• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

D. Kajian Terdahulu

Dengan tinjauan pustaka yang peneliti lakukan, belum ditemukan penelitian (disertasi) yang sama dengan penelitian tentang aktualisasi akhlak bagi remaja dalam Budaya Gayo di Takengon Kabupaten Aceh Tengah dan merupakan objek pembahasan penelitian yang akan penulis bahas.

Namun ada beberapa tulisan yang penulis temukan dan hampir sama dengan pembahasan yang akan penulis lakukan, Pertama, disertasi yang ditulis oleh Syihamu Manurung, pada tahun 2014 di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU) dengan judul “Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga: Kasus Studi Keluarga Batak Toba Islam Di Sumatera Utara”. Adapun masalah dalam disertasi tersebut ialah Bagaimana proses pendidikan akhlak dalam keluarga Batak Toba Islam sebagai kelompok minoritas di tengah kelompok etnis lain yang mayoritas beragama Islam?. dan Bagaimana proses pendidikan akhlak dalam keluarga Batak Toba Islam sebagai kelompok minoritas di tengah kelompok Batak Toba Kristen sebagai kelompok mayoritas?. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan diskriptif. Hasil penelitian dalam disertasi tersebut dijelaskan bahwa Proses keberlangsungan pendidikan akhlak di kalangan keluarga Batak Toba Islam yang berdomisili pada kelompok mayoritas muslim dari etnis lain menunjukkan: (a) Prosesnya mengintegrasikan nilai-nilai ke-Islam atas pengalaman secara alami sehingga membentuk pengetahuan kalangan orang tua keluarga Batak Toba Islam dalam mendidik anak-anak mereka mengenai akhlak. (b) Kalangan orang tua menyesuaikan dengan perkembangan budaya positif yang ada di sekitar lingkungan mereka berdomisili dengan istilah lain konsep dasar pendidikan akhlak dalam keluarga Batak Toba Islam menyatukan semangat agama Islam melalui potensi-potensi kearifan budaya tempat mereka berdomisili. (c) Berkaitan tujuan pendidikan akhlak dalam keluarga Batak Toba Islam, yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang mereka percaya akan mendapatkan kemudahan dan diterima ketika berada di kalangan bangsa Batak Toba. (d) Memadukan antara

pengalaman orang tua dalam keberagamaan Islam dan nilai-nilai budaya masyarakat setempat dan budaya Batak Toba yang mereka pahami selanjutnya dijewantahkan dalam diri anak-anak mereka demi kebutuhan lingkungan sosial-kemasyarakatan. (e) Pendidikan akhlak yang dialami oleh kalangan anak dari keluarga Batak Toba Islam berasal dari budaya agama. Budaya agama tersebut merupakan hasil dari penyatuan pesan-pesan agama Islam dalam nilai-nilai budaya Batak Toba. (f) Selain itu keberlangsungan pendidikan akhlak dalam keluarga Batak Toba Islam juga memanfaatkan tradisi-tradisi dari budaya Batak Toba dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam semisal upah-upah. Bentuk dan penyajian upah-upah pun terintegrasi dengan penggunaan simbol-simbol agama Islam. (g) Metode pendidikan akhlak dalam keluarga Batak Toba Islam bersifat tegas terkadangkala ketegasan itu berbentuk ancaman, memperbandingkan, serta memberikan pertimbangan serius yang dikaitkan dengan keadaan mereka saat itu. (h) Di sisi lain juga dapat ditemukan kalangan keluarga Batak Toba Islam yang sangat tegas dalam pendidikan akhlak. Salah satunya pentingnya menjaga dan memelihara ibadah dimanapun berada, sehingga terkadang keluarga tersebut tidak berpeluang untuk bertoleransi kepada keluarga Batak Toba yang berlainan akidah.

Kedua, disertasi dengan judul “Pendidikan Akhlak Mulia Melalui

Pendidikan Afektif (Studi Kasus Pada Pendidikan Tingkat Dasar di Lampung)” yang ditulis oleh L Sholehuddin pada tahun 2016 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah Bagaimana konsep pendidikan afektif pada satuan pendidikan tingkat dasar ?. Bagaimana pelaksanaan tujuh nilai dasar akhlak peserta didik pada satuan pendidikan tingkat dasar?. bagaimana proses implementasi pendidikan afektif dalam membentuk akhlak mulia pada satuan pendidikan tingkat dasar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian etnometodologi dan psikologis-pedagogis. Metode etnometodologi sering disebut juga metode fenomenologi adalah termasuk metode kualitatif, naturalistik yang mempelajari bagaimana perilaku sosial dapat dideskripsikan sebagaimana

adanya (naturally), berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan tata hidup mereka sendiri. Metode etnometodologi ini digunakan untuk meneliti proses yang berlangsung dalam kehidupan warga sekolah yang diteliti. Karena itu, aspek psikologis-pedagogies merupakan hal yang tak dapat ditinggalkan. Untuk mencapai maksud itu, metode ini menekankan kepada peneliti untuk dapat berhubungan secara intensif bersama warga sekolah yang diteliti dan berpartisipasi dalam kegiatan warga sekolah yang sedang diteliti sehingga diperoleh suatu tingkat penghayatan yang mendalam mungkin. Hasil Penelitian yang ditemukan dalam penelitian tersebut yakni membuktikan bahwa penerapan pendidikan afektif melalui pendekatan humanistic yang direpresentasikan pada sikap perhatian, sikap kasih sayang, dan sikap lemah lembut terdapat bukti yang meyakinkan dapat berimplikasi positif terhadap peningkatan kesadaran ibadah, prestasi akademik, dan perilaku terpuji peserta didik pada pendidikan tingkat dasar. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian bahwa sikap perhatian menciptakan suasana belajar terarah, terkontrol dan terukur. Aktivitas jiwa guru tertuju pada kondisi peserta didik untuk dimengerti, dipahami, dievaluasi dan diperbaiki serta dioptimalkan potensinya (surat al-Taubah/9:128 dan surat al-Māidah/5:117), dan ditunjang sikap kasih sayang yang menciptakan suasana belajar penuh kehangatan dan keharmonisan dalam berkomunikasi antar guru dan peserta didik. Aktivitas jiwa guru yang menghormati, menyenangi, mengakui dan menjunjung tinggi eksistensi peserta didik tercermin dalam sikapnya yang penyantun dan penyayang layaknya orang tua terhadap anaknya (surat al-An‟ām/6:12 & 54) dan dilengkapi sikap lemah lembut dalam menciptakan suasana belajar nyaman (learning is fun), senang, gairah, dan segar. Aktivitas jiwa guru yang humanis, demokratis dan berintegritas tercermin dalam sikapnya yang lembut, menarik, hangat, empati, bersahaja, menghindari sikap egois, arogan, dan otoriter (surat Ali Imrān/3:159).

BAB III