TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pola Asuh
2.1.1. Jenis Pola Asuh
Baumrind (1996) dalam Yusuf (2006), mengatakan bahwa gaya pengasuhan datang dalam tiga bentuk yaitu : authoritative, authoritarian, permissive. Ketiga pola pengasuhan ini memiliki ciri khas masing-masing dan memberikan efek yang berbeda kepada tingkah laku anak.
1. Pengasuhan Authoritative (demokratis) adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ketat terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka juga bersikap responsif, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan,
serta mengikut sertakan anak dalam pengambilan keputusan. Santrock (2003) berpendapat bahwa kualitas pola interaksi dan pola pengasuhan orang tua yang demokratis akan memunculkan keberanian, motivasi, dan kemandirian anak-anaknya dalam mengahdapi masa depannya. Pola pengasuhan seperti ini dapat mendorong tumbuhnya kemampuan sosial, meningkatkan rasa percaya diri, dan tanggung jawab sosial pada seorang anak. Anak-anak yang hidup dalam keluarga yang demokratis akan menjalani kehidupannya dengan rasa penuh semangat dan bahagia, percaya diri, dan memiliki pengendalian diri dalam mengelola emosinya sehingga tidak akan bertindak anarkis. Mereka juga akan memiliki kemandirian yang tinggi, mampu menjalin persahabatan dan kerja sama yang baik, dan memiliki kematangan sosial dalam berinteraksi dengan keluarga dan lingkungannya.
2. Pengasuhan Authoritarian (otoriter) adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Orang tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengemukakan pendapat. Orang tua otoriter juga cenderung bersikap sewenang-wenang dan tidak demokratis dalam membuat keputusan, memaksa peran-peran atau pandangan-pandangan kepada anak atas dasar kemampuan dan kekuasaan sendiri, serta kurang menghargai pemikiran dan perasaan mereka. Pola pengasuhan orang tua yang demikian sangat berpotensi menimbulkan konflik dan perlawanan seorang anak, terutama saat anak sudah menginjak masa remaja, atau sebaliknya akan menimbulkan sikap ketergantungan seorang anak terhadap orang tuanya (Rice, 1996). Pola pengasuhan ini menyebabkan remaja akan
kehilangan aktivitas kreatifnya dan akan tumbuh menjadi anak yang tidak efektif dalam kehidupan dan interaksinya dengan lingkungan sosial (Santrock, 2003).
Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga atau orang tua dengan pola pengasuhan otoriter cenderung menunjukkan sikap yang patuh dan akan menyesuaikan dirinya pada standar-standar tingkah laku yang sudah diterapkan oleh orang tuanya, cenderung mengucilkan dirinya dan kurang berani dalam menghadapi tantangan tidak merasa bahagia. Namun dibalik itu sesungguhnya mereka merasa menderita dengan kehilangan rasa percaya diri dan pada umumnya lebih tertekan dan lebih menderita dibandingkan kelompok peer groupnya. Sikap-sikap remaja yang demikian akhirnya akan menyebabkan anak cenderung untuk selalu tergantung pada orang tuanya, cenderung kurang mampu mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, serta cenderung tidak mampu untuk bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Hal ini disebabkan karena semuanya disandarkan pada aturan dan kehendak orang tuanya. Semua itu menunjukkan bahwa seorang anak yang berada dalam asuhan orang tua yang otoriter akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dalam hidupnya kelak.
3. Pengasuhan Permissive (permisif) adalah pengasuhan orang tua yang berfokus pada anak. Orang tua tidak memiliki control kepada anak, segala aturan diserahkan kepada anak, anak diberi kebebasan untuk berbuat sesuai keinginan.
Orang tua yang demikian umumnya membiarkan anaknya untuk menentukan tingkah lakunya sendiri. Mereka tidak menggunakan kekuasaan atau wewenangnya sebagai orang tua dengan tegas saat mengasuh dan membesarkan anaknya. Orang tua yang
cenderung atau bahkan tanpa menggunakan kontrol terhadap anak remajanya dan lemah dalam cara-cara mendisiplinkan anak remajanya merupakan ciri dari pola pengasuhan dari orang tua yang permisif. Pola pengasuhan demikian dipilih oleh orang tua yang permisif karena mereka menganggap bahwa anak harus memiliki kebebasannya sendiri secara luas, bukan harus dikontrol oleh orang dewasa.
Orang tua yang permisif bersikap lunak, lemah, dan pasif dalam persoalan disiplin. Mereka cenderung tidak menempatkan tuntutan-tuntutan pada tingkah laku anaknya, dan memberikan kebebasan yang lebih tinggi untuk bertindak sesuai dengan kehendak anak. Kontrol atau pengendalian yang ketat terhadap anaknya menurut pandangan orang tua yang permisif adalah sebuah pelanggaran terhadap kebebasan yang dapat menganggu perkembangan seorang anak (Steinberg, 1999).
Menurut Baumrind (1971), anak yang berada dalam pengasuhan orang tua yang permisif sangat tidak matang dalam berbagai aspek psikososial, mereka sulit mengendalikan desakan hati, tidak patuh dan menentang apabila diminta untuk mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya. Mereka juga terlalu menuntut, sangat tergantung pada orang lain. Tingkah laku sosial anak kurang matang, kadang-kadang menunjukkan tingkah laku agresif, pengendalian dirinya amat buruk, tidak mampu mengarahkan diri dan tidak bertanggung jawab (Santrock, 2003).
Meskipun di satu sisi pola pengasuhan yang permisif dapat memberikan anak kebebasan untuk bertingkah laku, namun di sisi lain tidak selalu dapat meningkatkan tingkah laku bertanggungjawab. Anak yang mendapatkan kebebasan tanpa adanya
pembatasan yang jelas cenderung bersifat suka menang sendiri dan mengutamakan kepentingan dirinya sendiri kurangnya bimbingan dan pengarahan dari orang tua menyebabkan mereka merasa tidak aman, tidak punya orientasi, dan penuh keraguan.
Jika anak menafsirkan bahwa kelonggaran pengawasan dari orang tua mereka sebagai bentuk dari tidak adanya perhatian atau penolakan terhadap diri mereka, maka mereka akan menyalahkan orang tuanya sebab dipandang telah lalai memperingatkan dan menuntun mereka (Rice, 1996).
Remaja dari orang tua yang memiliki pola pengasuhan permisif tidak terlibat ketika mereka tumbuh menjadi remaja, biasanya sering mencari pelarian dari rasa kesepiannya dengan cara mencari penerimaan dari orang lain. Akibatnya mereka seringkali terlibat dalam masalah-masalah perilaku dibandingkan dengan anak yang memiliki orang tua dengan pola pengasuhan demokratis. Masalah perilaku tersebut misalnya seks bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, maupun berbagai bentuk kenakalan remaja lainnya sebagai salah satu cara atau bentuk mereka dalam mencari penerimaan dari orang lain. Secara emosi, remaja yang seperti ini mudah sekali mengalami depresi dan sering merasa ditolak. Dalam banyak kejadian, mereka tumbuh dengan perasaan ingin melawan, menentang, dan rasa marah yang bergejolak kepada orang tuanya karena merasa telah diabaikan dan dikucilkan. Mereka akan mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol diri yang baik, kemampuan sosialnya buruk, dan merasa bukan bagian yang penting untuk orang tuanya. Bukan tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan terbawa sampai ia dewasa. Tidak
tertutup kemungkinan pula anak akan melakukan hal yang sama terhadap anaknya kelak.