• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL LOKASI PENELITIAN

A. Kecamatan Mawasangka (Kawasan Darat/Pesisir)

2.2. Potensi Sumberdaya Alam di Kecamatan Mawasangka dan Pengelolaannya

2.3.1. Jumlah dan Komposisi Penduduk

Kecamatan Mawasangka yang luasnya sekitar 271,55 km2 atau sekitar 11 persen dari luas Kabupaten Buton, merupakan 1 diantara 6 wilayah kecamatan yang lokasinya di Pulau Muna. Kecamatan lainnya termasuk wilayah Pulau Buton. Jarak wilayah ini ke Pasarwajo (ibukota Kabupaten Buton) sekitar 108 km, dapat

ditempuh melalui jalur laut dan darat yang relatif mudah, karena tersedia sarana dan prasarananya. Selama tiga tahun terakhir (2004-2007) kondisi sarana prasarana dari Bau-bau ke wilayah ini cenderung tidak ada perubahan yang berarti. Berdasarkan data ‘Kabupaten Buton Dalam Angka 2006’, penduduk Kecamatan Mawasangka tahun 2006 sebanyak 20.520 jiwa, terdiri dari laki-laki 10.020 jiwa dan perempuan 10.500 jiwa atau rasio jenis kelamin sebesar 95 (BPS dan Bappeda, 2007). Sedangkan kepadatan penduduknya pada tahun 2006 sekitar 76 jiwa per km2. Dilihat dari jumlah rumah tangga di Kecamatan Mawasangka yaitu sebanyak 4729, maka rata-rata anggota rumah tangga berjumlah sekitar 4 jiwa. Jumlah penduduk di Kecamatan Mawasangka tersebar secara tidak merata di 16 desa dan 2 kelurahan (sebelumnya 15 desa dan 2 kelurahan). Tambahan satu desa yaitu Desa Dariango (baru diresmikan tahun 2007), merupakan pemekaran dari Desa Kanapa-Napa yang lokasinya sekitar 19 km dari pusat kecamatan. Dibandingkan dengan jumlah penduduk kecamatan lain di Kabupaten Buton, penduduk di Kecamatan Mawasangka terbesar ketiga (7,55%) setelah Kecamatan Pasarwajo (13%) dan Lakudo (8,78%). Sedangkan jumlah penduduk terkecil di Kecamatan Walowa (1,49%). Jumlah penduduk Kecamatan Mawasangka mengalami peningkatan selama 6 tahun terakhir yaitu dari jumlah 18.327 jiwa pada tahun 2000 menjadi 20.520 jiwa (meningkat sekitar 2000 jiwa), atau laju pertambahan penduduk sekitar 1,9 persen. Pertumbuhan penduduk di Mawasangka masih di bawah laju pertumbuhan penduduk rata-rata di Kabupaten Buton yaitu sekitar 2,05 persen. Meskipun menurut informasi beberapa tahun terakhir ini banyak perantau dari Balikpapan yang kembali ke kampung, namun mobilitas keluar dari daerah ini juga relatif masih banyak, terutama ke Indonesia bagian timur bahkan ke Malaysia, khususnya di musim angin barat. Pada musim ini kebanyakan nelayan tidak bisa ke laut, karena ombak besar dan angin kuat. Mobilitas keluar yang sifatnya musiman ini menyebabkan jumlah penduduk di wilayah ini relatif tidak stabil (mengalami naik turun) sejalan dengan waktu pencacahan penduduk.

Berdasarkan komposisi penduduk menurut kelompok umur, struktur penduduk Kecamatan Mawasangka seperti Kabupaten Buton pada umumnya, tergolong penduduk muda dengan proporsi terbesar penduduk berada pada usia 0-14 tahun yaitu sekitar 41%. Dibandingkan data sebelumnya (tahun 2004) proporsi ini mengalami penurunan meskipun relatif kecil (yaitu sekitar 2%). Proporsi penduduk yang relatif besar pada usia muda dan semakin kecil pada kelompok usia yang lebih tinggi, dalam grafik terpisah antara laki-laki dan perempuan menyerupai bentuk piramida dengan alaslebar dan meruncing ke atas (Grafik 2.1).

Grafik2.1. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin (Kec. Mawasangka)

Sumber: Kabupaten Buton Dalam Angka 2006, BPS 2007

Hal ini dipengaruhi oleh masih relatif tingginya tingkat kelahiran di wilayah ini seperti halnya di tingkat kabupaten pada umumnya. Kondisi demikian menyebabkan kebutuhan dasar dan pelayanan sosial terutama untuk kelompok ini masih relatif besar, seperti makanan, sarana prasarana pendidikan dan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan dasar untuk kelompok usia muda berpengaruh terhadap peningkatan kualitas SDM di masa depan. Proporsi tertinggi (sekitar 55%) pada kelompok penduduk usia produktif (15-64 tahun) atau

meningkat sekitar 3 persen dibandingkan kondisi tahun 2004. Meningkatnya proporsi kelompok usia ini dipengaruhi oleh tingkat kelahiran pada kohort sebelumnya yang relatif tinggi di hampir semua wilayah Kabupatena Buton. Rasio ketergantungan keluarga sebesar 83, berarti setiap 100 penduduk usia produktif akan menanggung sebanyak 83jiwa (kelompok anak-anak dan lanjut usia). Beban ketergantungan keluarga ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2004 (87), karena adanya perubahan struktur penduduk ke arah usia yang lebih produktif (15-64 tahun).

Jumlah penduduk Kecamatan Mawasangka dipengaruhi oleh mobilitas penduduk keluar, terutama ke Malaysia. Migrasi ke Malaysia maupun ke kota-kota lainnya di Indonesia banyak dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Mawasangka. Mereka yang pergi keluar adalah penduduk usia produktif terutama laki-laki untuk mencari pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 2.1, di mana pada usia relatif muda jumlah laki-laki sedikit lebih tinggi dari jumlah perempuan, namun sebaliknya pada usia produktif jumlah penduduk perempuan lebih menonjol dari laki-laki. Pada saat musim barat atau musim angin kencang mereka pergi ke Malaysia atau merantau ke daerah lain di Indonesia, dan sebagian akan kembali menjadi nelayan pada musim angin Timur.

Desa Terapung adalah salah satu desa pesisir di Kecamatan Mawasangka yang lokasinya sekitar 17 km dari pusat kecamatan. Berdasarkan data terakhir yang dimiliki (Kecamatan Mawasangka Dalam Angka tahun 2004), jumlah penduduk Desa Terapung sebanyak 1.973 jiwa atau sekitar 7 persen dari penduduk kecamatan, terdiri dari penduduk laki-laki 1.007 jiwa dan perempuan 966 jiwa, atau rasio jenis kelamin sebesar 96. Penduduk ini tersebar di tiga dusun (Waburense, Kaudani dan Terwani) dengan jumlah rumah tangga sebanyak 466, sehingga rata-rata penduduk per rumah tangga sebanyak 4 orang (Kantor Statistik, 2005). Berdasarkan komposisi umur, penduduk Desa Terapung seperti Kecamatan Mawasangka pada umumnya, tergolong penduduk muda. Proporsi terbesar penduduk yaitu 38 persen berada pada kelompok umur muda 0-14 tahun. Jumlah penduduk lanjut usia (65 tahun keatas) cukup banyak

yaitu 73 orang. Angka beban ketergantungan sebesar 87 menunjukkan bahwa setiap 100 penduduk usia produktif (15-64) menanggung beban sebanyak 87 orang (anak-anak dan lanjut usia).

Penduduk Desa Terapung terdiri dari beragam suku bangsa. Mayoritas penduduk adalah suku Bajo, sehingga bahasa Bajo dipergunakan sebagai bahasa persatuan. Suku suku lainnya yang mendiami desa ini adalah Buton, Muna, Bugis, Makasar, Minang, Jawa, Cina. Perkawinan campur antar penduduk asli dengan suku lainnya telah terjadi sejak dulu, seperti antara suku Bajo dengan Suku Muna atau Bajo dengan Suku Buton. Masyarakat Bajo yang tinggal di desa ini adalah keturunan dari perkawinan antarsuku tersebut. Bahkan keberadaan beberapa suku baru di desa ini terjadi karena proses perkawinan antara masyarakat yang tinggal di desa dengan pendatang yang berasal dari suku lain, seperti suku Minang dan Bugis. Seorang informan yang sudah lama menetap di daerah tersebut menuturkan pada awalnya desa ini bernama Desa Kaudani yang merupakan tempat pemukiman masyarakat Bajo. Namun berdasarkan buku RPTK Desa Terapung (COREMAP Kab. Buton,2006), nama awal desa ini adalah Waburense yang berdiri pada tahun 1987. Pada tahun 1987, pemerintah Kabupaten Buton melakukan re-settlement masyarakat Bajo yang masih tinggal di laut dipindahkan ke daratan, dengan membuat pemukiman di sepanjang pantai. Jumlah penduduk pada saat itu sebanyak 250 KK. Namun sebagian orang Bajo yang tidak betah tinggal di daratan, kembali tinggal di laut, dan hanya sekitar 25 persen yang masih tinggal di darat. Kemudian berdatangan orang lain ke desa ini dengan tujuan berkebun. Penduduk Desa Terapung menjadi berkembang setelah adanya perkawinan antara masyarakat Bajo yang masih tinggal di darat dengan suku lainnya. Bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat Desa Terapung untuk saling berkomunikasi adalah Bahasa Bajo yang hampir sama dengan Bahasa Bugis.

Desa Wakambangura mempunyai jumlah penduduk 1.488 jiwa. Berbeda dengan Desa Terapung, di desa ini jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki, yaitu 757 orang perempuan dan 731 orang laki-laki atau rasio jenis kelamin 103

(Kecamatan Mawasangka Dalam Angka, 2004). Penduduk tersebut tersebar pada 346 rumah tangga dengan rata-rata penduduk 4 orang setiap rumah tangga. Berdasarkan komposisi umur, penduduk Desa Wakambangura termasuk dalam struktur penduduk muda dengan proporsi penduduk umur muda (0-14 tahun) sebesar 45 persen. Penduduk yang tergolong produktif usia 15-64 tahun sebesar 53 persen. Angka beban ketergantungan keluarga di Desa Wakambangura tidak berbeda dengan Desa Terapung yaitu sebesar 87 per 100 penduduk.

Mayoritas penduduk di Desa Wakambangura termasuk dalam kelompok etnis Wasilomata (99%), selebihnya adalah suku Bajo dan Bugis. Menurut penuturan informan (tetua adat), etnis Wasilomata adalah sekelompok masyarakat yang nenek moyangnya berasal dari tentara Kerajaan Buton. Selain di Desa Wakambangura, etnis ini juga tersebar di desa lain Kecamatan Mawasangka. Hasil survei tahun 2008 di kedua desa kajian (Terapung dan Wakambangura) menunjukkan dari 100 rumah tangga sampel terdapat 684 orang anggota rumah tangga (ART), dengan jumlah penduduk laki-laki (346) sedikit lebih banyak dari perempuan(338) atau rasio jenis kelamin 102 per 100. Jumlah ART pada kajian tahun 2008 jauh lebih banyak dibandingkan tahun 2006 (selisih 130 jiwa), meskipun dari jumlah rumah tangga yang sama (100 RT), dan mayoritas adalah sampel rumah tangga tahun 2006 . Tabel 3.1 menunjukkan komposisi ART menurut kelompok umur dan jenis kelamin.

Seperti pada kajian sebelumnya, proporsi penduduk muda (0-14 tahun) relatif tinggi yaitu sekitar 42 persen. Dibandingkan kajian sebelumnya yaitu sekitar 36 % (tahun 2006 ), atau meningkat sekitar 6 persen. Peningkatan ini mungkin berasal dari tambahan ART dalam 2 tahun (kelahiran atau kembali dari rantau) maupun jumlah ART dari sampel pengganti yang memang jumlahnya lebih banyak. Hal ini dapat dilihat dari proporsi anak balita (0-4 tahun) yang besarnya sekitar 16 persen atau 2 persen lebih tinggi dari kelompok yang sama pada tahun 2006. Sebaliknya untuk kelompok lansia, proporsi tahun 2008 lebih rendah 1,5 persen dari 2 tahun sebelumnya. Kondisi ini menyebabkan beban tanggungan keluarga relatif sama, karena

proporsi kelompok usia produktif (15-64) hampir sama. Proporsi yang relatif tinggi pada penduduk usi 0-4 tahun mengindikasikan tingkat kelahiran di daerah ini relatif tinggi. Demikian juga penduduk usia (5-14 tahun) yang relatif tinggi yaitu 25,5 persen (sekitar 21,5 % tahun 2006). Hal ini perlu diperhatikan karena terkait dengan kebutuhan sarana dan parasarana pendidikan di Kecamatan Mawasangka.

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk (Rumah Tangga Sampel) Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Desa Mangumbangura dan Terapung (2008)

Jenis Kalamin Total Penduduk (ART) Kelompok

Umur Laki-Laki Perempuan 2008 2006 *)

0-4 17,3 14,8 16,1 14,4 5-9 11,8 15,7 13,7 11,4 10-14 11,8 11,8 11,8 10,1 15-19 7,5 10,1 8,8 11,2 20-24 9,5 8,0 8,8 11,7 25-29 7,5 8,9 8,2 9,9 30-34 7,5 4,4 6,0 6,1 35-39 5,5 7,7 6,6 6,3 40-44 4,9 4,7 4,8 4,7 45-49 4,6 4,7 4,7 4,2 50-54 4,0 2,4 3,2 2,2 55-59 3,2 2,7 2,9 2,0 60-64 1,2 1,2 1,2 2,9 65+ 3,5 3,0 3,2 2,9 Jumlah 100 (346) 100 (338) 100 (684) 100 (554) Sumber: Data Primer, Survei BME Aspek Sosial Ekonomi, PPK-LIPI 2008. *) Diambil dari hasil survei Kab. Buton, 2006.