DAN PENYEBABNYA
4.3 Analisis Tindak Kekerasan
4.3.1 Jenis Tindak Kekerasan
Dari analisis latar dan tokoh yang telah dikemukakan di atas, dapat ditemukan berbagai jenis kekerasan yang ditampilkan melalui tindakan para tokohnya dengan menggunakan latar tempat serta waktu tertentu. Tindakan kekerasan sebagian besar terjadi di dalam rumah Le Petit Poucet, rumah raksasa, serta hutan. Rumah Le Petit Poucet merupakan tempat terjadinya kekerasan psikis dengan perlakuan saudara-saudara Le Petit Poucet kepada Le Petit Poucet serta ketidakadilan ibu Le Petit Poucet dalam membagi kasih sayangnya kepada ketujuh anaknya. Rumah raksasa merupakan tempat yang paling banyak terjadi kekerasan, terutama kekerasan fisik yaitu ruang makan tempat raksasa menaruh binatang kecil buruannya dan kamar tidur anak-anak perempuannya yang menjadi latar peristiwa pemenggalan kepala anak-anak raksasa oleh raksasa sendiri. Selain itu, kekerasan psikis juga terjadi di ruang makan di rumah raksasa, yang ditandai ketika raksasa mengancam akan membunuh Le Petit Poucet dan kakak-kakaknya serta kata-kata penghinaan yang dilontarkannya kepada istrinya.
Dari analisis sintagmatik dan paradigmatik di atas, di bawah ini akan dipaparkan berbagai jenis tindak kekerasan yang terdapat dalam dongeng Le Petit Poucet.
4.3.1.1 Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik yang terdapat dalam dongeng ini sebagian besar dilakukan oleh sang Raksasa. Pelaku tindak kekerasan lainnya adalah penebang kayu dan istrinya, Le Petit Poucet, dan ketujuh anak sang Raksasa.
4.3.1.1.1 Raksasa
Dalam dongeng ini, sang Raksasa merupakan tokoh yang suka memakan anak-anak kecil. (... ”Savez-vous bien que c'est ici la maison d'un Ogre qui mange les petits enfants?”). Untuk lebih lebih jelasnya dapat dilihat pada data (36) di bawah ini:
(36 ) Ils heurtèrent à la porte, et une bonne femme vint leur ouvrir. Elle leur demanda ce qu'ils voulaient. Le Petit Poucet lui dit qu'ils étaient de pauvres enfants qui s'étaient perdus dans la forêt, et qui demandaient à coucher par charité. Cette femme, les voyant tous si jolis, se mit à pleurer, et leur dit :
" Hélas ! mes pauvres enfants, où êtes-vous venus ? Savez-vous bien que c'est ici la maison d'un Ogre qui mange les petits enfants?
‘Mereka mengetuk pintu dan seorang wanita yang baik hati datang membuka pintu. Ia bertanya apa yang mereka inginkan. Le Petit Poucet berkata padanya bahwa mereka adalah anak-anak yang tersesat di hutan dan bertanya apakah mereka bisa menginap. Wanita itu memandang mereka dengan kasihan, ia menangis dan kemudian berkata:
“Anak-anak yang malang, apakah kalian tahu ke mana kalian datang? Tahukah kalian bahwa ini adalah rumah seorang raksasa yang memakan anak-anak kecil?”
Selain itu, sang Raksasa melakukan tindak kekerasan fisik dengan membunuh anak-anaknya sendiri meskipun itu karena ketidaksengajaan. Ia menyangka bahwa anak-anaknya adalah Le Petit Poucet dan keenam saudaranya
74
(...En disant ces mots, il coupa sans balancer la gorge à ses sept filles). Selengkapnya dapat dilihat dari data (37) di bawah ini:
(37) Il monta donc à tâtons à la Chambre de ses filles et s'approcha du lit où étaient les petits garçons, qui dormaient tous, excepté Le Petit Poucet, qui eut bien peur lorsqu'il sentit la main de l'Ogre qui lui tâtait la tête, comme il avait tâté celles de tous ses frères. L'Ogre, qui sentit les Couronnes d'or :
" Vraiment, dit- il, j'allais faire là un bel ouvrage; je vois bien que je bus trop hier au soir. "
Il alla ensuite au lit de ses filles, où ayant senti les petits bonnets des garçons:
" Ah ! les voilà, dit-il, nos gaillards! travaillons hardiment. " En disant ces mots, il coupa sans balancer la gorge à ses sept filles. (p.197)
‘Dia masuk ke dalam kamar anak-anaknya dengan diam-diam, menghampiri tempat tidur di mana anak-anak tersebut terlelap kecuali Le Petit Poucet yang ketakutan saat ia merasakan tangan sang Raksasa yang meraba kepalanya. Ketika sang Raksasa meraba kepala anak-anak tersebut, ia menyentuh mahkota emas milik anak-anaknya: “Benar”, katanya. “Saya akan membuat suatu karya yang istimewa, saya tahu bahwa saya kemarin malam minum terlalu banyak.”
Ia menuju ke tempat tidur anak-anaknya, ia merasakan topi milik Le Petit Poucet dan saudara-saudaranya.
“Ah! Ini dia anak laki-laki kita,” katanya. “Ayo bekerja keras.” Sambil mengatakannya, ia memotong leher ketujuh anaknya tanpa ragu-ragu.’
Kedua cuplikan cerita di atas merupakan contoh tindak kekerasan fisik yang dilakukan oleh sang Raksasa. Tokoh sang Raksasa merupakan tokoh yang paling kejam dalam cerita ini karena ia telah membunuh ketujuh anak perempuannya dengan tangannya sendiri. Kebiasaannya memakan anak-anak kecil dan binatang-binatang juga dapat dikategorikan dalam kekerasan fisik. 4.3.1.1.2 Ayah Le Petit Poucet
Tokoh penebang kayu digambarkan sebagai tokoh yang tidak dapat melindungi anak-anaknya karena ia menelantarkan anak-anaknya sendiri di dalam
hutan yang sangat berbahaya (...s'éloignèrent d'eux insensiblement, et puis s'enfuirent tout à coup par un petit sentier détourné...).
(38) Ils allèrent dans une forêt fort épaisse, où à dix pas de distance on ne se voyait pas l'un l'autre. Le Bûcheron se mit à couper du bois et ses enfants à ramasser des broutilles pour faire des fagots. Le père et la mère, les voyant occupés à travailler, s'éloignèrent d'eux insensiblement, et puis s'enfuirent tout à coup par un petit sentier détourné. (p.192)
‘Mereka pergi ke dalam hutan yang sangat lebat, berjalan saling berjauhan sehingga mereka tidak dapat saling melihat satu dengan yang lainnya. Si penebang kayu mulai memotong kayu, anak-anaknya mengumpulkan ranting-ranting untuk diikat. Penebang kayu dan istrinya memperhatikan anak-anaknya sedang sibuk bekerja. Mereka menjauh sedikit demi sedikit dan kemudian pergi cepat-cepat melewati jalan-jalan kecil yang berbelok.’
Perilaku menelantarkan anak-anak di dalam hutan termasuk tindak kekerasan fisik karena dapat membahayakan mereka. Hutan merupakan tempat yang penuh dengan cobaan dan bahaya. Dengan meninggalkan ketujuh anaknya di dalam hutan, dapat dikatakan ia melakukan kekerasan fisik secara tidak langsung. 4.3.1.1.3 Le Petit Poucet
Dalam dongeng ini, tokoh utama yang mewakili sosok anak ditampilkan sebagai korban kekerasan yang dilakukan oleh orang tua yang menelantarkannya, keenam saudaranya yang selalu meremehkannya, serta raksasa yang mengancam akan memangsanya. Akan tetapi selain berada di posisi korban, ia juga menjadi pelaku tindakan kekerasan yang terlihat ketika secara tidak langsung, ia menjadi penyebab kematian anak-anak perempuan raksasa dan pada saat ia menipu istri raksasa agar ia mendapatkan uang milik raksasa (...et prenant les bonnets de ses
76
frères et le sien, il alla tout doucement les mettre sur la tête des sept filles de l'Ogre,..).
(39) Le Petit Poucet, qui avait remarqué que les filles de l'Ogre avaient des couronnes d'or sur la tête, et qui craignait qu'il ne prît à l'Ogre quelques remords de ne les avoir pas égorgés dès le soir même, se leva vers le milieu de la nuit, et prenant les bonnets de ses frères et le sien, il alla tout doucement les mettre sur la tête des sept filles de l'Ogre, après leur avoir ôté leurs couronnes d'or, qu'il mit sur la tête de ses frères, et sur la sienne afin que l'Ogre les prît pour ses filles, et ses filles pour les garçons qu'il voulait égorger. (p.197)
‘Le Petit Poucet memperhatikan bahwa ketujuh anak perempuan raksasa mengenakan mahkota dari emas. Ketika mereka semua telah tertidur, ia bangun dan mengambil topi yang dikenakannya dan kakak-kakaknya. Perlahan-lahan, ia meletakkan topi-topinya di kepala anak-anak raksasa itu dan mengenakan mahkota milik ketujuh anak raksasa di kepalanya dan keenam kakaknya agar sang Raksasa menyangka mereka adalah anak-anaknya ketika raksasa ingin membunuh mereka.’
4.3.1.1.4 Anak-anak Perempuan Sang Raksasa
Tokoh anak-anak raksasa tidak berperan banyak dalam cerita ini. Mereka menjadi pelaku kekerasan fisik dengan membunuh anak-anak kecil untuk dihisap darahnya (...car elles mordaient déjà les petits enfants pour en sucer le sang...).
(40) L'Ogre avait sept filles, qui n'étaient encore que des enfants. Ces petites ogresses avaient toutes le teint fort beau, parce qu'elles mangeaient de la chair fraîche, comme leur père ; mais elles avaient de petits yeux gris et tout ronds, le nez crochu, et une fort grande bouche, avec de longues dents fort aiguës et fort éloignées l'une de l'autre. Elles n'étaient pas encore fort méchantes; mais elles promettaient beaucoup, car elles mordaient déjà les petits enfants pour en sucer le sang. (p.196)
‘Sang Raksasa mempunyai tujuh anak perempuan yang masih kecil. Mereka mempunyai kulit yang bagus karena mereka memakan daging segar seperti ayah mereka namun mereka
mempunyai mata yang kecil dan bulat berwarna abu-abu, hidung yang bengkok, serta mulut yang besar dengan gigi yang panjang, runcing dan terletak berjauhan satu sama lain. Mereka belum cukup jahat tetapi mereka mempunyai peluang untuk menjadi jahat karena mereka sudah membunuh anak-anak kecil untuk dihisap darahnya.
4.3.1.2 Kekerasan Psikis
Hampir semua tokoh melakukan kekerasan termasuk kekerasan psikis. Kekerasan psikis yang terjadi dalam cerita ini dilakukan oleh raksasa, suami istri penebang kayu, saudara-saudara Le Petit Poucet, dan Le Petit Poucet.
4.3.1.2.1 Sang Raksasa
Kekerasan psikis yang dilakukannya terlihat saat ia mengancam akan membunuh Le Petit Poucet dan ketika ia menghina istrinya dengan kata-kata yang kasar.
Dalam dongeng ini ia mengeluarkan kata-kata kasar kepada istrinya. Perlakuannya tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan kekerasan psikis yang menyakiti perasaan istrinya (" Ah! dit-il, voilà donc comme tu veux me tromper, maudite femme!).
(41) " Ah! dit-il, voilà donc comme tu veux me tromper, maudite femme! Je ne sais à quoi il tient que je ne te mange aussi : bien t'en prend d'être une vieille bête. Voilà du gibier qui me vient bien à propos pour traiter trois ogres de mes amis, qui doivent me venir voir ces jours-ci. " (p.196)
‘”Ah! Jadi ini yang ingin kau sembunyikan dariku, wahai wanita terkutuk! Aku tidak tahu mengapa aku tidak memakanmu juga walaupun kau sudah menjadi hewan yang tua sekalipun. Inilah buruan yang dapat kusajikan untuk ketiga
78
teman raksasaku yang akan datang berkunjung dalam waktu dekat.”
Sang Raksasa juga melakukan tindak kekerasan psikis terhadap Le Petit Poucet dan saudara-saudaranya yaitu dengan mengancam akan membunuh mereka (...ce seraient là de friands morceaux, lorsqu'elle leur aurait fait une bonne sauce.).
(42) Il les tira de dessous le lit, l'un après l'autre. Ces pauvres enfants se mirent à genoux, en lui demandant pardon; mais ils avaient affaire au plus cruel de tous les ogres, qui, bien loin d'avoir de la pitié, les dévorait déjà des yeux, et disait à sa femme que ce seraient là de friands morceaux, lorsqu'elle leur aurait fait une bonne sauce. Il alla prendre un grand couteau ; et en approchant de ces pauvres enfants, il l'aiguisait sur une longue pierre, qu'il tenait à sa main gauche. (p.196)
‘Ia menarik mereka dari bawah tempat tidur, satu persatu. Anak-anak itu berlutut dan meminta ampun kepada sang Raksasa namun mereka berhadapan dengan raksasa yang paling kejam di antara raksasa yang lain, yang jauh dari rasa kasihan, dengan sinar mata yang seakan-akan mencabik mereka. Ia mengatakan kepada istrinya bahwa mereka akan menjadi makanan yang lezat bila istrinya membuatkan saus yang enak.
4.3.1.2.2 Ayah Le Petit Poucet
Kekerasan psikis yang dilakukan penebang ditunjukkan dari sikapnya yang mengancam akan memukul istrinya bila istrinya tidak berhenti menyalahkannya atas hilangnya anak-anak mereka (Il la menaça de la battre si elle ne se taisait.).
(43) Le bûcheron s'impatienta à la fin ; car elle redit plus de vingt fois qu'ils s'en repentiraient, et qu'elle l'avait bien dit. Il la menaça de la battre si elle ne se taisait. (p.193)
‘Si penebang kayu hilang kesabaran pada akhirnya karena istrinya selalu mengulang kata-katanya bahwa ia menyesal telsh meninggalkan anak-anaknya di hutan. Ia mengancam akan memukul istrinya jika tidak bisa diam.’
Penebang kayu dapat dikatakan melakukan kekerasan psikis karena ia membiarkan anak-anaknya berada di suatu tempat yang penuh dengan bahaya. Hal itu menyebabkan anak-anaknya merasa sedih karena diabaikan dan ketakutan karena harus menghadapi bahaya yang ada tanpa mendapatkan perlindungan (...ils glissaient à chaque pas et tombaient dans la boue, d'où ils se relevaient tout crottés,...).
(44) La nuit vint, et il s'éleva un grand vent qui leur faisait des peurs épouvantables. Ils croyaient n'entendre de tous côtés que les hurlements de Loups qui venaient à eux pour les manger. Ils n'osaient presque se parler ni tourner la tête. Il survint une grosse pluie qui les perça jusqu'aux os; ils glissaient à chaque pas et tombaient dans la boue, d'où ils se relevaient tout crottés,...(p.194)
‘Malam tiba, angin berembus sangat kencang yang membuat mereka sangat ketakutan. Mereka mendengar lolongan serigala di sekitar mereka yang akan datang untuk memakan mereka. Mereka tidak berani berbicara maupun menengok. Tiba-tiba hujan turun sangat lebat sampai-sampai dinginnya menusuk sampai ke tulang. Mereka terpeleset saat berjalan, terjatuh ke dalam lumpur dan bangun dengan badan penuh lumpur,…’ 4.3.1.2.3 Ibu Le Petit Poucet
Kekerasan psikis yang dilakukannya adalah dalam hal pembagian kasih sayang yang tidak adil terhadap anak-anaknya. Ia lebih menyayangi anak sulungnya hanya karena mirip dengannya (Ce Pierrot était son fils aîné, qu'elle aimait plus que tous les autres,...).
80
bien las, et vous avez bien faim ; et toi, Pierrot, comme te voilà crotté, viens que je te débarbouille."
Ce Pierrot était son fils aîné, qu'elle aimait plus que tous les autres, parce qu'il était un peu rousseau, et qu'elle était un peu rousse. (p.193)
‘”Betapa senangnya aku melihat kalian lagi, anak-anakku sayang! Kalian pasti lelah dan kelaparan. Pierrot, kamu kotor sekali. Ke sini, aku akan membersihkanmu.”
Pierrot merupakan anak sulungnya yang paling disayang daripada yang lainnya karena ia memiliki kulit merah kecoklatan yang sama dengan kulitnya.’
4.3.1.2.4 Saudara-saudara Le Petit Poucet
Tokoh-tokoh ini mewakili sosok anak yang melakukan tindak kekerasan, terutama kekerasan psikis dengan meremehkan adik mereka (Ce pauvre enfant était le souffre-douleur de la maison, et on lui donnait toujours tort.).
(46) Il était fort petit, et, quand il vint au monde, il n'était guère plus gros que le pouce, ce qui fit qu'on l'appela Le Petit Poucet. Ce pauvre enfant était le souffre-douleur de la maison, et on lui donnait toujours tort. (p.191)
‘Ia bertubuh sangat kecil, dan ketika ia lahir, ukuran tubuhnya hampir tidak lebih besar dari jari jempol sehingga ia dijuluki Le Petit Poucet. Anak malang itu merupakan anak yang paling menderita dalam keluarganya karena mereka selalu menyalahkan dirinya.’
4.3.1.2.5 Le Petit Poucet
Le Petit Poucet melakukan tindak kekerasan psikis saat ia melakukan penipuan terhadap istri raksasa untuk mendapatkan harta milik sang Raksasa padahal istri raksasa sangat baik terhadapnya dan keenam kakaknya.
(47) Il alla droit à la maison de l'Ogre, où il trouva sa femme qui pleurait auprès de ses filles égorgées. " Votre mari, lui dit Le Petit Poucet, est en grand danger; car il a été pris par une
troupe de voleurs, qui ont juré de le tuer s'il ne leur donne tout son or et tout son argent. Dans le moment qu'ils lui tenaient le poignard sur la gorge, il m'a aperçu et m'a prié de vous venir avertir de l'état où il est, et de vous dire de me donner tout ce qu'il a de vaillant, sans en rien retenir, parce qu'autrement ils le tueront sans miséricorde. Comme la chose presse beaucoup, il a voulu que je prisse ses bottes de sept lieues que voilà, pour faire diligence, et aussi afin que vous ne croyiez pas que je sois un affronteur." (p.199).
‘Ia pergi menuju rumah sang raksasa dan menemukan istri raksasa yang sedang menangisi kematian anak-anaknya. Le Petit Poucet berkata kepadanya, “Suami anda berada dalam bahaya, karena ia sedang ditawan oleh sekawanan perampok yang mengancam akan membunuhnya jika ia tidak memberikan semua emas atau uangnya. Pada saat mereka menempelkan pisau ke leher suami anda, ia melihat saya dan memohon kepada kepada saya untuk datang kepada anda dan memberitahu keadaannya dan ia menyuruh anda untuk memberikan seluruh uangnya kepada saya agar saya dapat mengantarkannya kepada para perampok itu. Karena waktu yang mendesak, suami anda menyuruh saya untuk memakai sepatu ajaibnya agar saya dapat berjalan dengan cepat, dan agar anda tidak menyangka bahwa saya adalah seseorang yang dapat melakukan tantangan itu.”
Dari pemaparan mengenai tokoh, dapat disimpulkan bahwa hampir semua tokoh melakukan kekerasan dalam jenis yang berbeda-beda. Hanya satu tokoh yang tidak melakukan kekerasan yaitu istri raksasa. Ia malah menjadi korban dari kekerasan yang dilakukan tokoh Le Petit Poucet.