I. AMBAPĀLĪ
1 (1) Ambapālī
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Vesālī di Hutan Ambapālī. Di sana Sang Buddha memanggil para bhikkhu: “Para bhikkhu!”122
“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Para bhikkhu, ini adalah jalan satu-arah untuk pemurnian makhluk-makhluk, untuk mengatasi kesedihan dan ratapan, untuk pelenyapan kesakitan dan ketidaksenangan, untuk pencapaian me- tode, untuk pencapaian Nibbāna, yaitu empat landasan perhatian.123
Apakah empat ini?
“Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani dalam jasmani, tekun, dengan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidaksenangan se- hubungan dengan dunia.124 Ia berdiam merenungkan perasaan dalam
perasaan, tekun, dengan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia. Ia berdiam merenungkan pikiran dalam pikiran, tekun, den- gan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan keta- makan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia. Ia berdiam merenungkan fenomena dalam fenomena, tekun, dengan pemaha-
man jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia.
“Ini, para bhikkhu, adalah jalan satu-arah untuk pemurnian makhluk-makhluk, untuk mengatasi kesedihan dan ratapan, untuk pelenyapan kesakitan dan ketidaksenangan, untuk pencapaian me- tode, untuk pencapaian Nibbāna, yaitu empat landasan perhatian.”
Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Gembira, para bhikkhu itu bersukacita mendengar penjelasan Sang Bhagavā. [142]
2 (2) Penuh Perhatian
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Vesālī di Hutan Ambapālī. Di sana Sang Buddha memanggil para bhikkhu: “Para bhik- khu!”
“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Para bhikkhu, seorang bhikkhu harus berdiam dengan penuh per- hatian dan dengan pemahaman jernih: ini adalah instruksi kami ke- pada kalian.125
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu yang penuh perhatian? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu berdiam merenung- kan jasmani dalam jasmani, tekun, dengan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidaksenangan se- hubungan dengan dunia. Ia berdiam merenungkan perasaan dalam perasaan … pikiran dalam pikiran … fenomena dalam fenomena, tekun, dengan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia. Dengan cara inilah, para bhikkhu, bahwa bhikkhu itu penuh perhatian.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu melatih pe- mahaman jernih? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu adalah se- orang yang bertindak dengan pemahaman jernih ketika berjalan maju dan mundur; ketika melihat ke depan dan melihat ke samping; ketika menarik atau merentangkan tangan dan kakinya; ketika mengenakan jubah dan membawa jubah luar serta mangkuknya; ketika makan, mi- num, mengunyah makanannya, dan mengecap; ketika buang air besar dan air kecil; ketika berjalan, berdiri, duduk, terlelap, bangun, ber- bicara, dan berdiam diri. Dengan cara inilah bahwa seorang bhikkhu melatih pemahaman jernih.
“Para bhikkhu, seorang bhikkhu harus berdiam dengan penuh per- hatian dan dengan pemahaman jernih. Ini adalah instruksi kami ke- pada kalian.”
3 (3) Seorang Bhikkhu
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian seorang bhikkhu mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:
“Yang Mulia, sudilah Bhagavā mengajarkan Dhamma secara singkat kepadaku, sehingga, setelah mendengarkan Dhamma dari Bhagavā, [143] aku dapat berdiam sendirian, mengasingkan diri, dengan rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh.”
“Demikianlah beberapa orang dungu di sini memohon kepada-Ku, tetapi ketika Dhamma telah dibabarkan kepada mereka, mereka hanya berpikir untuk mengikuti-Ku kemana-mana.”126
“Sudilah Bhagavā mengajarkan Dhamma kepadaku secara singkat! Sudilah Yang Sempurna mengajarkan Dhamma kepadaku secara sing- kat! Mungkin aku dapat memahami makna dari penjelasan Bhagavā; mungkin aku dapat menjadi pewaris ajaran Bhagavā.”
“Baiklah, Bhikkhu, murnikanlah titik awal dari kondisi-kondisi bermanfaat. Dan apakah titik awal dari kondisi-kondisi bermanfaat? Moralitas yang dimurnikan dengan baik dan pandangan yang lurus.127
Kemudian, bhikkhu, ketika moralitasmu telah dimurnikan dengan baik dan pandanganmu lurus, berdasarkan pada moralitas, kokoh di atas moralitas, maka engkau harus mengembangkan empat landasan perhatian dalam tiga cara.
“Apakah empat ini? Di sini, Bhikkhu, berdiamlah dengan mere- nungkan jasmani dalam jasmani secara internal, tekun, dengan pema- haman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia. Berdiamlah dengan me- renungkan jasmani dalam jasmani secara eksternal, tekun, dengan pe- mahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia. Berdiamlah dengan merenungkan jasmani dalam jasmani secara internal dan secara ek- sternal, tekun, dengan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah
melenyapkan ketamakan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia.128
“Berdiamlah dengan merenungkan perasaan dalam perasaan se- cara internal … secara eksternal … secara internal dan secara eksternal, tekun, dengan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah meleny- apkan ketamakan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia. Berdiamlah dengan merenungkan pikiran dalam pikiran secara inter- nal … secara eksternal … secara internal dan secara eksternal, tekun, dengan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia. Berdiam- lah dengan merenungkan fenomena dalam fenomena secara internal … secara eksternal … secara internal dan secara eksternal, tekun, den- gan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan keta- makan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia.
“Ketika, bhikkhu, dengan berdasarkan pada moralitas, kokoh di atas moralitas, engkau mengembangkan empat landasan perhatian ini sedemikian dalam tiga cara, maka, apakah malam atau siang, engkau dapat mengharapkan hanya kemajuan dalam kondisi-kondisi berman- faat, bukan kemunduran.”
Kemudian bhikkhu itu, setelah bergembira dalam penjelasan Sang Bhagavā, [144] bangkit dari duduknya dan, setelah memberi hormat kapada Sang Bhagavā, ia pergi dengan Beliau di sisi kanannya.
Kemudian, dengan berdiam sendirian, mengasingkan diri, rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh, bhikkhu itu, dengan menembus un- tuk dirinya sendiri melalui pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan tertinggi dari kehidupan suci yang dicari oleh orang-orang yang meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. Ia secara langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah di- jalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.” Dan bhikkhu itu menjadi satu dari para Arahanta. 4 (4) Di Sālā
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di antara penduduk Kosala di desa brahmana Sālā. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: