• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekapitulasi Simulasi Kebijakan Desentralisasi terhadap Pengurangan Kemiskinan

TAXD RETRD

6.2. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Jumlah Penduduk Miskin

6.2.7. Rekapitulasi Simulasi Kebijakan Desentralisasi terhadap Pengurangan Kemiskinan

Implikasi kebijakan desentralisasi fiskal dapat memperbaiki pos penerimaan daerah, pengeluaran daerah dan kinerja perekonomian serta menurunkan jumlah penduduk miskin di perdesaan maupun di perkotaan. Keleluasaan yang diperoleh dengan otonomi daerah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bila dikelola dengan baik.

Simulasi Uraian Dana

(dalam milyar rupiah) I Peningkatan Dana Alokasi Umum

(DAU) 20 %. 150

II Peningkatan Bagi Hasil Pajak

Sumberdaya Alam (BHPJSDA) 10 %. 250

III Peningkatan Penerimaan PAD sebesar

20 %. 320

Fungsi pemerintah daerah dalam alokasi penggunaan anggaran sangat menentukan efektifitas pengeluaran pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat kemiskinan daerah. Alokasi yang tepat mampu meningkatkan kapasitas daerah untuk mensejahterakan masyarakat. Simulasi penerimaan fiskal yang dilakukan baik peningkatan penerimaan DAU, BHPJSDA maupun penerimaan PAD mampu mengurangi jumlah penduduk miskin total berturut turut 1,08 %, 0,91 % dan 0,88 %. Penurunan penduduk miskin terjadi baik di perdesaan maupun di perkotaan dengan penurunan yang beragam. Dari ketiga simulasi penerimaan yang dilakukan terlihat bahwa peningkatan penerimaan DAU sebesar 20 % merupakan kebijakan yang mengurangi persentase jumlah penduduk miskin paling besar yaitu sebesar 1,08 % kemudian diikuti dengan simulasi kebijakan peningkatan BHPJSDA dan simulasi kebijakan peningkatan PAD. Dari hal tersebut diketahui bahwa DAU berperan besar dan masih dibutuhkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah.

Selain itu penerimaan DAU oleh pemerintah daerah Provinsi Riau efektif digunakan dalam alokasi dan pengeluaran pembangunan yang berdampak besar pada pengurangan persentase jumlah penduduk miskin. Hal ini dapat di lihat pada Tabel 16, di mana penerimaan DAU merupakan penerimaan paling kecil daripada penerimaan BHPSDA dan PAD pada simulasi yang dilakukan. Simulasi

pengurangan persentase jumlah penduduk miskin dibanding simulasi II dan III. Sedangkan Penerimaan BHPJSDA dan PAD yang cukup besar yaitu sebesar 250 milyar rupiah dan 320 milyar rupiah berdampak pada pengurangan kemiskinan lebih rendah dari dampak yang terjadi pada penerimaan DAU sebesar 150 milyar rupiah. Hal ini memperlihatkan bahwa penerimaan DAU yang peroleh oleh pemerintah daerah lebih mampu dialokasikan pada program yang bersentuhan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga efektif mengurangi kemiskinan.

Adapun simulasi alokasi pengeluaran pemerintah daerah dilakukan pada simulasi IV, V dan VI. Simulasi ini memberikan informasi bahwa alokasi pendidikan dan kesehatan, pelayanan umum, infrastruktur dan pertanian merupakan sektor yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan tingkat perekonomian dan kesejahteraannya.

Tabel 17. Anggaran yang Dibutuhkan dalam Simulasi Berbagai Skenario

Simulasi Skenario Anggaran

(dalam milyar rupiah) IV Peningkatan pengeluaran Sektor

pendidikan dan kesehatan sebesar 17 % dan Pengeluaran Sektor Pelayanan Umum sebesar 20 %.

160

V Peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 20 % dan Pengeluaran Infrastruktur sebesar 10 %

160

VI Peningkatan pengeluaran pembangunan dengan alokasi peningkatan pengeluaran Sektor Pendidikan dan Kesehatan 10 %, Sektor Infrastruktur 4 %, Sektor Pelayanan Umum 9 % dan Sektor Pertanian 10 %.

wujud fungsi dan tanggung jawab pemerintah sebagai penyedia sarana-sarana yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan kapasitas dirinya maupun kesejahteraannya. Selain itu, pemerintah juga berperan sebagai fungsi distribusi dengan menciptakan pemerataan akses dan kesempatan agar masyarakat mampu memberdayakan semua potensi yang dimilikinya.

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa simulasi berbagai alokasi pengeluaran pemerintah menggunakan anggaran dengan besaran yang sama yaitu sebesar 160 milyar rupiah. Dengan simulasi IV, V dan VI yang dilakukan, berdampak pada pengurangan jumlah penduduk miskin total masing-masing sebesar 0,91 %, 1,10 % dan 0,90 %. Simulasi kebijakan yang paling besar mengurangi jumlah penduduk miskin adalah kebijakan peningkatan pengeluaran infrastruktur sebesar 10 % dan peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 20 %. Hal ini terjadi karena kenyataannya bahwa kondisi infrastruktur di Provinsi Riau masih sangat lemah sehingga sangat diperlukan pembangunan infrastruktur seperti jalan penghubung antar daerah, jaringan listrik, penyediaan air bersih dan jaringan telpon. Selain itu sebagian besar penduduk Riau bermatapencaharian sebagai petani dan juga sebagian besar penduduk di perdesaan masih tergolong miskin, sehingga peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pertanian sangat membantu masyarakat di perdesaan yang sebagian besar terjerat dengan kondisi kemiskinan. Alokasi pendidikan dan kesehatan juga sangat penting untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan hal ini dapat diperlukan dan dirasakan kebutuhannya di masa datang. Sehingga alokasi pendidikan dan kesehatan merupakan alokasi untuk investasi kesejahteraan masa depan.

7.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Secara umum tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Riau terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya tingkat pendidikan, Indeks Pembangunan Manusia, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), menurunnya Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) dan penurunan tingkat kemiskinan.

2. Otonomi daerah dengan desentralisasi fiskalnya mampu meningkatkan kinerja fiskal dan perekonomian daerah serta penurunan tingkat kemiskinan. Kebijakan yang menyentuh langsung dengan rakyat miskin seperti pembukaan lapangan kerja untuk menarik tenaga kerja, peningkatan upah, bantuan dan subsidi yang di berikan kepada penduduk miskin langsung maupun tidak langsung berpengaruh signifikan dalam mengurangi tingkat kemiskinan daerah, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

3. Hasil simulasi model dari sisi peningkatan penerimaan daerah, peningkatan DAU, berpengaruh lebih besar dan efektif dalam mengurangi jumlah penduduk miskin karena dialokasikan pada program-program yang bersentuhan dengan masyarakat. BHPJSDA dan PAD merupakan penerimaan potensial untuk ditingkatkan, yang jika dialokasikan dengan tepat mampu mengurangi jumlah penduduk miskin baik di perkotaan maupun di perdesaan. 4. Hasil simulasi model dari pengeluaran pemerintah, menunjukkan bahwa peningkatan pengeluaran sektor infrastruktur dan sektor pertanian berpengaruh

pendidikan dan kesehatan serta pelayanan umum juga penting untuk kesejahteraan rakyat karena sektor-sektor ini menjadi basis peningkatan kualitas manusia dan peningkatan aktivitas ekonomi dan bersentuhan langsung dengan masyarakat serta memiliki keterkaitan yang besar terhadap sektor lain mulai dari bagian hulu sampai hilir. Peningkatan pengeluaran di sektor Pendidikan dan Kesehatan serta infrastruktur pengaruhnya dapat dirasakan pada jangka panjang. Dengan meningkatkan sumberdaya manusia pada masa datang akan melepaskan mereka dari jeratan kemiskinan.

7.2. Saran

Berdasarkan hasil analisis serta kesimpulan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rekomendasi (saran) kebijakan sebagai berikut :

1. Kewenangan yang luas kepada daerah dalam mengelola keuangan pada saat desentralisasi digulirkan, perlu diimbangi oleh sumberdaya manusia yang handal baik dalam alokasi, maupun pengawasan anggaran daerah. Kebijakan yang tepat akan meningkatkan perekonomian daerah, pemerataan dan penurunan tingkat kemiskinan.

2. Sektor pertanian perlu diberikan perhatian dalam meningkatkan ekonomi perdesaan. Peningkatan aktifitas ekonomi perdesaan akan mengurangi tingkat kemiskinan dan tingkat urbanisasi. Investasi bidang pertanian dan perhatian terhadap bidang pertanian akan menjaga ketahanan pangan daerah,

pedesaan.

3. Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan oleh pemerintah secara berkesinambungan untuk menyiapkan sumberdaya manusia yang handal sehingga mampu mengelola daerahnya ke depan, mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mampu membangun daerahnya menjadi daerah yang mandiri dan sejahtera. Sehingga pemerintah perlu memperhatikan sektor ini dengan lebih serius.

4. Anggaran infrastruktur dasar perlu ditingkatkan seperti jalan di perdesaan untuk meningkatkan akses masyarakat, infrastruktur pertanian, listrik dan sekolah sehingga memacu aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat lebih baik. 5. Diperlukan kelembagaan khusus yang secara langsung menangani

permasalahan kemiskinan secara konsisten sesuai dengan karakteristik penduduk dan wilayahnya sehingga program yang dijalankan efektif untuk mengurangi kemiskinan.

Ahmad, E. dan A. Mansoor. 2002. Indonesia: Managing Decentralization. IMF Working Paper. Fiscal Affairs Department and Independent Evaluation Office. International Monetary Fund, Washington, D.C.

Ajakaiye, DO. Adeyeye, VA. 2002. Concepts, Measurement and Causes of Poverty. www.cenbank.org. (14 Maret 2005)

Alfian, M. G. Tan, S. Soemardjan. 1980. Kemiskinan Struktural Suatu Bunga Rampai. Yayasan Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta.

Antara, M. 1999. Dampak Pengeluaran Pemerintah dan Wisatawan terhadap Kinerja Perekonomian Bali: Pendekatan Social Accounting Matrix. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Arifin, J. 2003. Mekanisme Penyusunan APBD Provinsi Riau yang Berkeadilan: Analisis Perbandingan RAPBD dan APBD Serta Implikasinya. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.

Azis, I.J. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya. FE-UI, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2004. Metodologi dan Profil Kemiskinan Tahun 2004. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2005. Riau dalam Angka. Riau. ________2005. Profil Kesejahteraan Rakyat Provinsi Riau. Riau

________2005. Statistik Potensi Desa Provinsi Riau dan Kepulauan Riau. Riau. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau. 2004. Pendataan

Penduduk/Keluarga Miskin Provinsi Riau. Pemerintah Provinsi Riau. Riau.

Bappenas. 1993. Panduan Program Inpres Desa Tertinggal. Jakarta.

Bappenas. 2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Bab 28 (Kesejahteraan Sosial) www.bappenas.go.id

Barro, R. J. 1997. Determinant of Economic Growth: A Cross-Country Empirical Study. MIT Press, Cambridge. MA.

Brodjonegoro, B., A. Hendranata., Riatu. 2001. Model Ekonometrika Desentralisasi : Analisis Dampak Alokasi SDA dan DAU terhadap Pemerataan Pertumbuhan Ekonomi antar Daerah. LPEM UI, Jakarta. Chambers, R. 1983. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. LP3ES, Jakarta. Davey, K.J. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktek-Praktek Internasional

dan Relevansinya. UI Press, Jakarta.

Ellis, G. F. R. 1994. The Dimentions of Poverty. Social Indicator Research. Fatturochman dan M. Molo. “Karakteristik Rumah Tangga Miskin.” Populasi,

Volume 5, Nomor 1, Tahun 1994.

Friedman, J. 2002. How Responsive is Poverty to Growth ? A Regional Analysis of Poverty, Inequity, and Growth in Indonesia, www.cianet.org/wps/frj02.

Hanani, N. 2000. Model Mikro-Makroekonomi Indonesia: Analisis Simulasi Kebijakan Menghadapi Era Liberalisasi Perdagangan. Disertasi. Program Pascasrjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hermami, A. 2007. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Kabupaten Brebes dan Kota Tegal. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ikhsan, M. 1999. The Disaggregation of Indonesian Poverty : Policy and Analysis. Ph.D. Dissertation. University of Illinois. Urbana.

Isdojoso, B. 2001. Desentralisasi dan Implikasinya terhadap Kondusifitas Iklim Usaha di Daerah Kota dan Kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan. CESS, The Asia Foundation, Forda UKM Sulsel, dan YAS, Makasar. Jhingan, M.L.1993. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Kuncoro, M. 1995. Desentralisasi Fiskal di Indonesia: Dilema Otonomi dan Ketergantungan . Jurnal Prisma, 24 (4): 3 -17.

Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: Second Edition. Mc Millan Press, Ltd, London.

Lewis, W.A. 1954. Dual Sector Model of Development; The Theory of Trickle Down. Http://www.bized.ac.uk

Lin, J.Y. dan Z. Liu. 2000. Fiscal Decentralization and Economic Growth in China. Economic Development and Cultural Change, The University of Chicago, Chicago.

LPEM. 2002. Studi terhadap Status dan Kebutuhan Pemerintah Daerah dalam Mengimplementasikan Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Laporan Penelitian. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat. Universitas Indonesia, Jakarta.

McCullock, N dan B. Suharnoko. 2003 Desentralization and Poverty in Indonesia. Working Paper. Word Bank Office. Jakarta.

Mahi, R. 2000. Prospek Desentralisasi Fiskal di Indonesia Ditinjau dari Segi Pemerataan antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi. Jurnal Analisis CSIS, 29 (1): 54-66.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi Offset, Yogyakarta.

Menteri Koordinator kesejahteraan Rakyat. 2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah. www.menkokesra.go.id

Musgrave, R.A dan P.B. Musgrave. 1984. Public Finance in Theory and Practice. Fifth Edition. McGraw Hill Book Company. New York.

Nanga, M. 2006. Dampak Transfer Fiskal terhadap Kemiskinan di Indonesia : Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nugroho, T.W. 2005. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pakasi, C. 2005. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Utara. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pardede, R. 2005. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Utara. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pyndick. R. S. dan D. L. Rubinfield. 1991. Economic Models and Economic Forecasts. Richard D. Irwin and McGraw-Hill, Boston.

Riyanto. 2003. Analisis Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Daerah dan Pemerataan Pembangunan Wilayah di Indonesia. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rostow, W.W. 1980. The Stages of Economic Growth. University of Texas Press, Austin

Rustiadi, 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Diktat Kuliah. Program Studi Ilmu Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Saefudin. 2005. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Kinerja Perekonomian dan Kelembagaan di Provinsi Riau. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sayogyo. 1994. Kemiskinan dan Pembangunan di Provinsi NTT. Yayasan Obor, Indonesia.

Schelkle, W. 1996. Dualism in Development Economics; Some Critical Remarks and an Alternative Proposal. www.wiwiss,fu-berlin.de.

Seymour, P., Robert J. Kleiner., Lewis O. 1983. Kebudayaan Kemiskinan Sebuah Dimensi Penyesuaian Diri. Yayasan Obor, Jakarta

Sidik, M. 2002. Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Mengacu pada Pencapaian Tujuan Nasional. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat, dan Daerah Departemen Keuangan, Jakarta.

Shah, A. 1998. Fiscal Federalism and Macroeconomic Governance: For Better or for Worse? Policy Research Working Paper. The World Bank, Washington, D.C.

________ 2000. Indonesia dan Pakistan: Tekad atau Retorika. Dalam Bird dan Vaillancourt. Desentralisasi Fiskal di Negara-Negara Berkembang. Gramedia, Jakarta.

Stiglitz, J. E. 2000. Econometrics of The Public Sector. Third Edition. W. W. Norton & Company, New York.

Sukirno, S. 1998. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Kedua. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soemardjan, S. 1993. Kemiskinan (Suatu Pandangan Sosiologis). Makalah, Jakarta.

Sumedi. 2005. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Kinerja Sektor Pertanian. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutomo, S. 1995. Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi Wilayah : Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suwandi, M. 2002. Konsep Dasar Otonomi Daerah yang Demokratis dan Efisien. Departemen Dalam Negeri, Jakarta.

Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid I dan II. Terjemahan H. Munandar. Erlangga, Jakarta.

Usman. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yudhoyono, S. B. 2004. Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran : Analisis Ekonomi Politik Kebijakan Fiskal. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

No

Uraian

Kabupaten Kuantan Sengingi

2001 2002 2003

A PENERIMAAN 252 064 882 293 702 261 278 412 003

1. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun

Lalu 4 335 602 34 686 765 17 935 584

2. Pendapatan Asli Daerah 3 651 628 6 422 281 7 007 875

2.1. Pajak Daerah 576 939 976 559 1 078 875

2.2. Retribusi Daerah 1 247 973 2 102 426 3 149 000

2.2.1. Retribusi Jasa Umum 288 589 366 704 450 000

2.2.2. Retribusi Jasa Usaha 372 731 535 459 1 459 000

2.2.3. Retribusi Perijinan Tertentu 586 653 1 200 263 1 240 000

2.3. Bagian Laba Usaha Daerah 0 0 0

2.4. Penerimaan Lain-lain 1 826 716 3 343 296 2 780 000

3.

Pendapatan Dari Pemerintah dan atau

Instansi Yang Lebih Tinggi 244 077 652 252 593 215 253 468 544

3.1. Bagi Hasil Pajak 13 195 028 18 643 895 22 517 043

3.2. Bagi Hasil Bukan Pajak 112 652 387 101 814 747 104 407 706

3.3. Subsidi Daerah Otonom 118 230 237 118 837 706 126 543 795

3.4. Bantuan Pembangunan 0 13 296 867 0

3.5. Penerimaan Lainnya 0 0 0

4. Pinjaman Pemerintah Daerah 0 0 0

Lampiran 2. Pengeluaran Fiskal Rutin Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Sengingi Provinsi Riau Tahun 2001-2003

(Ribu Rupiah)

No Uraian Kabupaten Kuantan Sengingi

2001 2002 2003