• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL LOKASI PENELITIAN

A. Kecamatan Mawasangka (Kawasan Darat/Pesisir)

2.2. Potensi Sumberdaya Alam di Kecamatan Mawasangka dan Pengelolaannya

2.2.3. Teknologi penangkapan

Teknologi penangkapan ikan dapat diketahui dari jenis-jenis armada tangkap (kapal motor/perahu) dan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Desa Terapung dan Desa Wakambangura. Berdasarkan hasil survei dan wawancara dengan nelayan, teknologi penangkapan ikan oleh nelayan tidak banyak mengalami perubahan selama dua tahun terakhir. Armada tangkap dan alat tangkap yang digunakan nelayan relatif masih sederhana. Alat tangkap yang digunakan nelayan adalah bagan, pancing, jaring dan bubu (ikan dan kepiting) dan armada tangkap yang digunakan adalah kapal/perahu motor bermesin dalam dan perahu motor bermesin tempel atau katingting yang memiliki kapasitas mesin relatif kecil. Kapal motor yang digunakan nelayan memiliki kapasitas mesin antara 5-22 PK dengan ukuran body 5-10 GT. Perahu motor dengan mesin berukuran 22 -24 PK, biasanya digunakan pada bagan karena memiliki kemampuan besar untuk membawa bagan berpindah tempat. Perahu dengan kemampuan mesin antara 16-22 PK, juga digunakan nelayan yang menggunakan pancing atau bubu untuk menangkap ikan, dengan wilayah tangkap yang cukup jauh. Sementara itu, katingting yang memiliki ukuran mesin lebih kecil yaitu 5,5 PK dan ukuran body 2,5 sampai 7 meter, biasa digunakan oleh nelayan bagan, untuk menganggkut bagan dan membawa pulang hasil tangkapan ikan dari bagan.

Teknologi armada tangkap belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Hal ini disebabkan masih terbatasnya kemampuan modal nelayan untuk memperbarui kapal motor, baik kapasitas mesin maupun ukuran perahu motornya. Biaya satu unit perahu motor dengan kapasitas mesin yang biasa dipakai sekitar 12 juta rupiah, dan biaya perahu motor tempel atau katingting sekitar 10 juta rupiah per unit. Perahu motor merupakan modal utama bagi masyarakat nelayan, sehingga bagi anak muda yang berkeinginan untuk menjadi nelayan,

biasanya mereka pergi merantau dulu ke Malaysia untuk mendapatkan modal. Setelah modal cukup, mereka pulang dan langsung membeli perahu motor, atau membuatnya sesuai dengan kemampuan.

Jumlah alat tangkap yang dimiliki nelayan mengalami perubahan dalam dua tahun terakhir. Di Desa Terapung jumlah bagan mengalami penurunan dari 400-an sampai 220 buah (informasi dari Kades Terapung). Penurunan ini disebabkan mahalnya biaya perbaikan bagan dalam sekali masuk doc sehingga sebagian nelayan bagan beralih menggunakan bubu dan sebagian pergi merantau ke Irian. Nelayan yang tidak memfungsikan bagan yang dimiliki dapat diketahui dari adanya drum plastik yang disimpan berjejer di bawah kolong rumahnya. Sementara penggunaan bubu kepiting oleh nelayan Desa Terapung mengalami peningkatan. Bubu yang banyak digunakan adalah bubu kawat karena lebih cepat memasang dan mengambilnya dari pada menggunakan bubu bambu. Penurunan jumlah basecamp teri juga terjadi di Desa Terapung dari 13 buah menjadi 9 buah dan basecamp kepiting dari 3 buah menjadi 2 buah. Berkurangnya jumlah basecamp disebabkan adanya missmanagement dalam pengelolaan basecamp tersebut. Penambahan jumlah keramba juga terjadi pada kedua desa lokasi penelitian. Di Desa Wakambangura, terjadi penambahan jumlah keramba ikan hidup dari 2 buah menjadi 9 buah keramba. Sementara di Desa Terapung yang sebelumnya tidak ada, kini sudah ada seorang nelayan yang memiliki keramba galian dan juga menjadi pengumpul ikan hidup dari nelayan. Sebelumnya ikan hidup atau ikan karang (mati) yang diperoleh nelayan Desa Terapung dijual di pasar lokal untuk dikonsumsi. Penambahan jumlah karamba ini mencerminkan adanya peningkatan jumlah produksi ikan karang hidup dan peningkatan jumlah permintaan ikan hidup.

Bagan adalah alat tangkap yang digunakan oleh mayoritas nelayan di Desa Terapung untuk menangkap ikan teri. Jenis bagan yang digunakan oleh nelayan adalah Bagan Drom dan Bagan Sema. Bagan drom menggunakan perahu motor dilengkapi dengan jaring dan tiang-tiang kayu penyangga dan di bawahnya dijejerkan beberapa drom

supaya jaring dapat terapung diatas air. Bagan Sema hampir sama dengan bagan drom tetapi di samping kiri dan kanan perahu diberi tangan untuk menjaga keseimbangan. Bagan drom dan bagan sema digunakan oleh nelayan sejak tahun 2000, sebelumnya nelayan di Desa Terapung menggunakan Bagan Tancap. Salah satu kelemahan bagan tancap adalah lokasi bagan tidak bisa dipindah-pindah, sedangkan bagan drum dan bagan sema dapat dipindah-pindah sesuai dengan sasaran lokasi ikan. Penangkapan ikan teri dilakukan pada malam hari dengan menurunkan jaring. Untuk menarik ikan masuk ke dalam jaring, digunakan lampu petromak atau lampu diesel, dan jaring diangkat setelah ikan masuk. Mahalnya biaya pembuatan dan perawatan bagan, menyebabkan tidak banyak terjadi penambahan jumlah bagan di kalangan nelayan.

Pancing merupakan alat tangkap sederhana yang banyak digunakan oleh nelayan. Nelayan pancing biasanya pergi melaut setiap hari (pagi sampai sore) selama musim Timur. Sedangkan pada musim Barat, penangkapan ikan dengan pancing dilakukan di sekitar pantai. Sebagain nelayan pancing adalah juga nelayan bagan, nelayan bubu atau nelayan budi daya rumput laut. Mereka beralih menggunakan pancing terutama pada musim barat (diluar musim ikan teri dan rumput laut). Jenis pancing yang digunakan adalah pancing ulur, tonda dan rawai. Jenis ikan yang ditangkap dengan menggunakan pancing adalah ikan karang, cumi dan ikan laut dalam (cakalang, tuna), yang disesuaikan dengan mata pancingnya. Pancing rawai menggunakan 50-100 buah mata pancing dilengkapi dengan besi pemberat pada ujung tali. Ikan rumah-rumah, ikan tembang, ikan kakap merah dan ikan karang adalah jenis ikan yang ditangkap dengan pancing rawai. Pancing tonda digunakan untuk memancing ikan tongkol dan cakalang. Pancing ini menggunakan 10-17 mata pancing dan tali nomor 500 sebanyak 1 gulung dan ditarik dengan tangan pada saat kapal motor dimatikan. Ukuran mata pancing dan jenis tali yang digunakan disesuaikan dengan besar kecilnya ikan. Untuk ikan kecil digunakan mata pancing dan tali ukuran kecil, sebaliknya mata pancing besar untuk ikan ukuran besar. Pancing juga

dapat digunakan untuk menangkap cumi. Mata pancing dan umpan untuk menangkap cumi harganya lebih mahal.

Bubu adalah salah satu alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan dan kepiting. Nelayan di Desa Terapung menggunakan bubu untuk menangkap kepiting dan nelayan di Desa Wakambangura menangkap ikan karang dengan bubu. Berdasarkan bentuk bubu, terdapat beberapa macam bubu yaitu bubu setengah lingkaran dan bubu kotak. Bubu setengah lingkaran terbuat dari kawat dan jaring, dan digunakan untuk menangkap kepiting. Sedangkan bubu kotak banyak digunakan untuk menangkap ikan karang oleh nelayan di Desa Wakambangura. Pada tahun 2006, untuk membuat100 unit bubu setengah lingkaran, dibutuhkan kawat sebanyak 1 kg 5 ons dan jaring 6 kg. Sekarang ini bubu kawat untuk kepiting semakin banyak di gunakan nelayan dibandingkan pemakaian bubu dari kayu. Pemakaian bubu kawat dianggap lebih mudah, yaitu dengan cara menenggelamkan bubu dengan bnatuan tali, demikian pula untuk mengambilnya dengan cara menarik talinya dan bubu bisa dilipat. Hasil kepiting yang diperoleh juga lebih banyak, karena bubu dapat diletakkan di dasar laut. Sementara penggunaan bubu kayu memerlukan waktu lebih lama, karena bubu harus diletakkan dan diangkat satu per satu.