• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Komposisi Kimia Keong Mas

4.4.1 Kadar air

Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat memberikan pengaruh pada penampakan, tekstur, serta cita rasa (Winarno 2008). Kadar air keong mas segar pada penelitian ini sebesar 77,40 % (bb). Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Susanto (2010) yang menyatakan bahwa kadar air keong mas sebesar 81,19 % (bb).

Hasil analisis ragam kadar air (Lampiran 8) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar air keong mas. Nilai signifikansi < 0,05 dari analisis ragam, menunjukkan diperlukannya uji lanjut untuk mengetahui perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 9) menunjukkan bahwa kadar air keong mas segar berbeda dengan kadar air keong mas setelah dilakukan perebusan, perebusan dalam air garam, dan pengukusan. Pengolahan menyebabkan penurunan kadar air pada proses perebusan sebesar 11,68%, perebusan dalam air garam sebesar 13,18%, dan pengukusan sebesar 17,02%. Diagram batang kadar air keong mas disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Diagram batang kadar air keong mas; angka-angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

Gambar 11 menunjukkan bahwa metode pengolahan dengan panas memberikan kadar air yang berbeda dengan keong mas segar. Pengolahan dengan perebusan memiliki kadar air yang tidak berbeda dengan perebusan dalam air garam. Metode pemasakan yang hampir mirip, yakni perebusan, membuat kadar air yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prabandari et al. (2005) bahwa waktu dan suhu pengolahan dapat mempengaruhi nilai kadar air suatu bahan pangan. Semakin lama waktu pengolahan dan semakin tinggi suhu yang digunakan akan mengakibatkan banyak air dalam bahan pangan keluar.

Perebusan memberikan penurunan yang paling kecil terhadap kadar air. Pengolahan dengan perebusan membuat keong mas kontak langsung dengan air sehingga tidak terlalu banyak mengurangi kadar air. Hal ini sesuai dengan penelitian Weber et al. (2008) yang menyatakan bahwa pengolahan dengan panas menurunkan kadar air fillet ikan lele silver dan perlakuan perebusan memiliki persentase penurunan kadar air paling kecil.

Metode pengolahan dengan pengukusan menurunkan kadar air paling besar dari daging keong mas segar. Hal ini sesuai dengan penelitian Jamasuta et al. (1996) yang menyatakan bahwa kadar air ikan pindang yang dikukus lebih kecil dibandingkan dengan kadar air pindang yang direbus. Pengukusan menguapkan air lebih besar dibandingkan dengan perebusan karena pengukusan menggunakan metode yang membuat bahan pangan tidak langsung bersinggungan dengan air seperti pada proses perebusan.

4.4.2 Kadar abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yaitu zat anorganik atau yang dikenal sebagai kadar abu (Winarno 2008). Kadar abu keong mas segar dari hasil penelitian ini sebesar 5,44% (bb). Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Susanto (2010) yang menyatakan bahwa kadar abu keong mas sebesar 4,70% (bb).

Analisis ragam kadar abu (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perbedaan metode pengolahan mempengaruhi kadar abu keong mas. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa kadar abu keong mas segar berbeda dengan kadar abu keong mas setelah dilakukan perebusan dalam air garam. Perebusan dalam air garam menyebabkan kenaikan kadar abu sebesar 22,61%. Diagram batang kadar abu keong mas disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Diagram batang kadar abu keong mas; angka-angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

Pengolahan dengan perebusan menghasilkan kadar abu yang tidak berbeda dengan pengukusan. Air mengandung beberapa mineral, sehingga saat bahan pangan diolah dan kontak langsung dengan air, penurunan kadar mineral tidak terlalu besar. Proses perebusan dan pengukusan juga menggunakan suhu pengolahan yang sama, yaitu 100 oC, sehingga menyebabkan penurunan kadar abu tidak berbeda.

Besarnya penurunan kadar abu tergantung pada proses pengolahan, suhu pengolahan, dan luas permukaan produk. Mineral bersifat mantap dan pengolahan dengan panas tidak merusak struktur mineral, namun dapat menyebabkan penyusutan mineral (Harris & Karmas 1989).

Proses pengolahan dengan perebusan dalam air garam menyebabkan kadar abu dalam daging keong mas bertambah, karena garam yang mengandung beberapa mineral seperti yodium, natrium, magnesium, dan lainnya terserap oleh bahan pangan yang direbus. Kadar mineral yang bertambah ditunjukkan dengan kadar abu yang naik pula.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa kadar abu mempunyai hubungan dengan mineral suatu bahan. Garam mempunyai unsur-unsur mineral seperti NaCl, MgCl, Na2SO4, CaCl2, hingga KCl sehingga meningkatkan kadar abu bahan pangan yang ditambahkan garam (Budiono 2010). Penelitian lain yang mendukung yaitu Unlusayin et al. (2010) yang menyatakan bahwa kadar abu udang segar Penaeus semisulcatus sebesar 7,68 % (bk) meningkat menjadi 9,40 % (bk) setelah udang direbus dalam air garam.

4.4.3 Kadar protein

Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Lehninger 1992). Kadar protein yang didapat dari penelitian ini yaitu sebesar 14,04 % (bb), tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Budiyono (2006) bahwa kadar protein keong mas sebesar 12 %.

Analisis ragam kadar protein (Lampiran 12) menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% metode pengolahan yang berbeda mempengaruhi kadar protein keong mas. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kadar protein keong mas segar berbeda dengan kadar protein setelah diberi perlakuan perebusan, perebusan dalam air garam, dan pengukusan. Pengolahan dengan panas menyebabkan penurunan kadar protein keong mas. Kadar protein mengalami penurunan pada proses perebusan sebesar 16,45 %, pada proses perebusan dalam air garam menurun hingga 23,22 %, dan pada proses pengukusan menurun sebesar 4,70 %. Diagram batang kadar protein keong mas disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Diagram batang kadar protein keong mas; angka-angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

Diagram batang tersebut menunjukkan bahwa metode pengolahan dengan panas memberikan kadar protein yang berbeda dengan keong mas segar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Georgiev et al. (2008) bahwa protein daging bersifat tidak stabil dan dapat terdenaturasi dengan adanya perubahan suhu lingkungan.

Pengolahan dengan perebusan menghasilkan kadar protein yang tidak berbeda dengan perebusan dalam air garam. Keduanya merupakan metode pengolahan yang kontak langsung dengan air perebusnya. Protein larut air dalam daging keong mas lebih banyak keluar sehingga kadar protein daging keong yang direbus lebih kecil dibandingkan daging keong yang dikukus. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Harikedua (1992) bahwa penurunan kadar protein disebabkan proses hidrolisis protein dalam air rebusan, sehingga protein keluar bersama drip daging. Hidrolisis protein terjadi karena adanya molekul air bergabung ke dalam rantai protein dan ikatan antar asam amino terputus menjadi rantai protein yang lebih pendek. Reaksi hidrolisis protein disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Reaksi hidrolisis protein (Winarno 2008)

Perebusan dalam air garam menghasilkan kadar protein paling sedikit. Garam meningkatkan kadar protein larut garam yang keluar dari daging. Garam

juga dapat mengabsorbsi air dari jaringan daging, memecah ikatan molekul air, dan mengubah sifat alami protein. Hal ini didukung oleh penelitian Selcuk et al. (2010) yang menyatakan bahwa kadar protein, baik bobot basah maupun bobot kering, dapat berubah tergantung jenis spesies dan metode pengolahan. Penelitian lain yang mendukung yaitu Unlusayin et al. (2010) bahwa kadar protein udang segar Penaeus semisulcatus sebesar 83,81% (bk) menurun menjadi 79,15% (bk) setelah mendapat perlakuan perebusan dalam air garam. 4.4.4 Kadar lemak

Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein karena menyumbang kalori sebesar 9 Kkal/gram atau 2 ¼ kali energi dari karbohidrat dan protein (Kusnandar 2010). Kadar lemak daging keong mas yang dianalisis dari penelitian ini yaitu sebesar 0,99% (bb). Nilai tersebut tidak terlalu berbeda dibandingkan penelitian Mulyaningtyas (2011) bahwa kandungan lemak remis sebesar 0,73% (bb).

Analisis ragam kadar lemak (Lampiran 14) menunjukkan perbedaan metode pengolahan mempengaruhi kadar lemak keong mas. Uji lanjut Duncan menunjukkan kadar lemak keong mas segar berbeda dengan kadar lemak keong mas setelah dilakukan perebusan, perebusan dalam air garam, dan pengukusan. Pengolahan menyebabkan penurunan kadar lemak pada proses perebusan sebesar 29,29%, perebusan dalam air garam sebesar 59,60%, dan pengukusan sebesar 20,00%. Diagram batang kadar lemak keong mas disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15 Diagram batang kadar lemak keong mas; angka-angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

Gambar 15 menunjukkan bahwa metode pengolahan dengan panas menghasilkan kadar lemak berbeda dengan keong mas segar. Kadar lemak daging keong mas segar berbeda dengan kadar lemak daging keong mas yang telah mengalami perebusan, perebusan dalam air garam, dan pengukusan. Pernyataan tersebut didukung oleh Tapotubun et al. (2008) bahwa suhu dan waktu pemanasan memberikan pengaruh pada kadar lemak bahan pangan. Lemak yang berwujud padat pada suhu kamar akan mencair atau bahkan menguap saat terkena panas.

Perebusan dan pengukusan diduga mengakibatkan penyusutan kadar lemak. Prabandari et al. (2005) menyatakan bahwa proses pengolahan dengan pemanasan akan memecah komponen-komponen lemak menjadi produk volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang akan menguap saat pemanasan. Penelitian lain yang mendukung yaitu Weber et al. (2008) yang meneliti bahwa kadar lemak silver catfish (Rhamdia quelen) mengalami penurunan sebesar 0,06% setelah direbus, dan Baker et al. (2010) meneliti bahwa ikan Scomberomorus guttatus mengalami penurunan kadar lemak sebesar 0,05% setelah dikukus.

Baca selengkapnya

Dokumen terkait