• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Metode Kontrasepsi yang Digunakan

BAB III ANALISA SITUASI

3.2. Permasalahan Mendasar

3.2.3. Jenis Metode Kontrasepsi yang Digunakan

Gambar 3.7.

Penggunaan Kontrasepsi Modern dan Tradisional Menurut Kuintil Kekayaan Tahun 2012 dan 2017

Sumber: SDKI 2012 dan 2017

3.2.3. Jenis Metode Kontrasepsi yang Digunakan

Dalam dua dekade terakhir, terjadi pergeseran metode kontrasepsi yang digunakan di Indonesia. Metode jangka pendek berangsur menjadi pilihan utama pengguna KB di Indonesia. Data tahun 2017, menunjukkan bahwa hampir semua provinsi mengalami pergeseran penggunaan ke arah metode suntik. Angka nasional juga menunjukkan metode KB yang paling banyak digunakan adalah suntik (29,9 persen) yang diikuti oleh oleh pil (12 persen), AKDR dan implant masing - masing sebesar 4,7 persen. Namun demikian terlepas dari kondisi terjadi, data terakhir menunjukkan untuk pertama kalinya sejak tahun 1997, terjadi peningkatan cakupan kepesertaaan KB untuk metode jangka panjang (MKJP). Peningkatan dalam penggunaan MKJP terbesar terjadi pada peningkatan penggunaan implant. Studi yang dilakukan oleh Weaver dkk. (2013) melaporkan bahwa meningkatnya keberadaan tenaga kesehatan khususnya bidan melalui program bidan di desa berkontribusi pada penyediaan kontrasepsi suntik dan meskipun program tersebut tidak berkontribusi kepada peningkatan penggunaan kontrasepsi namun diketahui juga bahwa keberadaan bidan memfasilitasi pergeseran dari penggunaan kontrasepsi oral ke metode suntik (Weaver et al., 2013). 53,0 56,3 61,4 61,4 60,2 59,6 58,7 56,3 55,4 52,3 3,2 4,4 2,9 4,8 3,6 5,9 4,3 6,8 5,9 9,8 0 10 20 30 40 50 60 70 2012 2017 2012 2017 2012 2017 2012 2017 2012 2017 modern trad Q1 Q2 Q3 Q4 Q5

39

Selain itu, ada kecenderungan tenaga kesehatan mengarahkan perempuan untuk menggunakan metode suntik saja karena karena berbagai alasan, termasuk keuntungan finansial, kurangnya promosi dan dukungan metode jangka panjang bahkan bagi mereka yang sudah tidak menginginkan anak lagi serta kurangnya ketersediaan atau akses ke pemilihan metode lainnya (Hull & Mosley, 2009). Penggunaan kontrasepsi hormonal, baik itu pil maupun suntik, menjadi keprihatinan dalam pengelolaan program KB karena kemungkinan kegagalan kontrasepsi yang lebih tinggi. Perempuan yang tidak menginginkan anak lagilebih sesuai menggunakan kontrasepsi jangka panjang (Hull & Mosley, 2009).

Analisis mengenai penggunaan metode kontrasepsi modern yang sesuai usia ibu dan jumlah anak hidup merupakan indikator penting capaian program Keluarga Berencana. Kebutuhan perempuan terhadap metode kontrasepsi yang sesuai tergantung atas usia, jumlah paritasnya serta jenis kebutuhan berKB, apakah untuk memperpanjang jarak antar kelahiran (spacing) atau untuk membatasi jumlah anak (limiting).

Gambar 3.8.

Jenis Penggunaan Kontrasepsi di Indonesia 1997 - 2017

Sumber: SDKI 1997, 2002/03, 2007, 2012, 2017

Gambar 3.8 menunjukkan jenis penggunaan kontrasepsi di Indonesia dari tahun 1997 hingga 2017. Adanya kecenderungan penggunaan metode jangka pendek, khususnya metode suntik, mengindikasikan rendahnya pengetahuan akseptor terkait metode lain

8,1 6,2 4,9 3,9 4,7 6,0 4,3 2,8 3,3 4,7 21,1 27,8 31,8 31,9 29,0 15,4 13,2 13,2 13,6 12,1 2,7 3,7 4,0 4,0 6,4 0 10 20 30 40 50 60 70

IDHS 1997 IDHS 2002 IDHS 2007 IDHS 2012 IDHS 2017

40

yang lebih tepat guna. Adanya kecenderungan penggunaan kontrasepsi hormonal, baik itu pil maupun suntik, menjadi salah satu keprihatinan karena kemungkinan kegagalan kontrasepsi yang lebih tinggi dan untuk sebagian besar perempuan yang tidak menginginkan anak lagi lebih sesuai menggunakan metode jangka panjang (Hull & Mosley, 2009).

Gambar 3.8 memperlihatkan bahwa meskipun angka penggunaan kontrasepsi pada pria telah mengalami peningkatan dari 1,6 persen (SDKI 1997) menjadi 2,7 persen (SDKI 2017), namun prevalensinya selalu lebih rendah daripada metode tradisional. Angka prevalensi metode operasi pria (MOP) periode 1997 - 2017 konstan sebesar 0.2 persen. Padahal biaya MOP lebih murah serta waktu yang dibutuhkan lebih sedikit daripada MOW. Kondom sedikit mengalami kenaikan dari 1,3 persen (1997) menjadi 2,5 persen (2017). Kondom tidak hanya berfungsi sebagai kontrasepsi namun dapat melindungi dari penyebaran penyakit infeksi menular seksual (IMS).

Penggunaan kontrasepsi pria pernah menjadi salah satu sasaran dalam RPJMN hingga tahun 2000 - 2004, namun setelah itu tidak menjadi sasaran dalam pembangunan KB. Rendahnya perhatian yang diberikan kepada penggunaan metode pria ini menggambarkan keterbatasan pengetahuan, serta aspek kesetaraan gender. Metode jangka panjang memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode jangka pendek. Tabel 3.2 menunjukkan median angka kegagalan kontrasepsi dalam setahun pertama penggunaan suatu metode kontrasepsi tertentu, bersadarkan studi yang dilakukan oleh Guttmacher institute (Polis et al., 2016) yang menggunakan hasil survei demografi dan kesehatan dari 43 negara, termasuk Indonesia.

Tabel 3.2.

Median Kegagalan Kontrasepsi Menurut Metode

Metode Median Kegagalan Kontrasepsi* (95% CI) pada 12 bulan pertama pemakaian metode tertentu

Implant 0,6 (0,0-2,4)

IUD 1,4 (0,0-2,4)

Suntik 1,7 (0,6-2,9)

Pil 5,5 (3,5-7,3)

41

Metode Median Kegagalan Kontrasepsi* (95% CI) pada 12 bulan pertama pemakaian metode tertentu Senggama terputus 13,4 (9,1-17,1) Pantang berkala 13,9 (9,2-19,3)

*jumlah kasus kegagalan kontrasepsi per 100 Sumber: (Polis et al., 2016)

Kegagalan kontrasepsi diukur sebagai median menurut jumlah kejadian per 100 pengguna kontrasepsi. Median kegagalan kontrasepsi ditemukan terendah pada pengguna kontrasepsi jangka panjang seperti implan dan IUD. Perbedaan antara suntik dan implant tidak besar. Kegagalan kontrasepsi ditemukan lebih tinggi di antara pengguna kontrasepsi jangka pendek, dan tertinggi pada pengguna kontrasepsi tradisional.

Gambar 3.1.

Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Indonesia, 1997 – 2017

Sumber : SDKI 1997, 2002, 2007, 2012,2017

Gambar 3.9 menunjukkan tren proporsi penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi modern. Terlihat bahwa terjadi

57,4 60,3 61,4 61,9 63,6 54,7 56,7 57,4 57,9 57,2 32,0 25,7 19,0 18,3 23,4 0 10 20 30 40 50 60 70 1997 2002 2007 2012 2017 CPR Modern CPR %MKJP

42

tren penurunan proporsi penggunaan metode kontrasepi jangka panjang sejak tahun 1997. Proporsi penggunaan kontrasepsi jangka panjang cukup tinggi di awal perkembangan program KB yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh promosi besar - besaran yang dilakukan pada saat itu untuk mengejar target kependudukan. (Smyth, 1991). Di tahun 1990-an penggunaan kontrasepsi jangka panjang mencapai sebesar 32 persen. Proporsi penggunaan metode jangka panjang terus menurun hingga mencapai 18,3 persen pada tahun 2012. Data terakhir tahun 2017 menunjukkan terjadinya peningkatan penggunaan metode kontasepsi jangka panjang menjadi 23,4 persen dimana peningkatan jenis metode kontrasepsi terbesar ditemukan pada metode susuk KB.

Gambar 3.10.

Penggunaan Kontrasepsi Modern dan Penggunaan Medote Jangka Panjang Menurut Kuintil Kekayaan tahun 2017

Sumber : SDKI 2017

Menurut kuintil kekayaan, proporsi penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang ditemukan tertinggi pada kelompok kuintil terkaya (Gambar 3.10). Ini mengindikasikan bahwa akses biaya tetap merupakan faktor yang menentukan adopsi metode kontrasepsi jangka panjang. Meningkatkan kepesertaan KB aktif yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) merupakan salah satu sasaran strategis BKKBN yang disebutkan di dalam Renstra BKKBN 2015 - 2019. Efektivitas penggunaan MKJP yang lebih tinggi sehingga kemungkinan terjadinya

56,3 61,4 59,6 56,3 52,3 21,3 19,4 21,3 22,6 32,9 0 10 20 30 40 50 60 70 Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 % Modern CPR % MKJP

43

gagal KB lebih rendah menjadi dasar kebijakan yang terfokus kepada penggunaan MKJP. Namun berbagai aspek harus diperhatikan agar tidak terjadi bentuk - bentuk pemaksaan penggunaan jenis metode kontrasepsi tertentu untuk mengejar target pengendalian kependuduk yang terjadi di awal perkembangan program KB di Indonesia (Smyth, 1991).

Dokumen terkait