BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Analisis Sitiran
2.3.1 Kajian Analisis Sitiran
Menurut Hoffmann dan Doucette (2012, 30) bahwa, “citation analysis is a branch of bibliometrics that examines the citations found in publications such as journal articles and books to look for patterns of use”. Analisis sitiran merupakan cabang bibliometrik yang meneliti sitiran yang ditemukan dalam publikasi seperti artikel jurnal dan buku untuk mencari pola penggunaan. Sedangkan menurut Thanuskodi dalam Banateppanvar (2012, 12) bahwa, “citation analysis is one of the popular methods employed inrecent years for identification of core documents and complexrelationships between citing and cited documents for aparticular research community in a geographical proximity”. Analisis sitiran adalah salah satu metode populer yang digunakan dalam beberapa tahun terakhir untuk identifikasi dokumen dan hubungan kompleks antara menyitir dokumen dan dokumen yang disitir. Gohain dan Saikia (2014) menyatakan bahwa,
Citation analysis is the analysis of the citation or bibliographical reference that is appended with the research communication. It studied citations in scholarly works to establish links to other works or other researchers by counting the citations appended at the end of each scientific article.
Dari pendapat tersebut dapat didefinisikan, analisis sitiran adalah analisis rujukan atau referensi kepustakaan yang dimaksud ditambahkan dengan komunikasi penelitian. Ini mempelajari sitiran dalam karya ilmiah membuat tautan ke karya lain atau peneliti lain dengan menghitung kutipan yang ditambahkan pada akhir setiap artikel ilmiah. Selanjutnya Natakusumah (2016, 42) mengemukakan bahwa,
Citation analysis is defined as that subfield of informetrics where patterns and frequencies of citations, given as well as received are analyzed. Such an analysis is performed on the level of authors, journals, scientific disciplines and any other useful unit or level. Citation analysis further studies relations between cited and citing units (documents, authors, countries etc.
Dari pendapat tersebut dapat diterjemahkan, analisis sitiran didefinisikan sebagai sub bidang dari informetrics di mana pola dan frekuensi sitiran, diberikan serta diterima dianalisis. Analisis semacam itu dilakukan pada tingkat penulis, jurnal, disiplin ilmiah dan unit atau tingkatan lain yang berguna. Analisis sitiran mempelajari lebih lanjut hubungan antara unit mengutip dan sitiran (dokumen, penulis, negara, dll).
Dari uraian di atas, dapat dilihat persamaan pendapat antara Hoffmann dan Doucette (2012) dan Natakusumah (2016) mengenai definisi analisis sitiran.
Menurut Hoffmann dan Doucette (2012) analisis sitiran merupakan cabang bibliometrik yang meneliti sitiran yang ditemukan dalam publikasi seperti artikel jurnal dan buku untuk mencari pola penggunaan. Hal yang sama dikemukakan oleh Natakusumah (2012) analisis sitiran didefinisikan sebagai sub bidang dari informetrics di mana pola dan frekuensi sitiran, diberikan serta diterima dianalisis.
Analisis semacam itu dilakukan pada tingkat penulis, jurnal, disiplin ilmiah dan unit atau tingkatan lain yang berguna.
Persamaan pendapat juga dilihat dari pendapat Thanuskodi (2012) dan Gohain dan Saikia (2014). Menurut Thanuskodi (2012) analisis sitiran adalah salah satu metode populer yang digunakan dalam beberapa tahun terakhir untuk identifikasi dokumen dan hubungan kompleks antara menyitir dokumen dan dokumen yang disitir. Hal yang sama juga dikemukakan Gohain dan Saikia (2014) adalah analisis rujukan atau referensi mempelajari sitiran dalam karya ilmiah membuat tautan ke karya lain atau peneliti lain dengan menghitung kutipan yang ditambahkan pada akhir setiap artikel ilmiah.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dinyatakan analisis sitiran merupakan cabang bibliometrik untuk identifikasi dokumen dan hubungan kompleks antara menyitir dokumen dan dokumen yang disitir dengan menghitung sitiran yang ditambahkan pada akhir setiap artikel ilmiah. Analisis dilakukan pada tingkat penulis, jurnal, disiplin ilmiah dan unit atau tingkatan lain yang berguna.
Menurut Hartinah (2002, 2) bahwa, kajian bibliometrika menggunakan analisis sitiran merupakan cara untuk menentukan berbagai kepentingan, antara lain:
1. Evalusai program riset.
2. Pemetaan ilmu pengetahuan.
3. Visualisasi suatu disiplin ilmu.
4. Indikator ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Faktor dampak dari suatu majalah (journal impact factor).
6. Kualitas suatu majalah.
7. Pengembangan koleksi majalah, dll.
Adapun ruang lingkup kajian dalam analisis sitiran yang dikemukakan oleh Pattah (2013, 51) adalah:
1. Peringkat majalah yang disitir.
2. Tahun sitiran.
3. Asal geografi bahan sitiran.
4. Lembaga yang ikut dalam penelitian.
5. Kelompok majalah yang disitir.
6. Subjek yang disitir.
7. Jumlah langkah berdasarkan teori graft (Graph theory) dari majalah tertentu termasuk kelompok majalah lain.
2.3.2 Manfaat Analisis Sitiran
Gohain dan Saikia (2014) mengemukakan bahwa,
dengan analisis sitiran seseorang dapat mengevaluasi dan menginterpretasikan sitiran yang diterima oleh artikel, penulis, institusi, dan indikasi kegiatan ilmiah lainnya. Dengan demikian membantu mengidentifikasi kualitas sumber informasi. Analisis sitiran berguna untuk memahami subjek hubungan, pola kepengarangan, dampak, kecenderungan publikasi, dan bermanfaat informasi seperti penggunaan relatif berbagai jenis dokumen seperti buku, terbitan berkala, sumber daya elektronik, laporan, tesis Ph.D, konferensi, standar, paten.
Menurut Budd dalam Zulaikha (2007, 40) bahwa, “metode analisis sitiran dapat dipergunakan untuk mengukur komunikasi dalam disiplin ilmu tertentu.
Disebutkan dalam dokumen ini bahwa dengan metode ini dapat diidentifikasi karakteristik dokumen yang dipergunakan dalam penelitian di perguruan tinggi (seperti jurnal, buku dan jenis-jenis lain), usia dokumen dan subjek yang dirujuk.”
Menurut Smith (1981, 94) bahwa, analisis sitiran dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti:
1. Literature of studies.
In this case one looks at citations in a particular subject area to describe patterns of citation. Characteristics of cited materials frequently examined include types, age, highly cited authors and journals, languages and countries of origin, and subject distribution.
2. Type of literature.
Citation analysis can be used to gauge the dissemination of results reported in certain types of literature, such as government documents, dissertations, or the exchange literature of regional scientific societies.
3. User studies.
Although studies in this category are descriptive, they have implications for collection development and design of services. One approach is the analysis of reference lists in works written by library users, e.g., term papers, theses/dissertations or technical reports, in order to determine types of materials, age of materials, subject, language, and whether locally owned.
4. Historical studies
Historical research using citation analysis is based on a literary model of the scientific process. Citations can be used to trace the chronology of events, relationships among them, and their relative importance. Mis- sing and implicit citations obviously pose problems for such an analysis.
5. Communication fiatterns
Communication fiatterns. Citations can be thought of as plausi- ble indicators of scientific communication patterns. Although citation linkages do not necessarily reflect social contacts, it is probable that there is a certain amount of congruence between documental and social structures.
6. Evaluative bibliometrics.
Evaluative bibliometrics. In these studies, citation analysis is defined as the evaluation and interpretation of the citations received by articles, scientists, universities, countries, and other aggregates of scien-tific activity, used as a measure of scientific influence and productivity.
(Bibliometrik evaluatif.
7. Information retrieval.
Information retrieval. Use of citation relations has perhaps had the greatest impact in information retrieval where citations have been used to augment more traditional approaches to literature searching. Experiments by Salton have confirmed that citations are useful supplements to keywords in identifying relevant documents.
8. Collection development.
It is appropriate tobegin the discussion of citation analysis as a tool for collection development with Cayless’s observation that “the main purpose of quantitative measures is to provide information on which to base qualitative judgments, not to replace them.
Dari beberapa kriteria tersebut dapat didefenisikan sebagai berikut:
1. Sastra studi, dalam hal ini seseorang melihat sitiran di area subjek tertentu untuk menggambarkan pola sitiran. Karakteristik bahan yang dikutip sering diperiksa meliputi jenis, umur, penulis dan jurnal yang sangat banyak dikutip, bahasa dan negara asal, dan distribusi subjek.
2. Jenis literatur, analisis sitiran dapat digunakan untuk mengukur diseminasi hasil yang dilaporkan dalam jenis literatur tertentu, seperti dokumen pemerintah, disertasi, atau literatur pertukaran masyarakat ilmiah regional.
3. Penelitian pengguna, meskipun penelitian dalam kategori ini bersifat deskriptif, namun memiliki implikasi untuk pengembangan koleksi dan perancangan layanan. Salah satu pendekatannya adalah analisis daftar referensi dalam karya yang ditulis oleh pengguna perpustakaan, misalnya makalah berjangka, tesis / disertasi atau laporan teknis, untuk menentukan jenis bahan, umur bahan, subjek, bahasa, dan apakah milik lokal.
4. Studi sejarah, penelitian historis dengan menggunakan analisis sitiran didasarkan pada model sastra proses ilmiah. sitiran dapat digunakan untuk melacak kronologi kejadian, hubungan di antara mereka, dan kepentingan relatif mereka. sitiran yang tidak jelas dan implisit jelas menimbulkan masalah untuk analisis semacam itu.
5. Komunikasi fiattern, sitiran dapat dianggap sebagai indikator pola komunikasi ilmiah yang plenus. Meskipun hubungan sitiran tidak selalu mencerminkan kontak sosial, kemungkinan besar ada sejumlah kongruensi antara struktur documental dan sosial).
6. Bibliometrik evaluatif, dalam studi ini, analisis sitiran didefinisikan sebagai evaluasi dan interpretasi sitiran yang diterima oleh artikel, ilmuwan, universitas, negara, dan agregat aktivitas ilmiah lainnya, yang digunakan sebagai ukuran pengaruh ilmiah dan produktivitas.
7. Pencarian informasi, penggunaan hubungan sitiran mungkin memiliki dampak terbesar dalam pencarian informasi di mana sitiran telah digunakan untuk menambah pendekatan tradisional terhadap pencarian literatur. Percobaan oleh Salton telah mengkonfirmasi bahwa sitiran adalah suplemen yang berguna untuk kata kunci dalam mengidentifikasi dokumen yang releva
8. Pengembangan koleksi, sangat tepat untuk menggali pembahasan analisis sitiran sebagai alat untuk pengembangan koleksi dengan pengamatan Cayless bahwa "tujuan utama pengukuran kuantitatif adalah untuk memberikan informasi mengenai mana yang menjadi dasar penilaian kualitatif, bukan untuk menggantikannya.
Dari uraian di atas, dapat dilihat persamaan pendapat mengenai manfaat analisis sitiran antara Smith (1981) dan Gohain dan Saikia (2014) yaitu menurut Gohain dan Saikia (2014) mengevaluasi dan menginterpretasikan sitiran dan Smith (1981) menyatakan untuk evaluasi dan interpretasi sitiran yang diterima oleh artikel, ilmuwan, universitas, negara, dan agregat aktivitas ilmiah lainnya, yang digunakan sebagai ukuran pengaruh ilmiah dan produktivitas.
Persamaan pendapat juga dilihat dari pendapat Budd (2007) dan Gohain dan Saikia (2014). Menurut Budd (2007) metode analisis sitiran dapat diidentifikasi karakteristik dokumen yang dipergunakan dalam penelitian di perguruan tinggi (seperti jurnal, buku dan jenis-jenis lain), usia dokumen dan subjek yang dirujuk, sama halnya dengan pendapat Gohain dan Saikia (2014) untuk membantu mengidentifikasi kualitas sumber informasi. Analisis sitiran berguna untuk memahami subjek hubungan, pola kepengarangan, dampak, kecenderungan publikasi, dan bermanfaat informasi seperti penggunaan relatif berbagai jenis dokumen seperti buku, terbitan berkala, sumber daya elektronik, laporan, tesis Ph.D, konferensi, standar, paten.
2.4 Kriteria dalam Menyitir Dokumen
Kriteria dalam menyitir dokumen harus diperhatikan oleh peneliti dalam menulis karya ilmiah yang akan dijadikan sebagia rujukan. Subjek dokumen yang akan disitir harus relevan dengan subjek yang akan ditetili.
Menurut Wang dan Soegel yang dikutip oleh Andriani (2003, 11) bahwa,
“kriteria merupakan suatu filter yang diaplikasikan oleh penulis dalam membuat suatu keputusan”. Beberapa kriteria penilaian suatu dokumen yang akan disitir adalah:
1. Topik, dalam hal ini isi dokumen berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Topik permasalahan harus diketahui oleh penulis yang akan menilai dokumen. Pengetahuan mengenai topik mencakup who (siapa yang menulis), when (kapan topik tersebut didiskusikan), where (di mana topik itu menjadi berarti), dan how (bagaimana hubungan topik itu dengan topik lain) .
2. Orientasi, menyangkut apa isi dokumen dan kepada siapa dokumen tersebut ditunjuk.
3. Disiplin ilmu atau subjek area, penulis kemungkinan akan mengambil dokumen yang mempunyai disiplin ilmu yang sama dengan penelitian yang sedang dikerjakan.
4. Keklasikan/kepeloporan, suatu dokumen yang berisi informasi yang sangat substansial di bidangnya, karena memuat teknik, metode atau teori yang dipakai sepanjang waktu.
5. Nama jurnal dan tipe dokumen, pemahaman pengarang terhadap suatu jurnal akan mempengaruhi proses seleksi dokumen.
6. Pengarang, dokumen yang ditulis oleh orang yang menjadi figur dalam bidangnya akan dipersepsi tinggi oleh penyitir, sehingga berpeluang besar pula untuk disitir.
7. Novelty/kebaruan, dokumen disitir karena memuat informasi yang belum diketahui sebelumnya atau sesuatu yang baru.
8. Penerbit, reputasi institusi penerbit dapat pula menjamin mutu terbitan.
9. Recency/kemutakhiran, membandingkan corak baru suatu dokumen dengan topik yang sedang diteliti. Kemutakhiran berkaitan dengan waktu penerbitan.
Selain kriteria di atas, terdapat beberapa kriteria di luar dokumen yang juga harus dipertimbangkan. Dengan demikian, tidak hanya kriteria dari dalam dokumen saja yang perlu menjadi penilaian terhadap dokumen yang akan disitir.
Menurut White and Wang yang disitir oleh Andriani (2003, 12) ada beberapa kriteria di luar dokumen yang juga harus dipertimbangkan, yaitu:
1. Kemudahan dalam mendapatkan dokumen, Liu (1993, 13) menunjukkan bahwa rujukan dokumen yang tertera pada daftar pustaka secara positif berhubungan dengan ketersediaan dokumen tersebut di perpustakaan institusi penulis. Artinya, jumlah rujukan yang disitir tergantung pada kelengkapan atau jumlah koleksi perpustakaan institusi penulis.
2. Syarat khusus, keahlian atau alat yang diperlukan untuk menggunakan suatu dokumen menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan penulis dalam menyitir dokumen. Diantaranya adalah penguasaan bahasa, penguasaan alat yang dipakai untuk membaca dokumen, misalnya dokumen yang tersimpan dalam microfilm.
3. Kendala waktu. dokumen yang dianggap relevan sebagai rujukan terkadang tidak dapat digunakan karena waktu yang terbatas, seperti halaman terlampau tebal sehinga tidak sempat terbaca.
2.5 Relevansi
2.5.1 Defenisi Relevansi
Dalam kamus ilmiah populer (2006, 406) arti dari relevansi adalah
“hubungan, keterkaitan”. Menurut Margono (1999, 26) bahwa, “relevansi adalah acuan yang dipakai oleh seseorang dalam menulis karya ilmiahnya sesuai dengan permasalahan yang ada dalam karya ilmiah tersebut”. Sedangkan Green dalam Andriani (2003, 10) menyatakan bahwa, “relevansi adalah sesuatu sifat yang terdapat pada dokumen yang dapat membantu pengarang dalam memecahkan kebutuhan akan informasi”. Menurut Purnomo (2006, 9) bahwa, “dokumen yang relevan artinya dokumen-dokumen yang didapatkan dapat memenuhi kebutuhan informasi yang sedang dibutuhkan.”
Dari pendapat di atas, dapat dilihat persamaan antara kamus ilmiah popular (2006, 406) dan pendapat Margono (1999). Dalam kamus ilmiah popular (2006) relevansi merupakan hubungan, keterkaitan dan menurut Margono (1999) relevensi aladah adalah acuan yang dipakai oleh seseorang dalam menulis karya ilmiahnya sesuai dengan permasalahan yang ada dalam karya ilmiah tersebut.
Persaman pendapat juga dilihat antara Green (2003) dan Purnomo (2006) keduanya menyatakan relevansi dapat membantu pengarang dalam memecahkan atau memenuhi kebutuhan akan informasi yang sedang dibutuhkan.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa relevansi merupakan hubungan, keterkaitan, acuan yang terdapat pada dokumen yang dipakai oleh seseorang dalam menulis karya ilmiah sesuai dengan permasalahan yang ada dalam karya
ilmiah untuk memenuhi dan membantu pengarang dalam memenuhi kebutuhan informasi.
2.5.2 Relevansi Subjek
Dalam menyusun rencana penelitian, peneliti membutuhkan dukungan berbagai macam sumber literatur baik literatur primer maupun literatur sekunder yang relevan dengan bidang yang diteliti untuk mendukung tulisanya. Andriani (2002, 30) berpendapat bahwa,
Idealnya karya yang disitir harus benar-benar mendukung karya ilmiah yang menyitir. Penyitiran dilakukan terhadap ide, konsep, dan teori yang dijadikan sebagai pijakan karya yang menyitirnya. Suatu dokumen yang berisi informasi yang diperlukan oleh seorang peneliti akan disitirnya apabila dokumen tersebut relevan dengan kegiatan penulisan karya ilmiah yang dilakukan, di mana dokumen dinilai relevan apabila dokumen tersebut mempunyai subjek yang sama atau berhubungan dengan subjek yang diteliti (topical relevance).
Dari pendapat di atas, relevansi subjek yang dimaksud adalah kesamaan atau kemiripan subjek dokumen yang menyitir dengan subjek dokumen yang disitir. Jika penulis telah menyitir atau mengutip dari karya orang lain, berarti penulis telah memahami topik yang dibahas dalam penelitian yang dilakukannya, namun yang sering terjadi adakalanya daftar pustaka di dalam karya tulis tidak ada hubungannya dengan yang peneliti tulis. Sehingga pencantuman daftar pustaka bukan berfungsi sebagai pajangan, melainkan sebagai dasar penyusunan argumentasi atau sebagai bahan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh dari sebuah karya ilmiah.
Burgin dalam Mustangimah (1998, 31) membagi tingkat relevansi menjadi 3 bagian dan mendefenisikannya sebagai berikut:
1. Sangat relevan (Highly Relevant), yaitu bahwa makalah adalah respon langsung bagi pertanyaan.
2. Relevan marjinal (Marginally Relevant), yaitu bahwa topik makalah relevan, tetapi bukan respon langsung bagi pertanyaan.
3. Tidak relevan (Not relevant), yaitu bahwa makalah tidak relevan dengan pertanyaan.
Inti dari pendapat di atas, pada dasarnya tingkat relevansi dibagi dalam tiga kriteria yaitu sangat relevan, relevan marjinal dan tidak relevan.
Menurut Hasugian (2006, 106) bahwa, batas relevansi notasi klasifikasi subjek sitiran terhadap notasi klasifikasi subjek yang menyitir yaitu:
1. Dikatakan relevan apabila tiga digit pertama notasi klasifikasi subjek sitiran sama dengan notasi klasifikasi subjek yang menyitir.
2. Dikatakan relevan marjinal apabila dua digit pertama notasi klasifikasi subjek sitiran sama dengan notasi klasifikasi subjek yang menyitir.
3. Dikatakan tidak relevan apabila notasi klasifikasi subjek berada diluar notasi klasifikasi subjek yang menyitir.
Dokumen dinilai relevan apabila dokumen tersebut mempunyai topik yang sama, atau berhubungan dengan subjek yang diteliti. Untuk mengetahui tingkat relevansi suatu subjek dokumen diperlukan suatu pendekatan untuk menguji atau menganalisis relevansi yaitu dengan melakukan pendekatan subjek dengan menggunakan LCSH (Library of Congress Subject Headings).
2.5.3 Metode Relevansi Subjek
Menurut Sundari (2001, 12) bahwa, langkah-langkah dalam penulisan relevansi subjek adalah:
1. Tentukan subjek bahan pustaka.
2. Terjemahkan subjek.
3. Pelajari bagan utama.
4. Penggunaan bahasa indeks.
Dari pendapat Sundari di atas dapat diuraikan bahwa:
1. Tentukan subjek bahan pustaka.
Sebelum menentukan notasi kelas suatu bahan pustaka, lakukan analisis subjek dengan menafsirkan isi pokok yang terkandung dalam bahan pustaka tersebut. Cara menganalisis isi buku:
1) Baca dan perhatikan judul, daftar isi, tajuk-tajuk bab, dan kata pengantar dengan seksama.
2) Baca dan perhatikan catataan yang terdapat pada jaket buku atau pada kulit jilid bagian belakang buku.
3) Baca bagian pendahuluan untuk memahami isi pokok bahan pustaka.
4) Dalam kasus sulit, baca ringkasan, tinjauan literatur, hasil dan, kesimpulan, atau kemungkinan harus membaca teks bahkan juga daftar pustakanya.
5) Jika masih mengalami kesulitan minta bantuan seorang yang ahli dalam subjek tersebut, misalnya peneliti, pengkaji atau penyuluh.
2. Terjemahkan subjek.
Setelah subjek diketahui, terjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagaimana yang digunakan DDC edisi ke-22. Gunakan kamus bahasa Indonesia-Inggris atau kamus tematis/teknis menurut bidangnya.
3. Pelajari bagan utama.
Untuk menentukan nomor klasifikasi, subjek yang telah diketahui dicari pada indeks subjek atau jika sudah paham cari langsung notasi kelasnya pada bagan utama. Untuk dapat mencari langsung, terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami urutan-urutan subjek di dalam bagan utama tersebut.
4. Penggunaan indeks subjek.
Salah satu cara yang mungkin dapat mempercepat pencarian notasi kelas adalah dengan menggunakan indeks subjek yang berupa daftar subjek verbal dalam bahasa Inggris yang disusun menurut abjad dan menunjuk kepada notasi klasifikasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2011, 2) bahwa, “metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan yang dilandasi oleh metode keilmuan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian di dasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, dan sistematis.”
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif sehingga metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Menurut Sugiyono (2011, 35) bahwa,
“penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri (satu variabel), yaitu peneliti tidak membuat perbandingan atau mencari hubungan dengan variabel lain”. Sedangkan menurut Erlina (2011, 20) bahwa, “penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh oleh peneliti dari subjek berupa individu, organisasional, industri atau perspektif yang lain.”
Selanjutnya Harmein (2016, 64) mengemukakan bahwa, “penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Menganalisis dan menyajikan gejala-gejala peristiwa yang hendak dideskripsikan, digambarkan, dilukiskan, ataupun diuraikan oleh peneliti atau menjelaskam hubungan antar variabel.”
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dinyatakan penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala atau fenomena yang diperoleh oleh peneliti dari subjek berupa individu, organisasional, industri atau perspektif yang lain tanpa membuat perbadingan atau menghubungkan dengan variabel lain (variabel mandiri).
3.2 Unit Analisis
Menurut Singarimbun (1995, 155) yang dimaksud dengan unit analisis adalah “unit yang akan diteliti atau dianalisa”. Dari pendapat tersebut, dapat dinyatakan bahwa subjek penelitian ini adalah disertasi mahasiswa program studi doktor Ilmu Manajemen Universitas Sumatera Utara yang terdapat pada website perpustakaan USU www.library.usu.ac.id merujuk pada USU repository terdapat 2 disertasi. Pada disertasi 1 berisikan 176 daftar pustaka dan pada disertasi 2 berisikan 125 daftar pustaka dengan total seluruhnya yaitu 301 daftar pustaka..
3.3 Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan jumlah objek penelitian yaitu disertasi mahasiswa program studi doktor Ilmu Manajemen Universitas Sumatera Utara dengan jumlah 2 disertasi dan total seluruh daftar pustaka yaitu 301 daftar pustaka.
2. Pengumpulan Data:
2. Pengumpulan Data: