• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jhānasaṃyutta

Dalam dokumen Samyutta Nikaya 5 Maha Vagga (Halaman 70-79)

Saṃyutta ini hanya mengandung formula jhāna standar yang digabung- kan dengan rangkaian pengulangan dalam satu putaran.

54. Ānāpānasaṃyutta

Perhatian pada pernafasan (ānāpānasati) biasanya dianggap sebagai subjek meditasi yang paling penting dalam Nikāya. Tradisi penjela- san Pāli meyakini bahwa adalah perhatian pada pernafasan yang dip- raktikkan oleh Sang Buddha pada malam pencerahan-Nya, sebelum mencapai empat jhāna dan tiga pengetahuan sejati, dan selama karir pengajaran-Nya, Beliau kadang-kadang mengasingkan diri untuk me- nekuni meditasi ini. Beliau menyebutnya “Kediaman Tathāgata,” suatu penghormatan agung, dan sering menganjurkannya baik kepada mer- eka yang masih berlatih maupun kepada para Arahanta. Bagi mereka yang masih berlatih, meditasi ini menuntun menuju hancurnya noda- noda; bagi para Arahanta, meditasi ini menuntun menuju kediaman yang menyenangkan di sini dan saat ini dan menuju perhatian dan pe- mahaman jernih (54:11).

Praktik perhatian pada pernafasan didefinisikan dalam formula enam belas langkah yang pertama kali diperkenalkan dalam 54:1 dan diulangi di sepanjang Ānāpānasaṃyutta. Enam belas langkah ini tidak harus berurutan tetapi pada titik tertentu bertumpang tindih; dengan demikian langkah-langkah itu lebih tepat disebut tahap daripada lang- kah. Empat pertama juga disebutkan dalam Satipaṭṭhāna Sutta, dalam bagian perhatian pada jasmani, namun formula enam belas menjelas- kan praktik dengan jangkauan yang lebih luas. Enam belas aspek ter- bagi menjadi empat kelompok, yang masing-masing berhubungan dengan satu dari empat penegakan perhatian. Hubungan ini pertama kali dijelaskan dalam 54:10 dan berulang dalam beberapa sutta beri- kutnya.

Enam sutta pertama dari Ānāpānasaṃyutta dibingkai dalam istilah- istilah hanya sebagai perhatian pada pernafasan (ānāpānasati). Dari 54:7 dan seterusnya, terjadi pergeseran, dan sutta-sutta menuliskan istilah konsentrasi dengan perhatian pada pernafasan (ānāpānasati- samādhi). Ini adalah konsentrasi yang diperoleh dengan penuh perha- tian pada nafas. Di sini juga, seperti halnya dengan faktor-faktor sang jalan, faktor-faktor pencerahan, dan indria-indria, perhatian adalah sebuah kondisi bagi konsentrasi. Dalam 54:8, Sang Buddha mengurai- kan manfaat-manfaat yang diperoleh dari konsentrasi yang tercapai

melalui perhatian pada pernafasan: yaitu kenyamanan fisik, meleny- apkan ingatan-ingatan dan pikiran-pikiran duniawi, dan menuntun menuju banyak pencapaian agung termasuk empat jhāna, kondisi- kondisi tanpa bentuk, pencapaian lenyapnya, dan bahkan kebebasan dari noda-noda. Sutta 54:9 mencatat peristiwa aneh ketika sejumlah besar para bhikkhu, setelah mendengarkan Sang Buddha membabar- kan tentang kejijikan jasmani, melakukan bunuh-diri. Kemudian Sang Buddha mengajarkan ānāpānasati-samādhi kepada para bhikkhu seba- gai kediaman yang “damai dan luhur”

Sutta paling penting dalam Ānāpānasaṃyutta adalah 54:13, suatu substansi yang diulangi pada 54:14-16. Di sini Sang Buddha menjelas- kan bagaimana konsentrasi dengan perhatian pada pernafasan me- menuhi empat penegakan perhatian; ini pada gilirannya memenuhi tujuh faktor pencerahan; dan ini pada gilirannya memenuhi pengeta- huan dan kebebasan sejati. Metode penjelasan ini menunjukkan per- hatian pada pernafasan sebagai subjek meditasi lengkap yang dimulai dengan hanya perhatian pada nafas dan memuncak dalam kebebasan batin yang tertinggi. Tema ini dikonfirmasi lagi oleh sutta terakhir da- lam bab ini, yang menyatakan bahwa konsentrasi dengan perhatian pada pernafasan menuntun menuju lepasnya belenggu dan lenyapnya segala kekotoran (54:17-20).

55. Sotāpattisaṃyutta

Bab ini mungkin lebih tepat jika diberi judul Sotāpattiyaṅgasaṃyutta, karena tidak berhubungan dengan memasuki-arus dalam cara umum melainkan berhubungan dengan kelompok faktor-faktor tertentu yang mendefinisikan seseorang sebagai seorang pemasuk-arus (sotāpanna). Arus (sota) adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan, dan pemasuk-arus disebut demikian karena ia, dengan secara langsung menembus kebe- naran Dhamma, telah memiliki delapan faktor sang jalan (55:5).

Empat kualitas yang mendefinisikan seseorang sebagai seorang pe- masuk-arus disebut empat sotāpattiyaṅga, faktor-faktor pemasuk-arus. Kata dalam Pāli ini sebenarnya digunakan dengan merujuk pada dua kelompok yang berbeda. Kelompok yang lebih sering disebutkan ada- lah kelompok empat kualitas yang dimiliki oleh seorang pemasuk-ar- us, dan dalam konteks ini sebutan itu mungkin diterjemahkan sebagai

“faktor-faktor memasuki-arus,” atau bahkan “faktor-faktor pemasuk- arus.” Tetapi mendampingi kelompok ini, kita menemukan yang lain, yang jarang disebutkan, terdiri dari kualitas-kualitas yang harus di- aktualisasikan untuk mencapai memasuki-arus. Saya menerjemahkan sotāpattiyaṅga dalam makna ini sebagai “faktor-faktor memasuki-ar- us.”

Empat faktor yang dimiliki oleh pemasuk-arus adalah keyakinan teguh pada Buddha, Dhamma, dan Saṅgha (keyakinan pada masing- masing dihitung sebagai faktor terpisah,) dan “moralitas yang disukai oleh para mulia” (ariyakantāni sīlāni). Keyakinan teguh (aveccappasāda) adalah keyakinan yang berakar pada pengesahan pribadi atas kebe- naran Dhamma. Kejadian menentukan yang menandai transisi dari tahap seorang “yang mempraktikkan untuk mencapai buah memasu- ki-arus” menjadi seorang pemasuk-arus lengkap adalah “penembu- san Dhamma,” juga disebut memperoleh penglihatan Dhamma (baca 13:1). Ini terdapat dalam penglihatan langsung pada Empat Kebenaran Mulia, atau (singkatnya) prinsip bahwa “segala sesuatu yang bersifat muncul, semuanya juga bersifat lenyap.” Ketika melihat kebenaran Dhamma, siswa melenyapkan tiga belenggu yang lebih rendah – pan- dangan identitas, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada aturan dan sumpah – dan dengan demikian memperoleh keyakinan yang ber- landaskan pada konfirmasi pengalaman. Keyakinan demikian ditem- patkan dalam “Tiga Permata” Buddhisme: dalam Sang Buddha sebagai guru tertinggi yang mengajarkan Jalan menuju Nibbāna; dalam Dham- ma sebagai peta dan tujuan dari sang jalan; dan dalam Saṅgha sebagai komunitas para mulia yang berbagi pencapaian Dhamma. Pencapaian memasuki-arus juga menghasilkan penghormatan terhadap moralitas, khususnya moralitas dasar yang terdapat dalam lima sīla: menghindari pembunuhan, mengambil apa yang tidak diberikan, perilaku seksual yang salah, ucapan salah, dan penggunaan zat-zat yang memabukan.

Pemasuk-arus dikarakteristikkan oleh formula umum yang diu- langi berkali-kali dalam Sotāpattisaṃyutta dan di tempat-tempat lain dalam Nikāya. Ia “tidak akan terlahir kembali di alam rendah (avinipātadhamma),” tidak mampu terlahir kembali dalam alam-alam rendah – neraka, alam binatang, atau alam setan; “memiliki takdir yang pasti” (niyata), pasti mencapai kebebasan tanpa mundur setelah

paling banyak tujuh kehidupan, seluruhnya kehidupan di alam ma- nusia atau alam surga; dan “dengan pencerahan sebagai tujuannya” (sambodhiparāyana), pasti mencapai pengetahuan sepenuhnya atas Em- pat Kebenaran Mulia yang memuncak dalam hancurnya noda-noda.

Sang Buddha menyebut empat faktor memasuki-arus ini “cermin Dhamma,” karena dengan merenungkannya memungkinkan siswa un- tuk menentukan apakah ia adalah seorang pemasuk-arus atau bukan (55:8). Beliau juga menyebutnya “arus kebajikan, arus bermanfaat, ma- kanan kebahagiaan” (55:31, 41) dan “jalur surgawi para deva untuk pe- murnian makhluk-makhluk” (55:34, 35). Empat faktor memasuki-arus menuntun menuju kelahiran di alam surga (55:18, 36), tetapi apakah siswa itu terlahir kembali di surga atau di alam manusia, faktor-faktor ini membawa usia panjang, kecantikan, kebahagiaan, dan kekuasaan (55:30). Mereka juga menenangkan ketakutan akan kematian, karena seorang siswa mulia yang memiliki empat faktor ini telah membebas- kan diri dari kelahiran kembali di alam yang buruk (55:14, 15). De- mikianlah, ketika sakit, seorang pemasuk-arus dapat dihibur dengan meningatkannya bahwa ia memiliki empat faktor ini, seperti Ānanda menghibur perumah tangga Anāthapiṇḍika (55:27). Khotbah kontro- versial tentang Sarakāni (dalam dua versi, 55:24, 25) mengisahkan ten- tang kisah seorang Sakya mulia yang gemar meminum minuman keras namun dinyatakan oleh Sang Buddha sebagai seorang pemasuk-arus setelah kematiannya. Ketika dinyatakan, hal ini mengundang badai protes dari para Sakya, Sang Buddha menjelaskan bahwa Sarakāni te- lah menyelesaikan latihan sebelum kematiannya dan dengan demikian ia meninggal dunia sebagai seorang pemasuk-arus.

Beberapa sutta dalam Saṃyutta ini menyajikan alternatif-alternatif pada hal ke empat dalam daftar. Dalam dua kesempatan, pada tem- pat “moralitas yang disukai para mulia,” kedermawanan dituliskan sebagai faktor ke empat memasuki-arus (55:6, 39); dua kali dituliskan sebagai arus kebajikan ke empat (55:32, 42). Dua teks menuliskan “ke- bijaksanaan yang diarahkan pada muncul dan lenyapnya,” yaitu, ke- bijaksanaan pandangan terang ke dalam ketidakkekalan, sebagai arus kebajikan ke empat (55:33, 43). Demikianlah, dengan menyusun daftar ini dan mengambil inti umum dari tiga hal pertama untuk merujuk pada keyakinan, kita sampai pada empat kualitas utama pemasuk-arus:

keyakinan, moralitas, kedermawanan, dan kebijaksanaan (saddhā, sīla, cāga, paññā), di tempat lain disebutkan bersama-sama sebagai tanda- tanda seorang sappurisa, manusia unggul.

Memiliki empat faktor memasuki-arus bukanlah akhir perjalanan bagi siswa mulia, melainkan hanya pemberhentian menuju tujuan akhir. Faktor-faktor itu “menuntun menuju hancurnya noda-noda” (55:38), dan seseorang yang memilikinya “menurun, miring, dan con- dong ke arah Nibbāna” (55:22). Akan tetapi, walaupun pemasuk-arus pasti mencapai pencapaian akhir, Sang Buddha menasihati para siswa demikian agar tidak merasa puas namun melanjutkan kemajuannya dengan tekun (55:20). Kepada seorang pemuda yang sedang sakit keras yang telah mencapai memasuki-arus, Beliau mengajarkan enam perenungan yang “berperan dalam pengetahuan sejati” yang dengan mempraktikkannya pemuda itu meninggal dunia sebagai seorang yang-tidak-kembali (55:3). Beliau bahkan menasihati seorang umat awam tentang bagaimana memberikan tuntunan kepada orang lain di ranjang kematiannya sehingga menuntunnya menuju Kearahatan (55:54).

Kelompok lain terdiri dari empat faktor memasuki arus, yaitu, un- tuk mencapai memasuki-arus. Yaitu: bergaul dengan orang-orang su- perior, mendengarkan Dhamma sejati, perhatian waspada, dan prak- tik sesuai dengan Dhamma (55:5, 50). Kualitas-kualitas ini menuntun tidak hanya pada memasuki-arus tetapi pada seluruh buah dari sang jalan. Faktor-faktor ini juga memenuhi berbagai potensi kebijaksan- aan (55:55-74).

56. Saccasaṃyutta

Saṃyutta terakhir dari Mahāvagga dikhususkan pada kebenaran yang ditemukan oleh Sang Buddha pada malam pencerahan-Nya dan ditem- patkan oleh Beliau pada inti ajaran-Nya. Ini, tentu saja, adalah Empat Kebenaran Mulia, dan demikianlah bab ini tentang kebenaran-kebe- naran menjadikan penutup yang tepat bagi keseluruhan Saṃyutta Nikāya. Empat Kebenaran Mulia pertama kali diperkenalkan dalam Dhammacakkappavattana Sutta, khotbah pertama di Bārāṇasī. Na- mun demikian kita menemukan sutta ini di tengah-tengah koleksi ini, terselip nyaris tidak diperhatikan (56:11), tetapi dengan pentingnya

sutta ini yang diisyaratkan oleh sorakan para deva yang bergema di seluruh sepuluh ribu sistem dunia.

Untuk menekankan pentingnya, Saccasaṃyutta menempatkan Em- pat Kebenaran Mulia pada latar belakang universal. Empat Kebenaran Mulia bukan sekadar pernyataan ajaran yang khas dari seorang guru spiritual historis yang dikenal sebagai Buddha, tetapi merupakan inti pencapaian bagi semua orang yang sampai pada kebenaran yang mem- bebaskan, apakah di masa lampau, di masa sekarang, atau di masa de- pan (56:3, 4). Sang Buddha disebut Yang Tercerahkan Sempurna kar- ena Beliau telah tersadarkan pada kebenaran-kebenaran ini (56:23); terlebih lagi, seluruh Buddha di masa lalu, di masa sekarang, dan di masa depan menjadi tercerahkan sempurna dengan tersadarkan pada kebenaran-kebenaran ini (56:24). Kebenaran-kebenaran digambarkan sebagai mulia (ariya) karena kebenaran-kebenaran itu aktual, tidak berbelok, bukan sebaliknya (56:27), dan karena diajarkan oleh seorang mulia tertinggi, Sang Buddha (56:28). Kebenaran-kebenaran itu juga disebut mulia karena merupakan kebenaran yang dipahami oleh para mulia, dari pemasuk-arus dan seterusnya, dan karena pencapaiannya memberikan ketinggian yang mulia.

Alasan makhluk-makhluk hidup berkelana dan mengembara dalam saṃsāra adalah karena mereka belum memahami dan menembus Em- pat Kebenaran Mulia (56:21). Tidak mengetahui kebenaran-kebenaran, mereka pergi dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya bagaikan sebatang tongkat yang dilemparkan ke udara, kadang-kadang jatuh pada ujungnya, kadang-kadang jatuh pada pangkalnya (56:33). Pada dasarnya penyebab dari penderitaan adalah kebodohan (avijjā), sep- erti ditunjukkan oleh rantai sebab akibat yang saling bergantungan, dan kebodohan terletak dalam ketidaktahuan akan Empat Kebenaran Mulia (56:17). Lawannya adalah pengetahuan (vijjā), yang dengan de- mikian adalah pengetahuan akan Empat Kebenaran Mulia (56:18). Tetapi dunia tidak dapat menemukan sendiri jalan menuju kebebasan. Sebelum muncul seorang Buddha, dunia ini terselubung oleh kegela- pan spiritual pekat, bagaikan kosmos yang terselubung oleh kegelapan fisik sebelum matahari dan bulan terbentuk. Tugas seorang Buddha adalah untuk menemukan Empat Kebenaran Mulia dan mengajarkan- nya kepada dunia. Perbuatan-Nya demikian adalah “manifestasi caha- ya dan sinar gemilang” (56:38).

Hal-hal yang diketahui oleh Sang Buddha tetapi tidak diungkap- kan adalah banyak, bagaikan dedaunan di hutan siṃsapā; hal-hal yang diungkapkan adalah sedikit, bagaikan dedaunan dalam genggaman- Nya. Hal-hal yang sedikit ini seluruhnya terdiri dari Empat Kebenaran Mulia. Hal-hal itu diajarkan karena bermanfaat, berhubungan dengan dasar-dasar kehidupan suci, dan menuntun menuju pencerahan dan Nibbāna (56:31). Untuk alasan yang sama para bhikkhu harus memikir- kan pikiran-pikiran yang berhubungan dengan kebenaran-kebenaran dan membatasi percakapan-percakapan mereka untuk membicarakan tentang kebenaran-kebenaran (56:8-10).

Penembusan pertama Empat Kebenaran Mulia terjadi dengan pen- embusan Dhamma, yang menandai pencapaian memasuki-arus. Untuk melakukan penembusan ini adalah sangat sulit, jauh lebih sulit dari- pada menembus sehelai rambut yang dibelah tujuh dengan sebatang anak panah (56:45). Tetapi pencapaian ini adalah persoalan yang men- desak, karena tanpa penembusan ini adalah mustahil mengakhiri pen- deritaan (56:44). Karenanya Sang Buddha berkali-kali menganjurkan para siswa-Nya untuk “membangkitkan keinginan yang luar biasa” dan “mengerahkan usaha yang luar biasa” untuk menembus kebe- naran-kebenaran (56:34).

Begitu siswa menembus dan melihat kebenaran-kebenaran, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, karena msing-masing ke- benaran memberikan tugas (kicca), dan setelah memasuki sang jalan, siswa harus memenuhi tugas-tugas ini untuk memenangkan buah akhir. Sang Buddha menemukan tugas-tugas ini bersamaan dengan pencerahan-Nya dan telah mengajarkannya pada khotbah pertama (56:11). Kebenaran-kebenaran itu juga ditemukan dan dinyatakan oleh semua Tathāgata (56:12). Kebenaran penderitaan, yang pada puncaknya terdiri dari kelima kelompok unsur kehidupan dan enam landasan indria internal (56:13, 14), harus dipahami sepenuhnya (pariññeyya). Kebenaran asal-mula, keinginan, harus ditinggalkan (pahātabba). Ke- benaran lenyapnya, Nibbāna, harus dicapai (sacchikātabba). Dan kebe- naran sang jalan, Jalan Mulia Berunsur Delapan, harus dikembangkan (bhāvetabba). Mengembangkan sang jalan menyelesaikan seluruh em- pat tugas, yang pada akhirnya siswa menjadi seorang Arahanta yang menyuarakan auman singa kebebasan, “Apa yang harus dilakukan te-

lah dilakukan.” Apa yang harus dilakukan tepatnya adalah pemenu- han empat tugas ini.

Saccasaṃyutta diakhiri dengan beberapa rangkaian pengulangan panjang. Dalam Vagga VI, 56:49-60 terdapat ilustrasi, dengan dua belas perumpamaan, pentingnya apa yang telah dicapai oleh seseorang yang telah menembus kebenaran-kebenaran. Vagga VII-X menyusun sutta di atas sutta untuk mengilustrasikan akibat menakutkan karena tidak melihat kebenaran-kebenaran. Vagga XI-XII menunjukkan bagaimana makhluk-makhluk hidup bermigrasi di antara lima alam tujuan, se- bagian besar pergi dari alam yang lebih tinggi menuju alam yang lebih rendah, karena mereka belum melihat kebenaran-kebenaran. Demiki- anlah Saṃyutta Nikāya diakhiri dengan pengungkapkan apa adanya dari sifat buruk Saṃsāra, dan dengan panggilan mendesak untuk men- gakhiri penderitaan melalui pemahaman, dengan penglihatan lang- sung pada Empat Kebenaran Mulia yang ditemukan oleh Sang Buddha sendiri pada malam pencerahan-Nya dan ditinggalkan sebagai pesan- Nya untuk dunia.

~ 1647 ~

Terpujilah Sang Bhagavā,

Sang Arahanta, Yang Mencapai Penerangan Sempurna

BAB I

45. Maggasaṃyutta

Dalam dokumen Samyutta Nikaya 5 Maha Vagga (Halaman 70-79)