• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III AKIBAT HUKUM BAGI PEMBERI KERJA YANG TIDAK

B. Analisis Yuridus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor :

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Hubungan Industrial dalam Pasal 3 ayat 1 yang menyebutkan bahwa penyelesaian perselisihan diwajibkan menempuh upaya perundingan bipartit terlebih dahulu. Dalam kasus ini, proses perundingan bipartit telah dilaksanakan tetapi tidak mencapai kesepakatan atau gagal.

Dalam huku perjanjian mengenai saat dan tempat lahirnya perjanjian, serta materi adanya persesuaian paham serta kehendak yang pada dasarnya asas konsensualisme suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya suatu kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian terhadap hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Arti sepakat adalah persesuaian paham ataupun kehendak antara kedua belah pihak yang mengikatkan diri. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian dianggap telah tercapai, apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain, dengan kata lain pernyataan/kehendak/prestasi yang dikeluarkan oleh suatu pihak itu disanggupi oleh pihak lain untuk dilakukan.

Cidera janji terhadap perjanjian kerja yang dilakukan oleh Tergugat sangat merugikan Penggugat mengingat umur Penggugat sudah memasuki usia lanjut tetapi Penggugat tetap bekerja secara terus menerus tanpa henti dan terputus.

Tidak berakhirnya perjanjian kerja yang sudah lewat waktu yang didasarkan pada Pengesahan Peraturan Perusahaan No:560/383/DKKM/2017 Pasal 31 ayat 4

(Bukti P-3) mengenai Hubungan Kerja yang berbunyi : “Bila Pekerja mencapai usia 55 tahun akan di PHK-kan karena usia lanjut”.

Penggugat telah mencapai usia 57 tahun dan sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (4) Peraturan Perusahaan maka Penggugat seharusnya telah dipensiunkan dikarenakan telah melebihi usia 55 tahun (usia lanjut) dan pada tanggal 6 November 2018 Penggugat sudah mengajukan Pensiun kepada Tergugat tepatnya kepada Direktur RSU Sari Mutiara namun Tergugat tidak menanggapinya ini menyebabkan Penggugat kesusahan dikarenakan Penggugat sudah sering mengalami sakit di usia lanjutnya dan ditambah Penggugat harus bekerja tanpa henti dan terputus serta hak dari Penggugat antara lain gaji mengalami keterlambatan pembayaran pada tahun 2018 tetapi perusahaan membayar 2 bulan sekali dengan cara dicicil bahkan sejak bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September 2019 Tergugat sama sekali tidak membayarkan upah kepada Penggugat sedangkan status Penggugat sampai sekarang masih bekerja tetapi tidak diberikan upah seperti biasanya. Upah yang diterima tidak sesuai dengan Upah Minimun Sektoral Kota Medan yaitu sebesar RP. 2.969.824 sebagaimana Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor.188.44/1365/KPTS/2018 yang diatur pula pada Pasal 90 ayat 1 Undang – Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan namun pada Pasal ini dihapus dalam Undang- Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja tetapi Undang – Undang Cipta Kerja mengatur hal tersebut pada Pasal 88 E ayat 2 yang berbunyi : “ Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimun.”

Maka sudah seharusnya perusahaan atau majikan memberikan gaji atau upah tidak lebih kecil dari pada upah minimun sektoral. Dikarenakan apa yang menjadi hak dari Penggugat tidak diberikan oleh Tergugat yakni upah sedari bulan April-September maka Penggugat berhak mengajukan pemutusan hubungan kerja berdasarkan Pasal 169 ayat 1 butir c Undang – Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan juga Pasal ini pada Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja menghapus Pasal ini tetapi mengatur hal tersebut pada Pasal 154A ayat 1 butir g alinea ke-3.

Maka sudah sepantasnya Penggugat mendapatkan hak-haknya atas terjadinya cidera janji atas perjanjian kerja yang membuat Penggugat tetap bekerja di usia lanjut nya tetapi Tergugat tidak memberikan sebagaimana apa yang menjadi hak dari Penggugat dan hanya mangkir dan tidak menanggapi nya sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Undang – Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta Undang – Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun perincian hak-hak Penggugat yaitu sebagai berikut:

a. Uang Pesangon : 2 x 9 x Rp.2.969.824 = Rp.53.456.832,- b. Uang Penghargaan Masa Kerja :10 x Rp.2.969.824 = Rp.29.698.240,+

JUMLAH = Rp.83.155.072,-

c. Uang Penggantian Hak: 15% x Rp.83.155.072,- = Rp.12.473.260,+

JUMLAH = Rp.95.628.332,-

Berdasarkan perincian di atas, maka total keseluruhan hak-hak Penggugat yang harus dipenuhi oleh Tergugat sebesar Rp. 95.628.332,- (sembilan puluh lima

Dalam keterangan Tergugat menyatakan bahwa perusahaan telah tutup operasional tertanggal 1 maret 2019 yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat membayarkan gaji karyawan dikarenakan tidak memiliki sumber pendapatan lagi.

Maka Tergugat mengajak pekerja termasuk yang telah memasuki usia pensiun untuk musyawarah mencari mufakat terkait pemberian kompensasi.

Pertama pada bulan November 2017 BPJS Kesehatan Kota Medan menghentikan kerjasama dengan RSU Sari Mutiara Medan yang mengakibatkan jumlah pasien khususnya rawat inap menurun drastis yang berdampak pada pendapatan Yayasan RSU.Sari mutiara maka manajeman sektor marketing melakukan sosialisasi ke luar daerah yang membutuhkan ongkos operasional yang cukup tinggi dengan tujuan menarik minat masyarakat berobat melalui pelayanan umum namun pada faktanya masyarakat sudah banyak menjadi pendaftar BPJS Kesehatan. Maka anggaran perusahaan banyak terpakai akibat hal tersebut.

Kedua, pada bulan April 2018 akhirnya BPJS kesehatan kembali menjalin kerjasama kepada RSU Sari Mutiara tetapi menurut keterangan Tergugat ini bukan serta merta menaikkan jumlah pasien bahkan sejak bulan April 2018 sampai awal tahun 2019 pasien semakin menurun dikarenan regulasi baru yang dikeluarkan BPJS. Maka jumlah pemasukan dengan pengeluarangan tidak seimbang.

Tetapi pada keterangan saksi yang diajukan oleh Penggugat pada persidangan dan para pekerja perusahaan mengatakan bahwa RSU.Sari Mutiara selaku Tergugat tutup atau tidak beroperasi lagi bukan karena mengalami kerugian, karena sampai sekarang saja pun tidak ada putusan bahkan laporan keuangan yang

telah diaudit oleh akuntan publik bahwa RSU. Sari Mutiara tidak beroperasi karena mengalami kerugian. Ini menunjukkan ketidaktransparansian antara atasan dan bawahan.

Bawa benar telah dilaksanakan upaya bipartit sebagaimana diatur pada Pasal 136 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 antara Tergugat dan juga Penggugat (seluruh pekerja) tetapi dalam musyawarah untuk mencari mufakat ini gagal dikarenakan hasil kesepakatan yang rincian nya sebagai berikut :

1) Masa Kerja 3-6 tahun memperoleh 4 bulan upah 2) Masa Kerja 6-9 tahun memperoleh 6 bulan upah 3) Masa Kerja 9-12 tahun memperoleh 8 bulan upah 4) Masa Kerja 12-15 tahun memperoleh 10 bulan upah 5) Masa Kerja 15-18 tahun memperoleh 12 bulan upah 6) Masa Kerja 18 keatas memperoleh 16 bulan upah

Yang seharusnya dibayarkan sebesar lamanya masa kerja namun Tergugat/

perusahaan hanya menawarkan sebesar 3 bulan gaji saja. Maka upaya bipartit ini dinyatakan gagal dan tidak mencapai kata sepakat. Sehubungan dengan adanya pertimbangan hukum dari majelis hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus a quo secara nyata telah putus hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat hal mana pertimbangan hukum majelis telah mengabulkan petitum pada angka 2 dan angka 4 yang dimohonkan oleh Penggugat pada petitum gugatan.

Dan hal tersebut telah dibuktikan sesuai dengan alat bukti surat dan keterangan para saksi di persidangan.

Bahwa setelah adanya pemutusan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat yang merupakan salah satu petitum gugatan yang dikabulkan oleh

membayarkan prestasi kepada Penggugat berupa sejumlah uang sebesar Rp 58.060.059,00 dengan perincian sebagai berikut :

- Uang Pesangon 9 X Rp. 2.969.824,00 =Rp.26.728.416,00 - Uang Penghargaan Masa Kerja 8 X 2.969.824 =Rp. 23.758.592,00 Sub Total Rp.50.487.008,00 - Uang Penggantian Hak 15 % X Rp.50.487.008, =Rp. 7.573.051,00

TOTAL Rp. 58.060.059,00

Bahwa hak penggugat yaitu kompensasi yang tertera di atas merupakan perhitungan dari majelis hakim pada putusannya yang mana berbeda dengan yang dimohonkan oleh Penggugat pada posita dan petitum gugatan yang berjumlah sebesar Rp 95.628.332 yang di dasarkan perhitungannya pada Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 dengan rincian sebagai berikut :

Uang Pesangon : 2 x 9 x Rp.2.969.824 = Rp.53.456.832,- Uang Penghargaan Masa Kerja :10 x Rp.2.969.824 = Rp.29.698.240,+

JUMLAH = Rp.83.155.072,-

Uang Penggantian Hak: 15% x Rp.83.155.072,- = Rp.12.473.260,+

JUMLAH = Rp.95.628.332,-

Dengan demikian yang dimohonkan Penggugat pada posita dan petitum gugatan benar sangat bertolak belakang atas putusan majelis hakim namun demikian dari kasat mata hukum majelis hakim telah mempertimbangkan sesuai dengan alat bukti surat, keterangan saksi kedua belah pihak yang berperkara dan memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 50 yang dimaksud

“Perjanjian Kerja” adalah hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Buntut dari perselisihan tersebut sering terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam perjanjian kerja terkadang sering terjadi cidera perjanjian atau wanprestasi yang mengakibatkan terjadinya perselisihan antara perusahaan dan pekerja yang berujung kepada

“Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang merupakan pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak dalam perjanjian kerja tersebut.

2. Pemutusan Hubungan Kerja memiliki akibat hukum yang mana bagi pengusaha maupun pekerja atau buruh itu sendiri. Akibat hukum dimaksud adalah pemenuhan hak dan kewajiban dalam bentuk pemberian kompensasi kepada pekerja atau buruh yang hubungan kerjanya terputus dengan pengusaha. Bagi pengusaha ada kewajiban memberikan kompensasi kepada pekerja atau buruh yang diputuskan hubungan kerjanya. Sebaliknya pekerja atau buruh berhak untuk mendapatkan kompensasi tersebut. Komponen

penggantian hak

3. Putusan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial PN. Medan ialah a).Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; b). Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus terhitung tanggal 01 Maret 2019; c). Menghukum Tergugat untuk membayarkan hak hak Penggugat sesuai Pasal 156 undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebesar Rp.58.060.059,00 (lima puluh delapan juta enam puluh ribu lima puluh sembilan rupiah); d). Membebankan kepada Negara segala biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 311.000,- (tiga ratus sebelas ribu rupiah) e). Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

B. Saran

1. Perusahaan harus berpedoman kepada uu yang berlaku agar tidak terjadi wanprestasi/ cidera janji dikemudian hari terhadap kewajiban perusahaan maka jadikanlah pekerja sebagai partner dalam meraih tujuan perusahaan, sehingga muncul kesadaran yang merupakan hak dari pada pekerja serta perusahaan harus memperhatikan dan memenuhi kesejateraan para pekerja untuk meningkatkan mutu kinerja para tenaga kerja.

2. Pekerja agar memperhatikan peraturan yang berlaku dalam perusahaan serta memahami bagaimanapun keadaan suatu perusahaan tersebut.

3. Adanya putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim, yang mana telah sesuai dengan cita-cita hukum yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum

agar pemberi kerja dapat melaksanakan hasil putusan tersebut sehingga hak- hak pekerja dapat terpenuhi sebagaimana semestinya.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Asikin, Zainal. 2008. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

---, 2004. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Asyhadie, Zaeni. 2008. Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Abdulkadir, Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Budiono, Abdul Rachmat. 1995. Hukum Perburuhan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Djumialdji. 1987. Pemutusan Hubungan Kerja (Perselisihan Perburuhan Perorangan) , Bina Aksara, Jakarta.

Halim, A. Ridwan dan Sri Subiandini Gultom, 1987. Sari Hukum Perburuhan Aktual, Pradnya Paramita, Jakarta.

Hartatik, Indah Puji. 2014. Buku Praktis Mengembangkan SDM, Laksana, Yogyakarta.

Hasbinuan, Malayu S.P. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.

Harlandja, Tua Efendi. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia, Grasindo, Jakarta.

Ichsan, Achmad. 2008. Hukum Perdata, Putra Masa, Jakarta.

Khakim, Abdul. 2008. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang No. 13 Tahun 2003, Ghalia

Indonesia, Jakarta.

---, 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, PT Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Muhammad, Abdulkadir. 2003. Hukum Perjanjian di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Mangkuparawira, Sjafri. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Ghalia Indonesia, Bogor.

Subekti dan R Tjitrosudibio, 1979. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta.

Subekti, 1977. Aneka Perjanjian, PT Alumni, Bandung.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2003. Penelitian Hukum Normatif, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Soepomo, Imam. 1983. Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta.

Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta.

Sidabutar, Edy S. 2008. Pedoman Penyelesaian PHK, Pranita Offest, Jakarta.

Tunggal, Hadi Setia. 2009. Himpunan Peraturan Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta.

Wijayanti, Asri. 2009. Hukum ketenagakerjaan pasca reformasi, Sinar Grafika, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

C. Putusan :

Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 11/ Pdt.Sus-PHI/2020

D. Jurnal :

Fitriatus Shalihah, ”Implementasi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dalam Hubungan Kerja di Indonesia”, Jurnal, Volume. 4 Nomor.

1, P-ISSN 2354-8649 : E-ISSN 2579-5767, (Tanjung Pinang;

2016)

Niwayan Mega Jayantri, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Perempuan Pada Malam Hari Di Alfamart , Jurnal Ilmiah , FH

Universitas Mataram, Edisi I, No. 1, ( Nusa Tenggara Barat; 2013) E. Internet :

http://aafandia,wordpress.com/2009/05/20. Sistematika-kuh-perdata-dan-pembagian-hukum-perikatan.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl2066/hak-pekerja-yang-terkena-phk-dan-yang-mengundurkan-diri/