• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Jenis Perjanjian

BAB IV PRAKTEK PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENILAIAN

GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM DAN KREDIT BANK SECARA UMUM

D. Jenis Jenis Perjanjian

Secara umum perjanjian dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu perjanjian obligatoir dan non obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu. Sedangkan perjanjian non obligatoir adalah perjanjian yang tidak mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu.20

Perjanjian obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang membebankan prestasi hanya pada satu pihak. Misalnya perjanjian hibah, perjanjian penanggungan (borgtocht) dan perjanjian pemberian kuasa tanpa upah. Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebankan prestasi pada kedua belah pihak. Misalnya jual beli 21.

2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya,

19

J.H. Niewenhuis. Pokok-pokok Hukum Perikatan, terjemahan Djasin Saragih. Surabaya: Airlangga University Press. 1985, hlm. 2.

20

Komariah, Op.cit., hlm. 169 – 171.

21

misalnya hibah, pinjam-pakai, pinjam-meminjam tanpa bunga, dan penitipan barang tanpa biaya. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk melakukan prestasi berkaitan langsung dengan prestasi yang harus dilakukan oleh pihak lain. Contoh perjanjian atas beban adalah jual-beli, sewa-menyewa, dan pinjam-meminjam dengan bunga 22.

3. Perjanjian konsensuil, perjanjian riil dan perjanjian formil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Contohnya perjanjian jual-beli dan perjanjian sewa-menyewa23. Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang tidak hanya mensyaratkan kesepakatan, namun juga mensyaratkan penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai24. Perjanjian formil adalah perjanjian yang selain dibutuhkan kata sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh undang-undang. Contohnya pembebanan jaminan fidusia25.

4. Perjajian bernama, perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur di dalam undang-undang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus di dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, franchising dan factoring. Sedangkan perjanjian campuran adalah perjanjian yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih perjanjian bernama. Misalnya perjanjian pemondokan (kost) yang 22 Ibid. hlm. 59. 23 Komariah, op.cit., hlm. 171. 24

Herlien Budiono, op.cit., hlm. 46.

25

merupakan campuran dari perjanjian sewa-menyewa dan perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan (mencuci baju, menyetrika baju, dan membersihkan kamar)26.

Perjanjian non Obligatoir terbagi menjadi:

1. Zakelijk Oivereenkomst, adalah perjanjian yang menetapkan

dipindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain. Misalnya balik nama hak atas tanah27.

2. Bevifs overeenkomst, adalah perjanjian untuk membuktikan sesuatu.

3. Liberatoir overeenkomst, adalah perjanjian dimana seseorang

membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.

4. Vaststelling overeenkomst, adalah perjanjian untuk mengakhiri keraguan mengenai isi dan luas perhubungan hukum di antara para pihak28.

Sedangkan bentuk perjanjian, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Perjanjian tertulis, yakni suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak

dalam bentuk tulisan. Ada tiga jenis perjanjian tertulis:

a. Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja.

b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. 26 Ibid, hlm. 35-36. 27 Komariah, op.cit., hlm. 171- 172. 28 Komariah, op.cit., hlm. 172.

c. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat dihadapan dan dimuka pejabat yang berwenang untuk itu.

2. Perjanjian lisan, yakni suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak).

Menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa berdasarkan kriterianya terdapat beberapa jenis perjanjian, antara lain29:

1. Perjanjian Timbal-Balik

Perjanjian timbal-balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.

2. Perjanjian Cuma-Cuma

Menurut ketentuan Pasal 1314 KUH Perdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

3. Perjanjian Atas Beban

Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

29

Mariam Darus Badrulzaman. Kompilasi HukumPerikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2001. hlm. 66.

4. Perjanjian Bernama (Benoemd overeenkomst)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata.

5. Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemde Overeenkomst)

Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya.

6. Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.

7. Perjanjian Kebendaan (Zakelijk)

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).

8. Perjanjian Konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUH Perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).

9. Perjanjian Real

Yaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.

10.Perjanjian Liberatoir

Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada (Pasal 1438 KUH Perdata).

11.Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomts)

Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.

12.Perjanjian Untung-Untungan

Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, yang dimaksud dengan perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung-

ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.

13.Perjanjian Publik

Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama (co-ordinated).

14.Perjanjian Campuran

Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian didalamnya.

Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata. Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan pada hakikatnya merupakan salah satu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1757 sampai 1769 KUH Perdata. Pada pasal tersebut diatur ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian pinjam-meminjam uang ataupun barang- barang yang habis karena pemakaian dan dipersyaratkan bahwa pihak yang berhutang atau debitor akan mengembalikan pinjamannya pada kreditor dalam

jumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Selanjutnya disebutkan juga bahwa perjanjian tersebut dapat disertai dengan bunga yang telah diperjanjikan sebelumnya antara pihak-pihak, sehingga perjanjian kredit dapat dimasukkan dalam perjanjian pinjam-meminjam dengan memperjanjikan bunga.

Pasal 1765 KUH Perdata mengatakan adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau barang lain yang menghabis karena pemakainya. Bunga yang diperjanjikan dalam persetujuan itu boleh melampaui bunga menurut undang- undang, dalam segala hal yang tidak dilarang oleh undang-undang (Pasal 1767 ayat (2) KUH Perdata).

Kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang artinya kepercayaan, to belive, atau to trust atau “kepercayaan”, maksudnya adalah bahwa seseorang yang memperoleh kredit berarti orang tersebut memperoleh kepercayaan, sedangkan bagi pemberi kredit berarti telah memberikan kepercayaan kepada seseorang dan yakin bahwa uangnya, pasti akan kembali sesuai dengan perjanjian. Dalam arti yang lebih luas pengertian kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji bahwa pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang disepakati.30 Secara yuridis menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Selain pengertian kredit yang terdapat pada Undang-Undang, ada beberapa

30

Rachmadi Usman. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia. 2001, hlm. 36.

pendapat mengenai pengertian kredit yang dikemukakan oleh para pakar kredit, yakni31:

a. H.M.A Savelberg yang menyatakan bahwa kredit mempunyai arti:

1. Sebagai dasar setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain,

2. Sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.

b. J.A Levy merumuskan pengertian dari kredit yakni, “menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas penerima kredit”. Maksudnya adalah bahwa penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.

c. M. Jklie berpendapat bahwa kredit adalah “Suatu ukuran kemampuan dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti rugi dan janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu”.

Pemberian kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh sebuah bank. Terdapat banyak sekali pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan perbankan di Indonesia. Undang-

31

Mariam Darus Balruzaman. Perjanjian Kredit Bank. Bandung: Citra Aditia Abadi. 1991. hlm. 24.

Undang Republik Indonesia No.7 tahun 1992 tentang Perbankan dimana telah diubah menjadi Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 angka 11 yang menyatakan bahwa;

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak pinjam-meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.

Kredit menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah: “Pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. Berdasarkan pengertian tersebut dijelaskan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan yang dapat dinilai dan diukur dengan uang”. Dari kedua pengertian yang telah disebutkan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan perkreditan juga dapat dilaksanakan dengan pemberian langsung kepada debitur ataupun melalui pembelian kredit yang telah dimiliki oleh pihak lain, baik dibeli secara langsung maupun melalui perusahaan perantara yang berbentuk clearing house, asset management company, special purpose vehicle dan bentuk lainnya yang sejenis.

Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil, maka perjanjian jaminan adalah assesornya. Jadi, ada dan berakhirnya perjanjian jaminan tergantung dari perjanjian pokoknya. “Perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil kesepakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai

hubungan-hubungan hukum diantara keduanya. Namun demikian dalam praktek perbankan modern, hubungan hukum dalam kredit tidak semata-mata hanya berbentuk perjanjian pinjam-meminjam saja, melainkan adanya campur tangan dengan bentuk perjanjian yang lainnya seperti perjanjian pemberian kuasa dan perjanjian lainnya”. Mariam Darus Badrulzaman membedakan 4 jenis perjanjian standar, yaitu:32

1. Perjanjian Standar Sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya dalam hukum-hukum kontrak dalam hal ini adalah kreditur.

2. Perjanjian Standar Timbal-Balik adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh para pihak. Misalnya perjanjian yang pihaknya terdiri dari majikan dan buruh serta yang lainnya.

3. Perjanjian Standar yang Ditetapkan oleh Pemerintah adalah perjanjian terhadap perbuatan hukum tertentu, misalnya perjanjian yang mempunyai objek terhadap tanah, formulir perjanjian atas SK Mendagri tanggal 6 Agustus 1977 No. 1049/Dja/1977, berupa Akta jual beli model 1156737.f 4. Perjanjian Standar yang Ditentukan dalam Lingkungan Notaris dan Advokat adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya yang sejak semula untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat yang meminta bantuan. Dari keempat jenis perjanjian standar diatas dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar perjanjian standar yaitu:

32

1. Perjanjian Standar Umum yakni perjanjian yang isinya dibentuk dan dipersiapkan oleh hanya sepihak saja. Perjanjian standar umum ini juga disebut perjanjian standar sepihak.

2. Perjanjian Standar Khusus yakni perjanjian standar yang ditetapkan oleh badan-badan khusus, misalnya: pemerintah, PPAT, notaris, perjanjian yang dibuat oleh badan tersebut diatas telah diatur secara resmi dan diatur oleh undang-undang.

Dalam perjanjian standar mempunyai ciri-ciri tersendiri dengan perjanjian lain. Ciri-ciri tersebut antara lain:

1. Isi perjanjian standar ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang kuat kedudukan ekonominya,

2. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak secara bersama-sama menentukan isi perjanjian,

3. Debitur terpaksa menerima perjanjian ini karena terdorong kebutuhan, 4. Bentuk perjanjian baku ini adalah tertentu dan tertulis,

5. Telah dipersiapkan terlebih dahulu secara massal dan konfektif.

Sekarang ini praktek perbankan pada umumnya telah menerapkan penggunaan standar kontrak, perjanjian kredit bank memakai bentuk baku (standar umum) yang telah ditentukan oleh masing-masing bank. Standar kontrak merupakan perjanjian tertulis yang isinya telah ditentukan secara sepihak oleh bank sebagai pihak kreditur. Dalam prakteknya bentuk perjanjian kredit bank memang telah disediakan pihak bank sedangkan nasabah hanya tinggal mempelajari dan memahaminya dengan baik. Ketika bank telah menyetujui

permohonan kredit kepada nasabah, maka bank akan mengajukan formulir perjanjian kredit yang berisi perjanjian antara pihak bank dengan nasabah tersebut, nasabah hanya akan menyetujui apa yang tertera dalam standar kontrak tersebut dan menandatanganinya. Keberadaan perjanjian kredit sangat penting karena berfungsi sebagai dasar hubungan kontraktual antara para pihak. Dalam perjanjian kredit dapat ditelusuri berbagai hal tentang pemberian, pengelolaan ataupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Untuk itu sangat perlu untuk diperhatikan bersama, hal ini penting untuk diperhatikan oleh nasabah karena dalam prakteknya bank selalu memasukkan unsur-unsur dominasi kepentingan dan perlindungan bagi bank bersangkutan dalam melakukan proses kredit (pembiayaan). Oleh karena itu, Mariam Darus menjelaskan bahwa dasar berlakunya kontrak standar kredit bank didasarkan oleh nasabah debitur tidak dianggap menyetujui kontrak tersebut, sungguhpun dalam kenyataannya nasabah debitur tidak mengetahui isinya, namun secara formil nasabah debitur menyetujuinya tetapi secara materiil terpaksa menerimanya33.

Perjanjian kredit ini harus diperhatikan dengan baik karena mempunyai fungsi yang sangat penting berkaitan dengan pelaksanaan kredit itu sendiri. Berkaitan dengan itu, menurut Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut34:

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok,

33

Mariam Darus Badrulzaman, op.cit., hlm. 57.

34

2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bantu mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditor dan debitor,

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat utuk melakukan monitoring kredit.

Adapun tujuan kredit adalah sebagai berikut35:

1. Mencari keuntungan berbentuk bunga yang diterima sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah,

2. Membantu usaha nasabah, berupa pemberian dana investasi maupun dana untuk modal kerja, sehingga pihak debitur dapat mengembangkan dan memperluas usahanya,

3. Membantu pemerintah, semakin banyak kredit yang disalurkan berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.

Dalam pemberian kredit ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh bank dalam rangka melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelola bank tersebut untuk disalurkan dalam bentuk kredit, yaitu:

1. Harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian;

2. Harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan;

3. Wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan masyarakat yang mempercayakan dananya pada bank;

35

http://nurhidayat-room.blogspot.com/2010/02/manajemen- perkreditanpart1.html diakses pada 18 Desember 2012.

4. Harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.

Untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor, maka sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak (character), kemampuan (capacity to create sources of funding), modal (capital), agunan (collateral), wewenang untuk meminjam (competence to borrow) dan prospek usaha debitor tersebut (condition of economy and sector of business)36.

Pengertian Pinjam-Meminjam

Perjanjian pinjam-meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Perdata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata yang berbunyi, “pinjam-meminjam adalah persetujuan denganmana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Dikarenakan suatu perjanjian pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian riil, maka perjanjian baru terjadi setelah ada penyerahan, selama benda (uang) yang dipinjamkan belum diserahkan maka Bab XIII KUH Perdata belum dapat diterapkan. Apabila dua pihak telah sepakat mengenai semua unsur-unsur dalam perjanjian pinjam-mengganti, maka tidak serta-merta bahwa perjanjian tentang pinjam- mengganti itu telah terjadi, yang terjadi baru hanya perjanjian untuk mengadakan

36

Siswanto Sutojo. Analisis Kredit Bank Umum. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. 1997.

perjanjian pinjam-mengganti. Untuk tidak menimbulkan kekeliruan terhadap perjanjian pinjam-meminjam ini, maka harus dibedakan dari perjanjian pinjam-pakai. Beberapa kriteria yang membedakan antara lain:

1. Pada persetujuan pinjam-meminjam, obyek persetujuan boleh berupa barang yang menghabis dalam pemakaian yang dapat diganti dengan barang yang sejenis. Sedang pada perjanjian pinjam-pakai obyek persetujuan tidak boleh berupa barang yang habis terpakai. Maka konsekuensinya pada persetujuan pinjam-meminjam, pengembalian barang boleh dilakukan dengan barang yang sejenis, keadaan dan jumlahnya, sedang pada pinjam-pakai pengembalian barang kepada pihak yang meminjamkan harus dalam keadaan innatura.

2. Pada perjanjian pinjam-meminjam, risiko kerugian dan musnahnya barang yang dipinjam, sepenuhnya menjadi beban pihak peminjam. Sedang pada pinjam-pakai, risiko musnahnya barang sepenuhnya berada pada pihak yang meminjamkan.

3. Pada pinjam-meminjam, si peminjam diwajibkan untuk membayar kontra prestasi atas pemakaian barang/uang yang dipinjam. Sedang pada pinjam- pakai, pemakaian atas barang adalah secara cuma-cuma tanpa kontra prestasi.

4. Pada pinjam-meminjam, barang yang dipinjam langsung menjadi milik si peminjam, terhitung sejak saat penyerahan. Sedang pada pinjam pakai, barang yang dipinjam hanya untuk dipakai saja, sedang hak milik tetap dipegang oleh pihak yang meminjam.

Walaupun di dalam definisi yang diberikan Pasal 1754 KUH Perdata tidak disebutkan tentang uang, tetapi melihat kriteria perbedaan di atas, maka uang sebagai obyek perjanjian adalah termasuk dalam perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian hutang-piutang dan bukan perjanjian pinjam-pakai. Pada prinsipnya obyek persetujuan ini adalah segala barang pada umumnya. Tetapi bila ditinjau dari pengertian yang disebutkan Pasal 1754 KUH Perdata di atas, maka obyek utama dari persetujuan ini adalah barang yang dapat habis dalam pemakaian ataupun barang yang dapat diganti dengan keadaan dan jenis yang sama maupun berupa uang. Pada waktu pengembalian, haruslah dengan barang lain dalam jumlah, jenis dan keadaan yang sama. Peminjaman uang termasuk pada persetujuan peminjaman pada umumnya. Oleh karena itu, segala ketentuan yang berkaitan dengan persetujuan pinjam-meminjam barang yang habis terpakai, berlaku juga terhadap persetujuan peminjaman uang 37.

Bentuk-Bentuk dan Ragam Kredit Perbankan

37

Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni. 1986, hlm. 302.

Menurut Dahlan Siamat, kredit ini dapat digolongkan kedalam empat bentuk yaitu38:

1. Penggolongan kredit berdasarkan jangka waktu (Maturity), antara lain:

a) Kredit jangka pendek (short-term loan). Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya kurang dari satu tahun. Misalnya kredit untuk membiayai kelancaran operasi perusahaan, termasuk didalamnya berupa kredit modal kerja. Kredit jangka pendek dapat diurutkan dalam tiga kelompok, antara lain:

i. Kredit dagang (trade credit) antar perusahaan, ii. Pinjaman dari suatu perusahaan dagang, iii. Surat dagang.

b) Kredit jangka menengah (medium-term loan). Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya satu sampai dengan tiga tahun. Biasanya kredit ini untuk menambah modal kerja, misalnya untuk membiayai pengadaan bahan baku. Kredit jangka menengah dapat pula dalam bentuk kredit investasi.

c) Kredit jangka panjang (long-term loan). Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya melebihi tiga tahun. Misalnya kredit investasi untuk membiayai suatu proyek dan perluasan usaha. 2. Penggolongan kredit berdasarkan barang jaminan (collateral), antara lain:

38

Dahlan Siamat. Lembaga Keuangan edisi 2 Management. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 1999.

a) Kredit dengan jaminan (secured loan). Yaitu kredit yang disertai penyerahan barang jaminan oleh nasabah. Jenis barang jaminan tersebut sangat tergantung pada jenis kredit yang diberikan. Misalnya kredit komersial untuk modal kerja, jaminannya dapat berupa persediaan. Kredit untuk pembelian mobil atau motor, jaminannya BPKB mobil atau motor tersebut.

b) Kredit tanpa jaminan (unsecured loan). Yaitu kredit yang tidak disertai penyerahan barang jaminan dari nasabah. Jenis kredit ini tidak menggunakan jaminan dalam bentuk fisik, tetapi dalam bentuk bonafiditas dan prospek usaha nasabah yang bersangkutan. Pemberian kredit tanpa jaminan ini dilakukan sepanjang prinsip-