• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka yang dipaparkan oleh penulis membahas teori berdasarkan variabel dari penulisan skripsi tentang pengaruh keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan tugas pelayanan (diakonia) umat Lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul. Ada dua aspek yang diungkap yaitu Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi dan Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) yang masing-masing diduga memiliki korelasi satu terhadap yang lain.

Maka pada bagian ini, akan diulas lebih dalam apa itu Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi dan Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia), kemudian akan memahami apa yang dimaksud dengan Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi Terhadap Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) secara keseluruhan.

1. Perayaan Ekaristi a. Pengertian Sakramen

Martasudjita, (2003: 61) dalam bukunya menjelaskan, kata "sakramen" dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Latin sacramentum yang menunjukkan tindakan penyucian atau pengkudusan yang pada abad ll dipakai untuk menerjemahkan kata Yunani, mysterion dalam Kitab Suci. Sacramentum

sacramentum sendiri dipakai untuk menerjemahkan mysterion dalam Kitab Suci. Dalam Perjanjian Lama mysterion menggambarkan Allah sendiri yang mewahyukan diri baik dalam sejarah masa kini maupun masa yang akan datang (eskatologis) atau rencana penyelamatan-Nya dalam sejarah manusia. Perjanjian Baru memahami mysterion sebagai rencana keselamatan Allah yang terlaksana dalam Yesus Kristus, sebagaimana dikatakan dalam Kol. 2:2 “… sehingga mereka memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian, dan mengenal rahasia

Allah, yaitu Kristus”.

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) (1996: 400) mendefinisikan: "sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai, menampakkan, dan melaksanakan atau menyampaikan keselamatan Allah atau dengan lebih tepat

Allah yang menyelamatkan”. Sakramen itu sungguh-sungguh nyata datang dari Allah yang menyelamatkan umat-Nya. Keselamatan yang datang melalui sakramen-sakramen bisa dirasakan dengan penghayatan dalam hidup sehari-hari.

Dalam buku Kitab Hukum Kanonik (KHK, 1983: § 840) disampaikan

“Sakramen merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan dan menguatkan iman”. Sakramen yang telah kita terima dalam Gereja memberikan kekuatan, menciptakan dan memperkokoh persatuan umat. Dengan begitu umat Kristiani yang menerima sakramen sungguh dipersatukan dalam Gereja dalam persekutuan Roh Kudus dan dipersatukan dengan Allah dalam kemuliaan-Nya.

Menurut dokumen Gereja Kompendium Katekismus Gereja Katolik (2009: art. 224) yang menyatakan bahwa “sakramen merupakan tanda yang

sungguh memberikan rahmat yang dapat dirasakan yakni kedamaian, ketentraman, persaudaraan, kerukunan, kasih sesama, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai, menampakkan dan melaksanakan atau menyampaikan keselamatan Allah atau dengan lebih tepat Allah yang menyelamatkan. Sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi dapat dilihat dalam Gereja. Sakramen menandakan, menampakkan dan melaksanakan perintah Tuhan sebelum wafat dan kebangkitan-Nya. Sakramen ini menunjukkan suatu kesatuan, ikatan cinta kasih yang sungguh dipenuhi oleh rahmat karunia Roh Kudus. Hal ini menjadi peristiwa konkret yang penulis lihat, terima dan ini sungguh memberikan rasa kedamaian, kebahagian, kesatuan, dan persaudaraan yang terjadi dalam hidup.

b. Pengertian Ekaristi

Dalam buku Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral (Martasudjita, 2005: 28) menjelaskan tentang arti Ekaristi yang berasal dari bahasa Yunani eucharistia atau puji syukur. Eucharistia merupakan kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa Yunani eucharistein yang berarti memuji dan mengucap syukur. Eucharistein dalam Perjanjian Baru, terdapat dalam Mat. 26:27; Luk. 22:19.20 digunakan bersama-sama dengan kata eulogein Mat. 26:26: 1Kor. 10:16 yang berarti memuji-bersyukur. Pengertian ini digunakan untuk menerjemahkan kata dari bahasa Ibrani barekh yang artinya memuji dan memberkati. Barekh atau berakhah dalam tradisi liturgi Yahudi dipergunakan dalam konteks doa berkat perjamuan yang berisi pujian, syukur, dan permohonan.

Doa berkat dalam tradisi Yahudi berlangsung dalam perjamuan makan Yahudi yakni doa berkat atas roti dan piala. Dengan demikian Ekaristi dapat dimengerti sebagai doa berkat yang berlangsung dalam perjamuan makan Yahudi.

Bapa Gereja Santo Ignatius dari Antiokia berpendapat Ekaristi itu membangun kesatuan Gereja. Bilamana orang menerima Ekaristi, maka akan disatukan dengan Yesus Kristus. Ekaristi bukanlah barang atau benda melainkan peristiwa dan sarana untuk identifikasi dengan Kristus. Santo Yustinus juga berpendapat Ekaristi adalah kurban rohani sebab Ekaristi itu adalah doa yang benar dan pujian syukur yang tepat. Ekaristi itu merupakan kenangan akan penderitaan Yesus, sekaligus akan penciptaan dan penebusan. Dalam kenangan tersebut, peristiwa inkarnasi juga dihadirkan. Santo Irenius juga berpendapat bahwa Ekaristi merupakan kurban pujian syukur. Dia berpendapat demikian karena dalam Ekaristi diungkapkan pujian-syukur atas pencipataan, tentu saja atas peristiwa penebusan Yesus Kristus (Martasudjita, 2005: 28).

Ekaristi dari dokumen Gereja dalam Kompendium Katekismus Gereja Katolik (KWI, 2009: 99) menyebutkan Ekaristi sebagai kurban tubuh dan darah Tuhan Yesus sendiri yang ditetapkan-Nya untuk mengabadikan kurban salib selama perjalanan waktu sampai kembali-Nya dalam kemuliaan. Seluruh perjalanan hidup Yesus diabadikan di dalam Gereja. Gereja menjadi tempat yang dipercaya oleh-Nya untuk mengabadikan kenangan wafat dan kebangkitan-Nya. Hal ini menjadi tanda bahwa di dalam Ekaristi terlihat adanya kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan paskah, di mana rahmat dan jaminan kemuliaan yang akan datang dicurahkan kepada umat-Nya.

Ekaristi dalam Kitab Hukum Kanonik (1983: kan. 899 § l) merupakan tindakan Kristus sendiri dan Gereja: di dalamnya Kristus Tuhan, melalui pelayanan imam, mempersembahkan diri-Nya kepada Allah Bapa dengan kehadiran-Nya secara substansial dalam rupa roti dan anggur, serta memberikan diri-Nya sebagai santapan rohani kepada umat beriman yang menggabungkan diri dalam persembahan-Nya.

Berdasarkan pengertian di atas diketahui bahwa pengertian Ekaristi adalah sebagai doa berkat yang berlangsung dalam perjamuan untuk membangun kesatuan Gereja dan dengan Yesus Kristus. Ekaristi itu merupakan kenangan akan penderitaan Yesus, sekaligus akan penciptaan, penebusan, peristiwa kemuliaan dan juga merupakan kurban pujian syukur. Ekaristi sebagai kurban tubuh dan darah Tuhan Yesus sendiri yang ditetapkan-Nya untuk mengabadikan kurban salib selama perjalanan waktu sampai kembali-Nya dalam kemuliaan. Melalui Ekaristi ada kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan paskah, di mana rahmat dan jaminan kemuliaan yang akan datang dicurahkan kepada umat-Nya. Ekaristi sebagai tindakan Kristus sendiri dan Gereja: di dalamnya Kristus Tuhan, melalui pelayanan imam, mempersembahkan diri-Nya kepada Allah Bapa dengan kehadiran-Nya secara substansial dalam rupa roti dan anggur, serta memberikan diri-Nya sebagai santapan rohani kepada umat beriman yang menggabungkan diri dalam persembahan-Nya.

c. Makna Ekaristi sebagai perayaan

Rob van Kessel (1997:35-36) menyebutkan bahwa liturgi sebagai perayaan dan kenangan akan misteri kristus yaitu bagaimana Allah

menyelamatkan manusia. Orang kristiani dalam pertemuan merayakan Perjamuan selalu mengadakan anamneses, yaitu kenangan akan hidup, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Kenangan yang membebaskan inilah yang menjadi fokus pada umat.

Martasudjita (2005: 105) dalam bukunya menyebutkan bahwa Ekaristi merupakan perayaan. Perayaan dari bahasa Latin celebratio dari kata kerja celebrare yang banyak memiliki arti seperti: merayakan, mengunjungi, meramaikan, memuji, memasyurkan, dls, sehingga dasar dari perayaan selalu berunsur banyak, plural. Dalam pengertian teologis-liturgis ada tiga arti pokok dari kata perayaan Martasudjita (2005: 106-108) sebagai berikut:

 Segi kebersamaan. Perayaan merupakan kegiatan bersama, subjek perayaan Ekaristi adalah Kristus dan bersama seluruh Gereja. Konsili Vatikan ke II

menegaskan “upacara-upacara liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan

perayaan Gereja sebagai sakramen kesatuan” (LG 26). Perayaan Ekaristi selalu bersifat resmi, umum, eklesial (artinya menghadirkan seluruh Gereja). Sehingga kapanpun dan dimanapun Ekaristi merupakan perayaan bersama dari Kristus dan seluruh Gereja-Nya.

 Segi partisipatif. Perayaan menunjuk makna keterlibatan atau partisipasi dari seluruh hadirin. Ekaristi menuntut partisipasi sadar dan aktif dari seluruh umat beriman (SC 14). Orang yang melakukan dengan sadar tahu dengan yang Ia perbuat, maka umat beriman perlu memahami seluruh makna perayaan Ekaristi, termasuk arti semua simbolnya. Kata aktif menunjuk keterlibatan yang sepenuhnya dan seutuhnya. Umat beriman diharapkan agar merayakan perayaan Ekaristi bukan sebagai penonton yang bisu, melainkan bisa

memahami misteri yang dirayakan dengan baik dan ikut serta secara penuh, khidmat, dan aktif (SC 48). Keterlibatan tersebut dilakukan mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga sesudah perayaan, yakni dengan menghasilkan buah-buah perwujudan iman.

 Segi kontekstual. Perayaan dilaksanakan menurut situasi dan kondisi setempat di mana unsur kebutuhan, situasi, dan tantangan zaman, unsur-unsur budaya lokal ikut mempengaruhi sebuah perayaan. Ekaristi sebagai perayaan seluruh Gereja juga dirayakan menurut gaya dan model penghayatan setempat. Para Bapa Konsili Vatikan II sangat mendorong berbagai penyesuaian liturgi, termasuk dalam hal inkulturasi liturgi, tentu saja asalkan selaras dengan hakikat semangat liturgi yang asli dan sejati (SC 37). Sehingga perayaan Ekaristi mesti menjawab kebutuhan dan kerinduan aktual dan kontekstual dari umat beriman setempat.

d. Dasar-dasar Perayaan Ekaristi

1)Paskah Yahudi Sebagai Kenangan akan Pembebasan dari Mesir (Eksodus) Kenangan adalah peristiwa yang menentukan perjalanan hidup bersama terlebih bagi sebuah bangsa. Bagi bangsa Israel kenangan yang tak dapat dilupakan adalah peristiwa pembebasan dari Mesir. Peristiwa pembebasan dari Mesir yang tertulis dalam Kitab Keluaran menjadi sangat penting karena diikuti oleh penggambaran di padang Gurun dan pembentukan bangsa Israel sebagai umat Allah dalam ikatan perjanjian bangsa Israel dipilih menjadi umat Israel yang Kudus oleh Yahwe. (Prasetyantha, 2008: 19).

Kenangan akan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir dipandang sebagai awal dari pembentukan umat dan agama Israel yang kemudian dirayakan setiap tahun pada perayaan Paskah yang jatuh pada musim semi, yaitu pada tanggal 14 bulan Nisan (sekitar Bulan Maret April). Acara pokok dalam perayaan Paskah adalah pembersihan dan pembakaran semua ragi yang dilakukan pada pagi hari tanggal 14 bulan Nisan, dan penyembelihan binatang kurban yang dilakukan di Bait Allah. Dan setelahnya diadakan Perjamuan Paskah yang diadakan secara berkelompok (Prasetyantha, 2008: 22).

Perayaan Ekaristi Gereja berakar pada tradisi perjamuan makan (Paskah) Yahudi. Adapun Inti pokok tradisi perjamuan makan Yahudi adalah doa sebelum perjamuan yang berisi doa syukur atas Roti, perjamuan makan, lalu doa sesudah perjamuan yang berisi doa syukur atas Piala sebagai bentuk “berkat perjamuan” (Martasudjita, 2003: 273).

2)Perkembangan Perayaan Paskah dan Roti Tak Beragi

Perayaaan Paskah mempunyai akarnya pada tradisi para gembala, sedangkan perayaan Roti Tak Beragi pada mulanya berakar pada perayaan di lingkungan para petani. Bangsa Israel menyatukan kedua perayaan itu dan memberi makna teologis yang khas bangsa Israel. Hari raya Paskah dan Roti Tak beragi memiliki sejarah yang sangat panjang. Secara kronologis, umat Israel menempatkan titik awal terjadinya pada peristiwa Keluaran dari Mesir. Hari Raya Paskah dan Roti Tak Beragi bersama-sama diberi nama perayaan Paskah. (Prasetyantha, 2008: 22).

3)Perjamuan Paskah Yahudi di Zaman Yesus

Perayaan Paskah tetap menjadi perayaan keagamaan Yahudi yang utama pada zaman Yesus. Paskah masih dilaksanakan pada tanggal 14 bulan Nisan. Pada pagi hari, umat mengumpulkan semua ragi, membawanya ke Bait Allah untuk dibakar bersama-sama oleh para imam. Dan pada sore hari dilaksanakan penyembelihan kambing dan domba yang dilakukan di Bait Allah, dan setelah matahari terbenam dimulailah perjamuan Paskah yang dilaksanakan di dalam keluarga atau di dalam kelompok, dengan cara mengelilingi meja Paskah dengan jumlah paling sedikit sepuluh orang. Namun jika di dalam satu keluarga tidak memenuhi jumlah minimal tersebut, mereka dapat mengundang keluarga lain untuk bergabung. Adapun tujuannya yaitu agar anak domba Paskah dapat disantap sampai habis, tanpa sisa. Sesuai dengan peraturan seluruh daging kurban harus habis, dimakan dan tulang-tulangnya dibakar. Adapun peserta perjamuan biasanya memakai pakaian putih, menyantap makanan dengan setengah berbaring mengitari meja perjamuan yang berurkuran rendah yang dipimpin oleh kepala keluarga (Prasetyantha, 2008: 25).

Di dalam Perjanjian Lama peraturan tentang perjamuan Paskah ini dapat kita temukan pada Kel. 12: 1-13: 6. Macam-macam makanan yang disantap di dalam perjamuan Paskah mempunyai maknanya masing-masing. Semuanya dikaitkan dengan peristiwa keluaran dari Mesir (eksodus). Anak domba Paskah dipakai sebagai kenangan akan belas kasih Allah yang telah “melewati” rumah rumah nenek moyang Israel di tanah Mesir dan tidak membinasakan anak-anak sulung mereka (Kel. 12:27). Adapun beberapa lambang yang digunakan dalam

Paskah yang dapat dilihat antara lain: sayur pahit melambangkan kondisi perbudakan yang membawa kepahitan hidup bangsa Israel karena bangsa Mesir (Kel. 1:14) sedangkan Roti tak Beragi melambangkan penderitaan di masa lalu dan dikaitkan dengan situasi yang tergesa gesa ketika bangsa Israel hendak meninggalkan Mesir setiap perlambangan mengalami perubahan sesuai dengan zamannya yang semakin rohani (Prasetyantha, 2008: 28).

4)Perjamuan Malam Terakhir Yesus

Dalam buku Ekaristi dalam Hidup Kita (Prasetyantha, 2008: 29), mengatakan perjamuan Tuhan sudah menjadi salah satu faktor utama yang meneguhkan ikatan persaudaraan antar anggota jemaat dan antar komunitas Gerejani, sejak berkembangnya jemaat kristiani. Perjamuan Tuhan menjadi sarana utama untuk menyatukan umat dengan Kristus Sang Penebus. Perjamuan malam terakhir Yesus dengan para Rasul dikisahkan dalam Injil Sinoptik. Kisah tentang perjamuan malam terakhir dimulai dengan pertanyaan para rasul kepada Yesus mengenai tempat untuk mengadakan perjamuan Paskah bagi mereka. Dari jawaban Yesus dapat kita duga bahwa tampaknya Dia sudah merencanakan hal itu dan sudah menghubungi salah seorang yang bersedia menyediakan tempat bagi mereka di dalam kota (Mat. 26: 18). Injil sipnotik Matius, Markus, Lukas dan Yohanes sepakat menganggap perjamuan malam terakhir Yesus sebagai perjamuan Paskah.

e. Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi

Martasudjita (2005:108) dalam bukunya menjelaskan bagian-bagian manakah yang dapat menjadi perhatian utama partisipasi aktif umat dalam Perayaan Ekaristi yaitu sebagai berikut:

 Partisipasi umat beriman diharapkan secara sadar dan aktif dalam seluruh Perayaan Ekaristi, mulai dari persiapan, saat pelaksanaan, dan juga saat pengamalan misteri iman itu dalam kehidupan sehari-hari (SC 14 dan 48). Melalui kehadiran dan keikutsertaannya dalam seluruh bagian Perayaan Ekaristi, umat beriman berpartisipasi aktif. Umat dianjurkan ikut merayakan Ekaristi sejak awal hingga akhir karena Perayaan Ekaristi karena merupakan satu kesatuan tindakan ibadat (SC 56). Partisipasi sadar dan aktif itu dituntut oleh hakikat liturgi sendiri yang merupakan perayaan iman dari umat beriman

sebagai “bangsa terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri” (1 Ptr. 2: 9).

 Dalam liturgi partisipasi sadar dan aktif umat beriman dilaksanakan menurut

“tingkatan, tugas, serta keikutsertaan mereka” (SC 26). Artinya, dalam

menjalankan partisipasi tersebut, masing-masing umat beriman “menjalankan dan melakukan seutuhnya, apa yang menjadi perannya menurut hakikat perayaan serta kaidah-kaidah liturgi” (SC 28). Dengan kata lain, partisipasi sadar dan aktif seluruh umat beriman harus dilaksanakan sesuai dengan peran dan tugas masing-masing. Pembagian peran dan tugas dalam kehidupan bersama atau suatu perayaan merupakan sesuatu yang wajar dan biasa. Yang

paling penting ialah koordinasi dan pengetahuan keterampilan masing-masing menurut tugasnya.

 Umat beriman juga ada yang dipilih sebagai petugas-petugas liturgi yang ambil bagian dalam pelayanan liturgi bagi seluruh umat beriman. Mereka itu antara lain lektor, akolit, pelayan komuni tak lazim, pemazmur, paduan suara atau kor, petugas musik, koster, komentator, kolektan, penyambut jemaat, seremoniarius, dan sebagainya (lih. PUMR 98-107).

 Sedangkan kesempatan partisipasi aktif umat yang tidak terlibat dalam petugas liturgi ialah aklamasi dan jawaban-jawaban umat terhadap salam dan doa-doa imam (PUMR 35), Pernyataan Tobat, Syahadat, Doa Umat, Doa Bapa Kami (PUMR 36). Umat selurus sebaiknya juga ikut terlibat dalam pengucapan atau menyanyikan: nyanyian Kemuliaan, refren Mazmur Tanggapan, Bait Pengantar Injil (dengan atau tanpa alleluia), nyanyian persiapan persembahan, Kudus, aklamasi anamnesis, nyanyian pemecahan Hosti (Agnus Dei), madah pujian sesudah komuni, dan nyanyian penutup (PUMR 37).

f. Makna Sakramen Ekaristi

1) Ekaristi sebagai Ungkapan Cinta Kasih Yesus yang Sehabis-habisnya

Kematian Yesus di kayu salib mengungkapkan cinta kasih-Nya kepada para murid serta seluruh umat manusia demi persatuan dengan Allah. Ia mengorbankan diri di kayu salih demi memenuhi karya keselamatan dari Allah bagi umat-Nya. Ia memiliki jiwa pengorbanan yang sungguh luar biasa dan memiliki kasih yang sungguh total terhadap sahabat-sahabat-Nya. Hal ini dapat dilihat dalam Yoh. 15:13 yang berbunyi “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabat-Nya”.

Yesus memberikan teladan bagaimana memberikan kasih terhadap sesama. Yesus mengajarkan nilai cinta kasih yang sungguh-sungguh menyentuh hati bagi sahabat-sahabat-Nya tiada kasih yang sempurna selain kasih yang rela memberikan nyawa-Nya untuk orang yang dikasihi-Nya.

Yesus memberikan anugerah cinta kasih yang tanpa batas kepada para murid serta umat-Nya. Yesus telah memberikan kemenangan sejati dan keselamatan bagi semua orang, oleh sebab itu untuk mengenang anugerah-Nya, Gereja mengabadikan dan mengenang-Nya dalam Ekaristi Suci. Ekaristi menjadi suatu kenangan akan anugerah cinta kasih yang mendalam dan memiliki kekuatan untuk hidup rohani yang bersumber dari Allah. Ekaristi disebut Sakramen cinta kasih, lambing kesatuan baik dengan Allah maupun dengan warga Gereja sendiri (Martasudjita, 2005: 295-296).

Yesus selama hidup menumpahkan cinta kasih-Nya yang tanpa batas atau sehabis-habisnya kepada para murid-Nya. Hal ini tersirat dalam Yoh. 13:1 yang berbunyi "sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti la senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang la mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya. Ia memberikan pelayanan dengan kasih yang sungguh luar biasa. Ia mengasihi murid-murid-Nya tanpa batas dan menyayangi mereka sampai akhir hayat. Yesus memberikan kasih-Nya secara total kepada mereka sampai pada kesudahan dan la rela memberikan nyawa-Nya demi keselamatan para murid serta seluruh umat beriman. Ekaristi jauh melampaui batas-batas orang-orang yang hadir, tetapi dengan seluruh Gereja dan bahkan seluruh umat manusia.

Dalam perayaan Ekaristi, hidup Allah melalui Kristus dibagikan lewat misteri roti yang dipecah dan dibagikan dalam arti harus menderita dan membagikan hidupnya. Namun dalam perayaan Ekaristi pula, umat beriman saling berbagi dalam patisipasi seluruh umat Gereja dan khususnya umat yang hadir dengan imam dan petugasnya. Setelah Misa kita diutus untuk berbagi yang kita alami selama perayaan Ekaristi tadi. Kita yang memperoleh hidup Allah secara cuma-cuma, kini kita harus mau membagikan rahmat hidup Allah kepada sesama kita, baik keluarga maupun masyarakat kita. Berbagi bagi Gereja dan masyarakat, berbagi pula terhadap mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir. Berbagai bentuk pengorbanan kita persis perutusan dari Ekaristi. Kita yang menerima hidup Tuhan yang dibagikan, kita juga diundang untuk berani berbagi kepada sesama, entah apapun bentuknya itulah wujut pelayanan kita kepada Allah dan sesama (Martasudjita, 2012: 124).

2) Ekaristi sebagai Perjamuan yang Mempersatukan Umat dengan Allah, Umat dengan Umat

Pada zaman dahulu perjamuan adalah pengalaman kebersamaan yang paling mendalam dengan para peserta perjamuan dan sekaligus dengan Allah (Grun, 1998: 29). Perjamuan ini menunjukkan bahwa Allah mengundang dan mengajak para murid serta umat untuk berkumpul bersama dengan-Nya menjadi satu kesatuan keluarga besar. Perjamuan ini membuat umat merasakan kerinduan untuk berkumpul bersama. Semua ini menjadi tanda bahwa Allah solider atau peduli dengan umat, dan umat peduli dengan sesama dalam suatu kebersamaan. Tuhan Yesus sendiri Bersabda “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat. 18: 20).

Konsili Vatikan II mengajarkan Ekaristi sebagai perjamuan Paskah (SC 7). Hal ini dimengerti dalam keseluruhan perayaan Ekaristi sehingga Ekaristi menjadi tempat untuk mengenang seluruh karya keselamatan Yesus Kristus yang berakhir dengan wafat dan kebangkitan-Nya (Martasudjita, 2005: 297-298).

Umat dalam mengikuti perayaan Ekaristi diajak untuk bersatu dengan Allah melalui terang Roh Kudus (koinonia). Koinonia merupakan bentuk keterlibatan umat untuk bersatu dengan Allah melalui Ekaristi dan membentuk suatu persaudaraan antar umat beriman dengan terang Roh Kudus. Dalam LG 7

dinyatakan “Dalam pemecahan Ekaristi kita secara nyata ikut serta dalam tubuh

Tuhan; maka, kita diangkat untuk bersatu dengan Dia dan bersatu antara kita”. Hal ini menjadi tempat dihimpunnya persatuan antara umat dengan Allah, umat dengan umat yang membentuk suatu Gereja. Allah selalu hadir di tengah hidup umat dalam setiap perkumpulan yang melibatkan kehadiran-Nya (Martasudjita, 2005: 358).

3) Ekaristi sebagai Permohonan Seruan datang-Nya Karunia Roh Kudus (Epiklese)

Martasudjita (2005: 357-358) di dalam bunya menjelaskan Epiklese merupakan bagian pokok dalam Doa Syukur Agung (DSA). Hal ini merupakan faktor utama terjadinya karya keselamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Keselamatan yang datang tidaklah datang dengan begitu saja tetapi ada yang membawa atau mengkaruniakannya yaitu Roh Kudus. Roh Kuduslah yang membuat keselamatan itu dapat sampai pada semua orang beriman. Pada waktu Ekaristi imam dan umat berdoa bersama memohon kepada Allah supaya

Dokumen terkait