• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III AKIBAT HUKUM BAGI PEMBERI KERJA YANG TIDAK

3.2 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Kerja Antara Pemberi Kerja

Ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur mekanisme penyelesaian perselisihan antara pengusaha dan pekerja antara lain sebagai berikut:

a) Perundingan Bipartit

Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial.102 Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan. Ketentuan mengenai upaya bipartit diatur pada Pasal 136 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dinyatakan bahwa penyelesaian perselisihan

102 Ps. 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh secara musyawarah untuk mufakat.Apabila tercapai kesepakatan maka para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani dan kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlunya mendaftarkan perjanjian bersama bertujuan untuk menghindari kemungkinan salah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi. Apabila gagal dicapai kesepakatan maka karyawan dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.

b) Perundingan Tripartit

Undang-undang Ketenagakerjaan mengatur 3 (tiga) Lembaga penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak yaitu:

- Penyelesaian melalui Mediasi Mediasi103 merupakan upaya penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan PHK dan perselisihan antara serikat pekerja/buruh melalui seorang mediator (perantara). Dalam Undang - undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disebutkan bahwa mediator merupakan pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan. Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada disetiap kantor instansi yang bertanggungjawab

dibidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.104 Mediator berusaha mendamaikan para pihak agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuat perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan maka mediator akan mengeluarkan anjuran tertulis kepada kedua belah pihak. Anjuran harus sudah dikeluarkan oleh meditor paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak mediator menerima pelimpahan penyelesaian atas perselisihan hubungan industrial. Atas anjuran tersebut para pihak harus sudah memberikan jawaban selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah anjuran diterima. Apabila para pihak menerima anjuran tersebut maka mediator harus membantu para pihak membuat perjanjian bersama dan didaftarakan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Sedangkan apabila para pihak atau salah satu pihak menolak isi anjuran maka para pihak yang menolak dapat mengajukan gugatan perselisihan kepengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri setempat.

- Penyelesaian melalui Konsiliasi.

Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antara serikat pekerja/buruh dalam suatu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.105 Konsiliasi merupakan forum pilihan yang hanya dapat ditempuh apabila kedua belah pihak yang berselisih sepakat untuk

104 Ibid, Ps. 8

105 Ibid, Ps. 1 butir (13)

mencari penyelesaian melalui forum ini. Lembaga Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dan ditunjuk oleh para pihak. Seperti halnya mediator maka Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa surat anjuran.

Apabila para pihak menerima anjuran tersebut maka konsiliator harus membantu para pihak membuat perjanjian bersama dan didaftarakan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat untuk mendapatkan Akta bukti perjanjian bersama.Sedangkan apabila para pihak atau salah satu pihak menolak isi anjuran maka para pihak yang menolak dapat mengajukan gugatan perselisihan kepengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri setempat.

- Penyelesaian melalui Arbitrase106

Berbeda dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang merupakan anjuran dan tidak mengikat maka putusan arbitrase adalah mengikat para pihak.

Satu satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial hanya meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyebutkan bahwa arbitrase merupakan

penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan, diluar Pengadilan Hubungan Industrial, melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisiahan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

c) Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial

Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyatakan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Setiap perselisihan hubungan industrial tidak dapat langsung diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial dikarenakan perselisihan tersebut harus terlebih dahulu diselesaikan melalui cara bipartrit maupun tripartrit sehingga jika para pihak atau salah satu pihak tidak dapat menerima keputusan secara tripatrit maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial dan jika para pihak atau salah satu pihak tidak dapat menerima keputusan yang dihasilkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial maka pihak yang berselisih dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.

BAB IV

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN (STUDI PUTUSAN NO. 11/PDT.SUS-PHI/2020 PN.MDN) A. Kasus Posisi

1. Kronologis

Sejak tanggal 7 Oktober 1995 Penggugat – DRA. PESTA SINURAT bekerja kepada Tergugat – YAYASAN RSU. SARI MUTIARA, Dengan masa kerja 24 tahun. Yang mana terakhir bekerja sebagai Tim Casemix dengan Surat keputusan Nomor : 238/I.2/RSU-SM/II/2018 dengan Upah sebesar Rp 2.800.000,- (dua juta delapan ratus ribu rupiah). Selama bekerja pada Tergugat, Penggugat bekerja secara terus - menerus dan tidak pernah terputus atau tidak pernah berhenti.

Adapun gaji Penggugat tidak sesuai dengan Upah Minimum Sektoral Kota Medan yaitu sebesar Rp 2.969.824 ( dua juta sembilan ratus enam puluh sembilan ribu delapan ratus dua puluh empat rupiah ) sebagaimana Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor.188.44/1365/KPTS/2018 dan diatur pula pada Pasal 90 ayat 1 (satu) Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003.

Sejak pada tahun 2018 pembayaran upah untuk Penggugat mulai tersendat dan dibayar 2 bulan sekali dengan cara dicicil oleh Tergugat. Bahwa kemudian sejak bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, 2019 Tergugat tidak membayar upah kepada Penggugat tanpa dasar sesuai dengan ketentuan hukum.

Hal ini berlangsung sampai dengan sekarang ini. Dengan demikian Tergugat telah menghentikan memberikan pekerjaan dan gaji kepada para Penggugat, yang dilakukan secara sepihak tanpa melalui musyawarah perundingan terlebih dahulu.

Dengan tidak dibayrkan Tergugat selama 3 (tiga) bulan berturut-turut maka

Penggugat berhak mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan Pasal 169 Undang - Undang RI Nomor 13 Tahun 2003.

Status Penggugat sampai sekarang ini masih bekerja tetapi tidak diberikan pekerjaan dan upah seperti biasanya. tindakan tergugat tidak memPHK-an atau tidak memberikan hak pensiun kepada Penggugat adalah sejatinya untuk menghindari pembayaran hak – hak Penggugat. Penggugat telah bekerja pada Tergugat dengan masa kerja selama 24 tahun dan sudah mencapai usia 57 tahun.

Bahwa dengan usia 57 tahun Penggugat seharusnya sudah pensiun dari pekerjaanya yaitu berdasarkan Pengesahan Peraturan Perusahaan No : 560/383/DKKM/2017 Pasal 31 ayat 4 mengenai Pemutusan Hubungan Kerja yang berbunyi sebagai berikut ;

“Bila pekerja yang mencapai usia 55 tahun akan di PHK-kan karena usia lanjut, berhubung perusahaan belum mempunyai peraturan pensiun, maka pekerja tersebut akan memperoleh uang penggantian pensiun dari perusahaan yang besarnya berpedoman pada UU No 13 Tahun 2003”

Pada pada tanggal 6 November tahun 2018 Penggugat sudah mengajukan pensiun kepada Tergugat karena sudah tidak sanggup lagi untuk bekerja seperti biasanya karena sudah sering mengalami sakit karena usia sudah tua namun Tergugat tidak menanggapinya dan sampai sekarang ini Tergugat tidak memberikan hak Pensiun karena usia lanjut kepada Penggugat sebagaimana diatur dalam Pengesahan Peraturan Perusahaan No : 560/383/DKKM/2017 dan

Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2015 tentang usia pensiun. Oleh karena itu Penggugat telah membuat laporan pengaduan terhadap Dinas Ketenagakerjaan Pemerintah Kota Medan guna mendapatkan penyelesaian perselisihan tersebut akan tetapi laporan pengaduan oleh Penggugat tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak didepan mediator pada perundingan mediasi, sehingga Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan mengeluarkan Surat Anjuran dengan Nomor : 567/641/DKKM/2019 tanggal 25 September 2019.

Adapun Anjuran yang telah dikeluarkan oleh Dinas Ketenagakerjaan mengenai penghitungan pesangon Penggugat adalah sebagai berikut;

Pesangon = 9 bulan x Rp.2800.000 = Rp.25.200.000 Jasa Masa Kerja = 8 Bulan x Rp.2.800.000 = Rp.22.400.000 +

Jumlah = Rp.47.600.000,-

Penggantian Hak 15% x Rp.47.600.000 = Rp. 7.140.000 +

Jumlah = Rp.54.740.000,-

Bahwa perhitungan Pesangon yang telah dikeluarkan melalui Anjuran Dinas Ketenagakerjaan Nomor: 567/641/DKKM/2019 tanggal 25 September tahun 2019 adalah tidak sesuai dengan Pasal 167 ayat (5) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun. adapun penghitungan Pesangon yang dikeluarkan oleh Dinas Ketenagakerjaan melalui anjuran Nomor : 567/641/DKKM/2019 tanggal 25 September 2019 adalah merujuk pada Pasal 164 Ayat (1) UU No.13 tahun 2003 yang berbunyi ; Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh

terus-menerus selama 2 tahun, atau keadaan memaksa, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar satu kali ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan 156 ayat 4.

Bahwa Yayasan RSU.Sari Mutiara selaku Tergugat tutup atau tidak beroperasi lagi bukan karena mengalami kerugian, karena sampai sekarang ini tidak ada putusan bahkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik bahwa Yayasan RSU. Sari Mutiara tidak beroperasi karena mengalami kerugian, oleh karena itu penghitungan pesangon tersebut sangatlah merugikan Penggugat. Oleh karena itu juga,patut dan layak menurut hukum jika Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan menghukum Tergugat untuk membayar Pesangon sebesar 2 (dua) kali, ketentuan berdasarkan Pasal 167 ayat (5) sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat 2 (dua),uang penghargaan masa kerja sesuai Pasal 156 ayat 3 (tiga) dan uang pengganti hak sebesar 15% sesuai Pasal 156 Ayat 4 (empat) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dengan dasar perhitungan upah sebesar Rp.2.969.824 ( dua juta sembilan ratus enam puluh sembilan delapan ratus dua puluh empat ) dengan rincian sebagai perhitungan sebagai berikut ;

a. Uang Pesangon : 2 x 9 x Rp.2.969.824 = Rp.53.456.832,- b. Uang Penghargaan Masa Kerja :10 x Rp.2.969.824 = Rp.29.698.240,+

JUMLAH = Rp.83.155.072,-

c. Uang Penggantian Hak: 15% x Rp.83.155.072,- = Rp.12.473.260,+

JUMLAH = Rp.95.628.332,-

Total Pesangon Penggugat adalah sebesar Rp. 95.628.332,- (sembilan puluh lima juta enam ratus dua puluh delapan tiga ratus tiga puluh dua rupiah ) oleh karena itu patut dan layak menurut hukum jika Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan menghukum Tergugat untuk membayar pesangon berdasarkan Pasal 167 ayat (5) UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang berbunyi ;

Dalam hal pengusaha tidak mengikut sertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2),uang penghargaan masa kerja 1(satu) kali ketentuan 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Bahwa oleh karenanya, untuk memperjuangkan rasa keadilan dan kepastian hukum, Penggugat mengajukan Gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja dalam perkara a quo sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pengadilan Hubungan Industrial. Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka jelas dan terang perbuatan tergugat yang tidak mem PHK – kan penggugat karena usia lanjut dan tidak memberikan hak-hak penggugat sampai sekarang ini adalah melanggar Peraturan Perusahaan Nomor : 560/383/DKKM/2017 dan UU RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu Pemutusan Hubungan Kerja karena usia lanjut (Pensiun) terhadap penggugat adalah SAH DEMI HUKUM karena telah sesuai dengan Peraturan Perusahaan Nomor : 560/383/DKKM/2017 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Bahwa oleh karena itu, patut dan layak menurut hukum jika Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan menyatakan pemutusan hubungan kerja karena usia lanjut (Pensiun) kepada penggugat adalah sesuai dengan UU RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Perusahaan Nomor : 560/383/DKKM/2017 sehingga Sah dan Demi Hukum. Oeh karena itu juga, patut dan layak menurut hukum jika Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan menghukum tergugat untuk membayar Upah penggugat yang belum dibayarkan pada bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September dengan rincian perhitungan sebagai berikut;

PESTA SINURAT 6 bulan x Rp. 2.969.824,- = Rp. 17.818.944,-

Dengan jumlah Upah Penggugat yang belum dibayarkan selama 6 ( enam) bulan adalah sebesar Rp. 17.818.944,-. Bahwa untuk menjamin dilaksanakan putusan ini nantinya oleh Tergugat, maka Penggugat memohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Medan untuk menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.1.000.000 ( satu juta rupiah ) untuk setiap hari keterlambatan pelaksanaan putusan ini sejak diucapkan.

Karena Gugatan Penggugat didasarkan kepada bukti-bukti hukum yang kuat dan tidak terbantahkan oleh Tergugat, dan juga mengenai Gugatan Penggugat mengenai Pekerjaan dan Kesehatan dan penghidupan bagi keluarga dari Penggugat, maka patut dan layak menurut hukum jika putusan atas Perselisihanan Pemutusan Hubungan Kerja karena usia lanjut ini dapat dilaksanakan secara serta merta meskipun ada upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali serta perlawanan (uit voerbaar bij voeraad).

2. Tuntutan Penggugat

Tuntutan Penggugat kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan agar memberikan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Putus Hubungan Kerja antara Penggugat dengan Tergugat karena Usia lanjut ( Pensiun )

3. Menghukum tergugat untuk membayarkan kepada Penggugat Upah bulan April,Mei,Juni,Juli,Agustus,September dengan rincian sebagai berikut : 1. Pesta Sinurat 6 bulan x Rp.2.969.824,- = Rp. 17.818.944 Dengan jumlah Upah Penggugat yang belum dibayarkan selama 6 (enam) bulan adalah sebesar Rp. 17.818.944,-

4. Menyatakan perbuatan Tergugat yang tidak mem PHK-kan karena usia lanjut Penggugat adalah bertentangan dengan Peraturan Perusahaan Nomor : 560/383/DKKM/2017 tentang Pemutusan Hubungan Kerja.

5. Menghukum Tergugat untuk membayarkan kepada Penggugat berupa uang Pesangon berdasarkan Pasal 167 ayat (5) sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sesuai Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4) Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dengan dasar perhitungan upah sebesar Rp.2.969.824 ( dua juta sembilan ratus enam puluh sembilah ribu delapan ratus dua puluh empat ) sesuai dengan Upah Minimum Sektoral Kota Medan Tahun 2019 dengan rincian sebagai berikut :

Pesta Sinurat dengan masa kerja 24 Tahun

a. Uang Pesangon : 2 x 9 x Rp.2.969.824 = Rp.53.456.832,- b. Uang Penghargaan Masa Kerja :10 x Rp.2.969.824 = Rp.29.698.240,+

JUMLAH = Rp.83.155.072,-

c. Uang Penggantian Hak: 15% x Rp.83.155.072,- = Rp.12.473.260,+

JUMLAH = Rp.95.628.332,-

Total Pesangon Penggugat adalah sebesar Rp. 95.628.332,- ( sembilan puluh lima juta enam ratus dua puluh delapan tiga ratus tiga puluh dua) 6. Menyatakan batal demi hukum Perhitungan Pesangon yang dikeluarkan

oleh Dinas Ketenagakerjaan melalui Anjuran Nomor.

567/641/DKKM/2019 tanggal 25 September 2019.

7. Menghukum Tergugat umtuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada penggugat sebesar Rp. 1.000.000 ( satu juta rupiah ) untuk setiap hari keterlambatan pelaksanaan putusan ini sejak diucapkan.

8. Menetapkan Putusan dapat dilaksanakan secara merta meskipun ada upaya hukum baik kasasi,peninjauan kembali maupun perlawanan atas putusan dalam perkara ini (uit voer baar bij vooraad).

9. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.

Apabila majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono).

3. Fakta Hukum

Fakta-fakta hukum dipersidangan adalah sebagai berikut :

a) Bahwa Penggugat lahir pada tanggal 31 Juli 1962 yang telah

bekerja kepada Tergugat dalam masa kerja 24 tahun dan sudah mencapai usia 57 tahun dan status Penggugat sampai sekarang ini masih bekerja tetapi tidak diberikan pekerjaan dan upah seperti biasanya.

b) Bahwa Penggugat sudah mengajukan hak-haknya dan pernah pensiun melalui Direktur Yayasan RSU Sari Mutiara yaitu Dr.

Tuahman dan Dr. Syaiful sejak 6 November 2018

c) Bahwa Tergugat menjanjikan hendak memenuhi apa yang menjadi hak dari pada Penggugat tetapi tidak terlaksana.

d) Bahwa saksi dan Penggugat pernah hendak mengajukan surat pegaduan ke Dinas Ketenagakerjaan terkait hal tersebut namun Tergugat menyuruh untuk mencabut surat pengaduan tersebut.

e) Bahwa Yayasan RSU Sari Mutiara yakni Tergugat tutup atau tidak beroperasi mulai tanggal 1 Maret 2019 yang mana Tergugat tidak dapat memenuhi hak dan kewajiban sebagai Pemberi Kerja atau majikan dikarenakan sudah tidak memiliki sumber pendapatan lagi.

f) Tergugat mencari jalan keluar dengan cara mengajak musyawarah untuk mencari mufakat terkait permasalahan tersebut dengan kesepakatan bersama dengan cara kekeluargaan (bipartit) namun gagal

4. Putusan

Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan telah menjatuhkan Putusan

Nomor 11/Pdt.Sus- PHI/2020/PN.Mdn., tanggal 16 Januari 2020 yang amarnya sebagai berikut:

DALAM EKSEPSI:

- Menolak Eksepsi Tergugat tersebut;

DALAM POKOK PERKARA :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus terhitung tanggal 01 Maret 2019;

3. Menghukum Tergugat untuk membayarkan hak hak Penggugat sesuai Pasal 156 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebesar Rp.58.060.059,00 dengan perincian sebagai berikut :

- Uang Pesangon 9 X Rp. 2.969.824 = Rp.26.728.416,00 - Uang Penghargaan Masa Kerja 8 X 2.969.824 = Rp.23.758.592,00 +

Sub Total Rp.50.487.008,00

- Uang Penggantian Hak 15 % X Rp.50.487.008, =Rp. 7.573.051,00 TOTAL Rp. 58.060.059,00

(LIMA PULUH DELAPAN JUTA ENAM PULUH RIBU LIMA PULUH SEMBILAN RUPIAH )

4. Membebankan kepada Negara segala biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 311.000,- (tiga ratus sebelas ribu rupiah)

5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

B. Analisis Yuridus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 11/Pdt.Sus-PHI/2020/PN Mdn

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Hubungan Industrial dalam Pasal 3 ayat 1 yang menyebutkan bahwa penyelesaian perselisihan diwajibkan menempuh upaya perundingan bipartit terlebih dahulu. Dalam kasus ini, proses perundingan bipartit telah dilaksanakan tetapi tidak mencapai kesepakatan atau gagal.

Dalam huku perjanjian mengenai saat dan tempat lahirnya perjanjian, serta materi adanya persesuaian paham serta kehendak yang pada dasarnya asas konsensualisme suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya suatu kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian terhadap hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Arti sepakat adalah persesuaian paham ataupun kehendak antara kedua belah pihak yang mengikatkan diri. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian dianggap telah tercapai, apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain, dengan kata lain pernyataan/kehendak/prestasi yang dikeluarkan oleh suatu pihak itu disanggupi oleh pihak lain untuk dilakukan.

Cidera janji terhadap perjanjian kerja yang dilakukan oleh Tergugat sangat merugikan Penggugat mengingat umur Penggugat sudah memasuki usia lanjut tetapi Penggugat tetap bekerja secara terus menerus tanpa henti dan terputus.

Tidak berakhirnya perjanjian kerja yang sudah lewat waktu yang didasarkan pada Pengesahan Peraturan Perusahaan No:560/383/DKKM/2017 Pasal 31 ayat 4

(Bukti P-3) mengenai Hubungan Kerja yang berbunyi : “Bila Pekerja mencapai usia 55 tahun akan di PHK-kan karena usia lanjut”.

Penggugat telah mencapai usia 57 tahun dan sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (4) Peraturan Perusahaan maka Penggugat seharusnya telah dipensiunkan dikarenakan telah melebihi usia 55 tahun (usia lanjut) dan pada tanggal 6 November 2018 Penggugat sudah mengajukan Pensiun kepada Tergugat tepatnya kepada Direktur RSU Sari Mutiara namun Tergugat tidak menanggapinya ini menyebabkan Penggugat kesusahan dikarenakan Penggugat sudah sering mengalami sakit di usia lanjutnya dan ditambah Penggugat harus bekerja tanpa henti dan terputus serta hak dari Penggugat antara lain gaji mengalami keterlambatan pembayaran pada tahun 2018 tetapi perusahaan membayar 2 bulan sekali dengan cara dicicil bahkan sejak bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September 2019 Tergugat sama sekali tidak membayarkan upah kepada Penggugat sedangkan status Penggugat sampai sekarang masih bekerja tetapi tidak diberikan upah seperti biasanya. Upah yang diterima tidak sesuai dengan Upah Minimun Sektoral Kota Medan yaitu sebesar RP. 2.969.824 sebagaimana Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor.188.44/1365/KPTS/2018 yang diatur pula pada Pasal 90 ayat 1 Undang – Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan namun pada Pasal ini dihapus dalam Undang- Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja tetapi Undang – Undang Cipta Kerja mengatur hal tersebut pada Pasal 88 E ayat 2 yang berbunyi : “ Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimun.”

Maka sudah seharusnya perusahaan atau majikan memberikan gaji atau upah tidak lebih kecil dari pada upah minimun sektoral. Dikarenakan apa yang menjadi hak dari Penggugat tidak diberikan oleh Tergugat yakni upah sedari bulan April-September maka Penggugat berhak mengajukan pemutusan hubungan kerja berdasarkan Pasal 169 ayat 1 butir c Undang – Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan juga Pasal ini pada Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja menghapus Pasal ini tetapi mengatur hal tersebut pada Pasal 154A ayat 1 butir g alinea ke-3.

Maka sudah sepantasnya Penggugat mendapatkan hak-haknya atas terjadinya cidera janji atas perjanjian kerja yang membuat Penggugat tetap bekerja di usia lanjut nya tetapi Tergugat tidak memberikan sebagaimana apa yang menjadi hak dari Penggugat dan hanya mangkir dan tidak menanggapi nya sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Undang – Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta Undang – Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun perincian hak-hak Penggugat yaitu sebagai berikut:

a. Uang Pesangon : 2 x 9 x Rp.2.969.824 = Rp.53.456.832,- b. Uang Penghargaan Masa Kerja :10 x Rp.2.969.824 = Rp.29.698.240,+

JUMLAH = Rp.83.155.072,-

c. Uang Penggantian Hak: 15% x Rp.83.155.072,- = Rp.12.473.260,+

c. Uang Penggantian Hak: 15% x Rp.83.155.072,- = Rp.12.473.260,+