• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaitan antara Transfers Fiskal dan Pengurangan Kemiskian

DAFTAR LAMPIRAN

2.9. Kaitan antara Transfers Fiskal dan Pengurangan Kemiskian

Hubungan fiskal antara tingkat pemerintah merupakan salah satu unsur atau elemen yang sangat penting dari program desentralisasi fiskal khususnya dan desentralisasi pada umumnya. Sementara transfer fiskal itu sendiri merupakan inti (core) dari suatu hubungan fiskal antara tingkat pemerintah, artinya sesuatu yang memiliki peranan penting dan menentukan.

Secara konseptual, desentralisasi dibedakan ke dalam tiga bentuk utama yaitu desentralisasi politik, desentralisasi administratif atau birokratis dan desentralisasi fiskal. Desentralisasi politik berarti memberikan kepada masyarakat setempat dan wakil-wakil mereka suatu kekuasaan yang lebih besar di dalam setiap pengambilan keputusan yang mencakup kekuasaan di dalam penetapan standar dan kerangka hukum. Desentralisasi administratif berarti adanya redistribusi kewenangan, tanggung jawab dan sumberdaya diantaranya berbagai tingkat pemerintahan, di mana adanya kapasitas dan kekuatan institusional yang lebih sesuai pada berbagai tingkat pemerintahan dianggap sebagai suatu

prakondisi bagi keefektifan pelaksanaan dari desentralisasi tersebut. Sedangkan desentralisasi fiskal lebih berhubungan dengan perumusan kewenangan atas sumber-sumber yang ada atau akses terhadap transfer dan pembuatan berbagai keputusan, baik menyangkut pengeluaran rutin maupun pengeluaran investasi (Braun and Grote, 2002)

Transfer fiskal antara berbagai tingkat pemerintahan merupakan inti (core) dari suatu hubungan fiskal antara tingkat pemerintahan. Hal ini menunjukkan bahwa transfer fiskal memiliki peranan penting dan menentukan di dalam mendukung program desentralisasi pada umumnya dan desentralisasi fiskal khususnya.

Hubungan antara desentralisasi dengan kemiskinan dijelaskan dengan kerangka konseptual yang dikemukakan oleh Braun dan Grote (2002) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1 sebagai berikut:

Sumber : Braun and Grote (2002)

Gambar 1. Kaitan Konseptual antara Desentralisasi dan Pengurangan Kemiskinan Participation/Empowerment Government Pengurangan Kemiskinan (Poverty Reduction) Desentralisasi Politik, Adminisratif, Fiskal Public service/investment Priorities, efficiency/targeting

Menurut von Braun dan Grote (2002), ketiga bentuk utama dari desentralisasi yaitu desentralisasi politik, desentralisasi administratif dan desentralisasi fiskal saling terkait erat satu dengan lainnya dan karena itu, dampaknya terhadap upaya pengurangan kemiskinan tidak dapat dinilai atau dilihat secara terpisah.

Pada Gambar 1 ditunjukkan kaitan antara desentralisasi dengan berbagai bentuknya dengan pengurangan kemiskinan, yang terjadi melalui dua jalur, yaitu: 1) desentralisasi - partisipasi/pemberdayaan/tata kelola - pengurangan kemiskinan, dan 2) desentralisasi - pelayanan publik/investasi yang lebih memihak kaum miskin – pengurangan kemiskinan. Jalur 1 menunjukkan bahwa desentralisasi memungkinkan civil society untuk berpartisipasi di dalam proses kebijakan dan dengan demikian meningkatkan transparansi dan predictability dari pengambilan keputusan.

Pemerintah daerah memiliki informasi yang lebih baik dan lebih responsif terhadap kebutuhan dan preferensi penduduk lokal daripada pemerintah pusat. Selain itu, pemerintah daerah (lokal) juga lebih mudah bagi mereka untuk mengindentifikasi dan menjangkau kaum miskin sejauh politik lokal memungkinkan hal ini dilakukan. Desentralisasi juga memiliki keuntungan yang penting (principal advantage) yaitu bahwa petugas setempat dapat dengan lebih mudah dipantau dan dikontrol oleh masyarakat daripada petugas pada pemerintah pusat, jika aturan hukum dapat hidup dan dipatuhi di tingkat lokal.

Apakah partisipasi lokal dalam sistem pengelolaan (governance system) barang-barang dan jasa publik akan benar-benar memiliki dampak positif terhadap kelompok berpendapatan rendah adalah belum atau tidak jelas (unclear). Agar

partisipasi benar-benar menjadi operasional maka pertama -tama dibutuhkan adanya suatu pendidikan minimum, basic capabilities and equality atas dasar gender, agama, dan kasta. Kedua, pemberdayaan (empowerment) penduduk pada tingkat lokal. Jalur (2) adalah dari perspektif informasi dan biaya transaksi (transaction costs), dimana eksternalitas menyediakan suatu argumen untuk sentralisasi jika kewenangan pusat memiliki kemampuan yang tidak terbatas (unlimited ability) untuk mengumpulkan, memproses, atau menyebarluaskan informasi. Namun, karena pemerintah pusat (central authority) umumnya tidak memiliki kemampuan untuk melakukan itu semua, maka advantages dari desentralisasi tetap ada. Dalam hal ini, desentralisasi dapat menjadi instrumen yang sangat powerfull di dalam mencapai tujuan pembangunan ’by assigning control right to people who have information and insentives’ untuk membuat keputusan terbaik menyangkut kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.

Lebih jauh, Von Braun dan Grote (2002) juga membuktikan bagaimana desentralisasi dengan berbagai bentuknya dapat menyebabkan penurunan pada kemiskinan. Studi yang dilakukan dengan me nggunakan analisis regresi multi variant, menemukan bahwa desentralisasi politik yang diukur atau diproksi dengan election tiers, desentralisasi administratif yang diukur dengan size of population, dan desentralisasi fiskal yang diukur dengan share of subnational expenditure, semuanya berdampak menurunkan kemiskinan. Namun, mereka kembali menekankan pentingnya untuk melihat ketiga bentuk desentralisasi tersebut secara bersama-sama (simultaneously), dan urutan (sequencing) dari berbagai bentuk desentralisasi tersebut memainkan peranan yang penting. Desentralisasi politik dan administratif menurut mereka sebaiknya dilakukan

mendahului desentralisasi fiskal (should precede fiscal decentralization). Dengan kata lain, untuk mewujudkan desentralisasi fiskal yang lebih efektif dan memihak kaum miskin, maka desentralisasi politik dan administratif merupakan prakondisi yang harus dipenuhi, dan desentralisasi fiskal tidak dapat secara otomatis membawa pada pengeluaran yang lebih memihak pada pengeluaran yang lebih memihak kaum miskin.

Dalam upaya untuk lebih mengefektifkan peranan transfer fiskal antar tingkat pemerintahan dalam pengurangan kemiskinan, Rao et al (1998) menekankan perlunya dilakukan peninjauan kembali (reorienting) dalam pengaturan fiskal antar tingkat pemerintahan untuk menjamin penyediaan layanan publik (public services) yang lebih responsif untuk mempercepat peningkatan standar konsumsi dari kaum miskin dan sekaligus untuk merespon preferensi yang beragam dari berbagai daerah atau wilayah. Keefektifan pemerintahan desentralisasi (desentralized goverment) di dalam penyediaan layanan publik yang efisien dapat ditingkatkan dengan melakukan reorientasi dalam pengaturan fiskal antar tingkat pemerintahan untuk menyediakan insentif dan meningkatkan akuntabilitas. Salah satu cara untuk menjamin insentif dan akuntabilitas di dalam penyediaan layanan publik adalah melalui pengaitan (linking) peningkatan penerimaan dengan keputusan pengeluaran dari pemerintah daerah pada batas- batas tertentu (at the margin).