• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN DAN

B. Pemutusan Hubungan Kerja Di Indonesia

4. Pemutusan Hubungan Kerja Menurut Perspektif Hukum Perdata Dan

Undang - Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara, maupun

usaha-usaha social atau usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pasal 151 Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

(1) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

(2) Dalam hal perundingan sebagaimana dima;ksud dalam ayat(2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal 152 Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industri disertai alasan yang menjadi dasarnya antara lain sebagai berikut

(1) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).

(2) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika

ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.

Pasal 153 Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:

a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karna sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus dan menerus;

b. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

c. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d. Pekerja/buruh menikah;

e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/ikatan perkawinan dengan Pekerja/buruh lainnya didalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

g.Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/ pengurus serikat pekerja/serikat buruh, Pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh diluar jam kerja, atau didalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i. Karena perbedaan paham , agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

(1) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali Pekerja/buruh yang bersangkutan. 51 Pasal 154 Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal:

a. Pekerja/buruh dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan /intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;

c. Pekerja/buruh usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau

d. Pekerja/buruh meninggal dunia.

Pasal 155 Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.

(1) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.

(2) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada Pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang bisa diterima Pekerja/buruh.

Pasal 156 Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(1) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut;

a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah.

b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;

c. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (bulan) upah;

d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;

e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;

f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

i. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 9 (sembilan) bulan upah; (2) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana di maksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:

a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3(tiga) bulan upah;

c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;

d. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;

e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 bulan upah;

g. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 bulan upah. (3) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur,

b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;

c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dana/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(4) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), ayat (4) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) diundangkan penyelesaian pemutusan hubungan kerja (PHK), penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja serta ganti rugi diatur

dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-150/MEN/2000 Tahun 2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian di Perusahaan berikut aturan perubahannya, namun akhirnya dibatalkan karena hal yang sama diatur secara berbeda oleh UU Ketenagakerjaan dan yang menjadi acuan adalah UU Ketenagakerjaan.68

Namun, beberapa ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja antara lain :

1. Hak Pekerja yang Terkena PHK

Pada prinsipnya, jika terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) dan uang penggantian hak (“UPH”) yang seharusnya diterima.69

Secara umum, besaran uang pesangon yang diberikan sebagai berikut:70 a. masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;

b. masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;

c. masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;

d. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;

e. masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;

f. masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;

g. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;

h. masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;

68 Undang – Undang Ketenagakerjaan, Op.cit, Ps. 191

69 Pasal 81 angka 44 Undang - Undang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 Undang - Undang Ketenagakerjaan

i. masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Kemudian besaran UPMK yang diberikan sebagai berikut:71

a. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;

b. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;

c. masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;

d. masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;

e. masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah;

f. masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;

g. masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;

h. masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.

Sedangkan ketentuan UPH yang seharusnya diterima meliputi:72 a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja;

c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Namun, patut diperhatikan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja(“PP 35/2021”) yang membedakan hak-hak pekerja yang di-PHK berdasarkan alasannya antara lain : 1. Pekerja berhak atas uang pesangon 1 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila di-PHK dengan alasan:

71 Ibid.

72 Ibid.

a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan perusahaan dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja.73

b. Pengambilalihan perusahaan74

c. Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah kerugian.75 d. Perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian.76

e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang bukan karena mengalami kerugian.77

f. adanya permohonan PHK yang diajukan oleh pekerja dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf g PP 35/2021.78

2. Pekerja berhak atas uang pesangon 0,5 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila di-PHK dengan alasan:

a. Pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.79 b. Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami

kerugian.80

c. Perusahaan tutup akibat mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau tidak secara terus menerus selama 2 tahun.81

73 Ps. 41 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

74 Ibid, Ps. 42 ayat (1)

75 Ibid, Ps. 43 ayat (2)

76 Ibid, Ps. 44 ayat (2)

77 Ibid, Ps. 46 ayat (2)

78 Ibid, Ps. 48

79 Ibid, Ps. 42 ayat (2)

d. Perusahaan tutup disebabkan keadaan memaksa (“force majeure”).82 e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang yang

disebabkan perusahaan mengalami kerugian.83 f. Perusahaan pailit.84

g. Pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan ("PP"), atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.85

3. Pekerja berhak atas uang pesangon 0,75 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila perusahaan mengalami keadaan memaksa (“force majeure”) yang tidak menyebabkan perusahaan tutup.86

4. Pekerja berhak atas uang pesangon 1,75 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila memasuki usia pensiun.87

5. Pekerja berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila:

a. Pekerja meninggal dunia.88

b. Pekerja sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.89

81 Ibid, Ps. 44 ayat (1)

82 Ibid, Ps. 45 ayat (1)

83 Ibid, Ps. 46 ayat (1)

84 Ibid, Ps. 47

85 Ibid, Ps. 52 ayat (1)

86 Ibid, Ps. 45 ayat (2)

87 Ibid, Ps. 56

88 Ibid, Ps. 57

89 Ibid, Ps. 55

6. Pekerja berhak atas UPH dan uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB apabila di-PHK dengan alasan:

a. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf g PP 35/2021 terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja.90

b. Mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan memenuhi syarat.91

c. Pekerja mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis.92

d. Pekerja melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB.93

e. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.94

f. Pekerja dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan.95

2. Hak Pekerja yang Mengundurkan Diri

Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri harus memenuhi syarat:96

90 Ibid, Ps. 49

91 Ibid, Ps. 50

92 Ibid, Ps. 51

93 Ibid, Ps. 52 ayat (2)

94 Ibid, Ps. 54 ayat (1)

95 Ibid, Ps. 54 ayat (4)

96 Pasal 81 angka 42 Undang - Undang Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 154A

a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;

b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pekerja yang mengalami PHK akibat mengundurkan diri atas kemauan sendiri berhak atas uang pisah dan UPH yang seharusnya diterima.

Sehingga, pekerja yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri setelah bekerja selama 3 tahun berhak mendapatkan:

a. uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB di perusahaan tempat ia bekerja; dan

b. UPH yang diatur menurut Pasal 81 angka 44 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

Patut diperhatikan, pengusaha yang mengikutsertakan pekerja dalam program pensiun sesuai ketentuan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh pengusaha dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Pengusaha atas uang pesangon dan UPH serta uang pisah.97

Jika perhitungan manfaat dari program pensiun tersebut lebih kecil daripada uang pesangon, UPMK, serta uang pisah, maka selisihnya dibayar oleh pengusaha.98

97 Undang - Undang Cipta Kerja, Op. cit, Ps. 58 ayat (1)

98 Ibid, Ps. 58 ayat (2)

BAB III

AKIBAT HUKUM BAGI PEMBERI KERJA YANG TIDAK MEMUTUS PERJANJIAN KERJA YANG SUDAH LEWAT WAKTU

3.1 Tanggung Jawab Serta Pemenuhan Prestasi Pemberi Kerja Terhadap Tenaga Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja memiliki akibat hukum, bagi pengusaha maupun pekerja atau buruh itu sendiri. Akibat hukum dimaksud adalah dalam bentuk pemberian kompensasi kepada pekerja atau buruh yang hubungan kerjanya terputus dengan pengusaha. Bagi pengusaha ada kewajiban memberikan kompensasi kepada pekerja atau buruh yang diputuskan hubungan kerjanya.

Sebaliknya pekerja atau buruh berhak untuk mendapatkan kompensasi tersebut.

Namun demikian tidak selamanya pemutusan hubungan kerja seialu diikuti dengan pemberian kompensasi kepada pekerja atau buruh. Adakalanya pekerja atau buruh tidak mendapatkan kompensasi apapun atas terputusnya hubungan kerja dengan pengusaha. Misalnya pekerja atau buruh yang hubungan kerjanya diakhiri dalam masa percobaan atau hubungan kerjanya diakhiri dalam masa percobaan atau hubungan kerjanya dimaksud didasarkan pada Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT).99

Pemberian kompensasi bagi pekerja atau buruh yang hubungan kerjanya terputus adalah bahwa pemutusan hubungan kerja tersebut menimbulkan penderitaan bagi pekerja atau buruh, Sehingga atas penderitaan yang dialami pekerja atau buruh tersebut, perlu diberikan kompensasi yang besarnya tergantung

pada alasan pengakhiran hubungan kerja sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pekerja atau buruh berhak mendapatkan kompensasi dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Komponen Kompensasi

Kompensasi yang diberikan kepada pekerja atau buruh yang hubungan kerjanya terputus dengan perusahaan terdiri dari :

a. Uang pesangon

b. Uang penghargaan masa kerja

c. Uang penggantian hak, yang terdiri dari :

1) Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.

2) Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja atau buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja atau buruh diterima bekerja penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan di tetapkan 15 % (lima belas per seratus) dari uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.

3) Hal-Hal Iain yang di tetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama (misalnya uang pisah).

d. Uang pisah, yang besarnya sesuai yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama.

Dalam kasus atau kondisi tertentu, adakalanya pekerja atau buruh berhak untuk mendapatkan keseluruhan komponen kompensasi yang dimaksud di atas.

Namun adakalanya pula pekerja atau buruh yang mendapatkan 1 (satu) atau 2 (dua) saja dari keempat kompensasi yang dimaksud di atas, atau bahkan sama sekali tidak dapat. Pemberian pesangon maupun penghargaan masa kerja, dipengaruhi juga masa kerja pekerja atau buruh. Artinya, sudah berapa lama pekerja atau buruh tersebut bekerja pada perusahaan akan berpengaruh dalam pemberian pesangon dan penghargaan masa kerja bila mana terjadi pemutusan hubungan kerja.

Berdasarkan ketentuan Pasal 157 Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003, komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharunya diterima terdiri dari:

a. Uang pokok

b. Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja atau buruh dan keluarganya.

Untuk menentukan apakah tunjangan yang di terima oleh pekerja itu bersifat tetap atau bukan, bisanya dapat dilihat dari apakah tunjangan tersebut dipengaruh kehadiran atau tidak. Selain itu dapat juga dilihat dari penetapan atau penjelasan pada saat tunjangan tersebut diberikan oleh perusahaan. Sebab adakalanya tunjangan tersebut memang tidak dipengaruhi kehadiran, namun sejak dari awal pemsahaan sudah menetapkan bahwa tunjangan tersebut bukan tunjangan yang

Dalam praktek, beberapa komponen upah yang termasuk dalam tunjangan tidak tetap diantaranya :

a. Tunjangan Transportasi b. Premi Hadir

c. Tunjangan Shift d. Bonus

e. Dan sebagainya

Sebagaimana yang termasuk dalam komponen upah yang bersifat tetap diantaranya :

a. Gaji pokok

b. Tunjangan Jabatan c. Tunjangan Keluarga d. Tunjangan Perumahan e. Dan sebagainya."

Jika perusahaan sebelumnya tidak menyatakan hubungan tersebut bukan bersifat tetap, sedangkan dalam praktek pemberian tunjangan yang dimaksud tidak di pengaruhi kehadiran. Maka biasanya dalam penetapan pesangon, tunjangan dimaksud sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

Dalam praktek perusahaan umumnya cenderung menghindarkan pemberian komponen upah yang bersifat tetap dalam jumlah besar. Hal tersebut dimaksud agar jika dikemudian hari terjadi pemutusan hubungan kerja. Pengusaha tidak terbebani untuk menyediakan dana konpensasi dalam jumlah besar.

2. Dasar Perhitungan Kompensasi

Pemberian kompensasi sebagai akibat dari berakhirnya hubungan kerja, dipengaruhi oleh masa kerja pekerja atau buruh yang di PHK. Besarnya uang pesangon menurut ketentuan Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003, ditetapkan paling sedikit sebagai berikut:

a. Masa kerja kurang dari I (satu) tahun, mendapatkan uang pesangon 1 (satu) bulan upah;

b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, mendapatkan uang pesangon sebesar 2 (dua) bulan upah;

c. Masa kerja 2 ( dua) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, mendapatkan uang pesangon sebesar 3 (tiga) bulan upah;

d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, mendapatkan uang pesangon sebesar 4 (empat) bulan upah;

e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, mendapatkan uang pesangon sebesar 5 (lima) bulan upah;

f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, mendapatkan uang pesangon sebesar 6 (enam) bulan upah;

g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, mendapatkan uang pesangon sebesar 7 (tujuh) bulan upah;

h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, mendapatkan uang pesangon sebesar 8 (delapan) bulan upah;

i. Masa kerja 8 (delapan) tahun lebih, mendapatkan uang pesangon 9 bulan (sembilan) upah;

Sedangkan besarnya uang penghargaan masa kerja berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 ditetapkan sebagai berikut :

a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 2 (dua) bulan upah;

b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 3 (tiga) bulan upah;

c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 4 (empat) bulan upah;

d. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 5 (lima) bulan upah;

e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 6 (enam) bulan upah;

f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 21 ( dua puluh satu) tahun, mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 7 (tujuh) bulan upah;

g. Masa kerja 21 ( dua puluh satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 8 (delapan) bulan upah;

h. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 10 (sepuluh) bulan upah;

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003, pemberian kompensasi bagi pekerja atau buruh yang hubungan kerjanya terputus dengan perusahaan, diatur dengan memperhatikan alasan-alasan pemutusan hubungan kerja, baik alasan yang terletak pada diri pengusaha itu sendiri.100 Pengaturan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Alasan pelanggaran berat

Pekerja atau buruh yang diputus hubunga kerjanya berdasarkan alasan pelanggaran berat, tidak berhak mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja. Melainkan hanya berhak mendapatkan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003, ditambah uang pisah sesuai diatur dalam perjanjian kerja dan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama.

100 Asri Wijayanti, Hukum ketenagakerjaan pasca reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika,

2) Alasan pelanggaran ringan.

Dalam hal perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja atau buruh melakukan pelanggaran yang bukan pelanggaran berat. Berhak mendapatkan uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003.101

3 ) Alasan Perubahan Status, Pengabunggan, Peleburan atau Perubahan Kepemilikan Perusahaan.

Pemutusan hubungan kerja dengan alasan perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan dimana pekerja atau buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.

Pemutusan hubungan kerja dengan alasan perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan dimana pekerja atau buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.