• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jintan Hitam

Jintan hitam atau yang dikenal dengan nama black cumin merupakan tanaman asli Eropa selatan dan banyak ditemukan di India (Luetjohann 1998). Tanaman jintan hitam merupakan jenis tanaman rempah yang tergolong dalam famili Ranunculaceae. Tanaman ini tumbuh di berbagai daerah di dunia, khususnya di negara-negara Timur Tengah (Nergiz dan Otles 1993).

Menurut Hutapea (1994), jintan hitam termasuk ke dalam marga Nigella dengan nama latin Nigella sativa. Spesies ini termasuk ke dalam suku Ranunculaceae, bangsa Ranunculales, kelas Dicotyledoneae, subdivisi Angiospermae, dan divisi Spermatophyta. Secara sistematis klasifikasi jintan hitam dapat dituliskan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranunculales Suku : Ranunculaceae Marga : Nigella

Jenis : Nigella sativa

Nigella sativa mempunyai beberapa nama lain, yaitu kolonji, karijirigi, black cumin, black seed, karun jiragam, tikur azmud, kalonji, fitch, fennel flower, smartkarve, habat et baraka, habbatus sauda, love in a mist, onion seed, czanuzka siewna, mustkoomen, kalongi, black caraway, roman coriander, neidonkuka, charnushka, corekotu, faux cumin, cheveux de venus, nigelle, kaluduru, schwarzkummel, zwiebelsame, nidella, niguilla, pasionara, kalounji, munga realael, nutmeg flower, svartkummin, jintan hitam, karun jiragam, nigella, dan corekotu siyah (Susilo 2006).

Jintan hitam merupakan tanaman herbal berbunga tahunan (Luetjohann 1998). Tanaman jintan hitam merupakan tanaman semak dengan ketinggian lebih kurang 30 cm. Tanaman jintan hitam ini merupakan hasil tanam terpenting pada berbagai negara, seperti Mesir, India, Pakistan, Iran, Irak, dan Turki.

Pembudidayaan tanaman jintan hitam sudah menyebar di berbagai belahan dunia, seperti di benua Asia, Afrika, serta beberapa daerah di benua Eropa (Schleiche dan Saleh 2000). Budidaya perbanyakan tanaman dilakukan dengan biji (Hutapea 1994). Jintan hitam merupakan spesies tumbuhan semak rendah yang termasuk famili Racunculaceae (Mansi 2006) dan (Ramdan 2001). Pada Gambar 1 dapat dilihat bunga jintan hitam yang merupakan salah satu tanaman semak.

Gambar 1 Bunga Jintan Hitam (Nigella sativa) (Sumber: Junaedi et al 2011). Menurut Hutapea (1994), jintan hitam merupakan tanaman dengan warna batang hijau kemerahan, tegak, lunak, beralur, berusuk, dan berbulu kasar rapat atau jarang, dan disertai dengan adanya bulu-bulu yang berkelenjar. Tanaman ini berdaun tunggal dan lonjong dengan panjang 1.5-2 cm serta ujung pangkalnya meruncing, tepi berigi berwarna hijau, pertulangan menyirip dengan tiga tulang daun yang berbulu. Kelopak bunganya kecil berjumlah lima, berbentuk bulat telur sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Mahkota berjumlah 8 berwarna putih kekuningan dengan benang sari yang banyak dan berwarna kuning. Biji tanaman ini berbentuk bulat, kecil, jorong bersusut 3 tidak beraturan, dan sedikit berbentuk kerucut dengan panjang 3 mm seperti terlihat pada Gambar 2. Buah termasuk jenis polong, bulat panjang, dan coklat kehitaman, serta akar jintan hitam merupakan akar tunggang berwarna coklat.

Gambar 2 Biji Jintan Hitam.

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/file:Nigella_sativa_seed.jpg).

2.1.1 Kegunaan Jintan Hitam Secara Umum

Jintan hitam umumnya digunakan di Timur Tengah sebagai obat tradisional untuk memperbaiki berbagai kondisi kesehatan manusia (Al-Saleh et al. 2009). Biji jintan hitam berkhasiat sebagai obat cacing (Hutapea 1994). Menurut Hargono (1985), biji jintan hitam berguna sebagai pelancar ASI, peluruh kentut, pencegah muntah, pencahar, penguat, dan pengobatan pasca persalinan.

Jintan hitam memiliki banyak kegunaan berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan. Beberapa kegunaan jintan hitam manurut El-Kadi dan Kandil (1987) adalah sebagai berikut:

a. Memperkuat Sistem Kekebalan Tubuh

Jintan hitam meningkatkan rasio antara sel T helper (Th) dengan sel T supresor (Ts) sebesar 72%, yang berarti meningkatkan aktivitas fungsional sel Natural Killer (sel NK). Karena itu jintan hitam dapat digunakan untuk pengobatan kanker, AIDS, dan penyakit lain yang berhubungan dengan penurunan tingkat kekebalan tubuh. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Haq et al. (1999) menunjukkan bahwa jintan hitam meningkatkan rasio antara sel Th dan sel Ts sebesar 55% dengan rata-rata pencapaian aktivitas sel NK sebesar 30%.

b. Antihistamin

Histamin adalah zat yang diproduksi oleh jaringan tubuh yang dapat menyebabkan reaksi alergi dan berhubungan dengan suatu kondisi seperti asma cabang tenggorokan. El-Din (1960) mengemukakan bahwa nigellone (dimer dari dithymoquinone) yang diisolasi dari minyak atsiri jintan hitam dapat menekan gejala dari asma cabang tenggorokan. Minyak yang dibuat dari Nigella dapat mengisolasi dithymoquinone, minyak ini sering disebut nigellone yang berasal dari Volatile Nigella. Pemberian minyak ini berpengaruh positif terhadap penderita asma bronchial.

Chakravarty (1993) mengemukakan bahwa kristal nigellone merupakan agen penghambat histamin. Cara kerjanya adalah dengan menghambat protein kinase C yang dikenal sebagai zat yang memacu pelepasan histamin. Kristal nigellone juga menurunkan pelepasan kalsium pada sel-sel penyanggah yang juga melepaskan histamin.

c. Antitumor

Jintan hitam mengandung thymoquinone, dithymoquinone, dan sponin yang berkhasiat sebagai antitumor. Hal ini disebabkan kemampuan ekstrak jintan hitam dalam menghambat aktivitas enzim siklooksigenase dan enzim liposigenase, sehingga memiliki khasiat antiinflamasi yang sangat poten (Mangan 2003).

d. Anti Peradangan

El-Dakhakhny (1965), mengemukakan bahwa minyak jintan hitam berguna untuk mengurangi efek radang sendi. Cara kerja minyak ini dengan menghambat pertumbuhan eicosanoid dan menunjukkan adanya aktifitas sel antioksidan. Asam lemak tak jenuh C20:2 (asam eicosadienoat) yang terkandung di dalam jintan hitam memungkinkan efektifitas minyak tersebut.

e. Meningkatkan Laktasi

Secara umum jintan hitam berguna untuk meningkatkan kesehatan tubuh, menyediakan energi dengan cepat, meningkatkan metabolisme, melancarkan pencernaan, memperlancar peredaran darah, menurunkan tekanan darah,

menurunkan tingkat gula darah, menstimulasi periode menstruasi, meningkatkan aliran susu ibu, dan meningkatkan jumlah sperma. Jintan hitam juga dapat menghilangkan cacing dan parasit dalam usus, meredakan bronkhitis dan batuk, menurunkan demam, menenangkan jaringan syaraf, mendorong pertumbuhan rambut, mencegah kerontokan rambut, dan mencegah pengriputan dan iritasi kulit.

f. Antimikroba

Hasil penelitian Asniyah (2009) menunjukkan bahwa jintan hitam memiliki fungsi sebagai antimikroba yang ditunjukkan dari penurunan jumlah pertumbuhan Escherichia coli yang diamati secara in vitro. Penelitian ini diperkuat dengan adanya penelitian Mashhadian dan Rakhsandeh (2005) yang menyatakan bahwa salah satu kandungan jintan hitam adalah minyak volatil. Minyak volatil ini mengandung komponen yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan fungi, meskipun mekanisme aksi dari senyawa ini belum jelas.

2.1.2 Kegunaan Jintan Hitam Berdasarkan Kandungan

Komponen alkaloid dalam jintan hitam adalah nigellone. Zat yang menyebabkan rasa pahit ini berfungsi menurunkan demam, membersihkan dan mengeringkan pengeluaran ekskresi, menguatkan jaringan, mencegah iritasi kulit, meningkatkan nafsu makan dan metabolisme, membantu masalah pencernaan, dan mengurangi kelebihan asam.

Hasil penelitian pada Cancer and Immunobiological Laboratory mengemukakan jintan hitam menstimulasi sumsum tulang dan sel imun, produksi interferon, melindungi sel normal dari perusakan sel oleh virus, menghancurkan sel tumor dan meningkatkan jumlah sel B yang memproduksi antibodi. Jintan hitam juga baik dikonsumsi oleh orang yang sehat karena jintan hitam mengikat radikal bebas dan menghilangkannya. Selain itu, jintan hitam mengandung β -karoten yang dikenal dapat menghancurkan sel karsinogenik. Biji jintan hitam kaya akan sterol khususnya beta-sterol yang dikenal mempunyai aktivitas antikarsiogenik (Anonim 2010b).

Menurut Houghton (1995), thymoquinone yang terkandung dalam minyak Nigella sativa dapat menghambat jalur siklooksigenase dan lipooksigenase dari metabolisme arakhidat. Lipooksigenase dapat mengkatalisis pembentukan leukotrienes dari asam arakhidat yang berfungsi sebagai mediator dari alergi dan peradangan. Siklooksigenase adalah enzim yang pertama dalam metabolisme siklooksigenase yang dihasilkan dari asam arakhidat yang akhirnya menghasilkan prostaglandin dan trombosit. Prostaglandin juga merupakan mediator peradangan. Selain itu thymoquinone juga dapat menghambat peroksidasi non-enzimatis. Asam lemak tidak jenuh C20:2 yang mirip dengan asam arakhidat juga berperan dalam penghambatan substrat. Dengan demikian hasil penelitian mendukung fakta bahwa minyak Nigella sativa dapat melawan rematik dan peradangan.

Chakhravarty (1993) menemukan bahwa nigellone yang diisolasi dari minyak Nigella sativa lebih tidak beracun dibandingkan dengan thymoquinone tetapi masih mempunyai efek farmasi. Nigellone menghambat pelepasan histamin dari sel penyanggah tikus. Mekanisme dari penghambatan ini berdasarkan penurunan konsentrasi kalsium intraseluler. Kalsium berguna untuk fungsi fosfolipase A2 essensial, enzim tersebut memecah asam arakhidat dari pembentukan fosfolipid yang juga terjadi pada metabolisme prostaglandin. El-Tahir (1993) menemukan bahwa pemberian thymoquinone secara intravena akan menurunkan tekanan darah. Selain itu ekstrak biji Nigella sativa L. mempunyai efek cytostatic terhadap sel tumor yang dilakukan dengan menggunakan metode secara in vivo dan in vitro.

Komposisi (Kandungan) Kimia Jintan Hitam

Biji dan daun jintan hitam mengandung saponin dan polifenol (Hutapea 1994). Kandungan kimia jintan hitam adalah minyak atsiri, minyak lemak, melantin (saponin), nigelin (zat pahit), zat samak, nigellon, thymoquinone (Hargono 1985). Kandungan biji jintan hitam antara lain: thymoquine, thymohydroquinone, dithymoquinone, thymol, carvacrol, nigellicine, nigellidine, nigellimin-N-oksida, dan α-hedrin. Komposisi biji jintan hitam disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi Biji Jintan Hitam. Komposisi Jumlah (mg/100g) Air (moisture) Lemak Serat Kasar Protein Abu Karbohidrat 6.4 ± 0.15 32.0 ± 0.54 6.6 ± 0.69 20.2 ± 0.82 4.0 ± 0.29 37.4 ± 0.87 Sumber: Nergiz dan Ötles (1993)

Komposisi yang banyak terdapat pada biji jintan hitam adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Ketiga komposisi tersebut merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. karbohidrat memegang peranan penting sebagai sumber energi di dalam tubuh, lemak sebagai cadangan energi, sedangkan protein berfungsi sebagai komponen utama dalam proses pertumbuhan. Lemak mempunyai fungsi selular dan komponen struktural pada membran sel yang berkaitan dengan karbohidrat dan protein demi menjalankan aliran air, ion, dan molekul lain keluar dan masuk ke dalam sel. Hal ini yang akan membantu tubuh dalam melakukan sistem pertahanan terhadap benda asing (Winarno 2008).

Manusia tidak dapat memproduksi mineral di dalam tubuhnya. Kebutuhan mineral ini didapatkan dengan cara mengkonsumsi daging dan tumbuh-tumbuhan (Tsabita 2011). Biji jintan hitam mengandung logam yang berjumlah sekitar 1510.8 mg per 100 g biji. Kandungan logam biji jintan hitam tersaji pada Tabel 2. Kandungan logam ini merupakan beberapa kandungan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tubuh manusia memerlukan sekitar 1000 mg kalsium, 18 mg zat besi, maksimal 2.5 gram natrium, dan kalium sebanyak 3500 mg per hari (Tsabita 2011).

Tabel 2 Kandungan Logam dalam Biji Jintan Hitam.

Komposisi Jumlah (mg/100g) Kalsium Besi Natrium Kalium 188.0 ± 1.50 57.5 ± 0.50 85.3 ± 16.07 1180.0 ± 10.00 Sumber : Nergiz dan Ötles (1993)

Biji jintan hitam mengandung asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang cukup berarti. Secara lengkap komposisi asam lemak dan sterol biji jintan hitam tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi Asam Lemak dan Sterol Dari Biji Jintan Hitam.

Asam lemak Jumlah (mg/100g)

Miristat (C14:0) Palmitat (C16:0) Stearat (C18:0) Oleat (C18:1) Linoleat (C18:2) Arakhidat (C20:0) Eicosadienoat (C20:2) 1.2 ± 0.04 11.4 ± 1.00 2.9 ± 0.24 21.9 ± 1.00 60.8 ± 2.67 Sedikit 1.7 ± 0.11 Sterol Jumlah (mg/100g) Campesterol Stigmasterol β-sitosterol 11.9 ± 0.99 18.6 ± 1.52 69.4 ± 2.78 Sumber : Nergiz dan Ötles (1993)

Kandungan tokoferol dan polifenol dalam biji jintan hitam menunjukkan adanya senyawa fenolik yang merupakan faktor utama yang berkhasiat sebagai obat dan zat pembentuk rasa. Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan Tokoferol dan Polifenol dari Minyak Biji Jintan Hitam.

Komposisi Jumlah (µg/g) Total tokoferol Alfa-tokoferol Beta-tokoferol Gamma-tokoferol Total polifenol 340 ± 8.66 40 ± 10.00 50 ± 15.00 250 ± 13.00 1744 ± 10.60 Sumber : Nergiz dan Ötles (1993)

Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah

kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan (Barus 2009). Zat aktif tokoferol berfungsi hampir sama dengan polifenol, yaitu sebagai antioksidan. Selain itu tokoferol juga berfungsi sebagai pencegah penyakit degeneratif, perbaikan sistem kekebalan tubuh, mengatasi pembentukan karsinogen atau menghambat karsinogen sel sasaran sehingga akan dapat menghambat terjadinya kasus kanker.

Biji jintan hitam dapat direkomendasikan sebagai makanan tambahan yang cukup bergizi. Kandungan vitamin biji jintan hitam tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi Vitamin dari Biji Jintan Hitam.

Vitamin (µg per 100g) B1(Thamin) B2(Riboflavin) B6(Pyridoxin) PP(Niasin) Asam Folat 831 ± 11.36 63 ± 3.32 789 ± 8.89 6311 ± 16.52 42 ± 4.58 Sumber : Nergiz dan Ötles (1993)

Selain itu jintan hitam mengandung 8 jenis dari 10 asam amino essensial dan 7 jenis dari 10 asam amino non-essensial. Komposisi asam amino biji jintan hitam tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi Asam Amino Biji Jintan Hitam.

Asam amino Persentase (%) Asam amino Persentase (%) Alanin Valin Glisin Isoleusin Leusin Prolin Treonin 3.77 3.06 4.17 4.03 10.88 5.34 1.23 Serin Asam aspartat Metionin Fenilalanin Asam glutamat Tirosin Lisin Arginin 1.98 5.02 6.16 7.93 13.21 6.08 7.62 19.52 Sumber : Babayan et. al. (1978)

2.2 Mencit (Mus musculus)

Mencit adalah hewan pengerat (rodensia) yang cepat berkembang biak dan mudah dipelihara dalam jumlah banyak. Pemeliharaannya ekonomis dan efisien dalam hal tempat dan biaya. Variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatominya terkarakteristik dengan baik. Hewan ini paling kecil di antara jenisnya dan memiliki galur mencit yang berwarna putih. Mencit hidup di daerah yang cukup luas penyebarannya mulai dari iklim dingin, sedang, dan panas, serta dapat terus-menerus di dalam kandang atau secara bebas sebagai hewan liar (Malole dan Pramono 1989).

1. Taksonomi

Sistem taksonomi mencit menurut Malole dan Pramono (1989) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Rodensia Subordo : Myomorfa Famili : Muridae Subfamili : Murinae Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

2. Biologi Normal

Manusia telah mengembangkan mencit selama 4000 tahun di Mesir, Yunani, dan China. Selain itu, mencit merupakan salah satu hewan pengerat yang memiliki siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, serta sifat-sifat produksi, reproduksinya menyerupai hewan mamalia (Nafiu 1996). Mencit dapat berkembang biak dengan cepat, pemeliharaan yang relatif mudah walaupun dalam jumlah yang banyak, ekonomis dan efisiensi dalam hal tempat dan biaya (Malole dan Pramono 1989). Oleh

karena itu, mencit banyak digunakan dalam berbagai bidang penelitian medis, biomedis, dan obat-obatan herbal karena memiliki arti penting pada penelitian berbasis genetik.

Mencit laboratorium mempunyai berat badan kira-kira sama dengan mencit liar yang banyak ditemukan di dalam gedung dan rumah yang dihuni oleh manusia, dengan berat badan bervariasi 18-20 gram pada umur empat minggu. Tetapi setelah diternakkan secara selektif selama delapan puluh tahun yang lalu, sekarang ada berbagai warna rambut dan timbul banyak galur dengan berat badan berbeda-beda (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Data biologis mencit menurut Malole dan Pramono (1989) adalah sebagai berikut:

 Berat badan dewasa : jantan 20-40 gram, betina 25-40 gram

 Berat lahir : 0.5-1.5 gram

 Temperatur : 36.5-38C

 Konsumsi makan : 15 gram/100 gram BB/hari

 Konsumsi minum : 115 mL/100 gram BB/hari

 Jumlah anak/kelahiran : 10-12 ekor

 Umur sapih : 21-28 hari

 Pernapasan : 94-163/menit

 Detak jantung : 325-780/menit

 Volume darah : 76-80 mL/kg

 Tekanan darah : 113-147/81-105 mgHg

Menurut Malole dan Pramono (1989) mencit merupakan salah satu hewan laboratorium atau hewan percobaan, berdasarkan lingkungan hidupnya mencit dibagi dalam 4 kategori, yaitu 1) Mencit yang bebas hama (germ free, axenic mice), yaitu mencit yang bebas dari mikroorganisme yang dapat dideteksi; 2) Mencit yang hanya mengandung mikroorganisme tertentu (define flora, gnotobiotik); 3) Mencit yang bebas mikroorganisme patogen tertentu (Specific pathogen free); dan 4) Mencit biasa (konventional).

Mencit laboratorium adalah hewan yang semarga dengan mencit liar atau mencit rumah (domestik). Semua galur mencit laboratorium yang ada pada waktu

ini merupakan turunan dari mencit liar sesudah melalui peternakan selektif (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Mencit dimasukkan ke dalam ordo rodensia karena memiliki sepasang gigi seri yang berbentuk pahat yang sangat tajam yang senantiasa tumbuh terus (Sigit 2004). Mencit yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis mencit biasa yang diberikan perlakuan khusus sehingga lebih baik dari mencit konvensional.

2.3 Sistem Organ Imun

Sistem organ imun disebut sebagai sistem organ limfoid. Hal ini dikarenakan pusat dari sistem ini adalah limfosit, sel darah putih yang berperan penting dalam imun sistem. Sistem organ imun pada mamalia terdiri atas organ limfoid primer dan organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas timus dan sumsum tulang, sedangkan organ limfoid sekunder terdiri atas jaringan limfoid mukosa, limfonodus, dan limpa (Kuby 1997).

Sistem imun diklasifikasikan sebagai sistem imun bawaan (innate immune system) atau sering juga disebut respon atau sistem nonspesifik serta sistem imun adaptif (adaptive immune system) atau respon atau sistem spesifik, bergantung pada derajat selektivitas mekanisme pertahanan (Sherwood 2001; Katzung 2004). Komponen dari sistem imun yang terlibat dalam kekebalan bawaan adalah makrofag, neutrofil, serta komplemen. Komponen tersebut akan menunjukkan reaksi dan pengenalan antigen yang sama terhadap semua benda asing (Widianto 2008). Pada saat lahir tentunya sistem kekebalan seseorang belum bertemu dengan dunia luar atau belum membangun arsip memorinya.

Sistem imun akan belajar untuk memberikan respon terhadap semua antigen baru yang ditemuinya, sehingga saat sistem imun telah mampu memberikan respon khusus terhadap antigen maka sistem imun ini dapat digolongkan ke dalam sistem imun dapatan. Tanda dari respon spesifik adalah kemampuan untuk mempelajari, menyesuaikan, dan mengingat. Sistem imun memiliki suatu rekaman atau ingatan dari setiap antigen yang ditemui, baik melalui pernafasan, makanan, atau kulit. Hal ini dimungkinkan karena salah satu dari sistem imun (limfosit) memiliki umur yang panjang. Jika bertemu dengan suatu antigen untuk yang

kedua kalinya, maka limfosit dengan segera akan memberikan respon spesifik terhadap antigen tersebut.

Sistem imun merupakan sebuah jaringan yang terdiri atas beberapa sel, jaringan, dan organ yang bekerja bersama untuk mempertahankan serangan yang terjadi pada tubuh oleh benda asing. Sistem organ imun seluruhnya terdapat di dalam tubuh. Sistem organ ini disebut sebagai sistem organ limfoid, hal ini dikarenakan pusat dari sistem ini pada limfosit, sel darah putih yang berperan penting dalam imun sistem. Sistem organ imun pada mamalia terdiri atas organ limfoid primer dan organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas timus dan sumsum tulang, sedangkan organ limfoid sekunder terdiri atas megakariosit, limfonodus dan limpa. Struktur dan fungsi dari organ limfoid ini berbeda-beda. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya organ limfoid selalu berhubungan dengan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Kedua pembuluh ini merupakan tempat sirkulasi dan transportasi dari sel-sel limfoid, yaitu sel T dan sel B (Kuby 1997).

2.3.1 Organ Limfoid Primer

Organ yang berfungsi mengatur produksi dan diferensiasi limfosit dikenal sebagai organ limfoid primer (Tizard 1988). Organ limfoid primer akan menghasilkan sel-sel limfoit yang akan dimatangkan di organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas timus dan sumsum tulang. Sel-sel limfosit ini disebut limfosit B dan T, karena berturut-turut mengalami proses pemasakan pada bone marrow (sumsum tulang) dan thymus (timus). Sel-sel limfosit yang telah mengalami pematangan akan segera memasuki peredaran darah untuk menuju organ limfoid sekunder (Stewart 2004).

2.3.2 Organ Limfoid Sekunder

Organ limfoid sekunder (organ limfoid periferal) yang terdiri atas organ limfonodus, limpa, serta jaringan limfoid mukosa merupakan tempat terjadinya penangkapan antigen oleh sel-sel immunokompeten (Rao 2010). Organ limfoid sekunder menangkap mikroorganisme dan bahan-bahan asing lain dan

menyediakan tempat untuk pematangan sel yang akan digunakan dalam melawan benda-benda asing serta menghasilkan reaksi sistem kekebalan (Stewart 2004).

Organ limfoid sekunder ini imunitas adaptif dimulai. Setiap saat tubuh kita selalu berhadapan dengan patogen yang masuk. Patogen memasuki tubuh kita dengan berbagai cara, misalnya dari makanan, minuman, udara, dan luka. Antigen dan limfosit akhirnya akan bertemu pada organ limfoid peripheral, yaitu pada limfonodus, limpa, dan jaringan limfoid mukosa. Organ-organ ini menangkap mikroorganisme dan bahan-bahan asing lain dan menyediakan tempat untuk pematangan sel untuk melawan benda-benda asing serta menghasilkan reaksi sistem kekebalan.

2.3.2.1 Limfonodus

Limfonodus merupakan organ limfoid sekunder yang secara makroskopik memiliki struktur seperti biji buncis. Pada bagian luar diselubungi oleh kapsula jaringan ikat (Kuby 1997). Limfonodus terdiri atas jaringan retikuler yang berisi sel limfosit, makrofag, dan sel dendrit yang berhubungan dengan pembuluh limfe. Fungsi utama limfonodus adalah menyaring antigen yang dibawa oleh cairan limfe (Tizard 1988).

Secara mikroskopik limfonodus terbagi atas tiga bagian, yaitu korteks, parakorteks, dan medula (Gambar 3). Medula merupakan lapisan paling dalam dari struktur limfonodus yang berisi sel plasma dan makrofag. Parakorteks merupakan lapisan di bawah korteks yang berisi sel limfosit T dan sel dendrit interdigital (Lahr 2004).

Korteks merupakan lapisan paling luar yang berisi sel limfosit B, sel dendrit folikular, dan makrofag yang tersusun dalam nodul yang disebut folikel primer. Struktur folikel primer akan meluas pada saat terjadi respon antigen (Douglas 2006). Struktur yang khas ini disebut dengan folikel sekunder yang mengandung germinal center. Apabila ada antigen asing maka sejumlah sel T, makrofag, dan sel dendrit akan mengelilingi setiap germinal center pada folikel sekunder. Di dalam germinal center terjadi poliferasi dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma dan sel memori (Messika 1998).

Gambar 3 Limfonodus (sumber: Cann 2011).

Fungsi limfonodus sebagai bagian dari sistem imun telah dibuktikan melalui beberapa percobaan. Anak-anak yang mengalami defisiensi sel B akan mengalami pengurangan jumlah folikel primer dan germinal center. Seekor mencit yang ditimektomi memperlihatkan deplesi yang hebat pada sel di dalam limfonodus (Kuby 1997).

2.3.2.2Limpa

Limpa merupakan organ terbesar pada sistem limfatik yang biasanya di bagian kranial dari abdomen dan di sisi kiri lambung (Aughey dan Frye 2001). Pada mencit limpa dibentuk dari mesenkim pada dorsal mesogastrikum (Ward et al. 1999). Berdasarkan sifat anatomisnya limpa pada mencit jantan 50% lebih besar dibandingkan dengan mencit betina (Malole dan Pramono 1989). Berbeda dengan limfonodus yang berfungsi untuk menyaring antigen dari cairan limfe, limpa berfungsi untuk menyaring darah (Tizard 1988). Menurut Jungueira dan Carneiro (1989) limpa mempunyai 4 fungsi utama, yaitu pembentukan eritrosit, destruksi eritrosit, organ pertahanan terhadap partikel-partikel asing yang masuk

Dokumen terkait