VII. Kependudukan
7.1. Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Sebaran Penduduk
Berdasarkan hasil proyeksi, penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2019 berjumlah 1.747.906 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 879.701 jiwa dan perempuan 868.205 jiwa.
Bila dilihat menurut jenis kelamin, maka jumlah penduduk laki-laki di Kota Tangerang Selatan lebih banyak dibanding jumlah penduduk perempuan. Dari Tabel 7.1 terlihat bahwa angka rasio jenis kelamin penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2019 sebesar 101,32. Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap 100 orang penduduk perempuan di Tangerang Selatan terdapat kurang lebih 101 orang penduduk laki‐laki.
Sementara itu turunnya rasio jenis kelamin di Kota Tangerang Selatan menjadi penanda bahwa proporsi penduduk laki-laki dalam struktur penduduk Kota Tangerang Selatan telah mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya, kemungkinan adalah berkurangnya jumlah bayi laki-laki yang dilahirkan, seperti yang sebelumnya sudah terjadi di negara-negara maju.
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 65 | |
Tahun 2020 Tabel 7. 1.
Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Kota Tangerang Selatan Menurut Kecamatan, Tahun 2019
Menurut para peneliti dari Universitas Exeter dan Universitas Oxford, gaya hidup modern dengan pola makan rendah kalori, dapat menjelaskan mengapa jumlah bayi laki-laki yang lahir di negara-negara maju menjadi berkurang. Hal ini karena tingginya kadar kalori yang dikonsumsi oleh wanita yang sedang berusaha untuk hamil, akan lebih meningkatkan peluang mereka dalam melahirkan anak laki-laki (Kaitan Bayi Laki-laki dan Kalori, www.bbc.co.uk, 23 April 2008).
Di sisi lain, menurunnya proporsi penduduk laki-laki, secara teori juga disebabkan oleh lebih banyaknya laki-laki yang meninggal setiap tahun, dibandingkan perempuan. Penurunannya ini sejalan dengan meningkatnya kelompok umur penduduk. Oleh karena itu, semakin tua usia kelompok umur, proporsi penduduk laki-laki akan semakin berkurang. Bahkan, pada usia dewasa (40 – 54 tahun), usia tua (55 – 64 tahun) dan usia lanjut (65 tahun ke atas), jumlah perempuan cenderung lebih banyak daripada laki-laki.
Dalam banyak literatur juga ditemukan bahwa naik atau turunnya proporsi penduduk laki-laki atau rasio jenis kelamin, berkaitan erat dengan fenomena migrasi.
Dalam arti, daerah tujuan migrasi yang memerlukan banyak tenaga kerja laki-laki, seperti di daerah pertambangan, rasio jenis kelaminnya akan meningkat dan dengan
Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Kota Tangerang Selatan Menurut Kecamatan, Tahun 2019
Kecamatan Rumah
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 66 | |
Tahun 2020
besaran tetap di atas 100. Sementara daerah yang ditinggalkan pergi merantau oleh para laki-laki, rasio jenis kelaminnya akan menurun dan bahkan cenderung berada di bawah 100. Untuk lebih akuratnya informasi mengenai fenomena rasio jenis kelamin di atas, diperlukan penelitian yang lebih mendalam.
Selain jumlah penduduk, informasi tentang persebaran penduduk sangat diperlukan. Persebaran penduduk diperlukan untuk membuat perencanaan hingga tingkat kecamatan.
Bila dilihat penyebarannya, gambar 7.1 menunjukan bahwa pada tahun 2019 sekitar 23,94 persen atau sebanyak 418.420 jiwa penduduk Tangerang Selatan tinggal di Kecamatan Pondok Aren. Sementara itu Kecamatan Setu adalah kecamatan yang jumlah penduduknya paling sedikit yaitu sebanyak 92.890 jiwa atau sekitar 5,31 persen.
Gambar 7. 1.
Persebaran Penduduk Kota Tangerang Selatan, Tahun 2019
Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan (Proyeksi) 7.2. Kepadatan Penduduk
Secara administratif Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Setu, Kecamatan Serpong, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pondok Aren dan Kecamatan Serpong Utara. Luas wilayah Kota Tangerang Selatan sebesar 147,19 kilometer persegi. Secara umum Kota
Setu, 5.31
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 67 | |
Tahun 2020
Tangerang Selatan merupakan dataran rendah dengan letak ketinggian di atas permukaan laut lebih dari 25 meter.
Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota dari 8 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang dan diresmikan sebagai daerah otonom pada tanggal 28 Oktober 2008. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah strategis karena berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang berjarak ±20 kilometer ke ibukota negara.
Dengan luas wilayah sebesar 147,19 Km2 dan jumlah penduduk sebanyak 1.747.906 jiwa, maka pada tahun 2019 setiap Km2 wilayah di Kota Tangerang Selatan rata‐rata ditempati oleh 11.875 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah yang padat penduduknya. Sebagai wilayah perkotaan dengan letak yang cukup strategis, ditambah tersedianya berbagai fasilitas umum baik di bidang transportasi, kesehatan, pendidikan, perdagangan dan jasa menjadikan Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah tujuan urbanisasi.
Dari sisi luas wilayah, Kecamatan Pondok Aren merupakan kecamatan yang paling luas wilayahnya, yaitu 29,88 Km2. Berikutnya diikuti oleh Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Serpong dengan luas wilayah masing-masing sebesar 26,82 Km2 dan 24,04 Km2. Sedangkan dua kecamatan yang paling kecil luasnya adalah Kecamatan Setu dan Kecamatan Ciputat Timur, masing-masing sebesar 14,80 Km2 dan 15,43 Km2. Menurut asal terbentuknya Kota Tangerang Selatan, Kecamatan Setu merupakan kecamatan pecahan dari Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang. Sedangkan Kecamatan Ciputat Timur merupakan Kecamatan bentukan baru pecahan dari Kecamatan Ciputat.
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 68 | |
Tahun 2020 Tabel 7. 2.
Kepadatan dan Sebaran Penduduk Kota Tangerang Selatan Menurut Kecamatan, Tahun 2019
Apabila dilihat dari kepadatan penduduknya, terdapat satu kecamatan yang paling padat penduduknya yaitu Kecamatan Ciputat Timur dengan tingkat kepadatan sebesar 14.210 jiwa/Km2 dan tiga Kecamatan lainnya yang penduduknya cukup padat dimana tiap Km2 dihuni lebih dari 13 ribuan jiwa, yaitu kecamatan Pamulang sebanyak 13.744 jiwa/Km2,. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Pondok Aren sebanyak 14.003 jiwa/Km2, dan Kecamatan Ciputat sebanyak 13.717 jiwa/Km2. Keempat kecamatan tersebut merupakan wilayah yang letaknya berada di sekitar pusat pemerintahan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan Kecamatan yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Setu, Kecamatan Serpong dan Kecamatan Serpong Utara dengan kepadatan penduduk masing-masing sebesar 6.276 jiwa/Km2, 8.290 jiwa/Km2 dan 11.053 jiwa/Km2. Ketiga kecamatan ini terletak di bagian barat Kota Tangerang Selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.
Selain bersumber dari BPS Kota Tangerang Selatan, jumlah penduduk diperoleh pula dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan data konsolidasi bersih (dkb) Semester II tahun 2019, jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan sebanyak 1.279.052 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk
laki-[2] [3] [4] [5]
Kepadatan dan Sebaran Penduduk Kota Tangerang Selatan Menurut Kecamatan, Tahun 2019
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 69 | |
Tahun 2020
laki sebanyak 639.971 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 639.081 jiwa.
Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang Selatan, distribusi penduduk terbanyak berada di Kecamatan Pamulang sebanyak 22,95 persen (293.560 jiwa) penduduk di Kota Tangerang Selatan dan penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Setu sebanyak 6,21 persen (79.432 jiwa).
Perbedaan jumlah penduduk antara Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang Selatan dengan BPS Kota Tangerang Selatan terletak pada konsep dan definisi penduduk yang digunakan. Di BPS Kota Tangerang Selatan, penduduk ditentukan berdasarkan wilayah tempat tinggalnya, bukan berdasarkan kepemilikan KTPnya. Sedangkan data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang Selatan adalah penduduk yang memiliki KPT Tangserang Selatan tanpa melihat bahwa penduduk tersebut tinggal di Kota Tangerang Selatan atau tidak.
Tabel 7. 3.
Jumlah Penduduk Per Kecamatan Berdasarkan Jenis Kelamin Kota Tangerang Selatan
Data Konsolidasi Bersih (DKB) Semester II Tahun 2019
7.3. Karakteristik Penduduk
Struktur penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat digambarkan secara visual pada sebuah grafik yang disebut piramida penduduk. Dengan melihat proporsi dari penduduk laki-laki dan perempuan dalam tiap kelompok umur pada piramida
Laki-laki % Perempuan %
[2] [3] [4] [5] [6] [7]
1 72,549 11.34 73,105 11.44 145,654 11.39
2 63,699 9.95 63,386 9.92 127,085 9.94
3 136,387 21.31 136,041 21.29 272,428 21.30
4 100,790 15.75 100,170 15.67 200,960 15.71
5 79,567 12.43 80,366 12.58 159,933 12.50
6 146,933 22.96 146,627 22.94 293,560 22.95
7 40,046 6.26 39,386 6.16 79,432 6.21
639,971 100.00 639,081 100.00 1,279,052 100.00
Jumlah Penduduk Per Kecamatan Berdasarkan Jenis Kelamin Kota Tangerang Selatan
Data Konsolidasi Bersih (DKB) Semester II Tahun 2019
Kecamatan
Jenis Kelamin
Total %
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 70 | |
Tahun 2020
tersebut dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai sifat karakteristik suatu penduduk. Selain itu, bentuk piramida secara keseluruhan dapat memberikan keterangan tentang keadaan dan perubahan tiap kelompok umur pada masa lalu dan memperkirakan keadaan penduduk pada masa yang akan datang.
Terdapat tiga bentuk piramida penduduk, yaitu Pertama : Piramida Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berusia muda. Dengan ciri melebar pada bagian bawah dan semakin meruncing pada bagian atas. Terdapat pada negara-negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cepat akibat dari masih tingginya angka kelahiran dan sudah menurunnya tingkat kematian (negara berkembang). Kedua: Piramida Konstruktif, jika penduduk yang berada pada kelompok termuda jumlahnya sedikit.
Ciri-ciri piramida yaitu mengecil pada kelompok umur muda, melebar pada kelompok umur dewasa, dan mengecil kembali pada kelompok umur tua. Kondisi ini menunjukkan adanya penurunan yang cepat terhadap tingkat kelahiran dan rendahnya tingkat kematian penduduk. Bentuk piramida seperti ini terdapat di negara-negara maju. Ketiga: Piramida Stasioner, jika jumlah penduduk pada tiap kelompok umur (muda, dewasa, dan tua) relatif seimbang. Ciri-ciri piramida yaitu bentuk yang relatif sama atau rata pada tiap kelompok umur. Bentuk piramida semacam ini pada umumnya terdapat di negara-negara Eropa yang telah lama maju serta mempunyai tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang rendah.
Karakteristik kependudukan utama yang perlu diketahui dan menjadi salah satu acuan untuk merencanakan program kependudukan adalah struktur umur, jenis kelamin dan distribusi penduduk.
Gambar 7.2 menunjukkan perkembangan piramida penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2019. Pada gambar tersebut terlihat bahwa piramida berbentuk ekspansif dan mulai mengarah pada bentuk konstruktif. Hal ini tampak dari sebagian besar penduduk terdapat pada kelompok usia muda atau bagian bawah piramida namun mulai mengecil, kemudian melebar pada kelompok umur dewasa dan meruncing pada bagian atas. Bagian bawah melebar menunjukkan adanya kelahiran yang masih cukup tinggi pada tahun 2019. Sedangkan bagian atas semakin mengecil menunjukkan bahwa angka harapan hidup relatif masih rendah.
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 71 | |
Tahun 2020 Gambar 7. 2. Piramida Penduduk Kota Tangerang Selatan, 2019
Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan (Proyeksi)
Selain dari piramida penduduk, struktur umur penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2019 disajikan secara rinci pada Tabel 7.4
Berdasarkan struktur kelompok umur, penduduk yang paling banyak ada di kelompok umur 30-34 tahun, 35-39 tahun, dan 25-29 tahun yaitu masing-masing sebesar 9,41 persen, 9,25 persen, dan 9,09 persen dari total penduduk. Hal ini menunjukkan tingginya persentase penduduk usia produktif di Kota Tangerang Selatan.
Kelompok penduduk ini akan menjadi potensi ekonomi pada masa depan apabila dibekali dengan pengetahuan dan keahlian serta penciptaan lapangan kerja yang lebiih luas.
Penduduk usia 0-4 tahun, adalah kelompok usia balita yang menjadi sasaran program di bidang kesehatan. Terlihat kelompok usia ini masih mendapatkan proporsi cukup besar dibanding kelompok umur lainnya, yaitu sebesar 8,76 persen. Selanjutnya adalah usia anak sekolah, kelompok usia 5-9, 10-14 dan 15-19 adalah kelompok usia anak sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah. Sedangkan penduduk usia lanjut (kelompok umur 65 tahun keatas) berjumlah 53.275 jiwa atau hanya sebesar 3,14 persen.
Pada tabel 7.4 di atas terlihat bahwa di Kota Tangerang Selatan banyak memiliki penduduk usia muda terutama usia anaki sekolah yaitu sebesar 23,43 persen. Dengan
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 72 | |
Tahun 2020
banyaknya penduduk usia muda perlu lebih dipersiapkan sarana dan prasarana pendidikan untuk penduduk usia tersebut. Salah satu peranan daerah dalam menyambut bonus demografi terciptanya anak anak yang berpendidikan dan berinovasi tinggi, melalui pendidikan terbaik melalui Pendidikan formal maupun informal.
Tabel 7. 4.
Penduduk Kota Tangerang Selatan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2019
Berdasarkan struktur penduduk menurut kelompok umur diatas dapat juga dikelompokkan menjadi kelompok usia produktif dan non produktif yaitu kelompok usia 0-14 tahun, 15-64 tahun dan 65 tahun ke atas.
Umur Laki-laki Perempuan Total
Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2019
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 73 | |
Tahun 2020 Tabel 7. 5.
Jumlah Penduduk Anak-anak, Dewasa dan Lanjut Usia Di Kota Tangerang Selatan, 2019
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan
[1] [2] [3] [4]
0 – 14 217,492 209,953 427,445
15 – 64 633,777 629,267 1,263,044
65+ 28,432 28,985 57,417
Jumlah 879,701 868,205 1,747,906
Dependency Ratio 38.80 37.97 38.39
2018 38.90 38.11 38.51
Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan (Proyeksi)
Pada tabel 7.5, di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2019 terdapat 427.445 jiwa atau 24,45 persen penduduk yang termasuk usia belum produktif secara ekonomi, yaitu penduduk berumur 0-14 tahun. Pada kelompok usia tidak produktif tahun ini, penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk perempuan dengan proporsi sekitar 51 persen.
Sedangkan untuk penduduk kelompok umur produktif, yaitu penduduk berumur 15-64 tahun berjumlah 1.263.044 jiwa atau 72,26 dengan proporsi laki-laki sebanyak 50,18 persen dan perempuan sebanyak 49,82 persen. Pada kelompok umur penduduk yang dianggap tidak produktif lagi, yaitu penduduk berumur 65 tahun ke atas terdapat sejumlah 57.417 jiwa atau 3,28 persen. Pada kelompok umur ini berbeda dengan kelompok umur 0-14 dan 15-64 tahun, pada kelompok usia tua (65 tahun keatas), penduduk perempuan lebih banyak dibanding laki-laki dengan proporsi sebanyak 49,52 persen untuk laki-laki dan perempuan lebih besar yaitu sebanyak 50,48 persen. Hal Ini mengindikasikan bahwa angka harapan hidup penduduk perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Diduga karena peranan laki-laki sebagai penanggung jawab pencari nafkah dalam keluarga mungkin salah satu penyebabnya sehingga laki-laki mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi daripada perempuan.
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 74 | |
Tahun 2020
Berdasarkan komposisi penduduk menurut kelompok umur seperti yang disajikan pada Tabel 7.5, dapat diturunkan indikator kependudukan terkait potensi ekonomi ketenagakerjaan, yaitu Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio). Angka Beban Tanggungan merupakan perbandingan antara penduduk usia belum produktif (0-14 tahun) dan usia tua (65 tahun keatas) dengan penduduk usia produktif (15-64 tahun). Besaran nilai indikator ini menunjukkan beban tanggungan ekonomi penduduk usia produktif. Semakin kecil Angka Beban Tanggungan dapat menunjukkan potensi ekonomi masyarakat yang semakin baik karena akan semakin sedikit beban yang ditangggung penduduk usia produktif. Sebaliknya, semakin besar Angka Beban Tanggungan dapat menghambat akselerasi pembangunan, terutama dalam upaya meningkatkan kualitas SDM baik secara individu maupun kolektif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi besarnya angka beban tanggungan adalah dengan menekan angka kelahiran (fertilitas) dan menghindari usia perkawinan muda.
Pada tahun 2019, Angka Beban Tanggungan di Kota Tangerang Selatan sebesar 38,39 persen. Dengan kata lain setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 38 hingga 39 orang penduduk usia tidak produktif. Bila dibandingkan dengan Angka Beban Tanggungan kabupaten/kota lain di Provinsi banten yang besarnya secara rata-rata di atas 45 persen, maka Angka Beban Tanggungan Kota Tangerang Selatan masih lebih baik karena beban yang ditanggung oleh penduduk usia produktif lebih sedikit.
Besaran Angka Beban Ketergantungan Kota Tangerang Selatan yang kurang dari angka 50, dapat dikatakan bahwa Kota Tangerang Selatan sudah mengalami bonus demografi (demographic dividen). Bahkan berdasarkan hasil proyeksi penduduk, bonus demografi sudah diraih sejak tahun 2010. Bonus demografi tersebut juga masih akan dinikmati, setidaknya hingga tahun 2035 (BPS, 2013a).
Bonus demografi adalah suatu fenomena, dimana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan. Hal ini terjadi karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan proporsi penduduk usia muda semakin kecil dan proporsi penduduk usia lanjut belum banyak. Bonus demografi mulai dinikmati bila angka beban ketergantungan terus mengalami penurunan hingga menjadi di bawah 50.
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 75 | |
Tahun 2020
Walaupun sudah lama meraihnya, namun bonus demografi belum tentu bermanfaat bagi Kota Tangerang Selatan. Untuk benar-benar bisa menikmatinya, kualitas sumber daya manusia Kota Tangerang Selatan harus terus-menerus ditingkatkan. Selain itu ketersediaan lapangan kerja juga harus ditambah agar dapat menampung banyaknya penduduk usia produktif.
Setelah bonus demografi, penuaan penduduk (ageing population) sepertinya akan menjadi isu penting pada masa-masa mendatang. Penuaan penduduk adalah suatu fenomena demografi, yang akan terjadi ketika umur median penduduk meningkat akibat naiknya angka harapan hidup dan atau menurunnya tingkat fertilitas.
Selain dengan umur median, penuaan penduduk juga dapat diukur melalui proporsi penduduk usia 65 tahun ke atas. Disebut mengalami penuaan, apabila persentasenya sudah di atas 7 persen. Saat ini, proporsi penduduk usia 65 tahun ke atas di Kota Tangerang sudah mencapai 3,28 persen. Ke depannya, ketika proporai penduduk usia 65 tahun ke atas sudah di atas 7 persen, Kota Tangerang Selatan harus dapat menyediakan berbagai fasilitas pendukung dan peningkatan cakupan jaminan hari tua bagi penduduk lanjut usia ini.
Bila bonus demografi benar-benar berhasil dinikmati, Kota Tangerang Selatan akan mengalami apa yang disebut sebagai bonus demografi kedua. Bonus demografi kedua ini adalah suatu kondisi, dimana proporsi penduduk yang berusia tua semakin banyak namun masih produktif, sehingga tetap mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian negara.
Kondisi ini menjadi sebuah tantangan bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan. hal ini akan berdampak positif bagi perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Tangerang Selatan apabila dapat dimanfaatkan secara optimal. Namun sebaliknya, kondisi ini tidak akan berarti apa-apa, bahkan bisa berdampak negatif dan menjadi bencana apabila tidak dikelola dan disikapi secara serius.
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 76 | |
Tahun 2020
VIII. Kesehatan & Gizi
Fasilitas Kesehatan
Angka Kesakitan
Balita yang Diberi ASI dan Imunisasi
Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan
Penggunaan Alat/Cara KB
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 77 | |
Tahun 2020
Derajat atau tingkat kesehatan masyarakat merupakan indikator penting dalam menggambarkan kualitas pembangunan manusia di suatu wilayah. Semakin sehat kondisi suatu masyarakat, maka akan semakin mendukung proses dan dinamika pembangunan ekonomi wilayah tersebut khususnya dalam meningkatkan produktivitas penduduk. Derajat kesehatan masyarakat akan dapat ditingkatkan melalui program peningkatan mutu pelayanan kesehatan, peningkatan kesehatan masyarakat, serta pencegahan dan pengendalian penyakit. Beberapa indikator penting yang dapat menggambarkan kondisi kesehatan suatu daerah antara lain;
ketersediaan fasilitas kesehatan, angka kesakitan (morbiditas), pemberian ASI, Imunisasi dan penolong kelahiran.
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Pembangunan bidang kesehatan antara lain bertujuan agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah,murah dan merata.
Melalui upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah banyak dilakukan oleh pemerintah melalui penyediaan berbagai fasilitas kesehatan umum seperti puskesmas/pustu, poskesdes, polindes, pondok bersalin desa, posyandu serta penyediaan fasilitas air bersih.
8.1. Fasilitas Kesehatan
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk dan memelihara mutu pelayanan kesehatan. Berbagai upaya tersebut diantaranya adalah memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi penduduk miskin; menyediakan tenaga kesehatan yang kompeten dan terdistribusi merata ke seluruh wilayah, pembangunan fasilitas
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 78 | |
Tahun 2020
kesehatan serta penyediaan obat yang terjangkau oleh masyarakat. Banyaknya fasilitas kesehatan di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada Tabel 8.1.
Berbagai fasilitas kesehatan mulai dari rumah sakit, puskesmas, posyandu dan klinik telah tersebar di berbagai kabupaten/kota. Namun disayangkan informasi fasilitas kesehatan ini tidak menyeluruh, belum tersedia informasi tentang tempat praktek dokter ataupun poliklinik. Jumlah fasilitas kesehatan (selain posyandu) di Kota Tangerang Selatan tahun 2019 sebanyak 541 unit. Sedangkan jumlah posyandu pada 2019 sebanyak 856 posyandu yang tersebesar di setiap kelurahan di seluruh Kota Tangerang Selatan.
Tabel 8. 1.
Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan di Kota Tangerang Selatan, 2019
Pada Tahun 2019, menurut Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan terdapat 1.443 orang tenaga medis. Selain itu terdapat 2.051 tenaga keperawatan, 684 tenaga kebidanan serta 481 tenaga kefarmasian yang melayani penduduk Kota Tangerang Selatan di beberapa fasilitas kesehatan di seluruh wilayah Kota Tangerang Selatan.
Badan Pusat Statistik & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan | | | | 79 | |
Tahun 2020 Tabel 8. 2.
Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Kota Tangerang Selatan, 2019
8.2. Angka Kesakitan
Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk adalah angka keluhan dan angka kesakitan (morbidity rate). Angka kesakitan (morbidity rate) adalah angka yang menunjukkan jumlah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, hingga mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Pada Tabel 8.3 terlihat bahwa angka kesakitan penduduk kota Tangerang Selatan sebesar 8.31 persen. Hal ini menunjukkan bahwa di antara 100 penduduk di Kota Tangerang Selatan, 8 penduduk mengalami keluhan kesehatan dan terganggu aktivitasnya sehari-hari. Untuk angka kesakitan laki-laki sebesar 7.75
Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk adalah angka keluhan dan angka kesakitan (morbidity rate). Angka kesakitan (morbidity rate) adalah angka yang menunjukkan jumlah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, hingga mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Pada Tabel 8.3 terlihat bahwa angka kesakitan penduduk kota Tangerang Selatan sebesar 8.31 persen. Hal ini menunjukkan bahwa di antara 100 penduduk di Kota Tangerang Selatan, 8 penduduk mengalami keluhan kesehatan dan terganggu aktivitasnya sehari-hari. Untuk angka kesakitan laki-laki sebesar 7.75