• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maggasaṃyutta

Dalam dokumen Samyutta Nikaya 5 Maha Vagga (Halaman 45-51)

Yang paling terkenal dari ketujuh kelompok adalah, tentu saja, Jalan Mulia Berunsur Delapan, telah dinyatakan oleh Sang Buddha dalam khotbah pertama-Nya di Bārāṇasī dan berulang-ulang dirujuk di sepa- njang khotbah-khotbah-Nya. Jalan Mulia Berunsur Delapan mendapat- kan keunggulan demikian bukan hanya karena posisinya sebagai yang ke empat dari Empat Kebenaran Mulia, dan dengan demikian meru-

pakan ajaran utama dari Buddhisme awal, tetapi karena merupakan yang paling luas dari ketujuh kelompok. Delapan faktornya memiliki cakupan yang lebih luas daripada yang lainnya, menjadikan praktik Dhamma sebagai cara hidup yang lengkap. Jalan Delapan mencakup tiga latihan dalam moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan; menun- tun perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran; dan mentransformasikan perilaku, pikiran, dan pandangan kita yang biasa menjadi perilaku pikiran dan pandangan para mulia. Kelompok lainnya, walaupun ber- orientasi pada tujuan yang sama, namun lebih terbatas dalam caku- pan, berhubungan nyaris secara eksklusif pada tahap meditasi dari Jalan Delapan.

Jalan Mulia Berunsur Delapan juga adalah yang paling inklusif se- hubungan dengan enam kelompok lainnya, mampu mengakomodasi di dalamnya, sebagian besar, walaupun tidak seluruhnya, komponen- komponen lainnya. Demikianlah pandangan benar, sebagai sinonim bagi kebijaksanaan, termasuk landasan kekuatan batin yang dipimpin oleh penyelidikan; indria dan kekuatan kebijaksanaan; dan faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi. Usaha benar termasuk em- pat usaha benar; landasan bagi kekuatan batin yang dipimpin oleh kegigihan. Perhatian benar termasuk empat penegakan perhatian, dan indria, kekuatan, dan faktor pencerahan perhatian. Konsentrasi benar secara eksplisit termasuk indria, kekuatan, faktor pencerahan konsentrasi, dan secara implisit termasuk seluruh empat landasan bagi kekuatan batin. Dengan demikian, ketika enam kelompok lainnya dihubungkan dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan, kita dapat meli- hat bahwa dua puluh sembilan unsurnya, dua puluh empat memiliki padanan di antara faktor-faktor sang jalan.

Jalan Delapan dibabarkan oleh Sang Buddha sebagai ariya, mulia, dan kualifikasi ini adalah penting. Adalah terlalu membatasi untuk menganggap, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa penerjemah Buddhisme awal, bahwa Jalan Delapan hanya dapat dipraktikkan oleh mereka yang secara teknis adalah ariyapuggala, para individu mulia dimulai dari pengikut-keyakinan (saddhānusārī). Tentu saja Sang Bud- dha mengajarkan Jalan Delapan kepada seluruh siswa-Nya yang berke- inginan untuk terbebas dari penderitaan saṃsāra, dan karena alasan ini Beliau menyebutnya jalan menuju lenyapnya penderitaan. Kita

harus memahami kata sifat ariya dalam makna yang lebih luas bukan hanya bahwa jalan ini dilalui oleh para ariya, tetapi juga bahwa ini adalah jalan yang harus dipraktikkan untuk sampai pada kondisi ari- ya, kondisi kemuliaan spiritual. Untuk mencapai Jalan Mulia Berunsur Delapan ariya sejati yang menuntun tepat menuju Nibbāna, seseorang harus memulai dari suatu tempat, dan tempat yang paling tepat un- tuk memulai adalah dengan pengembangan delapan faktor sang jalan, lebih cepat terjangkau wujudnya.

Delapan faktor sang jalan secara formal didefinisikan pada 45:8, menggunakan definisi umum yang terdapat dalam Kanon Pāli (mis- alnya, pada DN II 311 dan MN III 251-52). Tetapi definisi ini jarang menunjukkan bagaimana sang jalan dikembangkan secara menyelu- ruh. Terhadap pertanyaan ini kita tidak menemukan instruksi terper- inci yang menjelaskan secara eksplisit di manapun dalam Mahāvagga, dan demikianlah “penuntun bagaimana menjalankan” praktik harus ditembus bersamaan dari berbagai sumber. Kita dapat memulai den- gan pernyataan Sang Buddha bahwa masing-masing faktor sang jalan muncul dari pendahulunya (45:1) dan menggunakan ini sebagai kunci untuk menggambar sketsa tentang bagaimana sang jalan diungkap- kan dalam pengalaman nyata. Ketika memperoleh keyakinan pada Sang Buddha dalam peran-Nya sebagai Tathāgata, penuntun tertinggi menuju pembebasan, siswa harus pertama-tama sampai pada pema- haman konseptual yang jernih mengenai ajaran, khususnya sehubun- gan dengan prinsip kamma dan buahnya dan Empat Kebenaran Mulia. Ini adalah pandangan benar (sammādiṭṭhi) dalam tahap awal. Pandan- gan benar mengubah motif dan tujuan siswa, membelokkannya dari sensualitas, permusuhan, dan kekerasan, ke arah pelepasan, kelem- butan, dan belas kasihan: ini adalah kehendak benar (sammāsaṅkappa). Dituntun oleh kehendak benar, siswa menjalankan ketiga faktor etis dari sang jalan: ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar (sammāvācā, sammākammanta, sammā-ājīva). Berdiri di atas landasan moralitas (baca 45:149), siswa melatih pikirannya dengan tekun dan gigih mengembangkan empat penegakan perhatian: ini adalah usaha

benar (sammāvāyāmā) yang diarahkan pada perhatian benar (sammāsati). Ketika usaha menghasilkan buah, siswa masuk dan berdiam dalam empat jhāna (atau, menurut komentar, tingkat yang lebih rendah dari

konsentrasi berbatasan dengan jhāna pertama): ini adalah konsentrasi benar (sammāsamādhi).

Akan tetapi, konsentrasi benar bukanlah akhir dari sang jalan. Sekarang siswa harus menggunakan pikiran yang terkonsentrasi untuk menjelajahi sifat pengalaman. Sekali lagi, metode ini adalah perhatian benar, tetapi kali ini dengan penekanan pada landasan ke empat, perenungan penuh perhatian terhadap fenomena. Siswa me- renungkan fenomena yang terdapat dalam lima kelompok unsur ke- hidupan dan enam landasan indria untuk melihat ciri-ciri ketidak- kekalan, penderitaan, dan bukan-diri. Ini adalah pandangan benar pada bidang yang lebih tinggi, bidang pandangan terang (vipassanā). Pada titik tertentu dalam perjalanan perenungan, ketika pandangan terang menjadi tajam dan menembus, siswa memasuki jalan pasti kebenaran (sammatta-niyāma), jalan lokuttara, apakah sebagai pengi- kut-keyakinan atau pengikut-Dhamma, dan karenanya menjadi pasti mencapai buah memasuki-arus dalam kehidupan ini juga. Sekarang ia digambarkan sebagai seorang yang berlatih untuk menembus buah memasuki-arus (sotāpattiphalasacchikiriyāyapaṭipanna). Ketika praktik sang jalan matang sepenuhnya, seluruh delapan faktor menyatu dan menggabungkan kekuatan, memulai “penembusan Dhamma” yang dengannya siswa secara langsung melihat Empat Kebenaran Mulia dan memotong tiga belenggu yang lebih rendah.

Sekarang siswa telah benar-benar terjun ke dalam arus Dhamma, Jalan Delapan transenden, yang akan mendorongnya maju ke arah samudera raya Nibbāna. Tetapi sang siswa harus terus melatih dela- pan faktor sang jalan hingga belenggu-belenggu lainnya dilenyapkan dan kecenderungan tersembunyi tercabut. Ini terjadi dalam tiga ting- kat berturut-turut yaitu yang-kembali-sekali (sakadāgāmī), yang tidak kembali (anāgāmī), dan Kearahatan, masing-masing dengan tahap ganda jalan dan buah. Dengan tercapainya Kearahatan, pengemban- gan sang jalan berakhir. Sang Arahanta tetap memiliki delapan kuali- tas dari sang jalan, lengkap dengan pengetahuan dan kebebasan se- jati (baca orang “yang lebih baik daripada orang mulia,” 45:26), tetapi bagi Arahanta tidak ada lagi yang harus dikembangkan, karena tujuan pengembangan sang jalan telah tercapai.

bantuan menuju pencerahan lainnya secara bersamaan tersempurna- kan. Dengan demikian kita dapat menggambarkan jalan menuju pem- bebasan secara alternatif sebagai pengembangan Jalan Mulia Berunsur Delapan, atau ketujuh faktor pencerahan, atau empat penegakan per- hatian. Masing-masing secara implisit mengandung yang lainnya, dan dengan demikian memilih satu ssstem sebagai landasan praktik secara alami membawa yang lainnya menuju kesempurnaan.

Karena penggunaan bebas dari rangkaian pengulangan, struktur yang tepat dari Maggasaṃyutta sulit terlihat, dan bahkan edisi oriental yang berbeda membagi bab ini dalam berbagai cara berbeda. Terdapat kesepakatan umum bahwa jumlah keseluruhan sutta adalah 180; per- soalan sehubungan dengan pengaturan vagga-vagga berikutnya. Lima vagga pertama, dengan empat puluh delapan sutta, cukup sederhana. Vagga-vagga ini memuji Jalan Mulia Berunsur Delapan sebagai ungka- pan tertinggi dari jalan menuju Nibbāna, pelenyapan dan hancurnya nafsu, kebencian, dan kebodohan. Jalan Delapan adalah kehidupan suci dalam bidang terluasnya (45:6, 19, 20), kehidupan suci yang meng- hasilkan empat buah kebebasan dan memuncak pada hancurnya tiga akar kekotoran (45:39-40). Sang jalan juga merupakan inti dari perta- paan dan kebrahmanaan (45:35-38), dan demikianlah dengan kesimpu- lan sang jalan bahwa semua pertapaan dan kebrahmanaan sejati harus mengikuti. Tetapi Sang Jalan tidak eksklusif bagi yang melepaskan ke- duniawian. Sang Jalan dapat dimiliki oleh baik umat awam maupun monastik, karena apa yang menjadi persoalan bukanlah gaya hidup ke- luar melainkan ketekunan dalam praktik benar (45:23-24). Sutta-sutta ini juga menekankan pentingnya persahabatan baik untuk mengikuti Jalan Delapan, memberikan suatu dimensi kebersamaan bagi praktik spiritual. Bahkan, dalam satu naskah Sang Buddha menyatakan bah- wa persahabatan baik adalah keseluruhan hidup suci (45:2). Vagga V menguraikan tujuan yang karenanya kehidupan suci dijalani di bawah Sang Bhagavā – meluruhnya nafsu, melepaskan belenggu, dan seterus- nya – dan dalam masing-masing kasus Jalan Mulia Berunsur Delapan diberikan sebagai alat untuk memenuhi tujuan itu.

Dalam Vagga VI peyyāla atau rangkaian pengulangan dimulai. Tiga vagga pertama jenis ini menyebutkan tujuh prasyarat dan bantuan bagi munculnya Jalan Mulia Berunsur Delapan, dapat diasumsikan da-

lam dimensi transendennya. Ketujuh kondisi adalah : (1) persahabatan baik (kalyāṇamittatā); (2) moralitas (sīla); (3) keinginan (chanda), keingi- nan baik untuk mencapai tujuan; (4) diri (attā), mungkin bermakna kepemilikan-diri; (5) pandangan (diṭṭhi), pandangan benar konseptual sehubungan dengan kamma dan buahnya dan Empat Kebenaran Mu- lia; (6) ketekunan (appamāda), ketekunan dalam praktik; dan (7) perha- tian waspada (yoniso manasikāra), perhatian menyeluruh terhadap se- gala sesuatu yang mendukung kemajuan spiritual dalam berbagai cara. Di tempat lain Sang Buddha menekankan persahabatan baik sebagai bantuan eksternal utama dalam praktik ajaran-Nya, dengan perhatian waspada sebagai bantuan internal utama (baca 46:48, 49).

Ketujuh kondisi disajikan dalam tiga aspek berbeda, masing-masing dijelaskan dalam satu dari tiga vagga: sebagai “pelopor dan perintis” bagi munculnya Jalan Mulia Berunsur Delapan; sebagai “satu hal yang membantu” bagi kemunculan dan pemenuhan sang jalan; dan seba- gai “satu hal yang paling efektif” bagi munculnya sang jalan. Tiap-tiap vagga membahas ketujuh kondisi dua kali, menurut dua penjelasan berbeda dari delapan faktor sang jalan. Yang pertama mengkarakteris- tikkan masing-masing faktor sebagai “berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, matang dalam pembebasan,” yang ke dua sebagai memiliki “lenyapnya nafsu, lenyapnya kebencian, lenyapnya kebodohan sebagai tujuan akhirnya.” Makna dari sebutan-sebutan ini dijelaskan oleh komentar (baca V, nn. 7, 15).

Berikutnya adalah empat rangkaian pengulangan yang berakar pada sebuah perumpamaan yang membandingkan orientasi sang jalan ke arah Nibbāna dengan kemiringan lima sungai besar India pertama- tama ke arah timur, dan kemudian (yang bermakna sama) ke arah samudera. Karena lima sungai ini diperlakukan pertama-tama secara individual dan kemudian secara gabungan, masing-masing setengah vagga terdiri dari enam sutta, sehingga totalnya berjumlah dua belas. Masing-masing rangkaian dari dua belas sutta dijelaskan dalam em- pat versi, bukannya mengelompokkan versi yang berbeda-beda dalam satu vagga (seperti yang dilakukan dalam vagga VI, VII, dan VIII), teks ini membuat masing-masing versi vagga dalam kelompoknya sendiri, sehingga keempat versi mencakup vagga IX-XII. Kedua versi baru, da- lam vagga XI dan XII, berturut-turut menggambarkan masing-masing

faktor sang jalan sebagai “memiliki Keabadian sebagai landasan, tu- juan, dan tujuan akhir,” dan sebagai “menurun, miring, dan condong ke arah Nibbāna.”

Dalam vagga XIII dan XIV, metode penjelasan dibalik. Dalam kedua vagga ini, dengan dua puluh dua sutta di antaranya, empat versi yang sama dipergunakan, tetapi sekarang sutta dianggap sebagai unit enu- merasi dan keempat versi digabungkan dalam masing-masing sutta, tanpa penomoran terpisah. Sutta-sutta ini mengemukakan serangka- ian perumpamaan yang mempesona, dan pengaruh membacanya seka- ligus secara menyeluruh dapat menyegarkan, bagaikan melihat ombak laut yang memecah pantai pada malam bulan purnama.

Kedua vagga terakhir, XV dan XVI, mencantumkan berbagai kel- ompok kekotoran (seperti āsava atau noda) dan aspek-aspek kehidu- pan (seperti tiga bhava atau jenis-jenis kehidupan). Pada masing-mas- ing kelompok dikatakan bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan harus dikembangkan demi empat tujuan: demi pengetahuan langsung terh- adapnya (abhiññā), demi pemahaman sepenuhnya (pariññā), demi ke- hancuran total (parikkhaya), dan demi pelepasannya (pahāna). Secara keseluruhan, kedua vagga ini menunjukkan secara pasti bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan ditujukan pada hancurnya penderitaan dan penyebabnya. Keempat perlakuan dijelaskan secara lengkap hanya un- tuk 45:161, tetapi dapat diterapkan pada subjek dari tiap-tiap sutta, yang mana terdapat dua puluh, sepuluh per vagga. Jika masing-masing perlakuan dihitung sebagai sutta terpisah, maka jumlah sutta dalam dua vagga ini meningkat empat kali, dan dengan empat versi berbeda dihitung, maka menjadi enam belas kali.

Dalam dokumen Samyutta Nikaya 5 Maha Vagga (Halaman 45-51)