• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERILAKU PASIEN SWAMEDIKASI OBAT ANTINYERI

DI APOTEK KABUPATEN REMBANG TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH

NIM: 1112102000094

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang saya kutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH

NIM : 1112102000094

Tanda tangan :

Tanggal : 25 Juli 2016

(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH

NIM : 1112102000094

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016

Disetujui oleh:

Pembimbing I

Yardi, M.Si, Ph.D, Apt NIP: 197411232008011014

Pembimbing II

Karyadi, S.Kp, M.Kep. Ph.D NIP: 197109032005011007

Mengetahui,

Ketua Prorgam Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt NIP: 197404302005012003

(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH

NIM : 1112102000094

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk melakukan memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Yardi, M.Si, Ph.D, Apt

Pembimbing II : Karyadi, S.Kp, M.Kep. Ph.D

Penguji : Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt

Penguji : Nelly Suryani, Ph.D, Apt

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 25 Juli 2016

(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Name : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH

Program Studi : S-1 Farmasi

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016

Penggunaan obat nyeri atau analgesik sering digunakan bebas di pasaran, hal ini menyebabkan ketergantungan dan diperkirakan sebagai penyebab penyakit gagal ginjal kronis di masyarakat. Oleh sebab itu penggunaan obat perlu disertai dengan pengetahuan dan perilaku yang benar tentang obat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pasien swamedikasi obat antinyeri di apotek Kabupaten Rembang.

Penelitian ini menggunakan rancangan survei cross-sectional, dengan menggunakan purposive sampling (N=97). Data yang diperoleh dikumpulkan menggunakaan kuesioner terstruktur. Responden adalah pasien yang datang ke tiga apotek terpilih di Kabupaten Rembang yang sedang membeli dan akan menggunakan obat antinyeri. Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat (Uji Chi-Square).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki perilaku yang benar dalam menggunakan obat antinyeri (54.6%) dan perilaku yang salah dalam menggunakan obat antinyeri sebesar 45,4%. Ada hubungan antara perilaku swamedikasi obat antinyeri dengan Jenis kelamin (p=0,020), usia (p=0,046), dan pendidikan (p=0,047). Dilihat dari karakteristik responden menunjukkan bahwa perempuan lebih mendominasi penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi sebesar 51,5%, usia diatas 30 tahun sebanyak 81,5%, dan pekerjaan terbanyak adalah petani sebesar 21,6%, pendidikan tertinggi ditempati responden dari kalangan SLTP/ MTs/ Sederajat 36,1%, dan 53,6% dengan penghasilan rendah. Obat yang digunakan oleh responden di tiga apotek Kabupaten Rembang tahun 2016 adalah Parasetamol 27,8%, Asam Mefenamat 21,7%, Piroksikam 18,6%, Natrium Diklofenak 12,4%, Methampiron 8,2%, Ibuprofen 7,1%, Kalium Diklofenak 2,1% dan Meloksikam 2,1%.

Kata kunci: perilaku pengobatan, swamedikasi, obat antinyeri.

(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH

Major : Bachelor’s Degree-Pharmacy

Tittle of Undergraduate Thesis

: The Affecting Factors of Patient Self-Medication Behaviors with Analgesic Drugs in Pharmacies Rembang 2016. medication patient in using analgesics drugs in Rembang Pharmacies 2016.

The study apllied a cross-secsional survey design, using purposive sampling (N=97). The data was collected using structures questionnaire. Respondents were patients who came to the three pharmacies selected in Rembang where they were buying and wouls use analgesics drugs. Analyzed using were univariate and bivariate analysis (Chi-Square test)

The results indicated that most of the respondents have the correct behavior in using analgesics drugs (54.6%) and incorrect behavior in using analgesics drugs 45,4%. There were relationship between Self-Medication Behaviors with Analgesic Drugs with sex (p=0,020), age (p=0,046), and education (p=0,047). According to the characteristics of the respondents, it ishowed that women dominated the use of analgesics drug with self Sodium Diclofenac 12.4%, Methampiron 8.2%, Ibuprofen 7.1%, Potassium Diclofenac 2.1% and 2.1% of Meloxicam.

Keyword: behaviors, self-medication, analgesic drugs.

(7)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan nikmat, rahmat, dan hidayahNya yang selalu diberikan kepada

hamba-hambaNya. Rasa syukur juga atas karunia yang selalu diberikan Allah SWT kepada

penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi karya tulis ilmiah ini dengan

baik. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi junjungan kita, Nabi

Muhammad SAW, Rosul akhir zaman, Sang pembawa ajaran abadi dan penunjuk

jalan lurus. Semoga dengan syafaatnya kita bisa selamat di akhirat nanti. Aamiin

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang banyak

membantu dalam menyukseskan penyusunan karya tulis ini. Ucapan terimakasih yang

dalam penulis tujukan kepada:

1. Allah SWT, yang selalu memberikan nikmat, rahmat, dan hidayatNya setiap

waktu kepada penulis serta memberikan pertolongan yang tak terduga.

2. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Yardi, M.Si, Ph.D, Apt selaku pembimbing satu yang selalu

membimbing penulis dari awal penelitian hingga akhir dengan iringan pikiran,

waktu, tenaga, dan motivasi yang berharga

5. Bapak Karyadi, S.Kep, M.Kep. Ph.D selaku pembimbing dua yang telah

membimbing dan memberi perhatian kepada penulis serta memberikan arahan

yang sangat penting kepada penulis.

6. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa pendidikan (PBSB)

secara penuh kepada penulis selama belajar di Program Studi Farmasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang yang telah mengizinkan penulis

melakukan penelitian di Daerah tersebut, beserta seluruh Pihak Apotek dan

masyarakat Rembang, Jawa Tengah.

(8)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8. Seluruh Dosen Farmasi dan Dosen luar Farmasi yang memberikan ilmu selama

penulis belajar di Farmasi dari semester satu hingga semester ini serta

memberikan motivasi belajar yang luar biasa.

9. Terkhusus untuk yang terkasih dan tercinta sejak lahir, Abah Nur Wahid Umar dan Ibu Siti Zahro’ di rumah Rembang yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi, materi, waktu, tenaga, dan segalanya yang memberikan

contoh laku baik serta menyukseskan penulis hingga saat ini.

10.Keluarga tercinta penulis, Mas Muhtar, Mbak Ifa, Mas Muid, Mbak Aan, Mas

Shohib, Mbak Liya, Mas Yauk, Mbak Fia, Mbak Nuning, Hibbat, Aisya, Ula,

Lina, dan Amira yang selalu memberikan dukungan, doa, dan keramahan

menunggu dan menyambut penulis setiap pulang kampung.

11.Bapak Dr.Muslich Idris, Lc, MA beserta keluarga yang telah menjadi bapak

dan keluarga saat penulis di perantauan, menjadi panutan, dan tempat kembali

yang menyejukkan di tengah hiruk-pikuk tugas kuliah.

12.Pondok Pesantren Luhur Sabilussalam, Prof. HD. Hidayat, MA, Seluruh

Ustadz, Warga Gang Bacang, Mahasantri Sabilussalam putra dan putri yang

telah memberikan siraman rohani setiap harinya dan motivasi untuk selalu

berbagi dan belajar setiap saat.

13.Sahabat CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, CSSMoRA Nasional,

CSSMoRA angkatan 2012, DP3M CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Pengurus BEMProdi Farmasi 2013-2015, Pengurus DEMA FKIK

2015-2016, Sahabat/i PMII Komfakkes, Pengurus KMPLS 2014-2016, Tim

Jurnalistik KMPLS, Tim BERITA UIN Online yang tak hentinya memberikan

pelajaran dan strategi dalam organisasi dan kehidupan.

14.Sahabat Farmasi angkatan 2012 yang selalu menemani penulis selama 4 tahun

yang selalu memberikan warna hidup yang nyata.

15.Sahabat CSS Farmasi 2012 ‘Wisuda 2016’ (Zulfa, Fakhrun, Niha, Eha, Amel, Anis, Nuha, Nana, Ghilman) yang selalu menjadi tempat terindah ditengah

kejenuhan kehidupan Ciputat.

16.Sahabat Angkatan 2013 ‘Istiqomah’ Pesantren Luhur Sabilussalam, Aa, Teteh, Dedek, Arin dan Aay yang sangat istimewa bagi penulis.

(9)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 17.Sahabat-sahabat bermain dari SD hingga MA di Sedan Rembang, yang selalu

setia menunggu dan menjadi tempat terindah saat pulang kampung.

18.Seorang terkasih, sketsa yang belum selesai yang selalu mendoakan di setiap

keadaan penulis, semoga kau baik-baik saja.

Penulis berharap agar karya tulis ini dapat berguna nantinya, baik

sebagai informasi data, bahan pustaka atau rujukan serta menambah wawasan dan

informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Demikian paparan kata pengantar dari Penulis dan penulis memohon

maaf apabila terdapat kekurangan, dan kesalahan dalam penulisan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 25 Juli 2016

Penulis

(10)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademika Uinversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ikhda Khullatil Mardliyah

NIM : 1112102000094

Program Studi : S-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui karya ilimiah saya, dengan judul:

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 25 Juli 2016

Yang Menyatakan,

(Ikhda Khullatil Mardliyah)

(11)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB 2LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Swamedikasi ... 7

2.1.1 Definisi ... 7

2.1.2 Syarat Swamedikasi ... 7

2.1.3 Penghentian Swamedikasi ... 7

2.1.4 Penggolongan obat Swamedikasi ... 7

(12)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.5 Peran Apoteker dalam Swamedikasi ... 9

2.1.6 Keuntungan Swamedikasi ... 10

2.1.7 Kerugian Swamedikasi ... 11

2.1.8 Swamedikasi yang Aman ... 11

2.2 Obat Analgetika ... 13

2.2.1 Definisi ... 13

2.2.2 Indikasi ... 14

2.2.3 Resep Obat analgetik ... 14

2.3 Apotek ... 19

2.3.1 Definisi ... 19

2.3.2 Pelayanan Kefarmasian di Apotek ... 19

2.4 Apoteker ... 23

2.4.1 Definisi ... 23

2.4.2 Perkembangan Pekerjaan Kefarnasian ... 24

2.4.3 Peran apoteker di Apotek ... 24

2.5 Gambaran Umum Kabupaten Rembang ... 25

2.5.1 Letak Geografis ... 25

2.5.2 Topografi Daerah ... 25

2.5.3 Geologi dan Iklim ... 25

2.5.4 Kependudukan ... 26

2.6 Perilaku ... 27

2.6.1 Definisi ... 27

2.6.2 Pembagian Perilaku ... 27

BAB 3KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 29

3.1 Kerangka Konsep ... 29

3.2 Definisi Operasional ... 30

3.3 Hipotesis ... 32

BAB 4METODE PENELITIAN ... 33

(13)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1 Desain Penelitian ... 33

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4.3 Populasi dan Sampel ... 33

4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 35

4.5 Metode Pengumpulan Data ... 35

4.6 Alur Penelitian ... 39

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 40

4.8 Pengolahan Data ... 41

4.9 Analisis Data ... 42

4.10 Etika Penelitian ... 42

BAB 5HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

5.1 HASIL PENELITIAN ... 44

5.1.1 Karakteristik Responden ... 44

5.1.2 Perilaku Swamedikasi ... 48

5.1.3 Rasionalitas Obat Swamedikasi ... 50

5.2 PEMBAHASAN ... 53

5.2.1 Keterbatasan Penelitian ... 54

5.2.2 Karakteristik Responden ... 55

5.2.3 Perilaku Swamedikasi ... 61

5.2.4 Raionalitas Obat Swamedikasi ... 63

5.2.5 Jumlah Pengguna Swamedikasi Obat Antinyeri ... 67

BAB 6PENUTUP ... 72

6.1. KESIMPULAN ... 72

6.2. SARAN ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN ... 80

(14)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Kerangka Konsep ... 29

Tabel 3.2. Definisi Operasional ... 30

Tabel 5.1. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Tabel 5.2. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Tabel 5.3. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ... 45

Tabel 5.4. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Usia ... 45

Tabel 5.5. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Bidang Pekerjaan ... 45

Tabel 5.6. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Bidang Pekerjaan ... 46

Tabel 5.7. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 46

Tabel 5.8. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Pendidikan ... 47

Tabel 5.9. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan ... 48

Tabel 5.10. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Penghasilan ... 48

Tabel 5.11. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Swamedikasi ... 49

Tabel 5.12. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Sumber Informasi tentang Swamedikasi ... 49

Tabel 5.13. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Alasan Penggunaan Obat Swamedikasi ... 49

Tabel 5.14. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Obat ... 50

Tabel 5.15. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Kebiasaan Menyimpan Obat di Rumah ... 50

Tabel 5.16. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan perilaku pemakaian obat antinyeri secara swamedikasi ... 50

Tabel 5.17. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan perilaku kerasionalan obat antinyeri secara swamedikasi ... 51

Tabel 5.18. Distribusi dan Frekuensi Obat antinyeri secara swamedikasi ... 51

Tabel 5.19. Distribusi dan Frekuensi Obat antinyeri yang digunakan masyarakat ... 52

(15)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur penduduk Kabupaten Rembang 2014 ... 26

Gambar 2. Peta Penduduk Kabupaten Rembang 2014 ... 27

(16)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 80

Lampiran 2. Surat Izin melakukan penelitian di Apotek Kabupaten Rembang dari kantor kesatuan bangsa, politik & perlindungan masyarakat ... 81

Lampiran 3. Surat Izin melakukan penelitian di Apotek Kabupaten Rembang dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang ... 82

Lampiran 4. Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek A ... 83

Lampiran 5. Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek B ... 84

Lampiran 6. Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek C ... 85

Lampiran 7. Uji Reliabilitas 1 ... 86

Lampiran 8. Uji Reliabilitas 2 ... 88

Lampiran 9. Hasil Pengolahan Data ... 90

Lampiran 10. Kuesioner Penelitian 1 ... 100

Lampiran 11. Kuesioner Penelitian 2 ... 104

(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat nyeri atau analgesik sering digunakan bebas di pasaran, hal ini

menyebabkan ketergantungan dan diperkirakan sebagai penyebab penyakit

gagal ginjal kronis di masyarakat saat tahun 1900an (WHO, 2000).

Penggunaan obat nyeri paling banyak dikonsumsi oleh wanita karena

dibutuhkan setiap bulannya untuk mengurangi rasa nyeri haid dan

menyebabkan salah satu penyebab gagal ginjal kronis (Sohar E.Ali, 2010).

Prevalensi penggunaan obat nyeri dengan kondisi pengobatan sendiri

(swamedikasi) dilaporkan sebanyak 39,4%. Penyakit nyeri juga dihubungkan

dengan penyebab mordibitas populasi orang dewasa di dunia sebanyak

10-30% populasi dan laporan terbaru menunjukkan hingga 50% (Pilar Carasso,

et.al, 2014).

Di Indonesia sendiri perilaku pengobatan sendiri sudah memiliki nilai yang

cukup besar. Salah satu ciri adanya swamedikasi adalah dengan perilaku

Rumah Tangga yang menyimpan obat untuk pengobatan diri sendiri. Dimana

data menunjukkan sebesar 35,2% rumah tangga telah menyimpan obat untuk

swamedikasi. Prakteknya terdapat obat keras, obat bebas, antibiotika, obat

tradisional dan obat-obat yang tidak teridentifikasi. Dengan adanya obat keras

dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan adanya penggunaan obat

yang tidak rasional (Riskesdas, 2013).

Penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa ada sejumlah 70,7% siswa

perempuan menyimpan obat swamedikasi yang dibelinya dari apotek.

Penyimpanan ditempatkan dalam rak-rak, laci, dan kulkas. (Sohar, E.Ali,

2010).

Penggunaan pengobatan sendiri ini harus mengikuti prinsip penggunaan

obat secara umum yaitu penggunaan obat aman dan rasional. Sebagai seorang

profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, apoteker mempunyai peran

yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada

masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi agar pasien dapat

(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melakukannya secara bertanggung jawab (Binfar, 2007). Dalam penggunaan

obat bebas dan obat bebas terbatas, apoteker memiliki dua peran yang sangat

penting yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat

dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan

konseling kepada pasien agar obat bisa digunakan secara aman, tepat, dan

rasional (Binfar, 2007).

Pelayanan pengobatan swamedikasi di DKI Jakarta tahun 2003

menunjukkan 100% pelayanan swamedikasi dilakukan oleh Asisten Apoteker

(AA) dan bukan dilaksanakan oleh Apoteker. Data lain menunjukkan bahwa

hanya 5,9% pelayanan swamedikasi yang terdokumentasi di apotek serta

hanya 5% Apoteker yang memberikan informasi kerasionalan obat terkait

swamedikasi (Angki Purwanti, 2004).

Sebanyak 84,8% obat yang digunakan masyarakat di daerah Romania tidak

diberikan langsung oleh profesional kesehatan, sehingga hal ini memicu

kesalahan dalam penggunaan obat dan ketidakrasionalan obat tersebut. (Ioana

Dana Alexa, et.al, 2014).

Fenomena yang terjadi dalam masyarakat adalah seringnya masyarakat

menggunakan obat sendiri dengan informasi yang didapatkannya sendiri atau

informasi yang didapatkan dari internet. WHO mencatat bahwa tertanggal 7

Mei 2000 terdapat penelusuran obat over-the-counter (OTC) sebanyak 16.966

di Yahoo dan 244.546 di Web Browser yang dilakukan oleh masyarakat dunia.

(WHO, 2000).

Dalam perilaku swamedikasi hanya penyakit-penyakit ringan yang

diberikan perlakuan swamedikasi seperti sakit kepala, batuk, pilek, demam,

menggigil, flu, sakit perut, alergi, diare, konstipasi, nyeri, dan infeksi fungi

(Abdul Nazer Ali et al, 2012).

Salah satu yang terpenting adalah penyakit nyeri, dalam penelitian yang

dilakukan Corin Nur Syeima tahun 2009 menyebutkan bahwa penggunaan

obat nyeri secara rasional di masyarakat RW 08 Kelurahan Pisangan Barat,

Ciputat adalah sebesar 60,2%. (Corin Nur Syeima, 2009). Penelitian lain yang

dilakukan oleh Puji Pratiwi Ningrum tahun 2014 menyebutkan bahwa

pengetahuan tentang Swamedikasi obat antiinflamasi nonsteroid oral pada

(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Obat nyeri yang sering digunakan dalam swamedikasi adalah untuk

mengobati nyeri sakit kepala yaitu sebesar 51,6%, diikuti batuk, nyeri otot,

kesleo, kelelahan, sakit pinggang, dan nyeri lainnya (Sadia Amin, et al. 2014).

Penelitian penggunaan obat keras tanpa resep dokter secara swamedikasi

pernah dilakukan, salah satunya adalah obat antibiotik, yang menunjukkan

73,33% pembelian obat antibiotik tanpa resep dilakukan karena menginginkan

hasil yang baik dalam pengobatan karena keberhasilan pengobatan terdahulu

yang memberikan efek yang baik juga (Beatrix, 2013).

Suatu penelitian di Kroasia menyebutkan bahwa pengobatan sendiri masih

tergolong besar terutama pengobatan menggunakan NSAID. Sebagaimana

penelitian yang dilakukan di Sudan, Nepal, dan Jordan, keseluruhan obat yang

sering digunakan dalam praktek swamedikasi adalah obat analgesik,

antiinflamasi dan antibiotik (Ioana Dana Alexa, et.al, 2014).

Nyeri tersebar di banyak kalangan usia, salah satunya adalah nyeri sendi,

nyeri sendi berdasarkan wawancara yang didiagnosis tenaga kesehatan

meningkat seiring dengan bertambahnya usia, demikian juga pada diagnosis

tenaga kesehatan. Prevalensi tertinggi ada pada usia >75 tahun (33% dan

54,8%). Selanjutnya prevalensi tertinggi ada pada perempuan sebesar 27,5%

dibandingkan laki-laki sebesar 21,8% serta lebih tinggi terjadi di pedesaan

daripada perkotaan dengan prevalensi (13,8%) (Riskesdas, 2013).

Pemilihan apotek di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah sebagai tempat

penelitian adalah karena sulit didapatkannya data tentang penyakit nyeri serta

kecenderungan wilayah disana yang kebanyakan dataran rendah yaitu sebesar

46,39% dengan pekerjaan terbesarnya sebagai petani yang memanfaatkan

sumber daya alam seperti tegalan dan sawah (PemKab Rembang, 2014). Hal

ini sesuai dengan hasil riskesdas yang mengemukakan bahwa status pekerjaan

tertinggi yang berpotensi dalam menderita penyakit nyeri adalah dengan

pekerjaan petani/ nelayan/ buruh yaitu sebesar 15,3%. Selain itu Jawa Tengah

menjadi 12 daerah terbesar di Indonesia yang memiliki penderita diagnosis

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Perumusan Masalah

Tingginya tingkat penggunaan obat swamedikasi oleh masyarakat

berdasarkan data riskesdas (2013) adalah sebesar 35,2%. Masyarakat banyak

melakukan swamedikasi seperti sakit kepala, batuk, pilek, demam, menggigil,

flu, sakit perut, alergi, diare, konstipasi, nyeri, dan infeksi fungi (Abdul Nazer

Ali et al, 2012). Penelitian di Kroasia menyebutkan bahwa pengobatan sendiri

masih tergolong besar terutama pengobatan menggunakan NSAID (Ioana

Dana Alexa, et.al, 2014). Apabila penggunaan obat antinyeri terutama

penggunaan NSAID dilakukan secara bebas akan menimbulkan penyakit gagal

ginjal kronis dan ketergantungan (Sohar E.Ali, 2010). Prevalensi penderita

nyeri banyak ditemukan di daerah pedesaan (13,8%) dengan profesi petani,

buruh, dan nelayan (Riskesdas, 2013).

Banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam menggunakan obat

swamedikasi, antara lain harga yang terjangkau dan kemudahan akses untuk

mendapatkan, serta rendahnya penyampaian informasi oleh apoteker tentang

swamedikasi yaitu sekitar 5% di Jakarta (Angki Purwanti, 2010) dan 84,8% di

Romania (Ioana Dana Alexa, 2012).

Berdasarkan faktor tersebut maka peneliti ingin meneliti faktor perilaku

yang mempengaruhi pasien dalam menggunakan obat swamedikasi antinyeri

yang bertempat di Apotek Kabupaten Rembang.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apa yang mempengaruhi masyarakat dalam penggunaan obat antinyeri

secara swamedikasi di Apotek Kabupaten Rembang?

2. Bagaimana perilaku pasien tentang penggunaan obat swamedikasi secara

umum di apotek Kabupaten Rembang?

3. Berapa jumlah penggunaan swamedikasi obat anti nyeri di apotek

Kabupaten Rembang?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum:

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi perilaku pasien swamedikasi obat antinyeri di apotek

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Tujuan Khusus:

1. Mengidentifikasi gambaran kalangan masyarakat pengguna obat

antinyeri secara swamedikasi di Apotek Kabupaten Rembang

2. Mengetahui perilaku pasien tentang penggunaan obat swamedikasi secara

umum di Apotek Kabupaten Rembang

3. Mengidentifikasi jumlah penggunaan swamedikasi obat anti nyeri di

apotek Kabupaten Rembang

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk Masyarakat

Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan dan perilaku

mengenai penggunaan obat analgesik sebagai obat swamedikasi.

2. Untuk Apoteker

Dengan adanya hasil penelitian ini bisa menjadi pengingat apoteker untuk

melakukan fungsinya sebagai penjamin efikasi obat, keamanan obat, kualitas

obat, keterjangkauan dan ketersediaan obat untuk pasien.

3. Untuk Institusi Pendidikan Farmasi

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dalam pengembangan

kurikulum farmasi komunitas serta menjadi dasar untuk farmasi komunitas

serta bisa menjadi masukan dalam program pemberian pendidikan kesehatan

kepada masyarakat tentang pentingnya perilaku swamedikasi menggunakan

obat antinyeri secara aman dan rasional.

4. Untuk Peneliti

Penelitian ini memberikan ilmu, pengetahuan, dan pengalaman selama proses

penelitian dan diharapkan menjadi rujukan informasi untuk peneliti

selanjutnya atau untuk dunia pendidikan terkait perilaku swamedikasi obat

antinyeri.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan desain studi cross-sectional dan metode

pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer yang

bersumber dari kuesioner yang dibagikan langsung kepada pasien yang

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kuesioner berisi identitas karakteristik responden, profil swamedikasi dan

perilaku swamedikasi. Responden pada penelitian ini adalah masyarakat yang

datang di apotek yang sedang dan akan menggunakan obat antinyeri secara

swamedikasi. Penelitian ini dimulai bulan Maret-April 2016 di tiga apotek di

(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Swamedikasi 2.1.1 Definisi

Swamedikasi atau sering disebut self-medication adalah pemilihan

penggunaan obat sendiri untuk mengobati atau mengendalikan penyakit dan

gejala penyakit (WHO, 1998). Banyak pendapat lain yang mengemukakan

tentang swamedikasi yaitu kegiatan mendapatkan dan mengkonsumsi obat

tanpa nasehat, diagnosis, perawatan, dan pemantaun dari dokter (Abdul

Nazer Ali et.al, 2012). Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi

keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang sering terjadi di kalangan

masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag,

cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (BPOM, 2014).

2.1.2 Syarat Swamedikasi

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam swamedikasi menurut

WHO adalah penyakit yang diderita adalah penyakit dan gejala ringan yang

tidak diperlukan untuk datang ke dokter atau tenaga medis lainnya. Selain itu

obat yang dijual adalah obat golongan over-the-counter (OTC). (WHO, 2000)

2.1.3 Penghentian Swamedikasi

Pengobatan swamedikasi menurut BPOM, 2014 harus dihentikan bila:

1. Timbul gejala lain seperti pusing, sakit kepala, mual dan muntah

2. Terjadi reaksi alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan pada kulit

3. Salah minum obat atau minum obat dengan dosis yang salah

2.1.4 Penggolongan obat Swamedikasi

Banyak obat yang biasanya digunakan dalam swamedikasi. Kelas obat

yang digunakan swamedikasi adalah obat seperti Parasetamol, NSAID,

antibiotik, sirup batuk, antasida, obat kulit, obat herbal, dan antihelmentik.

Obat yang digunakan dalam swamedikasi adalah obat yang digunkaan untuk

(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengobati penyakit ringan (Shanker, 2002). Menurut SI.Sharif et al (2015),

obat yang umumnya dibeli oleh masyarakat di komunitas farmasi di Uni

Emirat Arab adalah obat golongan pereda nyeri, vitamin dan mineral,

antihistamin, antasida, dan dekongestan (Sulaiman I. Sharif, et.al, 2015)

Obat yang beredar di pasaran dikelompokkan menjadi 5 (lima) golongan.

Masing-masing golongan mempunyai kriteria dan mempunyai tanda khusus.

Sedangkan di BPOM disebutkan bahwa tidak semua obat dapat digunakan

untuk swamedikasi, hanya golongan obat yang relatif aman yaitu golongan

obat bebas dan obat bebas trerbatas.

1. Obat Bebas

Adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Terdapat ciri yang

terlihat di kemasan dan etiket obat yaitu lingkaran hijau (TC 396) dengan

garis tepi berwarna hitam contoh obat bebas ini adalah Simetikon .

2. Obat Bebas Terbatas

Tanda peringatan obat bebas terbatas selalu tercantum pada kemasan obat

bebas terbatas, bentuknya persegi panjang dengan huruf berwarna putih

dan latar atau dasarnya berwarna hitam, dengan ukuran panjang x lebar Hanya untuk bagian luar dari

(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.5 Peran Apoteker dalam Swamedikasi

Apoteker memiliki tanggungjawab besar atas keberhasilan pengobatan

sendiri yang dilakukan masyarakat. Dalam penelitian menyatakan bahwa

masyarakat hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang pengobatan sendiri

dan untuk mencegah dan mengurangi masalah pengobatan ini, maka pasien

bisa bertanya kepada apoteker yang ada dalam farmasi komunitas (apotek)

untuk bisa memberikan informasi dan edukasi terkait penggunaan obat terkait

dan meningkatkan keamanan pemberian obat bebas ke masyarakat.

(U.Sushita et.al , 2012)

Dijelaskan dalam WHO (1998) bahwa ada beberapa fungsi apoteker

dalam pengobatan swamedikasi adalah sebagai berikut:

1. Sebagai Komunikator

a. apoteker harus memulai dialog dengan pasien (terkadang juga dokter

pasien jika dibutuhkan) untuk mendapatkan riwayat pengobatan yang

cukup

b. jika memesan harus menanyakan kondisi tempat tinggal pasien agar

bisa mengetahui kondisi dan informasi yang relevan

c. apoteker harus mempersiapkan kelengkapan untuk melakukan

scrining untuk kondisi dan penyakit khusus tanpa adanya intervensi

dari obat yang diinginkan pasien

d. apoteker harus menyediakan informasi yang objektif tentang obat

e. apoteker harus mampu memberikan tambahan informasi tentang obat

untuk meningkatkan kepuasan pasien

f. apoteker harus mampu membantu menjalankan pengobatan pasien

ketika dibutuhkan oleh pasien, atau kembali menjelaskan tentang

nasehat pengobatan pasien

g. apoteker harus percaya diri dalam mencaritahu kondisi pasien secara

detail

2. Sebagai Supplier Kualitas Obat

a. apoteker harus memastikan bahwa produk yang dia beli adalah

berkualitas baik dan memiliki sumber yang baik

(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Sebagai Pelatih dan Pengamat

a. memastikan kualitas pelayanan yang up to date, apoteker harus

didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan

profesional seperti pendidikan yang berkelanjutan

b. apoteker yang dibantu oleh staf non-apoteker harus memastikan

bahwa staf yang dimiliki memiliki standar yang sesuai dengan yang

ditetapkan

4. Sebagai Kolaborator

a. harus bisa berkolaborasi dengan pelayan kesehatan yang lain, asosiasi

profesional lain, industri farmasi, pemerintah lokal dan nasional,

pasien dan masyarakat umum.

5. Sebagai Promotor Kesehatan

a. ikut serta dalam skrining pasien untuk mengidentifikasi masalah

kesehatan dan itu bisa menjadi risiko di komunitas masyarakat

b. berpartisipasi dalam kampanye promosi kesehatan untuk

meningktakan kewaspadaan terkait isu kesehatan dan pencegahan

penyakit

c. meningkatkan nasehat secara individu untuk membantu memberikan

informasi pemilihan kesehatan.

Selain beberapa tugas apoteker diatas, biasanya dalam beberapa

negara berkembang, jumlah apoteker di masyarakat sangat sedikit

sehingga susah untuk mendapatkan informasi dari apoteker. Untuk itu,

apoteker bisa melakukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain untuk

bisa melakukan pelatihan dan orientasi di masyarakat sehingga bisa

mendukung kegiatan dan tugas apoteker dalam kegiatan swamedikasi.

(WHO, 1998)

2.1.6 Keuntungan Swamedikasi

Menurut WHO Drug Information Vol.14, (2000) keuntungan melakukan

swamedikasi sebagai berikut:

a. memberikan fasilitas untuk bisa mendapatkan obat

(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta c. memudahkan masyarakat mendapatkan obat tanpa harus datang ke

dokter umum atau spesialis

2.1.7 Kerugian Swamedikasi

Menurut WHO Drug Information Vol.14, (2000) kerugian swamedikasi

sebagai berikut:

a. terjadinya interaksi obat swamedikasi dengan obat lainnya

b. tidak diperhatikannya kontraindikasi obat dengan kondisi pasien seperti

hamil, menyusui, penggunaan untuk anak-anak, pengemudi, kondisi

bekerja, konsumsi alkohol, atau lainnya.

2.1.8 Swamedikasi yang Aman

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan swamedikasi

adalah tentang keamanan obat itu sendiri. Dalam melakukan swamedikasi

dengan benar, masyarakat perlu mengetahui informasi yang jelas dan

terpercaya mengenai swamedikasi tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan

menurut BPOM (2014) adalah sebagai berikut:

1. Mengenali kondisi ketika akan melakukan swamedikasi

Dalam praktek swamedikasi, kondisi pasien harus diperhatikan

dengan baik, beberapa kondisi pasien tersebut adalah kehamilan atau

rencana ingin hamil, menyusui, usia baik lansia atau balita, keadaan diet

khusus, konsumsi obat dan suplemen makanan lain, gangguan masalah

kesehatan baru yang berbeda dengan gangguan masalah saat ini serta

mendapatkan pengobatan dari dokter.

Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah kondisi pasien ibu

hamil, dalam kondisi hamil pemilihan obat harus dilakukan secara

hati-hati, karena beberapa jenis obat dapat memberikan pengaruh yang tidak

diinginkan pada janin. Beberapa jenis obat juga disekresikan kedalam air

susu ibu, meskipun kadarnya sedikit namun tetap akan berpengaruh

kepada bayi dalam kandungan ibu hamil tersebut. Pemilihan jenis obat

untuk pasien yang sedang melakukan diet khusus juga perlu diperhatikan

hal ini berpengaruh pada kandungan zat aktif obat, misalnya obat bentuk

sirup yang umumnya berbahan dasar gula dalam kadar cukup tinggi harus

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Melihat hal tresebut, sangat diperlukan pengamatan kondisi pasien

sebelum dilakukan praktek swamedikasi agar tak terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan yaitu dengan membaca peringatan atau perhatian yang

tertera pada label atau brosur dalam obat bisa dilakukan untuk

mengetahui cara penggunaan obat yang benar sesuai kondisi pasien.

2. Memahami bahwa ada kemungkinan interaksi obat

Banyak obat dapat berinteraksi dengan obat lainnya atau berinteraksi

dengan makanan dan minuman. Untuk menghindari hal tersebut maka

nama obat dan zat aktif obat perlu dikenali ketika hendak dikonsumsi dan

ditanyakan langsung kepada apoteker di apotek mengenai ada tidaknya

interaksi obat-obat tersebut.

Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan maka membaca aturan

pakai dalam kemasan atau label obat sangat penting.

3. Mengetahui obat-obat yang digunakan untuk swamedikasi

Golongan obat yang digunakan untuk swamedikasi hanyalah obat

bebas dan obat bebas terbatas. Obat bebas ditandai dengan logo warna

hijau dengan garis tepi hitam dan logo obat bebas terbatas adalah logo

lingkaran warna biru dengan garis tepi hitam. Logo obat biasanya ada di

kemasan atau etiket obat.

4. Mewaspadai efek samping yang mungkin terjadi

Efek obat tidak hanya memberikan efek farmakologi, tapi terkadang

memberikan efek yang tidak diinginkan atau disebut dengan efek

samping obat. Efek samping yang ditimbulkan oleh suatu obat terkadang

tidak perlu dilakukan tindakan medis untuk mengatasinya, namun

beberapa obat perlu diperhatikan secara lebih penanganannya. Beberapa

efek yang sering timbul antara lain reaksi alergi, gatal-gatal, ruam,

mengantuk, mual, muntah dan sebagainya. Efek samping tidak semua

terjadi pada individu, terkadang ada individu yang bisa mentolelir efek

samping obat. Untuk mencegah terjadinya efek samping yang lebih parah

maka sebaiknya dilakukan penghentian obat dan segera dikonsultasikan

(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5. Meneliti obat yang akan dibeli

Pada saat pembelian obat, yang perlu diperhatikan lainnya adalah

melihat keadaan sediaan dan kemasan obat.

6. Mengetahui cara penggunaan obat yang benar

Penggunaan obat bisa dikatakan benar jika sebelumnya telah

membaca aturan sesuai dengan petunjuk yang tertera pada label. Tujuan

membaca petunjuk pada label ini adalah agar jangka waktu terapi sesuai

anjuran dan memberikan efek yang baik. Apabila tidak timbul efek yang

diinginkan maka dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter dan

tenaga medis lainnya. Cara penggunaan obat juga harus diperhatikan

bentuk sediaannya, karena jenis obat bermacam-macam.

7. Mengetahui cara penyimpanan obat yang baik

Penyimpanan obat akan berpengaruh kepada potensi obat. Sebagai

contoh sediaan oral seperti tablet, kapsul dan serbuk tidak boleh disimpan

dalam tempat lembab, karena menimbulkan pertumbuhan bakteri dan

jamur. Dalam penyimpanan obat harus diperhatikan juga tanggal

kadaluarsa obat.

2.2 Obat Analgetika 2.2.1 Definisi

Analgetika sering disebut dengan obat penghalang nyeri adalah zat-zat

yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran

(Tan Hoan Tjay, 2010). Obat analgetik tanpa resep umumnya sangat efektif

untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang untuk nyeri jenis somatik pada

kulit, otot, lutut, rematik dan pada jaringan lunak lainnya, serta nyeri haid dan

sakit kepala. Tetapi produk obat nyeri ini tidak begitu efektif untuk nyeri

viseral. (Corin Nur Syeima, 2010)

Ada tiga kelas analegtik tanpa resep yang saat ini beredar di pasaran,

yaitu golongan parasetamol, golongan salisilat, dan golongan asam propionat.

Obat-obat tersebut tersedia dalam berbagai merk dan sebagai obat generik

yang biasanya dikombinasikan dengan tambahan bahan seperri kafein dan

banyak digunakan dalam komposisi obat batuk, pilek, atau flu (Corin Nur

(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.2 Indikasi

Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan

dalam tubuh, sebagai contohnya adalah peradangan, kejang otot, dan infeksi.

Contoh nyeri yang sering terjadi adalah nyeri karena sakit kepala, nyeri haid,

nyeri karena sakit gigi. Obat yang biasanya digunakanpun adalah obat yang

mengurangi nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien (Dekes RI, 2007).

Beberapa penyebab adanya nyeri ketika terjadi rangsangan pada ujung

saraf karena kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh:

1. Trauma seperti benda tajam, benda tumpul, bahan kimia

2. Proses infeksi atau peradangan

(Depkes RI, 2007)

Rasa nyeri yang disebabkan rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis

dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan ini yang memicu

pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri seperi histamin,

bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Seluruh mediator ini akan

merangsang reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan

lain yang akan menimbulkan reaksi radang dan kejang-kejang (Tan Hoan

Tjay, 2010).

2.2.3 Resep Obat analgetik

Penggolongan oabt analgetika berdasarkan kerja farmakologisnya dibagi

dalam dua kelompok besar, yaitu:

a. Analgetik perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak

bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral, sebagai contoh adalah

analgetika antiradang. Cara kerja jenis obat ini yaitu merintangi

terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer.

Penggunaan obat ini tidak menimbulkan ketagihan dan terkadang

memberikan daya antipiretis dan antiradang, biasa diberikan untuk obat

nyeri ringan hingga sedang dengan penyebab yang beranekaragam seperti

nyeri kepala, sendi, otot, gigi, perut, nyeri haid, benturan, dan kecelakaan

(Tan Hoan Tjay, 2010). Golongan Analgetik perifer memiliki beberapa

efek samping yaitu gangguan lambung-usus, kerusakan darah, hati dan

(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dosis yang tinggi. Maka dari itu penggunaan dalam waktu terus-menerus

tidak dianjurkan. Pada wanita hamil dan menyusui obat analgetika yang

aman digunakan hanyalah parasetamol sedangkan asetosal, salisilat,

NSAID, dan metamizol dapat mengganggu perkembangan janin sehingga

perlu dihindari (Tan Hoan Tjay, 2010).

b. Analgetika narkotik yang khusus digunakan untuk menghilangkan rasa

nyeri hebat seperti dalam fraktur dan kanker. Cara kerja obat ini adalah

memblokir pusat nyeri di SSP dengan anestesi umum (Tan Hoan Tjay,

2010). Analgetika narkotik disebut juga opioida yang memiliki kerja

mirip opioid dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor

opioid yang khas di SSP, hingga persepsi dan respon emosional terhadap

nyeri berkurang.

Tangga analgetika menurut WHO ada tiga kelas, yaitu:

1. Non-opioida: NSAID’s, termasuk asetosal, parasetamol dan kodein

2. Opioida lemah: d-propoksifen, tramadol dan kodein, atau kombinasi

parasetamol dengan kodein

3. Opioda kuat: morfin dan derivatnya serta opioda sintesis.

Efek samping yang ditimbulkan anlgetika narkotik adalah supresi

SSP (sedasi, menekan pernafasan dan batuk, miosis, hipotermia,

perubahan mood), saluran nafas (bronkokontriksi, pernafasan menjadi

dangkal dan menurun frekuensinya), sistem sirkuasi (vasodilatasi

perifer), saluran cerna (motilitas berkurang), saluran uroginetal, histamin

liberator, kebiasaan atau reaksi adiksi pada penggunaan lama.

Untuk wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan untuk meminum

obat golongan ini karena opioda dapat melintasi plasenta dan jika

diberikan terus-menerus akan merusak janin dan menjadikan depresi

pernafasan serta lambat dalam persalinan (Tan Hoan Tjay, 2010).

Hal yang dapat dilakukan dengan munculnya nyeri adalah:

1. Tetap aktif dan fokus dalam pekerjaan

2. Menggunakan air hangat untuk kompres bagian yang nyeri

3. Menggunakan obat penghilang nyeri

(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sedangkan beberapa obat yang dapat digunakan sebagai obat nyeri

dengan pengobatan sendiri antara lain Ibuprofen, Parsetamol, dan Aspirin

(asetosal) (Depkes RI, 2007)

1. Ibuprofen

a. Kegunaan Obat

menekan rasa nyeri dan radang, misalnya jika terjadi sakit

dismenorea primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit kepala, nyeri

paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.

b. Hal yang harus diperhatikan

1) Penggunaan obat dengan dosis tepat

2) Perlu diperhatikan untuk penderita gangguan fungsi hati,

ginjal, gagal jantung, asma dan bronkospasme

3) Perlu diperhatikan untuk pasien yang menggunakan obat

Hipoglisemi, Metotreksat, Urikosurik, Kumarin, Antikoagulan,

Kortikosteroid, Penisilin dan Vitamin C.

4) Tidak diperkenankan meminum obat ini dengan alkohol secara

bersamaan karena akan meningkatkan risiko perdarahan pada

saluran cerna.

c. Kontraindikasi

1) Pasien dengan penyakit tukak lambung dan duodenum (ulkus

peptikum) aktif

2) Pasien alergi Asetosal dan Ibuprofen

3) Pasien polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk

tonjolan pada hidung)

4) Kehamilan tiga bulan terakhir

d. Efek samping

1) Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah,

konstipasi, diare, nyeri lambung hingga perdarahan

2) Ruam kulit, bronkospasme, trombositopenia

3) Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat

dihentikan

4) Gangguan fungsi hati

(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6) Anemia kekurangan zat besi

e. Bentuk sediaan

1) Tablet 200 mg

2) Tablet 400 mg

f. Aturan pakai

1) Dewasa: 1 tab 200 mg, 2-4 kali sehari. Diminum setelah makan

2) Anak: 1-2 tahun, ¼ tablet 200 mg, 3-4 kali sehari

3-7 tahun, ½ tablet 500 mg, 3-4 kali sehari

8-12 tahun, 1 tablet 500 mg, 3-4 kali sehari

Tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7

kg.

2. Parasetamol

a. Kegunaan obat

Digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan menurunkan demam

b. Hal yang harus diperhatikan

1) Dosis yang diberikan harus tepat, tidak boleh berlebihan karena

jika berlebihan akan menimbulkan gangguan fungsi hati dan

ginjal

2) Sebaiknya diminum setelah makan

3) Menghindari penggunaan campuran obat demam lain karena

dapat menimbulkan overdosis

4) Menghindari penggunaan bersamaan dengan alkohol karena

akan meningkatkan risiko gangguan fungsi hati

5) Mengkonsultasikan ke dokter atau apoteker untuk pesien

penderita gagal ginjal

c. Kontraindikasi

1) Pasien gangguan fungsi hati

2) Pasien penderita alergi obat Parasetamol

3) Pecandu alkohol

d. Bentuk sediaan

1) Tablet 100 mg

2) Tablet 500 mg

(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta e. Aturan pakai

1) Dewasa: 1 tab (500 mg) 3-4 kali sehari, setiap 4-6 jam

2) Anak:

0-1tahun, ½-1 sendok teh sirup, 3-4 kali sehari setiap 4-jam

1-5 tahun, 1-1 ½ sendok teh sirup, 3-4 kali sehari setiap 4-6 jam

6-10 tahun, ½ -1 tablet (250-500mg), 3-4 kali sehari setiap 4-6

jam.

3. Aspirin

a. Kegunaan Obat

Aspirin biasa digunakan untuk mengurangi rasa sakit, menurunkan

demam dan antiradang.

b. Hal yang harus diperhatikan

1) Pemakaiannya harus diatur secara tepat, diminum setelah makan

atau bersama makanan untuk mencegah nyeri dan perdarahan

lambung

2) Mengksonsultaikan dengan dokter atau apoteker untuk pasien

penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu

menyususi, dan pasien dehidrasi.

3) Tidak diperkenankan meminum obat ini bersamaan dengan

alkohol karena akan menimbulkan perdarahan pada lambung.

4) Pada pasien pengguna obat Hipoglikemik, Metotreksat,

Urikosurik, Heparin, Kumarin, Antikoagulan, Kortikosteroid,

Fluprofen, Penisilin dan Vitamin C harus terlebih dahulu

mengkonsultasikan dengan dokter dan apoteker.

c. Kontraindikasi

1) Penderita alergi termasuk penderita asma

2) Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan dibawah kulit

3) Penderita hemofilia dan trombositopenia

d. Bentuk sediaan

1) Tablet 100 mg

2) Tablet 500 mg

e. Aturan pakai

(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2) anak:

2-3 tahun, ½ -1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam

4-5 tahun, 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam

6-8 tahun, ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam

9-11 tahun, ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam

> 11 tahun, 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam

Tambahan:

1) Ibuprofen memiliki efek terapi antiradang lebih tinggi daripada efek

antidemamnya

2) Parasetamol dan Asetosal memiliki efek anti demam yang lebih tinggi

daripada efek antinyeri dan antiradangnya.

(Depkes RI, 2007)

2.3 Apotek 2.3.1 Definisi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan

praktik kefarmasian oleh apoteker.

Menurut Subal Chandra Basak dalam penelitiannya tentang farmasi

komunitas di India menyatakan bahwa apotek adalah tempat dimana obat

disimpan, dibagikan, disediakan atau dijual. (Subal Chandra Basak, 2009).

2.3.2 Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien (PMK No.35, 2014).

Pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:

a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak

(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Beberapa standar pelayanan kefarmasian di apotek menurut PMK No. 35 tahun

2014 meliputi:

a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini

harus sesuai dengan ketentuan aturan dan perundang-undangan yang berlaku

meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,

pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

1) Perencanaan, hal yang harus diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,

budaya dan kemampuan masyarakat

2) Pengadaan, untuk memenuhi kualitas pelayanan kefarmasian maka harus

melalui jalur resmi sesuai aturan

3) Penerimaan, merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis dan

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera

dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima

4) Penyimpanan, obat yang diterima harus disimpan di tempat asli dari

pabrik terkait, disimpan dalam kondisi yang sesuai. Sistem penyimpanan

obat harus diperhatikan bentuk sediaan, kelas terapi obat dan bisa disusun

secara alfabetis. Pengeluaran obat bisa menggunakan sistem FEFO (First

expired first out) atau FIFO (First In first Out).

5) Pemusnahan, obat yang telah kadaluarsa dimusnahkan sesuai jenis dan

bentuk sediaannya. Begitupun resep, jika lebih dari jangka lima tahun

maka bisa dimusnahkan dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain

dan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep.

6) Pengendalian, pengendalian dalam pelayanan kefarmasian ini dilakukan

guna mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan

pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,

penyimpanan dan pengeluaran. Pengendalian persediaan dilakukan

dengan kartu stok baik secara manual maupun elektronik.

7) Pencatatan dan Pelaporan, dilakukan di seluruh bagian proses

pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan pelaporan eksternal.

Pelaporan internal digunakan untuk melaporkan kebutuhan manajemen

(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta meliputi pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika dan

psikotropika.

b. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik ini adalah jenis pelayanan yang langsung

bertanggungjawab dengan pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan maksud untuk meningkatkan

derajat kualitas hidup pasien.

1) Pengkajian resep, yang meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik, dan

pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil

pengkajian maka apoteker harus menghubungi dokter terkait untuk

mengkonfirmasikan ketidaksesuaian.

2) Dispensing, adalah penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.

Tahapan dalam dispensing ada beberapa tahap yaitu:

a) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep

b) Melakukan peracikan obat bila diperlukan

c) Memberikan etiket obat

d) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk

menjaga mutu obat dan menghindari kesalahan obat.

3) Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek

penggunaan obat kepada pekerjaan kesehatan lain, pasien atau

masyarakat. Informasi mengenai obat ini termasuk obat resep, obat bebas

dan obat herbal. Beberapa hal yang harus diinformasikan apoteker

kepada pasien adalah dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute, dan

metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan

alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui,

efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau

kimia dari obat dan lain-lain. Pelayanan informasi obat harus

didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu

(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meilputi:

1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan

2. Membuat dan menyebarkan buletin/ brosur/ leaflet atau melakukan

pemberdayaan masyarakat (penyuluhan)

3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien

4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa

farmasi yang sedang praktik pekerjaan

5. Melakukan penelitian penggunaan obat

6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah

7. Melakukan program jaminan mutu

4) Konseling, apoteker harus melakukan proses interaktif kepada pasien

atau keluarga pasien untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,

kesadaran dan kepatuhan pasien sehingga terjadi perubahan perilaku

dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi

pasien. Apoteker harus mengawali kegiatan konseling dengan three

prime question, jika diketahui tingkat pengetahuan pasien rendah maka

harus dilanjutkan metode Health Belief Model. Apoteker harus

memverifikasi informasi yang diberikan dan memastikan bahwa pasien

atau keluarga pasien paham dengan obat yang digunakan.

Apoteker juga harus mendokumentasikan konseling dengan meminta

tandatangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi

yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan formulir yang ada.

5) Pelayanan kefarmasian di rumah, diharapkan pada pasien kondisi khusus

misalnya lansia atau penyakit kronis lainnya apoteker bisa berkunjung ke

rumah pasien.

Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh

apoteker meliputi:

a. Pencarian masalah yang berhubungan dengan pengobatan

b. Identifikasi kepatuhan pasien

c. Pendampingan pengelolaan obat dan atau alat kesehatan di rumah

d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum

e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat

(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian dirumah

6) Pemantauan Terapi Obat, tujuan kegiatan ini untuk memastikan bahwa

seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau

dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien yang harus dilakukan pemantauan terapi obat oleh

apoteker adalah:

1. Pasien anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil, dan menyusui

2. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis

3. Adanya multidiagnosis

4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati

5. Menerima obat dengan indeks terapi sempit

6. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang

merugikan

7) Monitoring efek samping obat, merupakan kegiatan pemantauan setiap

respon obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis

normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis

dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Hal yang harus

diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kerjasama dengan tim kesehatan

lain, ketersediaan formulir monitoring efek samping obat.

Pelayanan kefarmasian di apotek harus didukung oleh ketersediaan

sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien.

Pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker, dapat dibantu

dengan apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian yang memiliki

surat tanda registrasi, surat izin praktik atau surat izin kerja. Tugas apoteker

dalam pelayanan kefarmasian di apotek adalah harus berperan sebagai pemberi

layanan, pengambil keputusan, komunikator, pemimpin, pengelola, pembelajar

seumur hidup, dan peneliti.

2.4 Apoteker 2.4.1 Definisi

Adalah sarjana farmasi yang telag lulus sebagai apoteker dan telah

(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.2 Perkembangan Pekerjaan Kefarnasian

Saat ini apoteker di masyarakat hanya memainkan peran penting sebagai

penyedia obat-obatan tanpa langsung berorientasi kepada kesehatan pasien.

Peran apoteker dalam masyarakat sebenarnya besar untuk pertumbuhan dan

pelayanan kesehatan bagi masyarakat. (Subal Candra Basak, 2009)

Farmasi saat ini menjadi sorotan, jumlah produk farmasi semakin

meningkat namun akses mendapatkan obat esensial masih kurang. Dengan

tingginya biaya kesehatan, perkembangan teknologi, ekonomi, politik, dan

lingkungan menjadikan keharusan untuk adanya reformasi kesehatan.

Apoteker berkewajiban memberikan kebutuhan obat-obatan yang aman dan

efektif, sehingga apoteker saat ini memiliki tanggung jawab yang besar

seperti pengelolaan terapi obat daripada kegiatan sebelumnya yaitu hanya

sebagai penyedia obat yang menjadi andalan apoteker dahulu (WHO, 2006).

Aktivitas farmasi praktis dimulai oleh Asosiasi Farmasis di Amerika

(APhA) yang menyediakan aturan yang sama untuk gambaran atau

dokumentasi kegiatan praktek apoteker. Sebelumnya ada seven stars yang

diperkenalkan oleh WHO dan FIP untuk menggambarkan peran ini. Apoteker

memiliki peran meningkatkan terapi dan kualitas hidup pasien dan apoteker

harus memposisikan diri secara tepat dalam sistem perawatan kesehatan.

(WHO, 2006).

2.4.3 Peran apoteker di Apotek

Apoteker di komunitas farmasi (apotek) adalah profesional kesehatan

yang paling mudah bisa ditemui oleh masyarakat. Apoteker menyediakan

obat yang sesuai dengan resep jika resep itu sesuai izin, atau menyiapkan

obat tanpa resep jika itu obat bebas. Keberadaan apoteker di masyarakat ini

untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah terkait obat pada

pasien rawat jalan. Praktek apoteker di apotek belum terlalu kuat karena di

apotek tidak memberikan konseling pada pasien. (Krishnagoudar Bhimaray

et.al, 2012).

Menurut CCP (Council on Credentialialing in Pharmacy) Washington

DC (2009), tugas farmasi ada lima, yaitu:

(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Bekerjasama dengan pekerjaan kesehatan lain (interprofesional

colaboration)

3. Memberikan obat yang sudah memiliki khasiat yang terbukti

4. Fokus pada peningkatan kualitas hidup pasien

5. Menguasai teknologi informasi

2.5 Gambaran Umum Kabupaten Rembang 2.5.1 Letak Geografis

Kabupaten Rembang terletak diantara 111o00’–111o30’ bujur Timur dan 6o30’-7o60’ lintang Selatan. Luas wilayah daratan sebesar 101.410 ha dan lautan sepanjang 62,5 km. Berada di posisi ujung Timur Provinsi Jawa

Tengah dengan batas wilayah:

Sebelah Utara : Laut Utara Jawa

Sebelah Selatan : Kabupaten Blora Jawa Tengah

Sebelah Timur : Kabupaten Tuban Jawa Timur

Sebelah Barat : Kabupaten Pati Jawa Tengah

Secara administrasi kabupaten Rembang terbagi menjadi 14 Kecamatan,

287 Desa dan 7 Kelurahan. (Profil Kesehatan Kab.Rembang, 2014)

2.5.2 Topografi Daerah

Sebagian besar berupa dataran rendah (46,39%) di bagian Utara

sedangkan di bagian Selatan relatif tinggi. Kemiringan bervariasi mulai dari

bergelombang hingga sangat curam. Luas lahan yang relatif datar mencapai

82.713 ha dan lahan curam sampai sangat curam seluas 18.694 ha.

2.5.3 Geologi dan Iklim

Keadaan tanah di Kabupaten Rembang sebagian besar adalah tanah

tegalan (35%) dan sawah (29%). Sedangkan sisanya terbagi atas hutan

(23%), bangunan (8%), tambak (1%) dan lainnya (4%).

Keadaan iklim berjenis tropis dengan suhu maksimum tahunan sebesar

33oC dan suhu rata-rata 23oC dengan bulan basah selama 3-4 bulan

sedangkan selebihnya termasuk kategori bulan kering. Curah hujan relatif

(42)
(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.2 (Sumber data: BPS Kab. Rembang)

2.6 Perilaku 2.6.1 Definisi

Adalah hasil interaksi antara seseorang dengan lingkungan, maka dalam

mempelajari perilaku perlu dipelajari juga hubungannya dengan lingkungan

(Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008). Lingkungan adalah segala sesuatu yang bisa

merangsang seseorang sehingga menimbulkan suatu tingkah laku yang terdiri

dari kumpulan respon. Lingkungan meliputi segala hal diluar diri sesorang

maupun dalam diri sesorang baik bersifat fisik maupun ide yang berpengaruh

dan menjadi sumber rangsangan dan bisa memunculkan suatu reaksi dan

respon. (Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008).

Dalam usaha memahami perilaku manusia, dipakai beberapa cara antara

lain obeservasi. Observasi adalah melihat perilaku orang lain dan mencari

penyebab atau latar belakang timbulnya perilaku tersebut. Observasi bisa

dilanjutkan dengan wawancara. Wawancara bisa dilakukan secara langsung

terhadap orang yang sedang diamati. Mempelajari perilaku seseorang dalam

kaitannya hubungan timbal balik dengan lingkungan bisa dilakukan dengan

observasi, wawancara, analogi, serta ikut merasakan dan intuisi.

2.6.2 Pembagian Perilaku

Dalam buku Psikologi Praktis (Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008), Perilaku

Gambar

Gambar 2.  Peta Penduduk Kabupaten Rembang 2014 .............................................
Gambaran Umum Kabupaten Rembang
Gambar 2.2 (Sumber data: BPS Kab. Rembang)
Tabel 3.1 Kerangka Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor perilaku apa saja yang berpengaruh terhadap penggunaan obat antihipertensi captopril pada pasien Puskesmas

permasalahan 1) Faktor-faktor Apa yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di Kabupaten Jember 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen rumah tangga

apotek sudah tepat, dimana tenaga kefarmasian di apotek yang melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi harus memberikan edukasi kepada pasien dengan memilihkan

Kesimpulan perilaku keluarga dalam swamedikasi untuk variabel pengetahuan dan sikap termasuk kategori baik sedangkan variabel yang mempengaruhi keluarga dalam swamedikasi obat

‘Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga dalam penggunaan obat tradisional sebagai swamedikasi di Desa Tuguharum Kecamatan Madang Raya’, Skripsi, Sarjana

Kajian dengan indikator perilaku, sebanyak 62.04% responden mengenal obat penggemuk badan, 37.96% responden mendapatkan informasi obat dari teman, 45.37% membeli di

Pemberian informasi obat di apotek, baik dalam pelayanan resep maupun pelayanan swamedikasi adalah hal yang sangat penting untuk memastikan pasien menggunakan obat

Perilaku Responden Terhadap Swamedikasi Obat Analgesik Perilaku Jumlah Kategori Pernyataan Tepat Pemilihan obat Memilih obat sakit kepala sesuai dengan jenis sakit kepala yang