UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERILAKU PASIEN SWAMEDIKASI OBAT ANTINYERI
DI APOTEK KABUPATEN REMBANG TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH
NIM: 1112102000094
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang saya kutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH
NIM : 1112102000094
Tanda tangan :
Tanggal : 25 Juli 2016
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH
NIM : 1112102000094
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016
Disetujui oleh:
Pembimbing I
Yardi, M.Si, Ph.D, Apt NIP: 197411232008011014
Pembimbing II
Karyadi, S.Kp, M.Kep. Ph.D NIP: 197109032005011007
Mengetahui,
Ketua Prorgam Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt NIP: 197404302005012003
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH
NIM : 1112102000094
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk melakukan memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Yardi, M.Si, Ph.D, Apt
Pembimbing II : Karyadi, S.Kp, M.Kep. Ph.D
Penguji : Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt
Penguji : Nelly Suryani, Ph.D, Apt
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 25 Juli 2016
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Name : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH
Program Studi : S-1 Farmasi
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016
Penggunaan obat nyeri atau analgesik sering digunakan bebas di pasaran, hal ini menyebabkan ketergantungan dan diperkirakan sebagai penyebab penyakit gagal ginjal kronis di masyarakat. Oleh sebab itu penggunaan obat perlu disertai dengan pengetahuan dan perilaku yang benar tentang obat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pasien swamedikasi obat antinyeri di apotek Kabupaten Rembang.
Penelitian ini menggunakan rancangan survei cross-sectional, dengan menggunakan purposive sampling (N=97). Data yang diperoleh dikumpulkan menggunakaan kuesioner terstruktur. Responden adalah pasien yang datang ke tiga apotek terpilih di Kabupaten Rembang yang sedang membeli dan akan menggunakan obat antinyeri. Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat (Uji Chi-Square).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki perilaku yang benar dalam menggunakan obat antinyeri (54.6%) dan perilaku yang salah dalam menggunakan obat antinyeri sebesar 45,4%. Ada hubungan antara perilaku swamedikasi obat antinyeri dengan Jenis kelamin (p=0,020), usia (p=0,046), dan pendidikan (p=0,047). Dilihat dari karakteristik responden menunjukkan bahwa perempuan lebih mendominasi penggunaan obat antinyeri secara swamedikasi sebesar 51,5%, usia diatas 30 tahun sebanyak 81,5%, dan pekerjaan terbanyak adalah petani sebesar 21,6%, pendidikan tertinggi ditempati responden dari kalangan SLTP/ MTs/ Sederajat 36,1%, dan 53,6% dengan penghasilan rendah. Obat yang digunakan oleh responden di tiga apotek Kabupaten Rembang tahun 2016 adalah Parasetamol 27,8%, Asam Mefenamat 21,7%, Piroksikam 18,6%, Natrium Diklofenak 12,4%, Methampiron 8,2%, Ibuprofen 7,1%, Kalium Diklofenak 2,1% dan Meloksikam 2,1%.
Kata kunci: perilaku pengobatan, swamedikasi, obat antinyeri.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : IKHDA KHULLATIL MARDLIYAH
Major : Bachelor’s Degree-Pharmacy
Tittle of Undergraduate Thesis
: The Affecting Factors of Patient Self-Medication Behaviors with Analgesic Drugs in Pharmacies Rembang 2016. medication patient in using analgesics drugs in Rembang Pharmacies 2016.
The study apllied a cross-secsional survey design, using purposive sampling (N=97). The data was collected using structures questionnaire. Respondents were patients who came to the three pharmacies selected in Rembang where they were buying and wouls use analgesics drugs. Analyzed using were univariate and bivariate analysis (Chi-Square test)
The results indicated that most of the respondents have the correct behavior in using analgesics drugs (54.6%) and incorrect behavior in using analgesics drugs 45,4%. There were relationship between Self-Medication Behaviors with Analgesic Drugs with sex (p=0,020), age (p=0,046), and education (p=0,047). According to the characteristics of the respondents, it ishowed that women dominated the use of analgesics drug with self Sodium Diclofenac 12.4%, Methampiron 8.2%, Ibuprofen 7.1%, Potassium Diclofenac 2.1% and 2.1% of Meloxicam.
Keyword: behaviors, self-medication, analgesic drugs.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan nikmat, rahmat, dan hidayahNya yang selalu diberikan kepada
hamba-hambaNya. Rasa syukur juga atas karunia yang selalu diberikan Allah SWT kepada
penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi karya tulis ilmiah ini dengan
baik. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW, Rosul akhir zaman, Sang pembawa ajaran abadi dan penunjuk
jalan lurus. Semoga dengan syafaatnya kita bisa selamat di akhirat nanti. Aamiin
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang banyak
membantu dalam menyukseskan penyusunan karya tulis ini. Ucapan terimakasih yang
dalam penulis tujukan kepada:
1. Allah SWT, yang selalu memberikan nikmat, rahmat, dan hidayatNya setiap
waktu kepada penulis serta memberikan pertolongan yang tak terduga.
2. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Yardi, M.Si, Ph.D, Apt selaku pembimbing satu yang selalu
membimbing penulis dari awal penelitian hingga akhir dengan iringan pikiran,
waktu, tenaga, dan motivasi yang berharga
5. Bapak Karyadi, S.Kep, M.Kep. Ph.D selaku pembimbing dua yang telah
membimbing dan memberi perhatian kepada penulis serta memberikan arahan
yang sangat penting kepada penulis.
6. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa pendidikan (PBSB)
secara penuh kepada penulis selama belajar di Program Studi Farmasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang yang telah mengizinkan penulis
melakukan penelitian di Daerah tersebut, beserta seluruh Pihak Apotek dan
masyarakat Rembang, Jawa Tengah.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8. Seluruh Dosen Farmasi dan Dosen luar Farmasi yang memberikan ilmu selama
penulis belajar di Farmasi dari semester satu hingga semester ini serta
memberikan motivasi belajar yang luar biasa.
9. Terkhusus untuk yang terkasih dan tercinta sejak lahir, Abah Nur Wahid Umar dan Ibu Siti Zahro’ di rumah Rembang yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi, materi, waktu, tenaga, dan segalanya yang memberikan
contoh laku baik serta menyukseskan penulis hingga saat ini.
10.Keluarga tercinta penulis, Mas Muhtar, Mbak Ifa, Mas Muid, Mbak Aan, Mas
Shohib, Mbak Liya, Mas Yauk, Mbak Fia, Mbak Nuning, Hibbat, Aisya, Ula,
Lina, dan Amira yang selalu memberikan dukungan, doa, dan keramahan
menunggu dan menyambut penulis setiap pulang kampung.
11.Bapak Dr.Muslich Idris, Lc, MA beserta keluarga yang telah menjadi bapak
dan keluarga saat penulis di perantauan, menjadi panutan, dan tempat kembali
yang menyejukkan di tengah hiruk-pikuk tugas kuliah.
12.Pondok Pesantren Luhur Sabilussalam, Prof. HD. Hidayat, MA, Seluruh
Ustadz, Warga Gang Bacang, Mahasantri Sabilussalam putra dan putri yang
telah memberikan siraman rohani setiap harinya dan motivasi untuk selalu
berbagi dan belajar setiap saat.
13.Sahabat CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, CSSMoRA Nasional,
CSSMoRA angkatan 2012, DP3M CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pengurus BEMProdi Farmasi 2013-2015, Pengurus DEMA FKIK
2015-2016, Sahabat/i PMII Komfakkes, Pengurus KMPLS 2014-2016, Tim
Jurnalistik KMPLS, Tim BERITA UIN Online yang tak hentinya memberikan
pelajaran dan strategi dalam organisasi dan kehidupan.
14.Sahabat Farmasi angkatan 2012 yang selalu menemani penulis selama 4 tahun
yang selalu memberikan warna hidup yang nyata.
15.Sahabat CSS Farmasi 2012 ‘Wisuda 2016’ (Zulfa, Fakhrun, Niha, Eha, Amel, Anis, Nuha, Nana, Ghilman) yang selalu menjadi tempat terindah ditengah
kejenuhan kehidupan Ciputat.
16.Sahabat Angkatan 2013 ‘Istiqomah’ Pesantren Luhur Sabilussalam, Aa, Teteh, Dedek, Arin dan Aay yang sangat istimewa bagi penulis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 17.Sahabat-sahabat bermain dari SD hingga MA di Sedan Rembang, yang selalu
setia menunggu dan menjadi tempat terindah saat pulang kampung.
18.Seorang terkasih, sketsa yang belum selesai yang selalu mendoakan di setiap
keadaan penulis, semoga kau baik-baik saja.
Penulis berharap agar karya tulis ini dapat berguna nantinya, baik
sebagai informasi data, bahan pustaka atau rujukan serta menambah wawasan dan
informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
Demikian paparan kata pengantar dari Penulis dan penulis memohon
maaf apabila terdapat kekurangan, dan kesalahan dalam penulisan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 25 Juli 2016
Penulis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademika Uinversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ikhda Khullatil Mardliyah
NIM : 1112102000094
Program Studi : S-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui karya ilimiah saya, dengan judul:
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien Swamedikasi Obat Antinyeri di Apotek Kabupaten Rembang Tahun 2016
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 25 Juli 2016
Yang Menyatakan,
(Ikhda Khullatil Mardliyah)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB 1PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Pertanyaan Penelitian ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 5
BAB 2LANDASAN TEORI ... 7
2.1 Swamedikasi ... 7
2.1.1 Definisi ... 7
2.1.2 Syarat Swamedikasi ... 7
2.1.3 Penghentian Swamedikasi ... 7
2.1.4 Penggolongan obat Swamedikasi ... 7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.5 Peran Apoteker dalam Swamedikasi ... 9
2.1.6 Keuntungan Swamedikasi ... 10
2.1.7 Kerugian Swamedikasi ... 11
2.1.8 Swamedikasi yang Aman ... 11
2.2 Obat Analgetika ... 13
2.2.1 Definisi ... 13
2.2.2 Indikasi ... 14
2.2.3 Resep Obat analgetik ... 14
2.3 Apotek ... 19
2.3.1 Definisi ... 19
2.3.2 Pelayanan Kefarmasian di Apotek ... 19
2.4 Apoteker ... 23
2.4.1 Definisi ... 23
2.4.2 Perkembangan Pekerjaan Kefarnasian ... 24
2.4.3 Peran apoteker di Apotek ... 24
2.5 Gambaran Umum Kabupaten Rembang ... 25
2.5.1 Letak Geografis ... 25
2.5.2 Topografi Daerah ... 25
2.5.3 Geologi dan Iklim ... 25
2.5.4 Kependudukan ... 26
2.6 Perilaku ... 27
2.6.1 Definisi ... 27
2.6.2 Pembagian Perilaku ... 27
BAB 3KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 29
3.1 Kerangka Konsep ... 29
3.2 Definisi Operasional ... 30
3.3 Hipotesis ... 32
BAB 4METODE PENELITIAN ... 33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1 Desain Penelitian ... 33
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
4.3 Populasi dan Sampel ... 33
4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 35
4.5 Metode Pengumpulan Data ... 35
4.6 Alur Penelitian ... 39
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 40
4.8 Pengolahan Data ... 41
4.9 Analisis Data ... 42
4.10 Etika Penelitian ... 42
BAB 5HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
5.1 HASIL PENELITIAN ... 44
5.1.1 Karakteristik Responden ... 44
5.1.2 Perilaku Swamedikasi ... 48
5.1.3 Rasionalitas Obat Swamedikasi ... 50
5.2 PEMBAHASAN ... 53
5.2.1 Keterbatasan Penelitian ... 54
5.2.2 Karakteristik Responden ... 55
5.2.3 Perilaku Swamedikasi ... 61
5.2.4 Raionalitas Obat Swamedikasi ... 63
5.2.5 Jumlah Pengguna Swamedikasi Obat Antinyeri ... 67
BAB 6PENUTUP ... 72
6.1. KESIMPULAN ... 72
6.2. SARAN ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
LAMPIRAN ... 80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Kerangka Konsep ... 29
Tabel 3.2. Definisi Operasional ... 30
Tabel 5.1. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44
Tabel 5.2. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44
Tabel 5.3. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ... 45
Tabel 5.4. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Usia ... 45
Tabel 5.5. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Bidang Pekerjaan ... 45
Tabel 5.6. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Bidang Pekerjaan ... 46
Tabel 5.7. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 46
Tabel 5.8. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Pendidikan ... 47
Tabel 5.9. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan ... 48
Tabel 5.10. Distribusi Responden tentang Perilaku Berdasarkan Penghasilan ... 48
Tabel 5.11. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Swamedikasi ... 49
Tabel 5.12. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Sumber Informasi tentang Swamedikasi ... 49
Tabel 5.13. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Alasan Penggunaan Obat Swamedikasi ... 49
Tabel 5.14. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Obat ... 50
Tabel 5.15. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan Kebiasaan Menyimpan Obat di Rumah ... 50
Tabel 5.16. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan perilaku pemakaian obat antinyeri secara swamedikasi ... 50
Tabel 5.17. Distribusi dan Frekuensi Responden berdasarkan perilaku kerasionalan obat antinyeri secara swamedikasi ... 51
Tabel 5.18. Distribusi dan Frekuensi Obat antinyeri secara swamedikasi ... 51
Tabel 5.19. Distribusi dan Frekuensi Obat antinyeri yang digunakan masyarakat ... 52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur penduduk Kabupaten Rembang 2014 ... 26
Gambar 2. Peta Penduduk Kabupaten Rembang 2014 ... 27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 80
Lampiran 2. Surat Izin melakukan penelitian di Apotek Kabupaten Rembang dari kantor kesatuan bangsa, politik & perlindungan masyarakat ... 81
Lampiran 3. Surat Izin melakukan penelitian di Apotek Kabupaten Rembang dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang ... 82
Lampiran 4. Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek A ... 83
Lampiran 5. Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek B ... 84
Lampiran 6. Surat Keterangan melakukan Penelitian dari apotek C ... 85
Lampiran 7. Uji Reliabilitas 1 ... 86
Lampiran 8. Uji Reliabilitas 2 ... 88
Lampiran 9. Hasil Pengolahan Data ... 90
Lampiran 10. Kuesioner Penelitian 1 ... 100
Lampiran 11. Kuesioner Penelitian 2 ... 104
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat nyeri atau analgesik sering digunakan bebas di pasaran, hal ini
menyebabkan ketergantungan dan diperkirakan sebagai penyebab penyakit
gagal ginjal kronis di masyarakat saat tahun 1900an (WHO, 2000).
Penggunaan obat nyeri paling banyak dikonsumsi oleh wanita karena
dibutuhkan setiap bulannya untuk mengurangi rasa nyeri haid dan
menyebabkan salah satu penyebab gagal ginjal kronis (Sohar E.Ali, 2010).
Prevalensi penggunaan obat nyeri dengan kondisi pengobatan sendiri
(swamedikasi) dilaporkan sebanyak 39,4%. Penyakit nyeri juga dihubungkan
dengan penyebab mordibitas populasi orang dewasa di dunia sebanyak
10-30% populasi dan laporan terbaru menunjukkan hingga 50% (Pilar Carasso,
et.al, 2014).
Di Indonesia sendiri perilaku pengobatan sendiri sudah memiliki nilai yang
cukup besar. Salah satu ciri adanya swamedikasi adalah dengan perilaku
Rumah Tangga yang menyimpan obat untuk pengobatan diri sendiri. Dimana
data menunjukkan sebesar 35,2% rumah tangga telah menyimpan obat untuk
swamedikasi. Prakteknya terdapat obat keras, obat bebas, antibiotika, obat
tradisional dan obat-obat yang tidak teridentifikasi. Dengan adanya obat keras
dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan adanya penggunaan obat
yang tidak rasional (Riskesdas, 2013).
Penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa ada sejumlah 70,7% siswa
perempuan menyimpan obat swamedikasi yang dibelinya dari apotek.
Penyimpanan ditempatkan dalam rak-rak, laci, dan kulkas. (Sohar, E.Ali,
2010).
Penggunaan pengobatan sendiri ini harus mengikuti prinsip penggunaan
obat secara umum yaitu penggunaan obat aman dan rasional. Sebagai seorang
profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, apoteker mempunyai peran
yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada
masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi agar pasien dapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melakukannya secara bertanggung jawab (Binfar, 2007). Dalam penggunaan
obat bebas dan obat bebas terbatas, apoteker memiliki dua peran yang sangat
penting yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat
dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan
konseling kepada pasien agar obat bisa digunakan secara aman, tepat, dan
rasional (Binfar, 2007).
Pelayanan pengobatan swamedikasi di DKI Jakarta tahun 2003
menunjukkan 100% pelayanan swamedikasi dilakukan oleh Asisten Apoteker
(AA) dan bukan dilaksanakan oleh Apoteker. Data lain menunjukkan bahwa
hanya 5,9% pelayanan swamedikasi yang terdokumentasi di apotek serta
hanya 5% Apoteker yang memberikan informasi kerasionalan obat terkait
swamedikasi (Angki Purwanti, 2004).
Sebanyak 84,8% obat yang digunakan masyarakat di daerah Romania tidak
diberikan langsung oleh profesional kesehatan, sehingga hal ini memicu
kesalahan dalam penggunaan obat dan ketidakrasionalan obat tersebut. (Ioana
Dana Alexa, et.al, 2014).
Fenomena yang terjadi dalam masyarakat adalah seringnya masyarakat
menggunakan obat sendiri dengan informasi yang didapatkannya sendiri atau
informasi yang didapatkan dari internet. WHO mencatat bahwa tertanggal 7
Mei 2000 terdapat penelusuran obat over-the-counter (OTC) sebanyak 16.966
di Yahoo dan 244.546 di Web Browser yang dilakukan oleh masyarakat dunia.
(WHO, 2000).
Dalam perilaku swamedikasi hanya penyakit-penyakit ringan yang
diberikan perlakuan swamedikasi seperti sakit kepala, batuk, pilek, demam,
menggigil, flu, sakit perut, alergi, diare, konstipasi, nyeri, dan infeksi fungi
(Abdul Nazer Ali et al, 2012).
Salah satu yang terpenting adalah penyakit nyeri, dalam penelitian yang
dilakukan Corin Nur Syeima tahun 2009 menyebutkan bahwa penggunaan
obat nyeri secara rasional di masyarakat RW 08 Kelurahan Pisangan Barat,
Ciputat adalah sebesar 60,2%. (Corin Nur Syeima, 2009). Penelitian lain yang
dilakukan oleh Puji Pratiwi Ningrum tahun 2014 menyebutkan bahwa
pengetahuan tentang Swamedikasi obat antiinflamasi nonsteroid oral pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Obat nyeri yang sering digunakan dalam swamedikasi adalah untuk
mengobati nyeri sakit kepala yaitu sebesar 51,6%, diikuti batuk, nyeri otot,
kesleo, kelelahan, sakit pinggang, dan nyeri lainnya (Sadia Amin, et al. 2014).
Penelitian penggunaan obat keras tanpa resep dokter secara swamedikasi
pernah dilakukan, salah satunya adalah obat antibiotik, yang menunjukkan
73,33% pembelian obat antibiotik tanpa resep dilakukan karena menginginkan
hasil yang baik dalam pengobatan karena keberhasilan pengobatan terdahulu
yang memberikan efek yang baik juga (Beatrix, 2013).
Suatu penelitian di Kroasia menyebutkan bahwa pengobatan sendiri masih
tergolong besar terutama pengobatan menggunakan NSAID. Sebagaimana
penelitian yang dilakukan di Sudan, Nepal, dan Jordan, keseluruhan obat yang
sering digunakan dalam praktek swamedikasi adalah obat analgesik,
antiinflamasi dan antibiotik (Ioana Dana Alexa, et.al, 2014).
Nyeri tersebar di banyak kalangan usia, salah satunya adalah nyeri sendi,
nyeri sendi berdasarkan wawancara yang didiagnosis tenaga kesehatan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, demikian juga pada diagnosis
tenaga kesehatan. Prevalensi tertinggi ada pada usia >75 tahun (33% dan
54,8%). Selanjutnya prevalensi tertinggi ada pada perempuan sebesar 27,5%
dibandingkan laki-laki sebesar 21,8% serta lebih tinggi terjadi di pedesaan
daripada perkotaan dengan prevalensi (13,8%) (Riskesdas, 2013).
Pemilihan apotek di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah sebagai tempat
penelitian adalah karena sulit didapatkannya data tentang penyakit nyeri serta
kecenderungan wilayah disana yang kebanyakan dataran rendah yaitu sebesar
46,39% dengan pekerjaan terbesarnya sebagai petani yang memanfaatkan
sumber daya alam seperti tegalan dan sawah (PemKab Rembang, 2014). Hal
ini sesuai dengan hasil riskesdas yang mengemukakan bahwa status pekerjaan
tertinggi yang berpotensi dalam menderita penyakit nyeri adalah dengan
pekerjaan petani/ nelayan/ buruh yaitu sebesar 15,3%. Selain itu Jawa Tengah
menjadi 12 daerah terbesar di Indonesia yang memiliki penderita diagnosis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Perumusan Masalah
Tingginya tingkat penggunaan obat swamedikasi oleh masyarakat
berdasarkan data riskesdas (2013) adalah sebesar 35,2%. Masyarakat banyak
melakukan swamedikasi seperti sakit kepala, batuk, pilek, demam, menggigil,
flu, sakit perut, alergi, diare, konstipasi, nyeri, dan infeksi fungi (Abdul Nazer
Ali et al, 2012). Penelitian di Kroasia menyebutkan bahwa pengobatan sendiri
masih tergolong besar terutama pengobatan menggunakan NSAID (Ioana
Dana Alexa, et.al, 2014). Apabila penggunaan obat antinyeri terutama
penggunaan NSAID dilakukan secara bebas akan menimbulkan penyakit gagal
ginjal kronis dan ketergantungan (Sohar E.Ali, 2010). Prevalensi penderita
nyeri banyak ditemukan di daerah pedesaan (13,8%) dengan profesi petani,
buruh, dan nelayan (Riskesdas, 2013).
Banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam menggunakan obat
swamedikasi, antara lain harga yang terjangkau dan kemudahan akses untuk
mendapatkan, serta rendahnya penyampaian informasi oleh apoteker tentang
swamedikasi yaitu sekitar 5% di Jakarta (Angki Purwanti, 2010) dan 84,8% di
Romania (Ioana Dana Alexa, 2012).
Berdasarkan faktor tersebut maka peneliti ingin meneliti faktor perilaku
yang mempengaruhi pasien dalam menggunakan obat swamedikasi antinyeri
yang bertempat di Apotek Kabupaten Rembang.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Apa yang mempengaruhi masyarakat dalam penggunaan obat antinyeri
secara swamedikasi di Apotek Kabupaten Rembang?
2. Bagaimana perilaku pasien tentang penggunaan obat swamedikasi secara
umum di apotek Kabupaten Rembang?
3. Berapa jumlah penggunaan swamedikasi obat anti nyeri di apotek
Kabupaten Rembang?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi perilaku pasien swamedikasi obat antinyeri di apotek
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Tujuan Khusus:
1. Mengidentifikasi gambaran kalangan masyarakat pengguna obat
antinyeri secara swamedikasi di Apotek Kabupaten Rembang
2. Mengetahui perilaku pasien tentang penggunaan obat swamedikasi secara
umum di Apotek Kabupaten Rembang
3. Mengidentifikasi jumlah penggunaan swamedikasi obat anti nyeri di
apotek Kabupaten Rembang
1.5 Manfaat Penelitian
1. Untuk Masyarakat
Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan dan perilaku
mengenai penggunaan obat analgesik sebagai obat swamedikasi.
2. Untuk Apoteker
Dengan adanya hasil penelitian ini bisa menjadi pengingat apoteker untuk
melakukan fungsinya sebagai penjamin efikasi obat, keamanan obat, kualitas
obat, keterjangkauan dan ketersediaan obat untuk pasien.
3. Untuk Institusi Pendidikan Farmasi
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dalam pengembangan
kurikulum farmasi komunitas serta menjadi dasar untuk farmasi komunitas
serta bisa menjadi masukan dalam program pemberian pendidikan kesehatan
kepada masyarakat tentang pentingnya perilaku swamedikasi menggunakan
obat antinyeri secara aman dan rasional.
4. Untuk Peneliti
Penelitian ini memberikan ilmu, pengetahuan, dan pengalaman selama proses
penelitian dan diharapkan menjadi rujukan informasi untuk peneliti
selanjutnya atau untuk dunia pendidikan terkait perilaku swamedikasi obat
antinyeri.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan desain studi cross-sectional dan metode
pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer yang
bersumber dari kuesioner yang dibagikan langsung kepada pasien yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kuesioner berisi identitas karakteristik responden, profil swamedikasi dan
perilaku swamedikasi. Responden pada penelitian ini adalah masyarakat yang
datang di apotek yang sedang dan akan menggunakan obat antinyeri secara
swamedikasi. Penelitian ini dimulai bulan Maret-April 2016 di tiga apotek di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Swamedikasi 2.1.1 Definisi
Swamedikasi atau sering disebut self-medication adalah pemilihan
penggunaan obat sendiri untuk mengobati atau mengendalikan penyakit dan
gejala penyakit (WHO, 1998). Banyak pendapat lain yang mengemukakan
tentang swamedikasi yaitu kegiatan mendapatkan dan mengkonsumsi obat
tanpa nasehat, diagnosis, perawatan, dan pemantaun dari dokter (Abdul
Nazer Ali et.al, 2012). Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi
keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang sering terjadi di kalangan
masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag,
cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (BPOM, 2014).
2.1.2 Syarat Swamedikasi
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam swamedikasi menurut
WHO adalah penyakit yang diderita adalah penyakit dan gejala ringan yang
tidak diperlukan untuk datang ke dokter atau tenaga medis lainnya. Selain itu
obat yang dijual adalah obat golongan over-the-counter (OTC). (WHO, 2000)
2.1.3 Penghentian Swamedikasi
Pengobatan swamedikasi menurut BPOM, 2014 harus dihentikan bila:
1. Timbul gejala lain seperti pusing, sakit kepala, mual dan muntah
2. Terjadi reaksi alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan pada kulit
3. Salah minum obat atau minum obat dengan dosis yang salah
2.1.4 Penggolongan obat Swamedikasi
Banyak obat yang biasanya digunakan dalam swamedikasi. Kelas obat
yang digunakan swamedikasi adalah obat seperti Parasetamol, NSAID,
antibiotik, sirup batuk, antasida, obat kulit, obat herbal, dan antihelmentik.
Obat yang digunakan dalam swamedikasi adalah obat yang digunkaan untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengobati penyakit ringan (Shanker, 2002). Menurut SI.Sharif et al (2015),
obat yang umumnya dibeli oleh masyarakat di komunitas farmasi di Uni
Emirat Arab adalah obat golongan pereda nyeri, vitamin dan mineral,
antihistamin, antasida, dan dekongestan (Sulaiman I. Sharif, et.al, 2015)
Obat yang beredar di pasaran dikelompokkan menjadi 5 (lima) golongan.
Masing-masing golongan mempunyai kriteria dan mempunyai tanda khusus.
Sedangkan di BPOM disebutkan bahwa tidak semua obat dapat digunakan
untuk swamedikasi, hanya golongan obat yang relatif aman yaitu golongan
obat bebas dan obat bebas trerbatas.
1. Obat Bebas
Adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Terdapat ciri yang
terlihat di kemasan dan etiket obat yaitu lingkaran hijau (TC 396) dengan
garis tepi berwarna hitam contoh obat bebas ini adalah Simetikon .
2. Obat Bebas Terbatas
Tanda peringatan obat bebas terbatas selalu tercantum pada kemasan obat
bebas terbatas, bentuknya persegi panjang dengan huruf berwarna putih
dan latar atau dasarnya berwarna hitam, dengan ukuran panjang x lebar Hanya untuk bagian luar dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.5 Peran Apoteker dalam Swamedikasi
Apoteker memiliki tanggungjawab besar atas keberhasilan pengobatan
sendiri yang dilakukan masyarakat. Dalam penelitian menyatakan bahwa
masyarakat hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang pengobatan sendiri
dan untuk mencegah dan mengurangi masalah pengobatan ini, maka pasien
bisa bertanya kepada apoteker yang ada dalam farmasi komunitas (apotek)
untuk bisa memberikan informasi dan edukasi terkait penggunaan obat terkait
dan meningkatkan keamanan pemberian obat bebas ke masyarakat.
(U.Sushita et.al , 2012)
Dijelaskan dalam WHO (1998) bahwa ada beberapa fungsi apoteker
dalam pengobatan swamedikasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Komunikator
a. apoteker harus memulai dialog dengan pasien (terkadang juga dokter
pasien jika dibutuhkan) untuk mendapatkan riwayat pengobatan yang
cukup
b. jika memesan harus menanyakan kondisi tempat tinggal pasien agar
bisa mengetahui kondisi dan informasi yang relevan
c. apoteker harus mempersiapkan kelengkapan untuk melakukan
scrining untuk kondisi dan penyakit khusus tanpa adanya intervensi
dari obat yang diinginkan pasien
d. apoteker harus menyediakan informasi yang objektif tentang obat
e. apoteker harus mampu memberikan tambahan informasi tentang obat
untuk meningkatkan kepuasan pasien
f. apoteker harus mampu membantu menjalankan pengobatan pasien
ketika dibutuhkan oleh pasien, atau kembali menjelaskan tentang
nasehat pengobatan pasien
g. apoteker harus percaya diri dalam mencaritahu kondisi pasien secara
detail
2. Sebagai Supplier Kualitas Obat
a. apoteker harus memastikan bahwa produk yang dia beli adalah
berkualitas baik dan memiliki sumber yang baik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Sebagai Pelatih dan Pengamat
a. memastikan kualitas pelayanan yang up to date, apoteker harus
didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan
profesional seperti pendidikan yang berkelanjutan
b. apoteker yang dibantu oleh staf non-apoteker harus memastikan
bahwa staf yang dimiliki memiliki standar yang sesuai dengan yang
ditetapkan
4. Sebagai Kolaborator
a. harus bisa berkolaborasi dengan pelayan kesehatan yang lain, asosiasi
profesional lain, industri farmasi, pemerintah lokal dan nasional,
pasien dan masyarakat umum.
5. Sebagai Promotor Kesehatan
a. ikut serta dalam skrining pasien untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan dan itu bisa menjadi risiko di komunitas masyarakat
b. berpartisipasi dalam kampanye promosi kesehatan untuk
meningktakan kewaspadaan terkait isu kesehatan dan pencegahan
penyakit
c. meningkatkan nasehat secara individu untuk membantu memberikan
informasi pemilihan kesehatan.
Selain beberapa tugas apoteker diatas, biasanya dalam beberapa
negara berkembang, jumlah apoteker di masyarakat sangat sedikit
sehingga susah untuk mendapatkan informasi dari apoteker. Untuk itu,
apoteker bisa melakukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain untuk
bisa melakukan pelatihan dan orientasi di masyarakat sehingga bisa
mendukung kegiatan dan tugas apoteker dalam kegiatan swamedikasi.
(WHO, 1998)
2.1.6 Keuntungan Swamedikasi
Menurut WHO Drug Information Vol.14, (2000) keuntungan melakukan
swamedikasi sebagai berikut:
a. memberikan fasilitas untuk bisa mendapatkan obat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta c. memudahkan masyarakat mendapatkan obat tanpa harus datang ke
dokter umum atau spesialis
2.1.7 Kerugian Swamedikasi
Menurut WHO Drug Information Vol.14, (2000) kerugian swamedikasi
sebagai berikut:
a. terjadinya interaksi obat swamedikasi dengan obat lainnya
b. tidak diperhatikannya kontraindikasi obat dengan kondisi pasien seperti
hamil, menyusui, penggunaan untuk anak-anak, pengemudi, kondisi
bekerja, konsumsi alkohol, atau lainnya.
2.1.8 Swamedikasi yang Aman
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan swamedikasi
adalah tentang keamanan obat itu sendiri. Dalam melakukan swamedikasi
dengan benar, masyarakat perlu mengetahui informasi yang jelas dan
terpercaya mengenai swamedikasi tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan
menurut BPOM (2014) adalah sebagai berikut:
1. Mengenali kondisi ketika akan melakukan swamedikasi
Dalam praktek swamedikasi, kondisi pasien harus diperhatikan
dengan baik, beberapa kondisi pasien tersebut adalah kehamilan atau
rencana ingin hamil, menyusui, usia baik lansia atau balita, keadaan diet
khusus, konsumsi obat dan suplemen makanan lain, gangguan masalah
kesehatan baru yang berbeda dengan gangguan masalah saat ini serta
mendapatkan pengobatan dari dokter.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah kondisi pasien ibu
hamil, dalam kondisi hamil pemilihan obat harus dilakukan secara
hati-hati, karena beberapa jenis obat dapat memberikan pengaruh yang tidak
diinginkan pada janin. Beberapa jenis obat juga disekresikan kedalam air
susu ibu, meskipun kadarnya sedikit namun tetap akan berpengaruh
kepada bayi dalam kandungan ibu hamil tersebut. Pemilihan jenis obat
untuk pasien yang sedang melakukan diet khusus juga perlu diperhatikan
hal ini berpengaruh pada kandungan zat aktif obat, misalnya obat bentuk
sirup yang umumnya berbahan dasar gula dalam kadar cukup tinggi harus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Melihat hal tresebut, sangat diperlukan pengamatan kondisi pasien
sebelum dilakukan praktek swamedikasi agar tak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan yaitu dengan membaca peringatan atau perhatian yang
tertera pada label atau brosur dalam obat bisa dilakukan untuk
mengetahui cara penggunaan obat yang benar sesuai kondisi pasien.
2. Memahami bahwa ada kemungkinan interaksi obat
Banyak obat dapat berinteraksi dengan obat lainnya atau berinteraksi
dengan makanan dan minuman. Untuk menghindari hal tersebut maka
nama obat dan zat aktif obat perlu dikenali ketika hendak dikonsumsi dan
ditanyakan langsung kepada apoteker di apotek mengenai ada tidaknya
interaksi obat-obat tersebut.
Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan maka membaca aturan
pakai dalam kemasan atau label obat sangat penting.
3. Mengetahui obat-obat yang digunakan untuk swamedikasi
Golongan obat yang digunakan untuk swamedikasi hanyalah obat
bebas dan obat bebas terbatas. Obat bebas ditandai dengan logo warna
hijau dengan garis tepi hitam dan logo obat bebas terbatas adalah logo
lingkaran warna biru dengan garis tepi hitam. Logo obat biasanya ada di
kemasan atau etiket obat.
4. Mewaspadai efek samping yang mungkin terjadi
Efek obat tidak hanya memberikan efek farmakologi, tapi terkadang
memberikan efek yang tidak diinginkan atau disebut dengan efek
samping obat. Efek samping yang ditimbulkan oleh suatu obat terkadang
tidak perlu dilakukan tindakan medis untuk mengatasinya, namun
beberapa obat perlu diperhatikan secara lebih penanganannya. Beberapa
efek yang sering timbul antara lain reaksi alergi, gatal-gatal, ruam,
mengantuk, mual, muntah dan sebagainya. Efek samping tidak semua
terjadi pada individu, terkadang ada individu yang bisa mentolelir efek
samping obat. Untuk mencegah terjadinya efek samping yang lebih parah
maka sebaiknya dilakukan penghentian obat dan segera dikonsultasikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5. Meneliti obat yang akan dibeli
Pada saat pembelian obat, yang perlu diperhatikan lainnya adalah
melihat keadaan sediaan dan kemasan obat.
6. Mengetahui cara penggunaan obat yang benar
Penggunaan obat bisa dikatakan benar jika sebelumnya telah
membaca aturan sesuai dengan petunjuk yang tertera pada label. Tujuan
membaca petunjuk pada label ini adalah agar jangka waktu terapi sesuai
anjuran dan memberikan efek yang baik. Apabila tidak timbul efek yang
diinginkan maka dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter dan
tenaga medis lainnya. Cara penggunaan obat juga harus diperhatikan
bentuk sediaannya, karena jenis obat bermacam-macam.
7. Mengetahui cara penyimpanan obat yang baik
Penyimpanan obat akan berpengaruh kepada potensi obat. Sebagai
contoh sediaan oral seperti tablet, kapsul dan serbuk tidak boleh disimpan
dalam tempat lembab, karena menimbulkan pertumbuhan bakteri dan
jamur. Dalam penyimpanan obat harus diperhatikan juga tanggal
kadaluarsa obat.
2.2 Obat Analgetika 2.2.1 Definisi
Analgetika sering disebut dengan obat penghalang nyeri adalah zat-zat
yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
(Tan Hoan Tjay, 2010). Obat analgetik tanpa resep umumnya sangat efektif
untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang untuk nyeri jenis somatik pada
kulit, otot, lutut, rematik dan pada jaringan lunak lainnya, serta nyeri haid dan
sakit kepala. Tetapi produk obat nyeri ini tidak begitu efektif untuk nyeri
viseral. (Corin Nur Syeima, 2010)
Ada tiga kelas analegtik tanpa resep yang saat ini beredar di pasaran,
yaitu golongan parasetamol, golongan salisilat, dan golongan asam propionat.
Obat-obat tersebut tersedia dalam berbagai merk dan sebagai obat generik
yang biasanya dikombinasikan dengan tambahan bahan seperri kafein dan
banyak digunakan dalam komposisi obat batuk, pilek, atau flu (Corin Nur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2 Indikasi
Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan
dalam tubuh, sebagai contohnya adalah peradangan, kejang otot, dan infeksi.
Contoh nyeri yang sering terjadi adalah nyeri karena sakit kepala, nyeri haid,
nyeri karena sakit gigi. Obat yang biasanya digunakanpun adalah obat yang
mengurangi nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien (Dekes RI, 2007).
Beberapa penyebab adanya nyeri ketika terjadi rangsangan pada ujung
saraf karena kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh:
1. Trauma seperti benda tajam, benda tumpul, bahan kimia
2. Proses infeksi atau peradangan
(Depkes RI, 2007)
Rasa nyeri yang disebabkan rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis
dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan ini yang memicu
pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri seperi histamin,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Seluruh mediator ini akan
merangsang reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan
lain yang akan menimbulkan reaksi radang dan kejang-kejang (Tan Hoan
Tjay, 2010).
2.2.3 Resep Obat analgetik
Penggolongan oabt analgetika berdasarkan kerja farmakologisnya dibagi
dalam dua kelompok besar, yaitu:
a. Analgetik perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral, sebagai contoh adalah
analgetika antiradang. Cara kerja jenis obat ini yaitu merintangi
terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer.
Penggunaan obat ini tidak menimbulkan ketagihan dan terkadang
memberikan daya antipiretis dan antiradang, biasa diberikan untuk obat
nyeri ringan hingga sedang dengan penyebab yang beranekaragam seperti
nyeri kepala, sendi, otot, gigi, perut, nyeri haid, benturan, dan kecelakaan
(Tan Hoan Tjay, 2010). Golongan Analgetik perifer memiliki beberapa
efek samping yaitu gangguan lambung-usus, kerusakan darah, hati dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dosis yang tinggi. Maka dari itu penggunaan dalam waktu terus-menerus
tidak dianjurkan. Pada wanita hamil dan menyusui obat analgetika yang
aman digunakan hanyalah parasetamol sedangkan asetosal, salisilat,
NSAID, dan metamizol dapat mengganggu perkembangan janin sehingga
perlu dihindari (Tan Hoan Tjay, 2010).
b. Analgetika narkotik yang khusus digunakan untuk menghilangkan rasa
nyeri hebat seperti dalam fraktur dan kanker. Cara kerja obat ini adalah
memblokir pusat nyeri di SSP dengan anestesi umum (Tan Hoan Tjay,
2010). Analgetika narkotik disebut juga opioida yang memiliki kerja
mirip opioid dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor
opioid yang khas di SSP, hingga persepsi dan respon emosional terhadap
nyeri berkurang.
Tangga analgetika menurut WHO ada tiga kelas, yaitu:
1. Non-opioida: NSAID’s, termasuk asetosal, parasetamol dan kodein
2. Opioida lemah: d-propoksifen, tramadol dan kodein, atau kombinasi
parasetamol dengan kodein
3. Opioda kuat: morfin dan derivatnya serta opioda sintesis.
Efek samping yang ditimbulkan anlgetika narkotik adalah supresi
SSP (sedasi, menekan pernafasan dan batuk, miosis, hipotermia,
perubahan mood), saluran nafas (bronkokontriksi, pernafasan menjadi
dangkal dan menurun frekuensinya), sistem sirkuasi (vasodilatasi
perifer), saluran cerna (motilitas berkurang), saluran uroginetal, histamin
liberator, kebiasaan atau reaksi adiksi pada penggunaan lama.
Untuk wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan untuk meminum
obat golongan ini karena opioda dapat melintasi plasenta dan jika
diberikan terus-menerus akan merusak janin dan menjadikan depresi
pernafasan serta lambat dalam persalinan (Tan Hoan Tjay, 2010).
Hal yang dapat dilakukan dengan munculnya nyeri adalah:
1. Tetap aktif dan fokus dalam pekerjaan
2. Menggunakan air hangat untuk kompres bagian yang nyeri
3. Menggunakan obat penghilang nyeri
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sedangkan beberapa obat yang dapat digunakan sebagai obat nyeri
dengan pengobatan sendiri antara lain Ibuprofen, Parsetamol, dan Aspirin
(asetosal) (Depkes RI, 2007)
1. Ibuprofen
a. Kegunaan Obat
menekan rasa nyeri dan radang, misalnya jika terjadi sakit
dismenorea primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit kepala, nyeri
paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.
b. Hal yang harus diperhatikan
1) Penggunaan obat dengan dosis tepat
2) Perlu diperhatikan untuk penderita gangguan fungsi hati,
ginjal, gagal jantung, asma dan bronkospasme
3) Perlu diperhatikan untuk pasien yang menggunakan obat
Hipoglisemi, Metotreksat, Urikosurik, Kumarin, Antikoagulan,
Kortikosteroid, Penisilin dan Vitamin C.
4) Tidak diperkenankan meminum obat ini dengan alkohol secara
bersamaan karena akan meningkatkan risiko perdarahan pada
saluran cerna.
c. Kontraindikasi
1) Pasien dengan penyakit tukak lambung dan duodenum (ulkus
peptikum) aktif
2) Pasien alergi Asetosal dan Ibuprofen
3) Pasien polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk
tonjolan pada hidung)
4) Kehamilan tiga bulan terakhir
d. Efek samping
1) Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah,
konstipasi, diare, nyeri lambung hingga perdarahan
2) Ruam kulit, bronkospasme, trombositopenia
3) Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat
dihentikan
4) Gangguan fungsi hati
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6) Anemia kekurangan zat besi
e. Bentuk sediaan
1) Tablet 200 mg
2) Tablet 400 mg
f. Aturan pakai
1) Dewasa: 1 tab 200 mg, 2-4 kali sehari. Diminum setelah makan
2) Anak: 1-2 tahun, ¼ tablet 200 mg, 3-4 kali sehari
3-7 tahun, ½ tablet 500 mg, 3-4 kali sehari
8-12 tahun, 1 tablet 500 mg, 3-4 kali sehari
Tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7
kg.
2. Parasetamol
a. Kegunaan obat
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan menurunkan demam
b. Hal yang harus diperhatikan
1) Dosis yang diberikan harus tepat, tidak boleh berlebihan karena
jika berlebihan akan menimbulkan gangguan fungsi hati dan
ginjal
2) Sebaiknya diminum setelah makan
3) Menghindari penggunaan campuran obat demam lain karena
dapat menimbulkan overdosis
4) Menghindari penggunaan bersamaan dengan alkohol karena
akan meningkatkan risiko gangguan fungsi hati
5) Mengkonsultasikan ke dokter atau apoteker untuk pesien
penderita gagal ginjal
c. Kontraindikasi
1) Pasien gangguan fungsi hati
2) Pasien penderita alergi obat Parasetamol
3) Pecandu alkohol
d. Bentuk sediaan
1) Tablet 100 mg
2) Tablet 500 mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta e. Aturan pakai
1) Dewasa: 1 tab (500 mg) 3-4 kali sehari, setiap 4-6 jam
2) Anak:
0-1tahun, ½-1 sendok teh sirup, 3-4 kali sehari setiap 4-jam
1-5 tahun, 1-1 ½ sendok teh sirup, 3-4 kali sehari setiap 4-6 jam
6-10 tahun, ½ -1 tablet (250-500mg), 3-4 kali sehari setiap 4-6
jam.
3. Aspirin
a. Kegunaan Obat
Aspirin biasa digunakan untuk mengurangi rasa sakit, menurunkan
demam dan antiradang.
b. Hal yang harus diperhatikan
1) Pemakaiannya harus diatur secara tepat, diminum setelah makan
atau bersama makanan untuk mencegah nyeri dan perdarahan
lambung
2) Mengksonsultaikan dengan dokter atau apoteker untuk pasien
penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu
menyususi, dan pasien dehidrasi.
3) Tidak diperkenankan meminum obat ini bersamaan dengan
alkohol karena akan menimbulkan perdarahan pada lambung.
4) Pada pasien pengguna obat Hipoglikemik, Metotreksat,
Urikosurik, Heparin, Kumarin, Antikoagulan, Kortikosteroid,
Fluprofen, Penisilin dan Vitamin C harus terlebih dahulu
mengkonsultasikan dengan dokter dan apoteker.
c. Kontraindikasi
1) Penderita alergi termasuk penderita asma
2) Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan dibawah kulit
3) Penderita hemofilia dan trombositopenia
d. Bentuk sediaan
1) Tablet 100 mg
2) Tablet 500 mg
e. Aturan pakai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2) anak:
2-3 tahun, ½ -1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam
4-5 tahun, 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam
6-8 tahun, ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam
9-11 tahun, ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
> 11 tahun, 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
Tambahan:
1) Ibuprofen memiliki efek terapi antiradang lebih tinggi daripada efek
antidemamnya
2) Parasetamol dan Asetosal memiliki efek anti demam yang lebih tinggi
daripada efek antinyeri dan antiradangnya.
(Depkes RI, 2007)
2.3 Apotek 2.3.1 Definisi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh apoteker.
Menurut Subal Chandra Basak dalam penelitiannya tentang farmasi
komunitas di India menyatakan bahwa apotek adalah tempat dimana obat
disimpan, dibagikan, disediakan atau dijual. (Subal Chandra Basak, 2009).
2.3.2 Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien (PMK No.35, 2014).
Pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Beberapa standar pelayanan kefarmasian di apotek menurut PMK No. 35 tahun
2014 meliputi:
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini
harus sesuai dengan ketentuan aturan dan perundang-undangan yang berlaku
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
1) Perencanaan, hal yang harus diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat
2) Pengadaan, untuk memenuhi kualitas pelayanan kefarmasian maka harus
melalui jalur resmi sesuai aturan
3) Penerimaan, merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis dan
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima
4) Penyimpanan, obat yang diterima harus disimpan di tempat asli dari
pabrik terkait, disimpan dalam kondisi yang sesuai. Sistem penyimpanan
obat harus diperhatikan bentuk sediaan, kelas terapi obat dan bisa disusun
secara alfabetis. Pengeluaran obat bisa menggunakan sistem FEFO (First
expired first out) atau FIFO (First In first Out).
5) Pemusnahan, obat yang telah kadaluarsa dimusnahkan sesuai jenis dan
bentuk sediaannya. Begitupun resep, jika lebih dari jangka lima tahun
maka bisa dimusnahkan dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain
dan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep.
6) Pengendalian, pengendalian dalam pelayanan kefarmasian ini dilakukan
guna mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan
pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Pengendalian persediaan dilakukan
dengan kartu stok baik secara manual maupun elektronik.
7) Pencatatan dan Pelaporan, dilakukan di seluruh bagian proses
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan pelaporan eksternal.
Pelaporan internal digunakan untuk melaporkan kebutuhan manajemen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta meliputi pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika dan
psikotropika.
b. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik ini adalah jenis pelayanan yang langsung
bertanggungjawab dengan pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan maksud untuk meningkatkan
derajat kualitas hidup pasien.
1) Pengkajian resep, yang meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik, dan
pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil
pengkajian maka apoteker harus menghubungi dokter terkait untuk
mengkonfirmasikan ketidaksesuaian.
2) Dispensing, adalah penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.
Tahapan dalam dispensing ada beberapa tahap yaitu:
a) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep
b) Melakukan peracikan obat bila diperlukan
c) Memberikan etiket obat
d) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
menjaga mutu obat dan menghindari kesalahan obat.
3) Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada pekerjaan kesehatan lain, pasien atau
masyarakat. Informasi mengenai obat ini termasuk obat resep, obat bebas
dan obat herbal. Beberapa hal yang harus diinformasikan apoteker
kepada pasien adalah dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute, dan
metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan
alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui,
efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau
kimia dari obat dan lain-lain. Pelayanan informasi obat harus
didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meilputi:
1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
2. Membuat dan menyebarkan buletin/ brosur/ leaflet atau melakukan
pemberdayaan masyarakat (penyuluhan)
3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik pekerjaan
5. Melakukan penelitian penggunaan obat
6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
7. Melakukan program jaminan mutu
4) Konseling, apoteker harus melakukan proses interaktif kepada pasien
atau keluarga pasien untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan pasien sehingga terjadi perubahan perilaku
dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien. Apoteker harus mengawali kegiatan konseling dengan three
prime question, jika diketahui tingkat pengetahuan pasien rendah maka
harus dilanjutkan metode Health Belief Model. Apoteker harus
memverifikasi informasi yang diberikan dan memastikan bahwa pasien
atau keluarga pasien paham dengan obat yang digunakan.
Apoteker juga harus mendokumentasikan konseling dengan meminta
tandatangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi
yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan formulir yang ada.
5) Pelayanan kefarmasian di rumah, diharapkan pada pasien kondisi khusus
misalnya lansia atau penyakit kronis lainnya apoteker bisa berkunjung ke
rumah pasien.
Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh
apoteker meliputi:
a. Pencarian masalah yang berhubungan dengan pengobatan
b. Identifikasi kepatuhan pasien
c. Pendampingan pengelolaan obat dan atau alat kesehatan di rumah
d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum
e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian dirumah
6) Pemantauan Terapi Obat, tujuan kegiatan ini untuk memastikan bahwa
seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien yang harus dilakukan pemantauan terapi obat oleh
apoteker adalah:
1. Pasien anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil, dan menyusui
2. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis
3. Adanya multidiagnosis
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
5. Menerima obat dengan indeks terapi sempit
6. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan
7) Monitoring efek samping obat, merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis
dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Hal yang harus
diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kerjasama dengan tim kesehatan
lain, ketersediaan formulir monitoring efek samping obat.
Pelayanan kefarmasian di apotek harus didukung oleh ketersediaan
sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien.
Pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker, dapat dibantu
dengan apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian yang memiliki
surat tanda registrasi, surat izin praktik atau surat izin kerja. Tugas apoteker
dalam pelayanan kefarmasian di apotek adalah harus berperan sebagai pemberi
layanan, pengambil keputusan, komunikator, pemimpin, pengelola, pembelajar
seumur hidup, dan peneliti.
2.4 Apoteker 2.4.1 Definisi
Adalah sarjana farmasi yang telag lulus sebagai apoteker dan telah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.2 Perkembangan Pekerjaan Kefarnasian
Saat ini apoteker di masyarakat hanya memainkan peran penting sebagai
penyedia obat-obatan tanpa langsung berorientasi kepada kesehatan pasien.
Peran apoteker dalam masyarakat sebenarnya besar untuk pertumbuhan dan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. (Subal Candra Basak, 2009)
Farmasi saat ini menjadi sorotan, jumlah produk farmasi semakin
meningkat namun akses mendapatkan obat esensial masih kurang. Dengan
tingginya biaya kesehatan, perkembangan teknologi, ekonomi, politik, dan
lingkungan menjadikan keharusan untuk adanya reformasi kesehatan.
Apoteker berkewajiban memberikan kebutuhan obat-obatan yang aman dan
efektif, sehingga apoteker saat ini memiliki tanggung jawab yang besar
seperti pengelolaan terapi obat daripada kegiatan sebelumnya yaitu hanya
sebagai penyedia obat yang menjadi andalan apoteker dahulu (WHO, 2006).
Aktivitas farmasi praktis dimulai oleh Asosiasi Farmasis di Amerika
(APhA) yang menyediakan aturan yang sama untuk gambaran atau
dokumentasi kegiatan praktek apoteker. Sebelumnya ada seven stars yang
diperkenalkan oleh WHO dan FIP untuk menggambarkan peran ini. Apoteker
memiliki peran meningkatkan terapi dan kualitas hidup pasien dan apoteker
harus memposisikan diri secara tepat dalam sistem perawatan kesehatan.
(WHO, 2006).
2.4.3 Peran apoteker di Apotek
Apoteker di komunitas farmasi (apotek) adalah profesional kesehatan
yang paling mudah bisa ditemui oleh masyarakat. Apoteker menyediakan
obat yang sesuai dengan resep jika resep itu sesuai izin, atau menyiapkan
obat tanpa resep jika itu obat bebas. Keberadaan apoteker di masyarakat ini
untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah terkait obat pada
pasien rawat jalan. Praktek apoteker di apotek belum terlalu kuat karena di
apotek tidak memberikan konseling pada pasien. (Krishnagoudar Bhimaray
et.al, 2012).
Menurut CCP (Council on Credentialialing in Pharmacy) Washington
DC (2009), tugas farmasi ada lima, yaitu:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Bekerjasama dengan pekerjaan kesehatan lain (interprofesional
colaboration)
3. Memberikan obat yang sudah memiliki khasiat yang terbukti
4. Fokus pada peningkatan kualitas hidup pasien
5. Menguasai teknologi informasi
2.5 Gambaran Umum Kabupaten Rembang 2.5.1 Letak Geografis
Kabupaten Rembang terletak diantara 111o00’–111o30’ bujur Timur dan 6o30’-7o60’ lintang Selatan. Luas wilayah daratan sebesar 101.410 ha dan lautan sepanjang 62,5 km. Berada di posisi ujung Timur Provinsi Jawa
Tengah dengan batas wilayah:
Sebelah Utara : Laut Utara Jawa
Sebelah Selatan : Kabupaten Blora Jawa Tengah
Sebelah Timur : Kabupaten Tuban Jawa Timur
Sebelah Barat : Kabupaten Pati Jawa Tengah
Secara administrasi kabupaten Rembang terbagi menjadi 14 Kecamatan,
287 Desa dan 7 Kelurahan. (Profil Kesehatan Kab.Rembang, 2014)
2.5.2 Topografi Daerah
Sebagian besar berupa dataran rendah (46,39%) di bagian Utara
sedangkan di bagian Selatan relatif tinggi. Kemiringan bervariasi mulai dari
bergelombang hingga sangat curam. Luas lahan yang relatif datar mencapai
82.713 ha dan lahan curam sampai sangat curam seluas 18.694 ha.
2.5.3 Geologi dan Iklim
Keadaan tanah di Kabupaten Rembang sebagian besar adalah tanah
tegalan (35%) dan sawah (29%). Sedangkan sisanya terbagi atas hutan
(23%), bangunan (8%), tambak (1%) dan lainnya (4%).
Keadaan iklim berjenis tropis dengan suhu maksimum tahunan sebesar
33oC dan suhu rata-rata 23oC dengan bulan basah selama 3-4 bulan
sedangkan selebihnya termasuk kategori bulan kering. Curah hujan relatif
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.2 (Sumber data: BPS Kab. Rembang)
2.6 Perilaku 2.6.1 Definisi
Adalah hasil interaksi antara seseorang dengan lingkungan, maka dalam
mempelajari perilaku perlu dipelajari juga hubungannya dengan lingkungan
(Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008). Lingkungan adalah segala sesuatu yang bisa
merangsang seseorang sehingga menimbulkan suatu tingkah laku yang terdiri
dari kumpulan respon. Lingkungan meliputi segala hal diluar diri sesorang
maupun dalam diri sesorang baik bersifat fisik maupun ide yang berpengaruh
dan menjadi sumber rangsangan dan bisa memunculkan suatu reaksi dan
respon. (Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008).
Dalam usaha memahami perilaku manusia, dipakai beberapa cara antara
lain obeservasi. Observasi adalah melihat perilaku orang lain dan mencari
penyebab atau latar belakang timbulnya perilaku tersebut. Observasi bisa
dilanjutkan dengan wawancara. Wawancara bisa dilakukan secara langsung
terhadap orang yang sedang diamati. Mempelajari perilaku seseorang dalam
kaitannya hubungan timbal balik dengan lingkungan bisa dilakukan dengan
observasi, wawancara, analogi, serta ikut merasakan dan intuisi.
2.6.2 Pembagian Perilaku
Dalam buku Psikologi Praktis (Dr. Singgih D. Gunarsa, 2008), Perilaku