• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM CIDERA JANJI DALAM PERJANJIAN YANG TELAH LEWAT WAKTU TANPA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (STUDI PUTUSAN NO. 11/PDT.SUS-PHI/2020 PN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKIBAT HUKUM CIDERA JANJI DALAM PERJANJIAN YANG TELAH LEWAT WAKTU TANPA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (STUDI PUTUSAN NO. 11/PDT.SUS-PHI/2020 PN."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

AKIBAT HUKUM CIDERA JANJI DALAM PERJANJIAN YANG TELAH LEWAT WAKTU TANPA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

(STUDI PUTUSAN NO. 11/PDT.SUS-PHI/2020 PN.MDN) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dalam Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

DELIMA CLARA TOBING NIM : 170200043

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

AKIBAT CIDERA JANJI DALAM PERJANJIAN KERJA YANG TELAH LEWAT WAKTU TANPA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

(STUDI PUTUSAN NO. 11/PDT.SUS-PHI/2020 PN.MDN) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dalam Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

DELIMA CLARA TOBING 170200043

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Dosen Pembimbing 1 :

Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS

Nip : 196204211988031004

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

ABSTRAK Delima Clara Tobing*

Tan Kamello **

Utary Maharany Barus ***

Hak dan kewajiban yang melekat pada individu kemudian berkembang menjadi hak dan kewajiban secara kolektif. Peraturan ketenagakerjaan tidak membedakan pengaturan hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha dalam hal perjanjian kerja yang dibuat secara lisan maupun secara tertulis. Salah satu kasus perselisihan hubungan industrial adalah yang dilakukan Yayasan RSU.Sari Mutiara yang mana tidak memberikan hak-hak pekerja serta pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjanya yang telah lanjut usia dengan cara pelaksanaan perjanjian kerjaPada penelitian ini akan diketahui bagaimana pengaturan tentang perjanjian dan pemutusan kerja dalam KUHPerdata dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Serta Undang – Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, bagaimanakah akibat hukum bagi pemberi kerja yang tidak memutus perjanjian kerja yang sudah lewat waktu, serta analisis putusan pengadilan perselisihan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri Medan No.

11/Pdt.Sus-PHI/2020 PN.Mdn Tentang Sengketa Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Dra Pesta Sinurat Terhadap Yayasan RSU. Sari Mutiara.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis yang dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer seperti menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Dan bahan hukum sekunder seperti putusan Pengadilan Negeri Medan, buku-buku, serta berbagai majalah, literatur, artikel, dan internet yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam putusan No. 11/Pdt.Sus- PHI/2020 PN.Mdn tentang sengketa Pemutusan Hubungan Kerja oleh Dra Pesta Sinurat terhadap Yayasan RSU.Sari Mutiara yang dimohonkan Penggugat pada posita dan petitum gugatan benar sangat bertolak belakang atas putusan yang diberikan oleh majelis hakim namun demikian dari kasat mata hukum majelis hakim telah mempertimbangkan sesuai dengan alat bukti surat, keterangan saksi kedua belah pihak yang berperkara dan memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono). Proses penyelesaiannya dengan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian yang menyatakan hubungan kerja penggugat dengan tergugat putus. Isi gugatan yaitu pemutusan hubungan kerja penggugat dengan tergugat dikarenakan sudah berumur lanjut dan pemenuhan hak-hak penggugat.

Kata Kunci : Perjanjian Kerja, Pemutusan Hubungan Kerja

*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara.

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan serta syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah diberikan kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dalam rangka untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun skripsi ini berjudul : “Akibat Hukum Cidera Janji Dalam Perjanjian Kerja Yang Telah Lewat Waktu Tanpa Pemutusan Hubungan Kerja (Studi Putusan No. 11/Pdt.Sus-PHI/2020 PN.Mdn)”.

Secara Khusus Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada kedua orang tua yaitu Ayahanda tercinta Herry Tobing, SH.,MH dan Ibunda tercinta Ester RD Br. Aritonang, Amk yang telah mengurus Penulis sejak sedari Ibunda mengandung hingga sampai saat ini yang selalu mengajarkan, membimbing, mendoakan, serta memberikan cinta, kesabaran, perhatian, bantuan dan pengorbanan yang tak ternilai harganya yang selalu mengiringi setiap langkah Penulis dengan doa dan restunya yang tak terputus dan tulus. Yang selalu tidak lelah dan putus asa memberi support kepada Penulis yang mana setiap hari selalu menyakan : Bagaimana skripsinya boru ? Apakah ada yang sulit ? Sudah sampai mana skripsinya dedek ? , untuk merekalah skripsi ini Penulis persembahkan. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada kakak Penulis Richard Tobing, A.md.T yang telah senantiasa memberi semangat serta motivasi dan membantu banyak bagi Penulis dalam pengerjaan skripsi ini mengantarkan dan menemani Penulis dalam proses bimbingan. Maafkan selama ini Penulis sering jatuh sakit dalam mengerjakan skripsi dan menyelesaikan tugas

(6)

sebagaimana tanggung jawab Penulis sebagai mahasiswi banyak hal yang terjadi selama proses pengerjaan tugas akhir tetapi Penulis percaya bahwa proses dan kesuksesan tiap- tiap orang berbeda tetapi walaupun demikian Penulis yakin bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil dan juga terima kasih kepada diriku yang selalu berjuang dan tidak menyerah.

Dalam proses penyusunan skripsi ini Penulis juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu ,sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(7)

7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., MS. Selaku Dosen Pembimbing I Penulis, yang telah banyak membantu Penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan di dalam pelaksanaan Penulisan skripsi ini;

8. Ibu Dr. Utary Maharany Barus, S.H.,M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah sabar dan ikhlas memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini;

9. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Bapak Affan Mukti, S.H., M.Hum. selaku Penasehat Akademik yang telah banyak membantu Penulis selama ini menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Seluruh Staff Dosen dan Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pembelajaran dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

12. Sahabat Penulis yaitu Lia Yuliana Tobing, Humica Kristin Pasaribu, Elinda Rosa Pinem, Debora Aurelia yang telah banyak membantu serta memotivasi memberikan dukungan, bantuan doa, semangat, serta menemani dan menghibur Penulis selama penulisan skripsi ini.;

13. Sahabat Penulis lainnya yaitu Sausan Raihana , Syifa Syafira Siregar, Arlini Dear Safira, Dinda Kartika Tarigan yang telah memberi warna dalam masa perkuliahan ini.

(8)

14. Abangda Azansyah Hashif, Agus Tri Ichwan, Aris Wahyu Berampu yang telah memberikan wejangan serta support selama masa studi Penulis.

15. Keluarga besar PEMA USU Kabinet Ambil Peran 2019/2020 serta PEMA FH USU Kabinet ASA 2020/2021 yang telah memberi pengalaman sangat berarti selama Penulis menjalani tanggung jawab sebagai mahasiswi.

16. Keluarga Besar Pengadilan Negeri Medan Kelas 1-A Khusus terkhusus untuk Kepaniteraan Muda Perdata yang sangat membantu Penulis selama magang dan memberi ilmu serta pengalaman yang sangat berharga.

17. Rekan Mahasiswa/i Group B Fakultas Hukum Universitas Sumatera yang membantu penulis selama masa studi.

18. Dan Seluruh rekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2017 yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama ini;

Penulis sadar bahwa skripsi ini tidaklah sempurna. Untuk itu Penulis berharap kepada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya, Akhirnya, semoga Tuhan membalas segala kebaikan dan jasa semua pihak yang telah membantu Penulis secara tulus dan ikhlas dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Januari 2021 Penulis

Delima Clara Tobing NIM 170200043

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan ... 6

F. Keaslian Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN DAN PEMUTUSAN KERJA ... 11

A. Perjanjian Kerja ... 11

1.Pengertian Perjanjian Kerja ... 11

2.Unsur – Unsur Perjanjian Kerja... 15

3.Bentuk Dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja ... 16

4.Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja... 26

5.Berakhirnya Perjanjian Kerja ... 33

6.Perjanjian Kerja Menurut Undang- Undang ... 35

B. Pemutusan Hubungan Kerja Di Indonesia... 38

1.Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja ... 38

2. Jenis – Jenis Pemutusan Hubungan Kerja ... 40

3. Alasan Pemutusan Kerja ... 46

4. Pemutusan Hubungan Kerja Menurut Perspektif Hukum Perdata Dan Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Serta Undang - Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja ... 56

BAB III AKIBAT HUKUM BAGI PEMBERI KERJA YANG TIDAK MEMUTUS PERJANJIAN KERJA YANG SUDAH LEWAT WAKTU ... 69

3.1 Tanggung Jawab Serta Pemenuhan Prestasi Pemberi Kerja Terhadap Tenaga Kerja ... 69

3.2 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Kerja Antara Pemberi Kerja Dan Penerima Kerja ... 80

(10)

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN (STUDI PUTUSAN NO. 11/PDT.SUS-PHI/2020

PN.MDN) ... 85

A. Kasus Posisi ... 85

B. Analisis Yuridus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 11/Pdt.Sus-PHI/2020/PN Mdn ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sejak negara Indonesia didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan : “ Tiap - tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Maka perlu perencanaan matang di bidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan kewajiban negara, dengan mengupayakan kebijakan-kebijakan di berbagai sektor terutama dalam perluasan kesempatan bekerja.1

Kehidupan manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, dan untuk dapat memenuhi kebetuhan tersebut maka manusia dituntut untuk bekerja, baik pekerjaan dengan usaha sendiri maupun bekerja pada pengusaha atau majikan.

Pekerjaan dengan usaha sendiri maksudnya adalah bekerja atas usaha, modal dan tanggung jawab sendiri. Sedangkan bekerja pada pengusaha atau majikan maksudnya ialah bekerja dengan bergantung kepada pengusaha atau majikan, yang mana memberi perintah dan mengutusnya, karena itu ia harus tunduk dan patuh pada pengusaha atau majikan yang memberikan pekerjaan tersebut.2

Ruang lingkup ketenagakerjaan tidaklah sempit, terbatas dan sederhana melainkan pada kenyataan dalam praktek sangat kompleks dan multidimensi.

Oleh sebab itu, perlunya mendapat perlindungan hukum dari penguasa (pemerintah), Mengingat kedudukan pekerja yang lebih rendah daripada

1 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.1.

2 Zainal Asikin, et. Al., Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT Raja Grafindo

(12)

pengusaha. Perlindungan hukum yang dimaksud dengan tujuan supaya dalam hubungan kerja dapat terjamin adanya keadilan maupun perlindungan terhadap hak asasi manusia (pekerja) yang keduanya merupakan tujuan dari perlindungan hukum itu sendiri.3

Hukum ketenagakerjaan memiliki tiga dimensi yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya disingkat dengan UU 13/2003. Bahwa Ketenagakerjaan adalah tentang segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah kerja. Dimensi pertama, mencakup mengenai bagaimana mencetak dan membentuk tenaga kerja yang kompeten sesuai dengan bakat minat setiap calon tenaga kerja. Dimensi kedua, membahas bagaimana mengharmonisasi hubungan pekerja dengan pengusaha melalui regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Sedangkan dimensi ketiga, membahas bagaimana menjamin tenaga kerja setelah berakhirnya hubungan kerja, yang berarti menjamin hak pekerja yang telah berakhir hubungan kerjanya atau telah pensiun.

Ketiga dimensi ketengakerjaan tersebut, harus berjalan sebagaimana mestinya rule of law, jika dalam penerapan pada dimensi pertama tidak sesuai dengan

regulasi atau dengan kata lain telah menyimpang, maka dapat dipastikan dimensi selanjutnya akan lebih bayak terjadi penyimpangan. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta meningkatkan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat

3 Fitriatus Shalihah, ”Implementasi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dalam Hubungan Kerja di Indoneias”, Jurnal, Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016, P-ISSN 2354-8649 : E-ISSN 2579-5767, h 70, Diakses dari http//:ojs.umrah.ac.id/indek.php/selat

(13)

kemanusiaan, disamping itu juga menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh, dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun.4

Hubungan antara pekerja atau buruh dan pengusaha merupakan hubungan timbal balik, maka ketika salah satu pihak mengerjakan kewajiban mereka maka hak pihak lainnya akan terpenuhi, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu jika kewajiban-kewajiban itu dilaksanakan maka hak masing-masing akan terpenuhi.5

Terwujudnya suatu hubungan kerja karena adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, maka dari perjanjian itu akan timbul hak dan kewajiban bagi mereka yang membuatnya (pengusaha dan pekerja). Selain kewajiban pengusaha untuk memberikan upah kepada pekerjanya, kewajiban lain yang tak kalah pentingnya adalah memberikan perlindungan bagi pekerja.6

Pasal 86 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa:7

1. Setiap pekerja/ buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a. Kesehatan dan keselamatan kerja;

b. Moral dan kesusilaan;dan

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

4 Hadi Setia Tunggal, Himpunan Peraturan Ketenagakerjaan, ( Jakarta: Harvarindo, 2009), h.3

5 Niwayan Mega Jayantri, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Perempuan Pada Malam Hari Di Alfamart , Jurnal Ilmiah , Fakultas Hukum Universitas Mataram, Edisi I, No. 1 Februari 2013, h.7.

6 Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.18.

(14)

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselengarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Perlindungan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Namun dalam masalah seperti ini banyak kendala dalam bekerja yaitu pemutusan hubungan kerja (PHK) , dalam praktik nya pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan masalah terhadap kedua belah pihak (pekerja/buruh maupun perusahaan) karena pihak-pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri dalam menghadapi kenyataan atau konsekuensi yang terjadi.

Berbeda halnya dengan pemutusan yang terjadi dikarenakan adanya perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh dengan perusahaan atau majikan terjadi karena adanya cidera janji terhadap hak dan kewajiban atau prestasi yang tidak dipenuhi salah satu pihak. Keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih kepada pekerja/buruh yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha atau majikan, karena pemutusan hubungan kerja bagi pekerja pihak pekerja/buruh akan memberi pengaruh psikologis, ekonomis, dan finansial.8 Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk

8 Zainal Asikin dkk., Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.173-174.

(15)

mengkaji dalam bentuk sebuah Skripsi dengan judul “Akibat Hukum Cidera Janji Dalam Perjanjian Yang Telah Lewat Waktu Tanpa Pemutusan Hubungan Kerja (Studi Putusan No. 11/Pdt.Sus-PHI/2020 PN.Mdn)”.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diteliti dan dibahas adalah dirumuskan sebagai berikut ini:

1. Bagaimanakah Pengaturan Tentang Perjanjian Dan Pemutusan Kerja Dalam KUHPerdata Dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Serta Undang – Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja?

2. Bagaimanakah Akibat Hukum Bagi Pemberi Kerja Yang Tidak Memutus Perjanjian Kerja Yang Sudah Lewat Waktu?

3. Bagaimanakah Analisis Yuridis Terhadap Putusan Pengadian Negeri Medan No. 11/Pdt.Sus-PHI/2020 PN.Mdn ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pokok permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu :

1. Untuk mengetahui proses pemutusan hubungan kerja berdasarkan Undang- Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

2. Untuk mengetahui dan menganalisi Putusan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri Medan putusan No. 11/Pdt.Sus-PHI/2020 PN.Mdn.

(16)

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat luas penelitian ini dimanfaatkan sebagai bahan bacaan dan sumber informasi untuk mengetahui ketentuan hukum terhadap PHK.

2. Bagi praktisi di bidang hukum penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan mengenai aspek hukum yang timbul mengenai ketentuan hukum PHK.

3. Bagi lingkup akademik penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi ilmuwan dan lembaga tinggi sebagai bahan bacaan guna memperkaya khasanah Universitas Sumatera Utara dalam ilmu pengetahuan khususnya di bidang ketentuan hukum PHK.

E. Metode Penulisan 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis. Pada penelitian yuridis dilakukan dengan menggunakan kajian terhadap peraturan perundang- undangan dan bahan- bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini.

2. Sifat Penelitian

Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif yakni penelitian yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.9

9 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.I, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), h. 50.

(17)

3. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian tidak saja berusaha mempelajari Pasal-Pasal, perundang-undangan, pandangan, pendapat para ahli dan menguraikannya dalam karya penelitian ilmiah, tetapi juga menggunakan bahan- bahan yang sifatnya normatif itu dalam rangka mengulas dan menganalisis data lapangan yang disajikan sebagai pembahasan. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang terdiri dari penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif, usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif dan usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu.

4. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang meliputi tiga bahan hukum, yaitu 10 :

a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada masyarakat, seperti :

1. Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata;

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;

4. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja’

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Ed.1, cet.7, (Jakarta:

(18)

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Yang digunakan dalam hal ini berupa buku-buku, artikel internet, skripsi, dan hasil-hasil penelitian dan hasil karya kalangan hukum yang berkaitan dengan penulisan ini.

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan berupa kamus, baik kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa Inggris maupun kamus hukum.

5. Prosedur Pengumpulan dan Pengambilan

Data Prosedur pengumpulan dan pengambilan data yang digunakan penulis dalam penulisan karya ilmiah ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagi literatur yang relevan dengan permasalahan skripsi ini seperti buku-buku, makalah, artikel dan berita yang diperoleh penulis dari internet yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh teori-teori atau bahan-bahan yang berkaitan dengan judul tulisan yaitu mengenai permasalahan pemutusan hubungan kerja.

6. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian

(19)

dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

F. Keaslian Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba menyajikan sesuai dengan fakta-fakta yang akurat dan dari sumber yang terpercaya, sehingga skripsi ini tidak jauh dari kebenarannya. Penulisan Skripsi yang berjudul “Akibat Hukum Cidera Janji Dalam Perjanjian Kerja Yang Telah Lewat Waktu Tanpa Pemutusan Hubungan Kerja (Studi Putusan No. 11/Pdt.Sus-PHI/2020 PN.Mdn)” adalah hasil pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini menurut sepengetahuan penulis belum pernah ada yang mengangkatnya ataupun membuatnya.

Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan, pemikiran, dan usaha penulis sendiri dengan adanya bantuan dan bimbingan dari dosen pembimbing penulis tanpa adanya unsur penipuan, penjiplakan, atau hal-hal lain yang dapat merugikan pihak tertentu. Dan untuk itu Penulis dapat mempertanggungjawabkan atas semua isi yang terdapat di dalam skripsi ini dan keaslian penulisan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam lima bab.

Tata urutan sistematikanya sebagai berikut :

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

(20)

BAB II : Merupakan Pengaturan Tentang Perjanjian Kerja. Sub bagiannya terdiri dari Pengertian Perjanjian Kerja, Unsur- Unsur sahnya Perjanjian Kerja, Bentuk Dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sub bagiannya terdiri dari Pengertian Hubungan Kerja, Jenis- Jenis Pemutusan Kerja, Alasan Pemutusan Hubungan Kerja, Pemutusan Hubungan Kerja Menurut Perspektif Hukum Perdata Dan Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Serta Undang – Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

BAB III : Membahas Tentang Akibat Hukum Bagi Pemberi Kerja Yang Tidak Memutus Perjanjian Kerja Yang Sudah Lewat yaitu Tanggung Jawab Serta Pemenuhan Prestasi Pemberi Kerja Terhadap Tenaga Kerja, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Kerja Antara Pemberi Kerja Dan Tenaga Kerja

BAB IV : Akan Membahas Tentang Kasus Posisi, Penggugat, Tergugat Serta Menganilisis Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 11/Pdt.Sus- PHI/2020 PN.Mdn

BAB V : Merupakan Kesimpulan dan Saran.

(21)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN DAN PEMUTUSAN KERJA

A. Perjanjian Kerja

1. Pengertian Perjanjian Kerja

Tentunya suatu pekerjaan memiliki perjanjian kerja yang akan dibuat oleh kedua belah pihak, yang menjadi dasar untuk menjalin hubungan kerja antara pemberi kerja / pengusaha dengan pekerja. Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang mana memuat syarat- syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak..11

Dimana ada beberapa kemungkinan komposisi subjek hukum yang bertindak sebagai pihak di dalam perjanjian kerja yaitu (a) buruh dan pengusaha, dan (b) buruh dan pemberi kerja. Perjanjian kerja dapat dikatakan adalah sah apabila telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian dan asas-asas dalam hukum perikatan yang diatur dalam KUHPerdata.

Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dibuat atas dasar yakni :12

1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak, tidak ada paksaan, penyesatan, kekhilafan atau penipuan.

2. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau kecakapan untuk bertindak melakukan perbuatan hukum (cakap usia dan tidak di bawah perwalian/pengampuan).

3. Ada objek pekerjaan yang diperjanjikan.

4. Pekerjaan yang perjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

11 Undang – Undang Ketenagakerjaan, Op.cit, Ps 1 Angka 14

12 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Berdasarkan Undang-

(22)

Perjanjian kerja (Arbeidsovreenkomst), dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata mengenai perjanjian kerja disebutkan bahwa :

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu, si buruh mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain si majikan untuk sesuatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.”13

Selain dari pada pengertian normatif di atas, pengertian perjanjian kerja juga dikemukakan oleh beberapa ahli salah satunya Imam Soepomo, yang menerangkan bahwa : ”Suatu perjanjian dimana pihak kesatu, pekerja/buruh, mengikat diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah”.14

Selanjutnya perihal pengertian perjanjian kerja, dikemukakan pula oleh Subekti yang mengatakan bahwa Perjanjian kerja adalah antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai ciri; adanya upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (bahasa Belanda, dienstverhouding) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang

13 R Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (c), cet. 12, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1979), h. 327.

14 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 1983), h. 56.

(23)

satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain.15

Tetapi ada kemungkinan sepakat ini menjadi cacat apabila Pasal 1320 KUHPerdata mengandung unsur- unsur antara lain :16

1. Kekhilafan

Perumusan kekhilafan itu terdiri dari kekhilafan dapat mengenai benda yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan dan kekhilafan mengenai pihak lawannya dalam perjanjian yang bersangkutan.

2. Paksaan

Yang dimaksud dengan paksaan yaitu rohani dan paksaan jiwa, jadi bukan paksaan badan, sedangkan yang diancam itu harus suatu perbuatan yang terlarang oleh Undang-Undang, jadi apabila ancaman itu suatu tindakan yang memang diizinkan oleh Undang-Undang maka tidak dapat dikatakan suatu paksaan.

3. Penipuan

Penipuan terjadi apabila satu pihak memberikan keterangan palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya agar memberikan perizinannya, pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya.

15Subekti, Aneka Perjanjian (b), cet. 12, (Bandung: PT Alumni,1977), h. 63

16 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

(24)

Perlu diperhatikan bahwa perjanjian yang memenuhi syarat menurut undang-undang diakui oleh hukum. Sebaliknya perjanjian yang tidak memenuhi syarat tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Karena itu selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat walaupun tidak memenuhi syarat, perjanjian itu berlaku antara mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya lagi, maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.17

Pada Pasal 1 angka 14 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan serta Undang – Undang 11 Tahun 2020 tertera bahwa

“perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.18

Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memberikan penjelaskan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 50 yang dimaksud “Perjanjian Kerja” adalah Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Serta pada Pasal 51 ayat 1 dinyatakan bahwa perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Dalam Pasal 51 Ayat 2 dinyatakan juga bahwa

17 Achmad Ichsan, Hukum Perdata, (Jakarta: Putra Masa, 2008), h. 65.

18 Undang-undang Ketenagakerjaan, Op. cit., Ps. 1

(25)

perjanjian kerja dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pengertian-pengertian tentang perjanjian kerja yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Perjanjian kerja dibuat ketika adanya hubungan kerja antara pengusaha dan tenaga kerja untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan isi perjanjian kerja yang dibuat dan mempunyai hak untuk menerima upah, sebaliknya pihak majikan atau pemberi kerja mengikatkan dirinya untuk memperkerjakan pekerja serta berkewajiban untuk membayar upah.

Ketika akta perjanjian kerja dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak maka sah secara hukum bagi mereka yang mengikatkan dirinya dengan pihak lain.

2. Unsur – Unsur Perjanjian Kerja

Suatu perjanjian kerja yang berdasarkan pada ketentuan dalam Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dapat dinyatakan sah apabila memenuhi ketentuan syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut adalah :

a. Melakukan pekerjaan tertentu

Di dalam suatu perjanjian kerja harus terdapat suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan dikarenakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian kerja tersebut.

b. Di bawah perintah

Dalam melakukan suatu pekerjaan pekerja/buruh harus tunduk pada perintah pihak pemberi kerja. Prinsip dari unsur ini adalah

(26)

kebermanfaatan bagi pengusaha atau pemberi kerja, dan sesuai dengan apa yang dimuat dalam isi perjanjian kerja.

c. Waktu tertentu

Dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja.

d. Dengan upah

Seseorang bekerja, dalam melaksanakan suatu pekerjaan bertujuan untuk mendapatkan upah atau pembayaran. Unsur ini mempunyai peranan yang penting dalam perjanjian kerja karena meskipun ketiga unsur telah terpenuhi, akan tetapi karena unsur keempat tidak terpenuhi, maka hubungan tersebut bukan merupakan implementasi dari pelaksanaan suatu perjanjian kerja.19

3. Bentuk Dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 50 yang dimaksud “Perjanjian Kerja” adalah hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Sesuai dengan kondisi dan sasaran yang akan dicapai dalam kurun waktu yang berbeda, jenis- jenis hubungan kerja dapat dibedakan dalam 2 bentuk, yakni : Pertama, pekerjaan yang dilakukan secara berulang atau pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang tidak tertentu, dan kedua, pekerjaan yang menurut sifat dan jenis serta tuntutan kegiatannya perlu dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang relatif pendek. Pekerjaan seperti (jenis yang terakhir itu dapat

19 FX. Djumialdji, Pemutusan Hubungan Kerja “Perselisihan Perburuhan Perorangan”, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 27-33

(27)

dikelola sendiri atau diborongkan kepada orang lain, kelompok atau unit usaha lain.Berdasarkan hal tersebut di atas, terdapat 2 macam hubungan kerja yakni : Hubungan Kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), PKWT ini dapat didasarkan atas, jangka waktu tertentu atau selesainya suatu (paket) pekerjaan tertentu. Dan Hubungan Kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Pengertian Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu yang bersifat sementara (Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, selanjutnya disebut Kepmen 100/2004).

Mengenai sistem pengaturan mengenai perjanjian kerja waktu tertentu (selanjutnya disebut PKWT) baru ditemukan pada era berlakunya UU Ketenagakerjaan. Namun mengenai perjanjian kerja waktu tertentu tidak diberikan batasan-batasan yang ketat dalam Undang-Undang ini.

Kemudian lahirlah suatu pengaturan yang lebih detail mengenail perjanjian kerja waktu tertentu dalam peraturan pelaksana untuk PKWT, yakni dengan lahirnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pekerjaan waktu Tertentu.

Menurut Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pekerjaan Waktu Tertentu,

(28)

PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.

Perjanjian kerja dibuat oleh pengusaha atau perusahaan dalam bentuk tertulis, yaitu surat perjanjian yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

PKWT menurut Pasal 59 ayat (1) Undang – Undamg RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah perjanjian waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

a) Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara waktu sifatnya;

b) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu tertentu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c) Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep/100/Men/VI/2004 terdapat beberapa Pasal yang mengatur tentang jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT antara lain terdapat dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 12. Hal- hal yang diatur tersebut antara lain : 1. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) tahun, harus memuat antara lain:

a) PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu.

(29)

b) Jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.

c) Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT tersebut, dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan, maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat pekerjaan selesai.

d) Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.

e) Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan dapat dilakukan pembaharuan PKWT.

f) Pembaharuan dilakukan setelah melebihi masa tenggang 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja.

g) Selama masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan.

Para pihak dapat mengatur hal lain yang dituangkan dalam perjanjian kerja.

2. PKWT untuk pekerjaan yang sifatnya musiman, hal yang diatur antara lain:

a) Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung musim atau cuaca.

b) PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan tersebut hanya dapat

(30)

dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.

c) Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk pekerjaan tersebut hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.

d) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan PKWT untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan harus membuat daftar nama pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.

e) PKWT tersebut tidak dapat dilakukan pembaharuan.

3. PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, hal diatur antara lain:

a) PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalm percobaan atau penjajakan.

b) PKWT tersebut hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun.

c) PKWT tersebut juga tidak dapat dilakukan pembaharuan.

d) PKWT tersebut hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

4. Perjanjian kerja harian atau lepas, hal yang diatur antara lain:

a) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam

(31)

waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.

b) Perjanjian kerja harian lepas tersebut dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.

c) Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT)

d) Perjanjian kerja harian lepas yang memnuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam hal tersebut dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya.

e) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh.

f) Perjanjian kerja harian lepas dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sekurang-kurangnya memuat:

1) Nama/alamat perusahaan atau pemberikerja 2) Nama/alamatpekerja/buruh

3) Jenis pekerjaan yang dilakukan

4) Besarnya upah dan atau imbalan lainnya

g) Daftar pekerja/buruh harian lepas tersebut disampaikan kepada

(32)

instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak mempekerjakan pekerja/buruh.

Dalam Pasal 59 ayat (2) UUK disebutkan bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap yaitu pekerjaan yang sifatnya terus- menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.

Pasal 59 ayat (3) Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa Pengusaha yang bermaksud akan memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, telah memberitahukan maksudnya untuk memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu tersebut akan berakhir. Dengan memberitahukan maksudnya tersebut secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan

Pasal 59 ayat (4) UUK menyebutkan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

2. Perjanjian Waktu Tidak Tertentu

Menurut Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pekerjaan Waktu Tertentu, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu adalah perjanjian kerja

(33)

antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Menurut Pasal 60 ayat (1) Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (selanjutnya disebut PKWTT) dapat mempersyaratkan masa percobaan selama tiga bulan. Hal ini dilatarbelakangi oleh sifat perjanjian yang berkelanjutan dan jangka panjang sehingga perusahaan memerlukan waktu untuk mengevaluasi pekerja tersebut sebelum menjadi pekerja tetapnya. Selama masa percobaan tersebut pengusaha dilarang membayarkan upah minimum yang berlaku.

Penjelasan pada Pasal 60 ayat (1) Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ditentukan bahwa syarat masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Jika diperjanjikan mengenai masa percobaan dalam PKWTT maka selama waktu 3 bulan itu masing-masing pihak berhak mengakhiri seketika hubungan kerjanya dengan pemberitahuan penghentian.

Berbeda dengan perjanjian kerja waktu tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UUK dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep/100/Men/VI/2004 dimana jenis pekerjaan sudah ditetapkan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu yang sifatnya sekali selesai atau sementara, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun, pekerjaan yang sifatnya musiman, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, atau pekerjaan yang sifatnya harian atau lepas.

(34)

Melihat ketentuan Pasal 59 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat dilihat bahwa pekerjaan waktu tidak tertentu adalah suatu pekerjaan yang bersifat tetap, terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu danmerupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Isi perjanjian kerja waktu tidak tertentu sekurang-kurangnya memuat :

a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja;

c. Jabatan atau jenis pekerjaan;

d. Tempat pekerjaan;

e. Dari jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

f. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;

g. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja;

h. Besarnya upah dan cara pembayarannya yang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerjasama bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

i. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 61 ayat (1) Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa berakhirnya suatu perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yaitu pihak pengusaha/majikan dan pihak

(35)

pekerja/buruh adalah :

a. Pekerja/buruh meninggal dunia;

b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah berkekuatan hukum tetap; atau

d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau

e. perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Pasal 61 ayat (2) Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja waktu tidak tertentu tidaklah berakhir meski meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.

Pasal 61 ayat (3) Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang mengurangi hak- hakpekerja/buruh.

Pasal 61 ayat (4) Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa dalam hal pengusaha meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja dengan terlebih dahulu

(36)

Pasal 61 ayat (5) Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

4. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja

Setiap perjanjian akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut, begitu pula dalam perjanjian kerja terdapat hak dan kewajiban pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja.

Dalam melaksanakan hubungan industrial20, pengusaha dan pekerja mempunyai fungsi masing-masing, yaitu: Pekerja berfungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya21.

Sedangkan pengusaha berfungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka demokratis dan berkeadilan.22Dari rumusan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pekerja dan pengusaha merupakan mitra kerja yang saling membutuhkan untuk mencapai tujuan bersama terutama ekonomi dan

20 Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lihat Undang-undang Ketenagakerjaan, Op. cit., Ps. 1.

21 Ibid., Ps. 102.

22 Ibid.

(37)

kesejahteraan. Untuk mencapai tujuan tersebut, masing-masing pihak bertanggung jawab terhadap kewajiban sebagaimana disepakati dalam perjanjian kerja. Secara garis besar kewajiban pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja adalah sebagai berikut:

a) Kewajiban Pekerja

Pekerja berkewajiban melakukan pekerjaan menurut petunjuk/perintah dari perusahaan atau pemberi kerja yang mempunyai hak atas pelaksanaan pekerjaan yang diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan pada perjanjian kerja. Kewajiban tersebut dapat dibagi menjadi kewajiban- kewajiban sebagai berikut:

1) Melakukan pekerjaan, terutama pekerjaan yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja. Pasal 1603 KUHPerdata menyatakan bahwa “buruh wajib melakukan pekerjaan yang telah diperjanjikan”.23 Pengusaha berhak untuk tidak membayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 93 ayat (1) Undang- Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa “upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan”. 24

2) Mengikuti peraturan, sebagai akibat dari perjanjian kerja, pekerja wajib mentaati segala aturan dari pengusaha/pemberi kerja tentang hal melakukan pekerjaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1603b KUHPerdata yang menyatakan: ”Buruh wajib mentaati aturan tentang

23 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op. cit., Ps. 1603.

(38)

hal melakukan pekerjaan dan anturan yang ditujukan pada perbaikan tata tertib dalam perusahaan majikan yang diberikan kepadanya oleh atau atas nama majikan dalam batas-batas antara perundang-undangan atau perjanjian atau peraturan majikan, atau bila itu tidak ada, kebiasaan”.25

3)

Membayar ganti-rugi dan denda adalah kewajiban pekerja atas kerugian yang timbul karena perbuatannya, pada umumnya terbatas pada kerugian yang terjadi karena perbuatannya yang disengaja atau karena kelalaiannya.26 Mengenai kewajiban membayar ganti rugi pekerja kepada pemberi kerja diatur dalam Pasal 1601w KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“Jika salah satu pihak dengan sengaja atau karena kesalahannya berbuat berlawanan dengan salah satu kewajibannya dan kerugian yang karenanya diderita oleh pihak lawan, tidak dapat dinilai dengan uang, pengadilan akan menetapkan suatu jumlah uang menurut keadilan sebagai ganti rugi.”27

Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa:

“pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda”.28

b) Kewajiban pengusaha atau pemberi kerja

25 Ibid., Ps. 1603b.

26 R. Subekti, Op. cit., h. 104.

27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op. cit., Ps. 1601w.

28 Undang-Undang Ketenagakerjaan, Op. cit., Ps. 93.

(39)

Kewajiban utama pengusaha atau pemberi kerja terhadap pekerja/buruh adalah memberi upah atau gaji sesuai dengan perjanjian kerja dan peraturan perundang- undangan tentang ketenagakerjaan, terutama batas minimal upah pekerja,29 kewajiban lain pengusaha atau pemberi kerja adalah:

1) Kewajiban untuk memberikan istirahat

Pengusaha diwajibkan untuk mengatur waktu pekerja sedemikian rupa sehingga di satu pihak, hak cuti atau istirahat bisa diberikan secara teratur dan di pihak lain, jalannya produksi suatu perusahaan tidak terganggu. Undang-undang membatasi waktu kerja untuk pekerja selama 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh jam) 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.30 Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja sesuai ketentuan harus mendapat persetujuan dari pekerja dan wajib membayar upah lembur. Kelebihan waktu kerja hanya dapat dilakukan paling lama 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas jam) dalam 1 (satu) minggu.31

Disamping waktu kerja, pengusaha wajib menyediakan waktu istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja, istirahat mingguan 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1

29 Dikenal dengan Upah Minimum Regional (UMR), yang diberlakukan dalam kawasan/daerah teritorial tertentu sesuai aturan Pemerintah Daerah (Pemda tingkat 1) setempat.

Oleh karena itu besaran UMR masing-masing kawasan/daerah akan berbeda. Sudah selayaknya setiap majikan menyesuaikan upah terendah pekerjanya sesuai aturan UMR resmi.

30 Ibid., h. 78.

(40)

(satu) minggu, cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (duabelas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (duabelas) bulan secara terus- menerus dan istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun.32 Selain hal tersebut di atas, pengusaha atau pemberi kerja wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

2) Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan

Kewajiban ini mencakup perlindungan terhadap keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal dengan cara pengobatan, perawatan dan pengaturan tempat kerja sehingga memenuhi standar kesehatan kerja. Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan untuk menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.33 3) Kewajiban memberi surat keterangan

Kewajiban lain seorang pengusaha atau pemberi kerja adalah memberikan surat keterangan. Apabila pekerja menghendaki, pengusaha/pemberi kerja wajib memberikan surat keterangan pada saat hubungan kerja berakhir. Dalam surat keterangan tersebut haruslah berisi tentang sifat pekerjaan yang dilakukan,

32 Ibid., Ps. 80.

33 Ibid., Ps. 86.

(41)

lamanya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha. Ketentuan tentang kewajiban memberi surat keterangan terdapat pada Pasal 1602z KUHPerdata.34 4) Kewajiban memberikan perlakuan yang sama terhadap pekerja tanpa

membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit dan aliran politik.35 Terhadap kondisi-kondisi tertentu seperti rekrufaier. Djumadi berpendapat bahwa pengusaha boleh memilih calon pekerja, jika tujuan tersebut untuk memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat wanita.36

5) Kewajiban membayar upah

Mengenai upah harus ditetapkan dalam perjanjian kerja, meliputi jumlah, bentuk (berupa uang, barang dan jasa), perhitungan (sejak saat pekerja mulai bekerja sampai saat berakhirnya hubungan kerja), pembayaran upah tepat waktu sesuai perjanjian dan sistem pengupahan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.37

6) Kewajiban untuk membuat peraturan perusahaan.

Apabila memperkerjakan pekerja/buruh sekurang- kurangnya 10 (sepuluh) pekerja, pengusaha wajib untuk membuat peraturan perusahaan yang berlaku setelah disahkan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.38 Pengusaha juga wajib memberitahukan, menjelaskan isi serta naskah peraturan perusahaan maupun

34 Abdul Rachmat Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, Cet. 1, (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 1995), h. 71.

35 Undang-Undang Ketenagakerjaan, Op. cit., penjelasan Ps. 6.

36 Djumadi, Op. cit., h. 43.

37 Ibid., Ps. 90.

(42)

perubahannya kepada pekerja.39 Apabila pengusaha mempekerjakan 50 (lima puluh) pekerja atau lebih, wajib membentuk lembaga kerjasama bipatrit.40

7) Kewajiban lainnya

Selain kewajiban tersebut di atas, pengusaha atau pemberi kerja wajib untuk:

1. Memberikan jaminan sosial tenaga kerja,41 dan menyediakan fasilitas kesejahteraan.42 Fasilitas tersebut bersifat relatif, tergantung kebutuhan dan kemampuan perusahaan yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

2. Membayar ganti kerugian kepada pekerja apabila dengan sengaja ataupun lalai membayar hak upah pekerja.43

3. Memberi upah penuh44 dan waktu istirahat kepada pekerja perempuan selama 1,5 bulan sebelum melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan atau sesuai dengan perhitungan dokter kandungan atau bidan. Untuk pekerja/buruh yang mengalami keguguran kandungan, pengusaha wajib memberi waktu istirahat selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.45 Selain hal itu pengusaha dapat memberikan istirahat pada hari pertama dan kedua kepada pekerja

39 Ibid., Ps. 115.

40 Lembaga kerjasama bipatrit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pemerintah. Lih. Ibid., Ps. 106.

41 Ibid., Ps. 99.

42 Ibid., Ps. 100.

43 Undang-Undang Ketenagakerjaan, Op. cit., Ps. 95.

44 Ibid., Ps. 84.

45 Ibid., Ps. 82.

(43)

perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan hal tersebut kepada pengusaha.46

4. Memberikan tanggapan positif apabila serikat pekerja/buruh di perusahaan menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama.47Pada dasarnya hak pekerja/buruh terdapat pada kewajiban pemberi kerja, demikian pula hak pemberi kerja terdapat pada kewajiban yang harus dilaksanakan pekerja sesuai dengan perjanjian kerja. Pekerja atau buruh mempunyai hak lain yang bukan merupakan kewajiban pengusaha yaitu hak untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha.48

5. Berakhirnya Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja waktu tertentu berakhir demi hukum dengan berakhirnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian atau dengan selesainya pekerjaan yang telah disepakati bersama. Hal tersebut ditegaskan pada Pasal 61 Undang- Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Perjanjian kerja berakhir apabila:

a. Pekerja meninggal dunia;

b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.49

Pada Pasal 61 tersebut menyatakan perlindungan yang diberikan kepada pekerja selain hal tersebut di atas, bahwa hubungan kerja tidak

46 Ibid., Ps. 81.

47 Ibid., Ps. 111.

48 Ibid., Ps. 105.

(44)

berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Karena dalam hal terjadi pengalihan perusahaan, maka hak-hak pekerja/buruh memjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.50

Perjanjian kerja waktu tertentu pada dasarnya tidak dapat berakhir sebelum selesainya jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, kecuali setelah para pihak berunding dan bersepakat untuk mengakhirinya. Apabila salah satu pihak mengakiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.51

Akan tetapi Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan berbunyi bahwa:

“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu”.52

Dari Pasal 59 tersebut dapat diartikan bahwa selain sifat dan jenis pekerjaan tertentu, Undang-Undang mengatur jangka waktu untuk

50 Ibid.

51 Ibid., Ps. 62.

52 Ibid., Ps. 59.

(45)

perjanjian kerja waktu tertentu, paling lama 3 (tiga) tahun. Obyek perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan tersebut, berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu, hubungan kerja waktu tertentu menjadi hubungan kerja tetap.

6. Perjanjian Kerja Menurut Undang- Undang

Setiap hubungan kerja, hubungan perburuhan atau hubungan industrial di seluruh belahan dunia atau penganut sistem hubungan industrial di negara manapun pasti akan menggunakan perjanjian. Di dalam KUHPerdata tidak dikenal istilah perjanjian namun yang ada adalah istilah perikatan atau verbintenis (Pasal 1233) dan persetujuan atau overeenkomst (Pasal 1313). Menurut Kosiden di Indonesia, istilah verbintenis diterjemahkan dalam tiga arti, yaitu perikatan, perhutangan, dan perjanjian. Sedangkan istilah overeenkomst diterjemahkan dalam dua arti, yaitu perjanjian dan persetujuan.53

Pembagian perjanjian menurut Pasal 1601 KUHPerdata adalah :

1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu , yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menghendaki dari pihak lainnya agar dilakukan suatu perjanjian guna mencapai suatu tujuan, untuk itu salah satu pihak bersedia membayar honorarium atau upah;

2. Perjanjian Kerja, yaitu perjanjian antara seorang buruh dan seorang majikan, perjanjian dimana ditandai dengan ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas (dienstverhoeding), dimana pihak majikan berhak memberikan perintahperintah yang harus ditaati oleh pihak lain; dan

3. Perjanjian Pemborongan Kerja, yaitu suatu perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, dimana pihak yang satu (yang memborongkan pekerjaan) menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lain, atas pembayaran suatu uang tertentu sebagai harga pemborongan.

53 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan antara lain; (1) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran antara mahasiswa yang belajar bahan ajar problem

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.05/2014 tanggal 30 Desember 2014 tentang Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja, BPS Provinsi

Mahasiswa kimia yang menga mbil program harus mengambil opsi matakuliah pilihan kimia sesuai dengan yang tertulis pada opsi 2 yang tertera pada bagian Kurikulum

Sejumlah permasalahan perubahan iklim yang berdampak pada kegiatan melaut nelayan dan kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat sebagaimana telah

“ Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning pada Siswa Kelas V SDN Madyogondo 2 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Tahun

Dari hasil pengujian terhadap 14 sampel minuman Ice Coffee Blended yang beredar di dua kelurahan yang ada di Kecamatan Samarinda Ulu yaitu Kelurahan Gunung

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi variasi jumlah bakteri coliform pada sistem sungai permukaan Daerah Tangkapan Air Pindul secara temporal, (2)

Dalam usaha Nang Kepod mengejar cita-citanya akan mempersunting se- orang gadis cantik bernama Luh Perawan menyebabkan ia menjadikan Men Rasning (bekas pacarnya)