• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 PEMBAHASAN

5.2.5 Jumlah Pengguna Swamedikasi Obat Antinyeri

Jumlah pengguna swamedikasi obat antinyeri di Kabupaten Rembang selama tiga minggu adalah 97 orang yang terdata dan bersedia mengisi kuesioner yang diberikan peneliti. Dari 97 responden yang mengisi, ada delapan jenis obat yang banyak dibeli oleh responden. yaitu Parasetamol 27,83%, Asam Mefenamat sebesar 21,64%, Piroksikam sebanyak 18,55%, Natrium Diklofenak 12,37%, Metampiron 8,24%, Ibuprofen sebanyak 7,12%, Kalium Diklofenak 2,06%, dan Meloksikam 2,06%. Berdasarkan nilai tersebut menunjukkan penggunaan obat antinyeri tertinggi diduduki oleh Parasetamol, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Romania (2014) yang menyebutkan bahwa obat analgesik yang banyak digunakan adalah Parasetamol sebesar 46,6% karena sifatnya sebagai obat bebas, dilanjutkan Ibuprofen 30,4% dan Metamizole 12,7% (Ioana Dana Alexa, et.al, 2014). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa obat Parasetamol menduduki peringkat pertama sebagai obat swamedikasi antinyeri di Arab Saudi sebesar 49,6% (Nahla Khamis Ibragim et.al, 2015).

Obat golongan lain banyak yang berada di obat golongan keras yang seharusnya tidak boleh digunakan secara sembarangan tanpa adanya resep dokter. Menurut Depkes RI (2007) obat nyeri yang diperbolehkan secara bebas adalah golongan Ibuprofen, Parasetamol dan Aspirin.

Swamedikasi yang sering dipakai oleh warga Kanada adalah Parasetamol 35%, Ibuprofen 25%, Acetylacid 5%, Celecoxib 9 & sedangkan di USA yang sering digunakan adalah Parasetamol 34%, Ibuprofen 28%, Acetylacid 18% dan Celecoxib 11% (CK Roley-Doucet, 2004).

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa 67 dari 97 obat yang digunakan oleh responden termasuk golongan obat keras, dengan adanya obat keras yang digunakan oleh masyarakat menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional (Riskesdas,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013). Pelarangan obat keras digunakan secara bebas karena pemakaian secara bebas bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit, memicu munculnya penyakit lain dan rusaknya organ-organ tubuh lain.

Sedangkan obat bebas terbatas yang ditemukan dalam penelitian berjumlah 4 buah. Obat bebas terbatas merupakan obat yang sebenarnya keras tetapi masih bisa dibeli tanpa resep dokter. Obat golongan ini bebas tapi biasanya ditandai dengan adanya peringatan pada kemasan obat. Logo yang terdapat khusus di kemasan ini adalah logo lingkaran berwarna biru (TC 308) dengan garis tepian berwarna hitam (SK Menkes RI No. 6355 tahun 1969).

Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas memang diperbolehkan namun dalam obat tersebut tidak diperbolehkan digunakan lebih dari lima hari jika penyakit yang diderita tidak sembuh. Oleh karenanya kemasan obat bebas dan obat bebas terbatas harus diberikan label atau tanda peringatan (SK MenKes RI No. 386 tahun 1994).

Obat antinyeri yang dijual bebas banyak terdiri dari jenis Parasetamol. Banyak penelitian yang sama dan menunjukkan Parasetamol adalah obat yang terbukti banyak diminati masyarakat untuk penggunaan bebas pereda nyeri. Selain itu Parasetamol aman digunakan untuk wanita hamil, wanita menyusui dan anak-anak dibawah dua tahun dengan dosis yang telah ditentukan (NHS Choices, 2015). Namun Parasetamol memiliki efek yang tidak baik pula jika digunakan secara tidak rasional. Parasetamol efektif digunakan sejak tahun 1960-an namun sejak itu insiden keracunan Parasetamol juga semakin meningkat tiap tahunnya, sehingga perlu dibuat kelegalan status Parasetamol menjadi obat yang diresepkan (C.L. Sheen, et.al, 2001).

Menurut U.S. National Library of Medicine tahun 2015 menyebutkan bahwa Asam Mefenamat haruslah diresepkan oleh dokter karena masuk dalam kelas NSAID yang bekerja menghentikan produksi tubuh dari zat yang menyebabkan nyeri, demam atau radang karena obat Asam Mefenamat ini memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami serangan jantung atau stroke.

Menurut AS Food and Drug Administration (FDA) menyebutkan bahwa obat NSAID harus diberikan label karena memungkinkan meningkatkan serangan jantung atau stroke. Menurut FDA obat over the counter non-aspirin sudah berisi informasi tentang serangan jantung dan stroke. obat golongan NSAID termasuk Ibuprofen, Naproxen, Diklofenak, dan Celecoxib tersedia dengan resep dan OTC. Risiko yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terjadi adalah serangan jantung dan stroke yang menyebabkan kematian yang sebelumnya sudah dijelaskan tahun 2005. Sehingga perlu adanya peringatan pada kemasan atau tindak pencegahan dari label obat. Sehingga disini perlu ditambahkan bahwa penggunaan bebas NSAID dapat meningkatkan risiko pada jantung dan stroke pada pasien dengan atau tanpa penyakit jantung atau faktor risiko jantung pada penggunaan jarak yang lama dan dosis yang lebih tinggi.

Penggunaan Obat NSAID jenis Diklofenak perlu diperhatikan karena NSAID seperti Diklofenak dapat menyebabkan ulcer, pendarahan, atau lubang di perut atau usus. Masalah-masalah ini dapat berkembang setiap saat selama pengobatan, dapat terjadi tanpa gejala peringatan, dan dapat menyebabkan kematian. Risiko mungkin lebih tinggi bagi orang-orang yang mengambil NSAID untuk waktu yang lama, lebih tua dalam usia, memiliki kesehatan yang buruk, atau minum alkohol dalam jumlah besar saat mengambil Diklofenak (FDA, 2015). Maka dari itu pasien harus sering berkomunikasi dengan dokter jika mengambil salah satu obat berikut: antikoagulan (pengencer darah) seperti Warfarin (Coumadin), Aspirin, NSAID lainnya seperti Ibuprofen (Advil, Motrin) dan Naproxen (Aleve, Naprosyn) atau Steroid oral seperti Deksametason (Decadron, Dexone), Methylprednisolone (Medrol), dan Prednison (Deltasone). Juga memberitahu dokter jika memiliki atau pernah memiliki ulcer, pendarahan di perut atau usus, atau gangguan perdarahan lainnya. Jika mengalami salah satu gejala maka sebaiknya berhenti mengkonsumsi Diklofenak dan menghubungi tim medis jika mulai terasa sakit perut, mulas, muntah berdarah atau terlihat seperti bubuk kopi, darah dalam tinja, atau tinja berwarna hitam (FDA, 2015).

Secara umum obat antinyeri adalah obat NSAID, menurut FDA obat golongan NSAID perlu diberikan label khusus dan ditebus dengan menggunakan resep karena:

1. Risiko serangan jantung atau stroke dapat terjadi pada awal minggu pertama menggunakan NSAID. risiko dapat meningkat dengan penggunaan lebih lama dari NSAID. Risiko muncul lebih besar pada dosis yang lebih tinggi.

2. Semua NSAID mungkin memiliki risiko yang sama. Informasi lebih baru membuat kurang jelas bahwa risiko serangan jantung atau stroke adalah sama untuk semua NSAID. Namun, informasi yang lebih baru ini tidak cukup bagi kita untuk menentukan bahwa risiko dari setiap NSAID tertentu pasti lebih tinggi atau lebih rendah dari setiap NSAID tertentu lainnya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. NSAID dapat meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke pada pasien

dengan atau tanpa penyakit jantung atau faktor risiko untuk penyakit jantung. Sejumlah besar studi mendukung temuan ini, dengan berbagai perkiraan berapa banyak risiko meningkat, tergantung pada obat dan dosis dipelajari.

4. Secara umum, pasien dengan penyakit jantung atau faktor risiko untuk itu memiliki kemungkinan lebih besar terkena serangan jantung atau stroke berikut penggunaan NSAID dibandingkan pasien tanpa faktor risiko ini karena mereka memiliki risiko lebih tinggi pada awal.

5. Pasien yang diobati dengan NSAID setelah serangan jantung pertama lebih mungkin untuk meninggal pada tahun pertama setelah serangan jantung dibandingkan dengan pasien yang tidak diobati dengan NSAID setelah serangan jantung pertama mereka.

6. Ada peningkatan risiko gagal jantung dengan penggunaan NSAID

Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bebasnya penggunaan obat keras di Apotek dan ini harusnya menjadi tanggung jawab apoteker untuk mengendalikan obat yang boleh dijual bebas atau dijual dengan resep dokter. Sesuai dengan tugas apoteker sebagai pengamat baik pengamat pelayan apotek atau pengamat pelayanan dan perputaran obat di apotek (WHO, 1998).

Menurut PMK No.35 tahun 2014 menunjukkan bahwa pelayanan kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:

a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)

Dengan tujuan nomor tiga tentang melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang rasional ini Apoteker sangat berperan terhadap pelayanan swamedikasi yang terjadi di Apotek. Melihat dari perilaku yang dilakukan masyarakat terhadap penggunaan obat swamedikasi ini menunjukkan bahwa Apoteker disini harusnya memberikan perannya yaitu melindungi pasien dari penggunaan obat yang tidak rasional. Pelaksanaan yang benar responden yang menggunakan obat secara rasional menunjukkan nilai 54,6% dan 45,4% menunjukkan pelaksanaan yang salah dalam penggunaan obat swamedikasi secara

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta rasional. Praktek Apoteker memang belum terlalu kuat di Apotek dan dia tidak memberikan konseling pada pasien (Krishnagoudar Bhimaray et.al, 2012).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 6

Dokumen terkait