• Tidak ada hasil yang ditemukan

KB sebagai Komponen Kesehatan Reproduksi yang Esensial

BAB III ANALISA SITUASI

3.2. Permasalahan Mendasar

3.2.6. KB sebagai Komponen Kesehatan Reproduksi yang Esensial

Pelayanan KB merupakan salah satu bagian dari Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial yang perlu mendapatkan perhatian serius. Pelayanan KB yang berkualitas akan mampu meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan. Berbagai estimasi yang ada menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) 2 di Indonesia tinggi secara persisten dan tidak menunjukkan penurunan berarti selama beberapa dekade sehingga masalah kematian ibu mendapat perhatian khusus dan menjadi agenda pembangunan sejak dimulainya gerakan Safe Motherhood di akhir tahun 1980an hingga saat ini. Estimasi terakhir melaporkan AKI sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2015). Jauh lebih tinggi daripada AKI di negara lain dengan tingkat sosio-ekonomi yang sama. Indonesia sebagai bagian dari Asia, adalah penyumbang terbesar angka kematian ibu dan bayi baru lahir, yaitu 95 persen kematian maternal dan 90 persen kematian bayi baru lahir di seluruh dunia (UNICEF, 2008). Indonesia tidak berhasil mencapai tujuan ke 5 Millenium Development Goals (MDG) untuk menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015 (Bappenas, 2010). Estimasi AKI terakhir ini juga berada jauh di atas sasaran SDG untuk menurunkan AKI menjadi kurang dari 70 kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Untuk mencapai tujuan SDG, perlu dilakukan upaya yang terfokus, strategis dan efektif.

2Angka kematian maternal atau angka kematian ibu didefinisikan sebagai kematian perempuan yang terjadi selama kehamilan, persalinan atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, terlepas dari tempat atau lamanya kehamilan, dan oleh penyebab yang berhubungan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya.

50

Gambar 3.17.

Tren Angka Kematian Ibu di Indonesia dan Target SDGs

Sumber : SDKI berbagai tahun, Sensus 2000, Sensus 2010, SUPAS 2015

Gambar 3.17 menunjukkan berbagai estimasi tren AKI pada tahun 1990 -2015 untuk Indonesia. AKI terakhir yang digunakan adalah estimasi dengan menggunakan data SUPAS 2015 sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Apapun sumber yang digunakan memberikan satu informasi yang sama bahwa AKI di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara berkembang lain, berada di kisaran 200 – 300 per 100 ribu kelahiran hidup.

Sampai saat ini, satu - satunya data berbasis populasi mengenai penyebab kematian ibu yang berdasarkan pada jumlah kasus yang cukup banyak adalah data dari studi tindak lanjut hasil sensus penduduk 2010 yang dilakukan Badan Litbangkes pada tahun 2012. Studi tersebut menyimpulkan penyebab kematian langsung (direct obstetric causes) dari ibu adalah 77,2 persen berupa komplikasi yang berkaitan dengan proses kehamilan, persalinan dan nifas. Selebihnya (22,8 persen) disebabkan oleh penyebab kematian tak langsung (Kemenkes R.I. & Indonesia, 2012).

Tabel 1.3.

Penyebab Kematian Ibu Menurut Studi Follow-Up Sensus Penduduk 2010 (N=7524)

Penyebab kematian Persen

Kehamilan yang berakhir dengan abortus 4,1 Oedem, proteinuri dan hipertensi dalam

kehamilan 32,4 390 334 307 228 359 360 259 305 245 102 70 0 100 200 300 400 500 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 SDKI Sensus/SUPAS SRS Target MDG Target SDG

51

Penyebab kematian Persen

Placenta previa, premature separation of placenta dan perdarahan ante-partum

3,3

Masalah pelayanan maternal lain terkait janin dan amniotic cavity dan kemungkin masalah persalinan

1,6

Persalinan macet 0,8

Perdarahan post-partum 20,3

Komplikasi kehamilan dan persalinan lain 7,2 Komplikasi puerperium dan kondisi lain 30,2

100

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan R.I, 2012

Tabel 3.3 tersebut menunjukkan pola penyebab kematian ibu dengan penyebab terbanyak (32,4 persen) adalah pada kelompok oedem, proteinuri dan hipertensi dalam kehamilan, diikuti oleh perdarahan post-partum (20,3 persen). Komplikasi pada kehamilan dan kehamilan dapat terjadi tak terduga, pelayanan antenatal yang baik dapat mendeteksi secara dini tanda-tanda bahaya sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan untuk mencegah bertambah buruknya kondisi ibu hamil.

Gambar 3.18.

Angka Kematian Ibu Menurut Kelompok Umur

52

Studi yang dilakukan oleh Nove et al. (2014) yang menganalisis data dari 144 negara dari registrasi vital, sensus maupun survei menemukan bahwa kematian ibu di kalangan kelompok remaja lebih kecil dari yang diketahui selama ini. Namun umumnya kehamilan pada remaja terjadi pada kelompok masyarakat miskin, tinggal di daerah perdesaan dan memiliki pengetahuan rendah yang lebih rentan terhadap kematian ibu akibat rendahnya pelayanan kesehatan yang mereka terima. Temuan lain studi ini menemukan tingkat kematian ibu pada kelompok perempuan usia 35 tahun ke atas sangat tinggi.

Berdasarkan tempat kematian, studi yang sama melaporkan bahwa 59,2 persen kematian terjadi di rumah sakit, baik itu rumah sakit pemerintah, swasta, maupun rumah sakit bersalin. Laporan Studi Banten 1 dan 2 juga menyampaikan pergeseran tempat kematian ibu dari sebagian besar di rumah pada tahun 2008 menjadi sebagian besar di rumah sakit tahun 2017 (Achadi, 2018). Ini menunjukkan adanya perbaikan pencarian layanan oleh masyarakat, tetapi hambatan proses rujukan dan ketidaksiapan fasilitas kesehatan menjadi penyebab kejadian kematian ibu.

Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa salah satu upaya yang terbukti efektif untuk menurunkan kematian ibu adalah melalui penyediaan pelayanan KB dan pelayanan kesehatan reproduksi terkait lainnya (J. Ross & Hardee, 2017). Pelayanan KB menurunkan kematian ibu dengan menurunkan kejadian kehamilan dan persalinan dengan risiko yang dikenal sebagai, “4 terlalu” yaitu kehamilan dan persalinan yang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun (terlalu muda), pada usia lebih dari 35 tahun (terlalu tua), dengan jarak kurang dari 2 tahun (terlalu dekat) dan terjadi yang terlalu banyak (lebih dari empat). Selain itu program KB juga menurunkan AKI dengan menurunkan jumlah kelahiran. Program KB melalui penggunaan metode kontrasepsi modern telah berkontribusi pada penurunan ferilitas dan angka kematian maternal di berbagai negara. Studi menunjukkan bahwa kontrasepsi berkontribusi terhadap penurunan kematian ibu pada kisaran 6 persen hingga 60 persen (Cleland, Conde -Agudelo, Peterson, Ross, & Tsui, 2012; Saifuddin, Qingfeng, Li, & Tsui, 2012), or 44 persen globally (J. A. Ross & Blanc, 2012) tergantung dari intensitas dan jangkauan programnya (dalam Budi Utomo, 2018).

Faktor lain yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ibu hamil adalah status gizi dan infeksi penyakit menular maupun tidak menular. Data Riskesdas 2013 (Balitbang Kemenkes R.I., 2013) dan Riskesdas 2018 (Balitbangkes R.I., 2018) menunjukkan bahwa proporsi perempuan usia 15 - 49 tahun yang mengalami Kurang

53

Energi Kronis (KEK) mengalami penurunan untuk semua kelompok umur (Tabel 3.4). Proporsi tertinggi ditemukan di kelompok usia 15 - 19 tahun sebesar 33,5 persen pada ibu hamil dan 36,3 persen pada perempuan tidak hamil pada kelompok usia tersebut. Namun angka anemia pada perempuan hamil sangat tinggi. Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 37,1 persen ibu hamil mengalami anemia (HB<11 gr/dl) data Sirkesnas 2016 melaporkan 54,9 persen, sedangkan data Riskesdas 2018 melaporkan 48,9 persen ibu hamil dengan anemia.

Tabel 3.2.

Proporsi KEK perempuan 15-49 tahun, Riskesdas 2013 dan Riskesdas 2018

Umur (tahun)

Hamil Tidak Hamil

2013 2018 2013 2018 15-19 38.5 33.5 46.6 36.3 20-24 30.1 23.3 30.6 23,3 25-29 20.9 16,7 19.3 13,5 30-34 21.4 12,3 13.6 8,4 35-39 17.3 8,5 11.3 6,0 40-44 17.6 6,5 10.7 5,2 45-49 20.7 11,1 11.8 6,0

Sumber: Riskesdas 2013 dan Riskesdas 2018

Memastikan kesinambungan pelayanan kesehatan reproduksi sangat penting dalam upaya menurunkan AKI dan meningkatkan status kesehatan ibu hamil. Namun hal ini tampaknya akan terus menjadi tantangan yang cukup luas ditemui. Banyak ditemukan kesempatan yang hilang atau missed opportunities dalam pelayanan kesehatan seperti yang tergambarkan di gambar 3.19 di bawah ini. Hal ini menunjukkan masih adanya hambatan baik itu dalam akses masyakarat ke pelayanan, maupun maupun dari sisi penyedia pelayanan.

54

Gambar 3.19.

Kontinuum Pelayanan Kesehatan Reproduksi

Sumber: SDKI 2017 dan *Riskesdas 2018

Upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana tidak terlepas dari ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan, khususnya tenaga bidan dan dokter. Gambar 3.20 dan 3.21 menunjukkan sebaran rasio ketersediaan bidan dan dokter di Indonesia. Distribusi bidan tampak cukup merata di seluruh wilayah Indonesia seperti yang ditunjukkan di gambar 3.20. Di sebagian besar pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, 1 - 2 bidan ada di setiap desa. Sementara di wilayah timur Indonesia, khususnya di wilayah Papua, satu bidan bertanggung jawab untuk 3 - 4 desa.

Gambar 3.20.

Rasio Ketersediaan Bidan di Desa

Sumber: Witjaksono (2018) 57,2 77,4 90,9 79,0 66,0 Kontrasepsi modern ANC 4 Pesalinan nakes Persalinan faskes KB Pasca salin*

55

Gambar 3.21 menggambarkan ketersediaan dokter di seluruh wilayah Indonesia. Sebagaimana halnya dengan distribusi bidan, ketersediaan dokter cukup tinggi di sebagian besar wilayah Barat Indonesia. Kondisi sangat buruk di wilayah Timur Indonesia, meskipun di beberapa provinsi di Sumatera ketersediaan dokter juga masih rendah.

Gambar 3.21.

Rasio Ketersediaan Dokter di Desa

Sumber: Witjaksono (2018)

Tabel 3.5 menjelaskan mengenai kualifikasi, distribusi dan kompetensi tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan KB. Keberadaan bidan jauh lebih merata dibandingkan dengan dokter, namun kapasitas teknis terbatas serta upaya untuk peningkatan kapasitas dalam memberikan pelayanan melalui in service training terbatas dan penilaian pelatihan menunjukkan hasil yang kurang efektif.

Tabel 3.3.

Kualifikasi, Distribusi dan Kompetensi Tenaga Kesehatan

Parameter Dokter Bidan

Jenjang Pendidikan Sarjana, profesi Vokasi

Sasaran Pendidikan: Tingkat kompetensi KB-MKJP /pelatihan 3-4A (mandiri, pelimpahan kewenangan 4B) 1 atau 2 (mandiri, pelimpahan kewenangan 4A)

56

Parameter Dokter Bidan

pre-service

Jumlah lulusan per tahun 12.000 30.000 Lokasi distribusi praktik Sebagian besar di perkotaan Tersebar merata mencapai pedesaan Ketersediaan sumber

daya lapangan (orang)

88.000 (2012) 125.382 (2012)

Rasio per 100.000 penduduk

14 (6 - 39) 49 (22 – 194)

Rasio per desa (Total desa: 79.075, BPS 2012 0,4 (0,2 - 1,2 DKI Jakarta 8,5 1,5 (0,5 – 3,9) DKI Jakarta 7,2 Pelatihan Contraceptive Technology Update (CTU) untuk IUD atau implant yang

dilakukan pada tahun 2010-2014 (orang)

10.279 (11,7%) 50,731 (40,5%)

Pelatihan MOP atau MOW tahun 2010-2014 (orang)

4.711 (5,3%) -

Pelatihan in-service (penilaian lapangan)

Tidak efektif Tidak efektif

Sumber: Witjaksono (2018)

Dokumen terkait