama, pemerintahan desa bahkan organisasi masyarakat. Di sisi lain melalui sektor informal maka lebih mengandalkan pergaulan berupa pertemanan karena sering ini menjadi pengikat solidaritas yang kuat antar individu sehingga bisa menjaring massa dengan jumlah yang banyak karena semua ikut mendukung berdasarkan kerelaan setiap individu.

4.4 Pembentukan Habitus Aktor

Pembentukan karakter yang ada pada setiap manusia selalu terkait dengan banyak hal yang di alami dan dimiliki oleh setiap individu. Pembentukan karakter dapat di bedakan berdasarkan latar belakang kehidupan sosialnya, pengalaman hidupnya, pengetahuan serta pergaulan yang melingkupi kehidupannya selama ini. Proses pembentukan itu berlangsung dengan jangka waktu yang lama dengan melalui beberapa tahap tergantung bagaimana setiap menghadapi dan menafsirkannya. Pengalaman yang di dapat setiap individu itu di dapat karena berada pada arena sosial yang berbeda untuk setiap individu bahkan walaupun dalam arena yang sama masih ada faktor lain yang bisa membedakan seperti status dan pengetahuan yang berbeda sehingga menjadi menjadi berbeda penafsiran dan pembentukan habitusnya.

Bila kita ingin melihat jauh pembentukan habitus dalam arena sosial dan politik calon Kepala Desa yang bertarung merebut posisi Kepala Desa maka kita akan lihat defenisi habitus menurut pencetus teori itu yaitu Pierre Bourdieu. Habitus

menurut Pierre Bourdieu dalam Adib (2012: 97) mengatakan bahwa habitus adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya orang berhubungan dengan dunia sosial yang dimiliki setiap idnvidu. Setiap idnvidu di bekali dengan serangkaian skema yang sudah terinternalisasi dalam dirinya yang mereka gunakan untuk mempersepsi, memahami, mengapresiasi dan mengevaluasi dunia sosialnya. Melalui setiap aspek tadi, setiap individu menghadapi dunia sosial yang dekat dengan lingkungan dan status yang melekat pada diri aktor. Aktor akan melakukan yang pantas atau sejalan dengan harapan yang ada dalam pikiran masyarakat. Masyarakat akan melihat cara yang di tunjukkan oleh setiap aktor dalam menampilkan diri, bertindak, berbicara bahkan mengambil keputusan dalam setiap keadaan yang berbeda-beda.

Perpindahan status yang di miliki oleh aktor dari status yang di milikinya sebelumnya hanya sebagai masyarakat biasa dan berubah ke tahap status yang lebih tinggi menjadi calon Kepala Desa maka tidak secara otomatis aktor itu berubah habitus yang ada dalam dirinya. Pertama akan di awali oleh perubahan kecil dalam dirinya dengan menjaga setiap perkataan dan tata kelakukan dan cara bertindaknya di depan publik. Proses itu terus berlanjut ke tahap yang lebih lanjut dengan setiap pertarungan yang dihadapi dalam sosial politik desa tempat yang menjadi arena pertarungan mereka. Terinternalisasinya nilai yang di dapatkan dari pengalaman di arena politik sehingga melekat dalam diri setiap aktor akan menentukan respon masyarakat pada tindakan aktor sehingga berujung banyak atau tidaknya dukungan yang datang pada aktor. Hal ini terkait juga dengan modal sosial yang di bahas sebelumnya, dalam diri aktor yang terkait pergaulannya dan melibatkan dirinya kepada masyarakat desa sehingga masyarakat akan tertarik dan menyukai sekaligus

menghormati sebagai calon Kepala Desa. Semua faktor itu yang menjadi penentu akan banyaknya suara yang di dapatkan oleh aktor dalam pemilihan Kepala Desa.

Pengalaman yang di dapatkan melalui proses pembentukan habitus juga sebuah produksi kultural yang dihasilkan oleh individu dalam ranah politik dan -sosialnya. Habitus tadi yang bisa terbentuk atau tercipta di mulai dari anak-anak pada suatu ranahnya. Habitus melalui pendidikannya, interakasi, bahkan didikan dalam keluarga untuk membawakan dirinya dalam kehidupan masyarakat untuk mengahadapi ranah sosialnya. Habitus menurut Vivian dalam tesisnya (2014: 9) mengatakan habitus sebagai tindakan atau sikap yang terakumulasi dan dinamis mengikutu ranah sosial, sehingga habitus setiap individu berbeda-beda. Produk habitus bersifat spesifik dan beradaptasi dengan ranah. Ranah menjadi sistem sosial yang bersifat relasional antara posisi objektif aktor. Dalam ranah juga menjadi perebutan sumber dan pertaruhan dan akses terbatas. Perjuangan dan manuver politik juga terjadi dalam ranah, para aktor yang ikut bertarung dalam pemilihan Kepala Desa berjuang menghasilkan habitus yang sesuai dengan harapan rakyat sehingga bisa berpartisipasi dalam mendulang suara dari rakyat. Hal ini juga di tandai pada calon Kepala Desa yang bertarung maka mereka juga terlihat mengalami proses pembentukan habitus. Habitus pada aktor akan di lihat melalui wawancara pada calon kepala desa berikut ini. Bapak Jasinton Saragih memberikan pernyataannya dalam wawancaranya melalui penuturannya sebagai berikut.

Saya sebagai salah satu tokoh desa di Bahapal Raya ini tentunya terus menjaga tingkah laku saya dalam pergaulan masyarakat. Saya tidak bisa seperti warga desa lain yang dalam beberapa tindakan ataupun kondisi terlihat ceroboh atau kurang sesuai dengan harapan masyarakat. Kalau tentang pengaturan pola tingkah laku telah ada saya atur dalam diri saya sejak sebelum mencalon Kepala Desa tetapi pada saat setelah mencalon/ mendaftarkan diri sebagai calon Kepala Desa maka saya lebih banyak

mengatur pola tingkah laku dan tindakan saya. Hal itu semua tentunya demi mendukung kepribadian yang dilihat masyarakat dari diri saya sehingga saya bisa terlihat wibawa dan terpandang di lihat masyarakat desa. pengaturan pola tingkah laku tadi juga saya terapkan lebih lagi dalam keluarga besar saya agar keluarga saya juga memiliki sifat yang baik di masyarakat karena apa yang ada dalam diri saya itu juga menjadi cerminan bagi semua keluarga saya sehingga perlu ada penanaman nilai yang baik untuk keluarga sehingga orang memandang saya dan keluarga menjadi lebih hormat. Semua itu menjadi harapan yang besar bagi saya untuk kemenangan dalam setiap pemilihan Kepala Desa yang saya lakukan.

Hasil wawancara yang saya lakukan dengan bapak Jasinton Saragih di atas terlihat bahwa identitas diri di bentuk oleh keluarga juga sehingga para aktor tidak hanya pola tingkah laku mereka yang mereka atur tetapi keluarga juga. Keluarga selalu memberi dukungan dan nasihat bagi aktor dalam melakukan tindakan, berbicara dan bertindak. Hal ini juga sesuai dengan wawancara yang saya lakukan dengan bapak Agus Harianto Purba seperti berikut.

Sejak kecil saya sudah diajarkan untuk selalu melakukan tindakan dan berbicara yang mengikuti aturan yang ada di masyarakat. Dalam keluarga saya juga selalu saya tanamkan untuk tetap berbuat baik seperti membantu tetangga kesusahan dan ikut berbagi kepada teman juga. Hal inilah yang menjadi pengaturan pola tingkah laku bagi saya karena sudah tertanam dari kecil maka untuk melakukan hal-hal yang pantas bagi seorang yang ikut berpolitik tidak terlalu sulit bagi saya. Nama keluarga saya di desa ini juga termasuk masih bersih dan terpandang karena memang belum ada kejadian yang mencoreng nama baik keluarga saya. Pertarungan yang saya lakukan dalam PILKADES selalu saya lakukan dengan jalur sehat karena itu member kenyamanan bagi saya. Proses yang saya lalui ini saya yakini akan memberikan rasa percaya masyarakat pada saya dan rela memberi dukungan untuk saya.

Penjelasan di atas melalui hasil wawancara telah menunjukkan kalau keluarga juga merupakan salah satu faktor vital yang menjadi pembentuk habitus aktor karena keluarga di pandang aktor menjadi standar nilai yang menjadi penentu arah dalam bertindak bagi aktor. Para aktor yang memiliki modal dari pembentukan habitus dalam keluarga akan berbeda pada saat menghadapi ranah politik karena perlu ada

Pembentukan dalam keluarga dan agama juga dapat dilihat dalam wawancara saya dengan bapak Jalesman Sinaga seperti berikut.

Saya telah dua periode sebagai pengantar jemaat/Porhanger di Desa Bahapal Raya ini, setidaknya hal itu sudah menjadi faktor yang membentuk sifat saya dalam kehidupan sehari-hari. Saya selalu di haruskan untuk bersikap bijak dan membuat jalan keluar apabila masyarakat sini dalam masalah dan nilai-nilai agama juga menjadi sangat berarti dalam hidup saya sehingga selalu melalui jalan yang benar. Keinginan saya ikut PILKADES juga di karenakan saya merasa ada hal yang pantas di tiru dari saya dan bisa menjadi panutan bagi saya sehingga menjadikan saya akan mendapat dukungan oleh masyarakat yang telah melihat bagaimana kehidupan saya seharin-harinya. Dalam pergaulan sehari-hari saya selalu aktif dalam setiap kegiatan gereja dan agama karena itu menjadi hal positip bagi saya dalam menjalankan kehidupan saya sehari-harinya.

Pembentukan habitus yang berasal dari ranah yang berbeda dengan setiap aktor yang sering di jalaninya membuat berbeda dalam menghadapi atau bertindak dalam pertarungan politik. Seperti wawancara dengan bapak Jalesman Sinaga yang banyak berada dalam lingkaran kegiatan keagamaan maka banyak arah penentu tindakan dan sikapnya di di dominasi oleh nilai-nilai keagamaan sehingga selalu patuh akan nilai yang seturut dengan kepercayaan agamanya. Berbeda halnya dengan bapak jonni Saragih yang juga untuk beberapa tahun ini terus aktif dalam membentuk dan membangun program kelompok tani yang di binanya sehingga memberikan pengalaman berbeda dan semangat yang pantang menyerah. Untuk lebih lanjutnya dapat kita lihat dari penuturan beliau dalam wawancara berikut ini.

Saya mengatur pola tingkah laku saya tidak semuanya berasal dari keluarga saya yang mulai dari kecil sudah memberikan saya nilai-nilai baik yang menuntun saya dalam hidup saya. Setelah berkeluarga dan menjadi eorang duda dengan anak saya yang masih sekolah maka saya berusaha mencari jalan agar saya bisa menaikkan kehidupan saya. Beberapa tahun yang lalu ada program pemerintah yang menggalakkan program kelompok tani dan saya antusias akan itu. Saya rasa kegiatan kelompok tani ini telah membentuk sifat saya yang baru yang mengajarkan saya untuk selalu membantu