• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian empiris pada penelitian ini mengacu kepada penelitian-penelitian sebelumnya yang dinilai relevan sebagai referensi yang terdiri dari penelitian- penelitian tentang pengelolaan sampah dan penelitian tentang studi kelayakan usaha. Kajian mengenai pengelolaan sampah di Kota Bogor maupun di kota lainnya sudah banyak dilakukan, sehingga penelitian ini mengacu kepada beberapa penelitian sebelumnya tentang pengolahan sampah, diantaranya penelitian yang telah dilakukan oleh Mujahidawati (2005), dan Qomariyah (2005), serta hasil penelitian Yayasan Danamon Peduli (2008). Adapun kajian mengenai studi kelayakan usaha yang digunakan sebagai referensi pada penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Fatimah (2009), Wulandari (2009), dan Zulfah (2010). Intisari penelitian dari para penulis tersebut diuraikan pada sub bagian di bawah ini.

2.4.1 Penelitian Usaha Pengelolaan Sampah

1) Qomariyah (2005), meneliti tentang Analisis to Pay (WTP) dan Willingness to Accept (WTA) Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah (studi kasus TPA Galuga, Cibungbulang, Bogor). Tujuan dari penelitian adalah untuk mengidentifikasi karakteristik masyarakat Kota Bogor dan masyarakat Galuga serta persepsi masyarakat kota Bogor terhadap keberadaan sampah dan masyarakat Galuga terhadap keberadaan TPA. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan ketidaksediaan masyarakat Kota Bogor dalam membayar retribusi kebersihan dan masyarakat Galuga dalam menerima kompensasi, serta mengestimasi

23 besarnya biaya yang ingin dibayarkan (WTP) masyarakat Kota Bogor terhadap retribusi kebersihan dan nilai yang ingin diterima (WTA) masyarakat Galuga terhadap penerimaan kompensasi dengan pendekatan

Contingent Valuation Method (VCM). Hasil dari penelitian ini menunjukkan besarnya nilai rata-rata WTP masyarakat Kota Bogor untuk membayar retribusi adalah sebesar Rp 4.577,78 per bulan, sedangkan keinginan masyarakat Desa Galuga untuk mendapatkan kompensasi berdasarkan WTA adalah sebesar Rp 3.572.500,00 perbulan. Nilai WTP masyarakat Bogor terhadap retribusi pada penelitian tersebut akan digunakan sebagai referensi dalam penetapan angka retribusi sebagai pemasukan IPST pada penelitian ini yaitu sebesar Rp 10.000 per bulan. Angka tersebut berdasarkan asumsi adanya peningkatan biaya retribusi minimal sebesar Rp 1.000 per tahun sehingga nilai WTP masyarakat untuk membayar retribusi pada Tahun 2005 sebesar Rp 4.577,77 akan meningkat menjadi 10.577,77 pada Tahun 2011. Untuk memudahkan perhitungan, biaya retribusi pada penelitian ini yang dibulatkan menjadi Rp 10.000.

2) Yudiayanto (2007), meneliti tentang Analisis Sistem Pengolahan Sampah Permukiman di Kota Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan skenario strategi pengelolaan sampah permukiman berbasis komunitas di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisis kondisi sistem pengelolaan sampah saat itu dan mengidentifikasi faktor-faktor strategis penting masa yang akan datang dengan pengembangan sistem tersebut. Alat analisis yang digunakan adalah analisis perilaku rumah tangga dengan menggunakan t-student, Mann Wihtney dan korelasi Rank Spearmans serta analisis prospektif. Hasil penelitian ini menunjukkan faktor tingkat pendidikan masyarakat memberikan pengaruh yang nyata terhadap perilaku dan keinginan masyarakat untuk berpartisipasi terhadap usaha pengelolaan sampah permukiman berbasis komunitas melalui partisipasi pemilahan sampah. Penelitian yang dilakukan Yudiyanto (2007) memberikan gambaran bahwa usaha pengolahan sampah berbasis komunitas dalam hal ini IPST, merupakan solusi dalam menangani permasalahan sampah yang ada saat itu. Namun demikian partisipasi masyarakat untuk mendukung program tersebut

24 sebagian besar bergantung kepada faktor tingkat pendidikan masyarakat yang memberikan kesadaran akan pentingnya kebersihan. Oleh karena itu sebelum mengaplikasikan IPST di Kota Bogor sebaiknya perlu dilakukan edukasi terhadap masyarakat agar tercipta kesamaan persepsi terhadap pentingnya pengadaan IPST sebagai solusi terhadap penanganan sampah komunitas. Hal tersebut menjadi keterbatasan dalam penelitian ini, karena penelitian ini lebih dalam mengkaji mengenai aspek bisnis pengelolaan IPST .

3) Penelitian ini juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Danamon Peduli pada Tahun 2008 mengenai pengolahan sampah terpadu, dengan spesifikasi konversi sampah pasar menjadi kompos berkualitas tinggi. Dalam kajian ini, adanya program pengelolaan sampah pasar menjadi kompos berkualitas tinggi akan menciptakan pasar tradisional yang sehat, nyaman, dan bersih, kondisi ini dinilai mampu merevitalisasi pasar tradisional menjadi pusat perbelanjaan utama bagi masyarakat Indonesia. Melalui penelitian ini Yayasan Danamon Peduli telah mendirikan 30 unit pengolahan kompos pada pasar tradisional yang tersebar diseluruh daerah di Indonesia, diantaranya adalah Pasar Bunder Sragen, Pasar Bantul, dan Pasar Wonosobo. Teknis dalam pengolahan sampah khususnya sampah organik dan teknis pembangunan rumah kompos yang sesuai untuk proses fermentasi kompos yang baik banyak diadaptasi pada aspek teknis studi kelayakan proyek IPST. Hal tersebut bertujuan agar output kompos yang dihasilkan oleh IPST pada penelitian ini memiliki kualitas yang lebih baik dari output kompos IPST lain yang umumnya tidak terlalu memerhatikan kualitas kompos yang dihasilkan.

2.4.2 Penelitian Studi Kelayakan Usaha

1) Fatimah (2009), meneliti tentang Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Sampah menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kota Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis aspek kelayakan proyek PLTSa ditinjau dari aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen, aspek finansial, serta menganalisis kepekaan proyek PLTSa yang mempengaruhi kondisi kelayakan melalui analisis switching value. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai pelaksanaan pengolahan sampah kota seperti

25 aspek teknis, aspek pasar serta aspek manajemen. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial pembangunan PLTSa yang diolah dengan Software Microsoft excel. Analisis finansial dibagi menjadi dua skenario berdasarkan sumber investasinya. Pada Skenario I PLTSa direncanakan dikelola oleh Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), sehingga biaya investasi berasal dari dana hibah APBD Kota Bogor. Adapun untuk Skenario II PLTSa direncanakan menjadi unit bisnis murni yang dikelola oleh pihak swasta dengan modal investasi berasal dari pinjaman bank sebesar 50 miliyar rupiah yang akan diangsur selama 10 tahun dengan bunga angsuran sebesar 14 persen. Analisis kelayakan finansial dilakukan berdasarkan nilai kelayakan investasi yang dihasilkan, yaitu : Net Present value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benet Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), dan Payback Period (PP), serta dilakukan pula Analisis switching value. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan proyek PLTSa di Kota Bogor yang dinilai dari aspek pasar, teknis, dan manajemen layak untuk dijalankan, sedangkan berdasarkan hasil analisis finansial, Skenario I menunjukkan nilai NPV Rp 10.781.463.315,13 (negatif), IRR 3,02 persen, B/C ratio 0,55 dan PP 72,41 tahun, sedangkan Skenario II menunjukkan nilai NPV Rp 1.660.455.113,55, IRR 17,78 persen, B/C ratio 1,10 dan PP 4,52 tahun. Berdasarkan penilaian pada kriteria kelayakan investasi dapat disimpulkan bahwa Skenario I tidak layak untuk dijalankan karena akan mengakibatkan kerugian yang diprediksi sebesar Rp 10.781.463.315,13 selama umur proyek (25 tahun), selain itu tingkat pengembalian internal (IRR) pada proyek ini sangat rendah dan berada dibawah discount rate yang digunakan yaitu 7 persen. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa sebaiknya PLTSa yang akan dibangun di Kota Bogor mengacu pada Skenario II pada penelitian ini, dimana PLTSa menjadi entitas bisnis murni yang diolah oleh swasta karena dinilai layak untuk dijalankan berdasarkan penilaian kriteria investasi. Penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2009) menjadi referensi yang penting pada penelitian ini. Hal tersebut karena terdapat hal-hal yang menjadi kesamaan dalam penelitian ini dan penelitian Fatimah (2009) antara lain pada obyek penelitian dan metode

26 yang digunakan, sedangkan perbedaan penelitian ini adalah pada proyek yang dijalankan dan konsep kontrak kerjasama pemerintah dan pihak swasta yang direncanakan menggunakan kontrak konsesi (keterlibatan swasta secara penuh), sehingga seluruh skenario pada penelitian ini merupakan skenario yang dijalankan pihak swasta tanpa ada keterlibatan APBD pemerintah dalam hal pendanaan investasi proyek.

2) Wulandari (2009), meneliti tentang analisis kelayakan usaha pengolahan sampah organik pada masyarakat di Pekayon Indah, Bekasi, melalui gerakan peduli lingkungan (GPL). Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan warga di kompleks perumahan PPI untuk melakukan pemilahan sampah, serta menganalisis kelayakan usaha pengolahan sampah yang dilakukan GPL dan mengestimasi nilai ekonomi dari usaha pengolahan sampah organik tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan warga di kompleks perumahan PPI untuk memilah sampah didominasi oleh faktor usia, pendidikan, serta status ibu. Masing-masing variabel tersebut memiliki nilai

odds ratio sebesar 1,21 untuk variabel umur, 2,87 untuk variabel pendidikan, serta 0,09 untuk variabel status ibu. Sedangkan untuk analisis kelayakan dilakukan dalam 3 skenario. Skenario I merupakan kondisi rill pengolahan sampah yang dilakukan oleh GPL saat penelitian dilakukan, skenario II berusaha meningkatkan jumlah pemilah sampah dengan umur proyek tetap selama 5 tahun. Berdasarkan hasil analisis finansial, kedua skenario pertama dinilai tidak layak untuk dijalankan, karena menghasilkan NPV negatif yang menunjukkan adanya kerugian selama umur proyek, selain itu nilai IRR sebesar 3,4 persen yang dihasilkan pada dua skenario tersebut berada dibawah nilai discount rate yang digunakan sebesar 7 persen. Sehingga dilakukan perpanjangan usia proyek pada skenario ke III menjadi 10 tahun dan jumlah pemilah ditargetkan mencapai jumlah optimal yaitu sebanyak 700 KK (Kepala Keluarga), skenario III dinyatakan lebih layak karena telah memenuhi syarat empat kriteria kelayakan meskipun dinilai masih sangat minim. Nilai NPV yang dihasilkan adalah sebesar Rp. 2.167.300, yang berarti selama umur proyek dihasilkan keuntungan sebesar 2 juta rupiah, sedangkan

27 nilai IRR 9,37 persen berada sedikit diatas discount rate yang digunakan yaitu 7 persen, Net B/C sebesar 1,03 dan Payback periode selama 9 tahun 11 bulan. Penelitian Wulandari (2009) memiliki kesamaan dengan proyek yang dikaji penulis yaitu instalasi pengolahan sampah terpadu (IPST) yang berbasis komunitas masyarakat, juga terdapat kesamaan pada metode analisis yang digunakan, namun demikian penelitian ini berusaha menyempurnakan penelitian tersebut dengan memperluas skenario yang akan digunakan dengan skala usaha yang lebih besar dengan melibatkan pihak swasta sebagai pengelola IPST yang direncanakan dibangun pada setiap kelurahan di Kota Bogor dengan umur proyek 20 tahun, sehingga potensi keuntungan yang akan dihasilkan akan lebih tinggi yang diharapkan dapat menarik pihak investor atau badan swasta yang akan terlibat dalam usaha pengelolaan IPST.

3) Penelitian lain tentang studi kelayakan usaha adalah penelitian yang dilakukan oleh Zulfah (2010) dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Pupuk Organik Kelompok Tani Bhineka I, Kabupaten Subang. Permintaan pupuk organik yang meningkat hingga 90 persen tidak mampu diimbangi dengan ketersediaan produk pupuk organik Poktan Bhineka I. Kekurangan stok produksi tersebut disebabkan oleh kapasitas produksi poktan yang sangat terbatas. Oleh karena itu, Poktan Bhineka I berencana meningkatkan kapasitas produksi pupuk organiknya hingga dua kali lipat pada Tahun 2010. Penelitian tersebut bertujuan menganalisis analisis kelayakan usaha pengolahan pupuk organik Poktan Bhineka I yang telah berproduksi sejak Tahun 2008 dari aspek non finansial dan aspek finansial dengan skenario peningkatan kapasitas produksi sebanyak dua kali lipat dari produksi normal. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan mengkaji arus kas menggunakan program

Microsoft Excel, sedangkan kriteria-kriteria kelayakan finansial diukur dari nilai NPV, IRR, Net B/C dan Payback Periode. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulfah (2010) menyimpulkan bahwa usaha pengolahan pupuk organik yang dilakukan oleh Poktan Bhineka I Subang layak untuk dijalankan dengan adanya peningkatan produksi sebanyak dua kali lipat baik dari aspek finansial maupun aspek non finansial. Adanya permintaan yang meningkat membuat usaha ini tetap optimis untuk dijalankan dengan kapasitas produksi

28 yang lebih tinggi. Perhitungan analisis finansial menggunakan tingkat diskonto (discount rate) sebesar 7 persen. NPV yang dihasilkan usaha ini adalah sebesar Rp 164.690.803,00 dengan total investasi awal sebesar Rp 73.000.000,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut sangat layak untuk dijalankan karena selama umur proyek 10 tahun usaha tersebut mampu menghasilkan keuntungan lebih dari dua kali lipat investasi yang dikeluarkan di awal tahun. Selain itu, pada discount rate yang sama, tingkat pengembalian internal atau internal rate of return (IRR) usaha ini adalah sebesar 68 persen, nilai Net B/C sebesar 4,09, dan payback periode selama 3,18 tahun. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan analisis finansial, dengan peningkatan produksi sebesar dua kali lipat, usaha tersebut layak untuk dijalankan. Penelitian yang dilakukan Zulfah (2010) menjadi pembanding dalam menyimpulkan kelayakan usaha pengelolaan IPST khususnya dalam analisis hal finansial. Meskipun pengelolaan IPST memenuhi kriteria kelayakan usaha, namun jika dibandingkan dengan penelitian Zulfah (2010), pada tingkat diskonto yang sama kriteria kelayakan pada usaha pupuk organik Poktan Bhineka I jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan IPST, salah satunya yaitu tingkat pengembalian internal (IRR) IPST yang hanya mencapai angka 22 persen, jauh dibawah pengolahan pupuk organik sebesar 68 persen. Hal tersebut akan menjadi risiko kurang bersaingnya investasi pada usaha IPST dalam hal analisis finansial jika dibandingkan dengan usaha lain, namun demikian usaha pengelolaan IPST tetap memiliki kekuatan tersendiri terutama terhadap dampak kondisi lingkungan yang dinilai akan lebih baik dengan adanya pengolahan sampah pada IPST. Oleh karena itu investor pada usaha IPST lebih tepat jika berasal dari unit bisnis atau bagian perusahaan yang memiliki program kepedulian terhadap lingkungan sosial atau CSR (corporate social resposibility) atau peduli terhadap kondisi lingkungan.

Secara umum, Penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan keenam penelitian terdahulu. Persamaan tersebut terletak pada obyek kajian serta metode analisis yang digunakan pada beberapa penelitian di atas. Namun demikian, tetap terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan sebelumnya antara lain: penelitian ini menganalisis sebuah proyek perencanaan

29 karena merupakan inovasi baru dalam pengelolaan sampah maupun dalam dunia usaha yang belum pernah ada sebelumnya di Kota Bogor. Hal ini merupakan mata rantai akhir dalam pengelolaan sampah dengan memanfaatkan teknologi yang paling baru yang diterapkan di Indonesia. Selain itu, output akhir yang dihasilkan bukan hanya pupuk organik, tetapi juga plastik bekas yang siap didaur ulang. Penelitian ini juga merencanakan adanya hubungan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam bentuk kontrak konsesi dengan pilihan mekanisme pembayaran

30

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Dokumen terkait