• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI KABUPATEN ACEH TENGAH Jumlah Populasi Remaja Dalam Masyarakat

Gayo Kabupaten Aceh Tengah

Budaya Masyarakat Gayo

Nilai Budaya Gayo Nilai Islam (Akhlak)

Bentuk-Bentuk Aktualisasi Akhlak Bagi Remaja Dalam Budaya Gayo Langkah-langkah Aktualisasi Akhlak Bagi Remaja Dalam Budaya Gayo

Peluang Serta Kendala Tentang Aktualisasi Akhlak Bagi Remaja Dalam Budaya Gayo Serta Solusinya Di Kabupaten Aceh Tengah

Variabel

Data Fenomena

Kuantitatif Kualitatif

Analisis

Reduksi Data Pemaparan Data

Kesimpulan

Berdasarkan Gambar 2 tentang alur bagan desain penelitian dapat diuraikan maksudnya sebagai berikut:

a. Populasi remaja dalam masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah sebagai objek dalam penelitian ini berjumlah 52.671 jiwa pada tahun 2018, sedangkan sebagai sampelnya berjumlah 7.375 jiwa.

b. Budaya masyarakat Gayo merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia. Mereka memiliki karakter dan nilai-nilai adat dan budaya yang spesifik sebagaimana masyarakat Indonesia pada umumnya. Nilai-nilai adat istiadat dan budaya Gayo, mereka jadikan sebagai hukum adat dalam kehidupan sehari-hari. C. Snouck Hurgronje, mengatakan bahwa, nilai-nilai tradisi masyarakat Gayo yang diungkapkan dalam berbagai pepatah adatnya, jika dilihat sepintas lalu, kadang-kadang mengandung pengertian yang mirip teka-teki. Akan tetapi, bagaimanapun juga kata-kata adat itu merupakan pegangan hukum adat, yang harus tetap hidup dan berkembang dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Gayo. Sistem budaya masyarakat Gayo pada dasarnya bermuatan pengetahuan, keyakinan, nilai, agama, norma, aturan, dan hukum yang menjadi acuan bagi tingkah laku dalam kehidupan masyarakat. Semuanya dinyatakan sebagai edet (adat), dan ditambah dari hasil kebiasaan yang tidak mengikat yang disebut resam, yaitu apa yang dilakukan menurut aturan yang berlaku

(peraturen), ada-istiadat. Karena itu, budaya masyarakat Gayo

merupakan faktor yang penting dalam membentuk pola hidup masyarakat Gayo untuk menjadi lebih maju, optimis, berani, bersikap, bertindak dan berperilaku kooperatif.

c. Nilai budaya Gayo, secara kronologis ada beberapa sistem nilai adat budaya Gayo yang dapat dijadikan sebagai salah satu untuk mengenalkan sekaligus mengaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, umumnya orang Gayo dan khususnya di kalangan remaja sehingga orang Gayo memiliki akhlak, moral, harkat-martabat yang sesuai dengan agama dan adat Gayo. Sistem nilai budaya Gayo

menempatkan harga diri (mukemel) sebagai nilai utama. Untuk mencapai tingkat harga diri tersebut, seseorang harus mengamalkan atau mengacu pada sejumlah nilai penunjang, yakni: mukemel (malu),

tertip (tertib atau patuh pada peraturan), setie (setia atau komitmen) semayang-gemasih (kasih sayang atau simpatik) mutentu (professional

atau kerja keras), amanah (integritas), genap-mupakat (musyawarah atau demokratis), alang-tulung (tolong-menolong atau empatik), dan

bersikemelen (kompetitif).

d. Nilai Islam (akhlak) dibangun atas pondasi kebaikan dan keburukan. Kebaikan merupakan hal yang dapat dicapai oleh manusia dengan melaksanakan kemauannya, karena hal tersebut akan mengarahkan manusia kepada tujuan dirinya diciptakan. Keburukan adalah segala sesuatu yang menjadi penghambat manusia mencapai kebaikan, hambatan ini berupa kemauan dan upayanya, atau berupa kemalasan dan keengganannya mencari kebaikan. Kemudian suatu perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila memenuhi kriteria berikut ini:

1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah terjadi kepribadiannya.

2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.

3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa paksaan atau tekanan dari luar. 4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan

sesungguhnya, bukan main-main, atau karena sandiwara.

e. Fenomena, fenomena berasal dari bahasa Yunani; phainomenon, “apa yang terlihat”, fenomena juga bisa berarti: suatu gejala, fakta, kenyataan, kejadian dan hal-hal yang dapat dirasakan dengan pancaindra bahkan hal-hal yang mistik atau klenik. Kata turunan adjektif, fenomenal, berarti: “sesuatu yang luar biasa”. Fenomena terjadi di semua tempat yang bisa diamati oleh manusia. Suatu

kejadian adalah suatu fenomena. Suatu benda merupakan suatu fenomena, karena merupakan sesuatu yang dapat dilihat. Adanya suatu benda juga menciptakan keadaan ataupun perasaan, yang tercipta karena keberadaannya. Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu. Jadi fenomena yang dimaksud di sini adalah suatu peristiwa tidak lazim yang terjadi di masyarakat yang dapat dilihat, dapat dirasakan dan dapat diamati oleh manusia sehingga menarik untuk dikaji atau diteliti keadaannya secara ilmiah.

Secara spesifik fenomena dari pengaruh modernisasi ini terhadap pendidikan anak di Gayo yaitu; pertama, menipis spiritualisme yang terlihat dari kurangnya melakukan ibadah baik shalat wajib, puasa ramadan diakibatkan minimnya ilmu keislaman yang mereka miliki. Terkait dengan hal itu, kegiatan pengajian remaja Gayo kurang diminati karena mereka lebih asyik menonton TV menikmati hiburan daripada menambah ilmu ke-Islaman secara informal di masjid maupun mushalla. Menipisnya spiritual remaja ini juga ditandai dengan semakin menjauhinya mereka dari aktivitas masjid yang dulunya dijadikan pusat kegiatan anak dan remaja di Gayo. Kedua, remaja lebih dependen dan serba instan karena mereka kurang berkreasi dalam menciptakan keterampilan. Mereka pergi ke pasar membeli apa saja yang mereka kehendaki, sehingga mereka tidak mampu mandiri dalam menjalani kehidupan. Keadaan itu membuat anak remaja di Gayo tidak kreatif, kurang dinamis sehingga mereka selalu dibantu oleh keluarga dan kelak tidak dapat berinteraksi dengan lingkungannya untuk mengembangkan dirinya. Padahal ciri orang Gayo adalah dinamis, kreatif dan mengembara mencari ilmu ke luar daerah. Menurut Melalatoa sebagaimana yang telah dikutip oleh Sukiman dalam Jurnal el-Harakah Vol.17 No. 2 bahwa, pendidikan tradisional di lingkungan keluarga adalah pengenalan terhadap lingkungan sosial dimulai dengan pengasuhan anak, kemudian anak

akan mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ketiga, degradasi moral berupa kepribadian yang semu dimana mereka kurang mengindahkan tata kerama adat istiadat, tidak menggunakan tutur tradisi Gayo kepada anggota keluarga. Tradisi tutur dalam adat Gayo adalah sebagai jati diri dan tata kerama bergaul sehingga akhlak, sikap seharusnya berbeda ketika bertemu dengan anggota keluarga sesuai dengan tingkatan orang yang bertutur kepadanya. Akibatnya akhlak remaja ini semakin rendah, hal ini tampak dalam pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga, tetangga dan masyarakat. Pandangan seperti itu dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan yang membuat anak-anak Gayo ini semakin terkikis moralitasnya dan akan terjerembab kepada perbuatan maksiat. Keempat, silaturrahim berkurang sehingga lebih mementingkan individu dan kepentingan sesaat. Masa kini tidak ada lagi gotong royong (bejamu), seperti menggirik padi, menyangkol, atau kegiatan bersawah secara bersama-sama tanpa upah. Ketika hari raya tidak terlihat saling berkunjung dari rumah ke rumah secara menyeluruh, kecuali hanya keluarga terdekat. Akibat menipisnya silaturahim membuat pergaulan antar belah (sub suku) dapat terganggu dan memungkinkan akan terjadi pernikahan antar belah yang sesungguhnya dilarang secara adat. Jika hal itu terjadi maka akan ada efek negatif dalam masyarakat yang meruntuhkan harga diri mereka sendiri. Dahulu silaturahim ini sangat kuat sehingga persatuan dan kesatuan anak dan remaja di Gayo tertata rapi dan terjadi kekerabatan di bawah panji adat dan Syari'at Islam.

f. Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan dalam sebuah penelitian atau segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh seorang peneliti dengan tujuan untuk dipelajari sehingga didapatkan informasi mengenai hal tersebut dan ditariklah sebuah kesimpulan. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bentuk-Bentuk Aktualisasi Akhlak Bagi Remaja Dalam Budaya Gayo di Kabupaten Aceh Tengah.

2) Langkah-langkah Aktualisasi Akhlak Bagi Remaja Dalam Budaya Gayo di Kabupaten Aceh Tengah.

3) Peluang Serta Kendala Tentang Aktualisasi Akhlak Bagi Remaja Dalam Budaya Gayo Serta Solusinya Di Kabupaten Aceh Tengah. g. Data kuantitatif dalam penelitian ini merupakan data yang dapat

diukur atau dihitung secara langsung sebagai variabel angka atau bilangan. Variabel dalam ilmu statistika adalah atribut, karakteristik, atau pengukuran yang mendiskripsikan suatu fenomena, kasus atau objek penelitian. Adapun data yang dimaksud dalam data kuantitatif ini adalah data yang berkaitan tentang fenomena remaja yang sudah lentur dari ajaran nilai Islam (akhlak) dan nilai adat budaya Gayo, berupa melakukan tindakan kejahatan atau amoral, baik yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Mengenai data tindakan kejahatan atau amoral bagi remaja didapatkan dari Polres Aceh Tengah melalui Kasat Reskrim (Kanit PPA) Polres Aceh Tengah, Dinas KBP3A melalui Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KS-PK), Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak dan Badan Statistik Kabupaten Aceh Tengah.

h. Data kualitatif merupakan narasi atau diskriptif yang menguraikan dan menjelaskan tentang suatu fenomena. Kualitas suatu fenomena tersebut biasanya tidak mudah atau tidak bisa diukur secara numerik atau angka. Adapun data yang dimaksud dalam data kualitatif ini adalah data yang berkaitan tentang aktualisasi akhlak bagi remaja dalam budaya Gayo di Kabupaten Aceh Tengah melalui pengamatan dan melalui cara indefth interview (wawancara mendalam) yaitu menggali, menganalisis dan menginterpretasikan data mengenai topik kajian yang diteliti.

i. Analisis data merupakan proses menyusun atau mengolah data sehingga dapat ditafsirkan lebih lanjut. Data yang diperoleh baik melalui pengamatan, wawancara, dan dokumentasi dianalisis untuk diketahui maknanya. Ini dilakukan dengan menyusun dan menghubungkan data-data, mereduksi data, dan menarik kesimpulan atau verifikasi data. Proses ini dilakukan selama proses pengumpulan data berlangsung di lapangan dan secara sirkuler dilakukan sampai selesai penyusunan laporan.

BAB IV