• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan tugas pelayanan (Diakonia) umat lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan tugas pelayanan (Diakonia) umat lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul"

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEAKTIFAN MENGIKUTI PERAYAAN EKARISTI TERHADAP KETERLIBATAN TUGAS PELAYANAN (DIAKONIA) UMAT

LINGKUNGAN SANTO XAVERIUS SIYONO KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG GUNUNGKIDUL

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Progam Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Heronimus Galih Priyambada NIM: 121124044

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

“Umat Lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul”

“Progam Studi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma yang telah

mendidik dan memberikan pengalaman terindah di dalam hidupku”

“Bangsa Indonesia dan tanah kelahiranku Gunungkidul,Yogyakarta”

Kedua Orang tuaku

“Bapak Sukirjo. P dan Ch. Sri Bargiyati”

Kakak dan adikku tercinta

“Antonius Pekik Prajoko dan Ferdinandus Anon Krisna Praditya”

Penyemangat dan Teman Setiaku

“Sheilla Putri Nur Sagita”

Sahabat Seperjuanganku

(5)

v MOTTO

“Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa

pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali.”

(Pidato HUT Proklamasi, 1949 Ir. Soekarno)

“Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut kehendak –Mu”

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma: Nama : Heronimus Galih Priyambada

(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PENGARUH KEAKTIFAN MENGIKUTI

PERAYAAN EKARISTI TERHADAP KETERLIBATAN TUGAS

PELAYANAN (DIAKONIA) UMAT LINGKUNGAN SANTO XAVERIUS SIYONO KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG GUNUNGKIDUL”. judul skripsi ini dipilih berdasarkan keinginan penulis akan peran keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi dalam pengembangan umat, terutama dalam keterlibatan tugas pelayanan (diakonia) dalam kehidupan sehari-hari.

Keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi adalah partisipasi sadar dan aktif dari seluruh umat beriman dari awal sampai ahkir perayaan Ekaristi. Umat yang sadar adalah ia tahu dengan yang ia perbuat serta memahami makna perayaan Ekaristi dan Aktif menunjukan keterlibatan yang sepenuhnya dan seutuhnya dalam Ekaristi. Keterlibatan tugas pelayanan (diakonia) adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang secara sukarela untuk memberikan tenaga, pikiran dan kemampuan pada suatu pekerjaan atau usaha selaras dengan kehendak, akal budi dan perasaan yang didasari oleh Yesus. Pelayanan dalam Gereja nampak dalam diri seorang pemuka jemaat dan pelayanan terbuka ke luar bagi sesama manusia serta terlibat dalam hidup dan pembangunan yang ada di masyarakat. Ekaristi sebagai sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani. Hidup sehari hari memperoleh kekuataan dan dasarnya dari Ekaristi sebagai sumber serta semua bidang kehidupan umat tertuju dan mengarah kepada Ekaristi sebagai puncaknya.

Berdasarkan pemikiran di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu H0: Tidak ada Pengaruh Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi Terhadap Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) Umat Lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul. H1: Ada Pengaruh Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi Terhadap Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) Umat Lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan bentuk regresi. Populasi penelitian ini adalah umat lingkungan St. Xaverius Siyono. Teknik sampling yang digunakan adalah quota sampling. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 75 responden. Instrumen yang digunakan adalah perbedaan sematik. Berdasarkan hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, nilai kristis sebesar 0,227 terdapat 30 item soal yang valid. Sedangkan pada hasil uji reliabilitas, diperoleh koefisien alpha sebesar 0,935 yang berarti intrumen memiliki reliabilitas yang sempurna.

(9)

ix ABSTRACT

This thesis entitled "LIVELINESS EFFECT FOLLOWING INVOLVEMENT OF CELEBRATION EUCHARIST DUTY SERVICE (DIAKONIA) PEOPLE ENVIRONMENT SANTO SAINT XAVIER JOSEPH PARISH SIYONO QUASI BANDUNG GUNUNGKIDUL". Thesis title is selected based on the desire authors will follow the Eucharist liveliness role in the development of the people, especially the involvement of the ministry (diakonia) in everyday life.

Liveliness following the celebration of the Eucharist is conscious and active participation of all the faithful from start to finish the celebration of the Eucharist. A people who are aware he knew that he did as well as to understand the meaning of the Eucharist and active involvement shows that fully and completely in the Eucharist. The involvement of the ministry (diakonia) is an action taken by a person voluntarily to provide energy, thoughts and abilities at a job or business in harmony with the will, intelligence and emotion based on the Jesus. Service in the Church appears inside a church and ministry leaders open to the outside for fellow human beings and engage in life and development in the community. Eucharist as the source and summit of the Christian life. Daily living and acquire buck essentially of the Eucharist as the source as well as all areas of the life of fixed and leads to the Eucharist as a peak.

Based on the discussion, there can formulated hypothesis of the research, i.e. H0: there is no influence of activeness Following the Eucharistic Celebration on Engagement Services Task (diakonia) Environmental People of St. Xavier Siyono Quasi Parish of Santo Yusup Bandung Gunungkidul. H1: there is an influence of activeness Following the Eucharistic Celebration on Engagement Services Task (diakonia) Environmental People of St. Xavier Siyono Quasi Parish of Santo Yusup Bandung Gunungkidul. This research is a quantitative form of regression. This study population is people of the St. Xavier Siyono. The sampling technique used was quota sampling. The samples used in this study were 75 respondents. The instrument used is a semantic difference. Based on the validity of the test results at 5% significance level, the critical value of 0.227 contained 30 items about valid. While the reliability test results, obtained an alpha coefficient of 0.935, which means the instrument has a perfect reliability.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul PENGARUH KEAKTIFAN MENGIKUTI

PERAYAAN EKARISTI TERHADAP KETERLIBATAN TUGAS

PELAYANAN (DIAKONIA) UMAT LINGKUNGAN SANTO XAVERIUS SIYONO KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG GUNUNGKIDUL.

Skripsi ini ditulis dengan maksud memberikan sumbangan pemikiran mengenai pengaruh keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan tugas pelayanan (diakonia) umat lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. B. A. Rukiyanto, SJ., selaku Kaprodi PAK Universitas Sanata Dharma yang telah memberi dukungan dan izin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(11)

xi

penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan pada penulisan skripsi ini.

3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji ke II, yang mendampingi penulis dan memberikan dukungan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

4. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd., selaku dosen penguji ke III yang dengan tulus hati memberikan dukungan secara penuh kepada penulis, terlebih melalui kritik dan saran membangun dalam penyususnan skripsi ini.

5. Dr. C.B. Putranta, SJ., yang secara khusus memberikan bimbingan dan dukungan dalam seluruh proses studi yang ditempuh oleh penulis.

6. Segenap Staf Dosen Prodi PAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

7. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi PAK, dan seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam skripsi ini. 8. Christophorus Tri Wahyono Djati Nugroho, Pr., selaku Romo Paroki Kuasi

Santo Yusup Bandung yang telah memberikan izin penelitian dan perhatian sehingga penelitian ini bisa terlaksana di Lingkungan Santo Xaverius Siyono. 9. Bapak Ag. Agus Sumartono, selaku Ketua Lingkungan Santo Xaverius

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 10

(14)

xiv

c. Makna Ekaristi sebagai perayaan ... d. Dasar-dasar Perayaan Ekaristi ... e. Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi ... f. Makna Sakramen Ekaristi ... 2. Keterlibatan Umat dalam Tugas Pelayanan Gereja (Diakonia) ....

a. Pengertian Keterlibatan ... b. Keterlibatan Umat Sebagai Anggota Gereja ... c. Pengertian Pelayanan (Diakonia) ... d. Diakonia dalam Kitab Suci ... e. Arah Dasar Pelayanan ...

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 44 A.Jenis Penelitian ...

B.Desain Penelitian ... C.Tempat dan Waktu penelitian ... D.Populasi dan Sampel penelitian ... E. Teknik dan Instrumen pengumpulan Data ... 1. Variabel ... a. Analisis Validitas Instrumen Penelitian ... b. Analisis Reliabilitas Instrumen Penelitian ...

(15)

xv BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 64

A.Hasil Penelitian ...

(16)

xvi

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... C.Refleksi Kateketis ... D.Keterbatasan Penelitian ...

112 123 136

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 139

A. Kesimpulan ... 139

B. Saran ... 142

DAFTAR PUSTAKA ... 145

LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian (1)

Lampiran 2: Surat Pernyataan Pelaksanaan Penelitian (2)

Lampiran 3: Instrumen Penelitian (3)

Lampiran 4: Jawaban Instrumen Penelitian (8)

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Skor alternatif jawaban variabel X dan Y dari segi kognitif ... 50

Tabel 2. Skor alternatif jawaban variabel X dan Y dari segi afektif ... 50

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen ... 51

Tabel 4. Hasil analisis validitas variabel X ... 56

Tabel 5. Hasil analisis validitas variabel Y ... 57

Tabel 6. Hasil analisis reliabilitas variabel X ... 58

Tabel 7. Hasil analisis reliabilitas variabel Y ... 59

Tabel 8. Hasil analisis reliabilitas variabel X dan Y ... 59

Tabel 9. Tests of Normality ... 66

Tabel 10. ANOVA ... 69

Tabel 11. Uji Homogenitas ... 71

Tabel 12. Deskriptif Statistik Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi dan Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) ... 72

Tabel 13. Deskriptif Statistik skewness dan kurtosis ... 73

Tabel 14. Rangkuman Deskriptif Statistik Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi ... 74

Tabel 15. Rangkuman Deskriptif Statistik Kehadiran Dalam Perayaan Ekaristi ... 75

Tabel 16. Kehadiran dalam Perayaan Ekaristi (kognitif) ... 76

Tabel 17. Analisis Deskriptif Kehadiran dalam Perayaan Ekaristi (kognitif) ... 77

Tabel 18. Kehadiran dalam Perayaan Ekaristi (afektif) ... 78

(18)

xviii

Tabel 20. Rangkuman Deskriptif Statistik Peran dan Tugas Dalam

Perayaan Ekaristi ... 80

Tabel 21. Peran dan Tugas dalam Perayaan Ekaristi (kognitif) ... 81

Tabel 22. Analisis Deskriptif Peran dan Tugas Dalam Perayaan Ekaristi (kognitif) ... 82

Tabel 23. Peran dan Tugas dalam Perayaan Ekaristi (afektif) ... 84

Tabel 24. Analisis Deskriptif Peran dan Tugas dalam Perayaan Ekaristi (afektif) ... 85

Tabel 25. Rangkuman Deskriptif Statistik Makna Sakramen Ekaristi ... 87

Tabel 26. Makna Sakramen Ekaristi (kognitif) ... 88

Tabel 27. Analisis Deskriptif Makna Sakramen Ekaristi (kognitif) ... 89

Tabel 28. Makna Sakramen Ekaristi (afektif) ... 90

Tabel 29. Analisis Deskriptif Makna Sakramen Ekaristi (afektif) ... 91

Tabel 30. Rangkuman Deskriptif Statistik Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) ... 93

Tabel 31. Rangkuman Deskriptif Statistik Arah Dasar Pelayanan ... 94

Tabel 32. Arah Dasar Pelayanan (kognitif) ... 95

Tabel 33. Analisis Deskriptif Arah Dasar Pelayanan (kognitif) ... 95

Tabel 34. Arah Dasar Pelayanan (afektif) ... 97

Tabel 35. Analisis Deskriptif Arah Dasar Pelayanan (afektif) ... 97

Tabel 36. Rangkuman Deskriptif Statistik Pelayanan (diakonia) bagi Gereja dan Masyarakat ... 99 Tabel 37. Pelayanan (diakonia) bagi Gereja dan Masyarakat (kognitif) ... 100

Tabel 38. Analisis Deskriptif Pelayanan (diakonia) bagi Gereja dan Masyarakat (kognitif) ... 101

(19)

xix

Tabel 40. Analisis Deskriptif Pelayanan (diakonia) bagi Gereja dan Masyarakat (afektif) ... 104 Tabel 41. Correlations ... 106 Tabel 42. Variables entered/removed ...

.

(20)

xx

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Normal P-P Plot of Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi ... 67

Grafik 2. Normal P-P Plot of Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) .. 68

Grafik 3. Scatterplot dari keterlibatan tugas pelayanan (diakonia) ... 70

Grafik 4. Kehadiran dalam Perayaan Ekaristi (Kognitif) ... 77

Grafik 5. Kehadiran dalam Perayaan Ekaristi (afektif) ... 79

Grafik 6. Peran dan Tugas dalam Perayaan Ekaristi (kognitif) ... 83

Grafik 7. Peran dan Tugas dalam Perayaan Ekaristi (afektif) ... 86

Grafik 8. Makna Sakramen Ekaristi (kognitif) ... 89

Grafik 9. Makna Sakramen Ekaristi (afektif) ... 92

Grafik 10. Arah Dasar Pelayanan (kognitif) ... 96

Grafik 11. Arah Dasar Pelayanan (afektif) ... 98

Grafik 12. Pelayanan (diakonia) bagi Gereja dan Masyarakat (kognitif) ... 102

(21)

xxi

DAFTAR SINGKATAN

A.Singkatan dalam Penelitian ANOVA : Analisys of Variance Dev : Deviasi

df : Digree of fredom HO : Hipotesis Nol H1 : Hipotesis Alternatif Sig : Significant

SPSS : Statistical Product and Service Solutions Std. : Standard

ZPRED : Standardized Predicted Value ZRESID : Standardized Residual

B.Singkatan Teks Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia.

(22)

xxii Mat. : Matius

Mrk. : Markus Ptr. : Petrus Yoh. : Yohanes

C.Singkatan Dokumen Gereja

AA : Apostolicam Actuosiatem, dekrit tentang Kerasulan Awam, Dokumen Konsili Vatikan II, 8 Desember 1965.

AG : Ad Gentes, Kontitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja, 18 November 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

EN : Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI tentang Pewartaan Injil di Dunia Modern, 8 Desember 1975.

GS : Gaudium et Spes, Kontitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 8 Desember 1965.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.

SC : Sacrosantum Concilium, Konsili Suci, Kontitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Liturgi kudus, 8 Desember 1965.

(23)

xxiii C. Singkatan Lain

APP : Aksi Puasa Pembangunan Art. : Artikel

DKU : Direktorium Kateketik Umum dls. : dan lain sebagainya

DSA : Doa Syukur Agung

HAK : Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Kan. : Kanon

Km : Kilo meter

KWI : Konfrensi Waligereja Indonesia adalah Organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia

lih : Lihat

NO : Nomor

Pr : Praja

PSE : Pengembangan Sosial Ekonomi

PUMR : Pedoman Umum Misale Romawi (Institutio Generalis Missalis Romawi)

(24)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini, peneliti akan membahas latar belakang masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penulisan dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang

(25)

Sudah sejak awal Gereja merayakan Ekaristi sebagai pusat dan puncak kehidupannya. Begitu pula sejak awal berdirinya, Gereja di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul melaksanakan Ekaristi sebagai sesuatu yang penting dan dilaksanakan dalam gereja untuk mendukung perkembangan iman umat. Melihat luasanya Wilayah Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul, paroki mempunyai 9 kapel dan 1 gereja Paroki yang tersebar di beberapa daerah untuk memenuhi kebutuhan Ekaristi umat. Paroki dengan totalitas memberikan pelayanan pada umat di wilayahnya dengan segala keterbatasanya mengingat wilayah yang luas dan jumlah kapel yang cukup banyak. Gereja Paroki juga berusaha memberikan kenyamanan pada umat dalam mengikuti Peryaan Ekaristi dengan fasilitas yang mendukung dan juga melaksanakan perayaan yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sesuai dengan situasi umat yang ada di desa. Dengan totalitas pelayanan Gereja yang diberikan oleh Paroki, Gereja Paroki mengharapkan agar setiap umat di wilayahnya atau lingkungan untuk rajin mengikuti Perayaan Ekaristi di gereja seperti yang ada pada Konsili Vatikan II yang mementingkan partisipasi aktif

umat dalam perayaan itu sendiri: “Orang beriman harus yakin bahwa penampilan

Gereja terutama terletak dalam peran serta penuh dan aktif seluruh umat” (SC 41;

(26)

Lingkungan Xaverius Siyono terdiri dari 38 keluarga dengan jumlah total umat 107 orang yang terdiri dari dewasa dan anak-anak. Dari semua gereja dan kapel yang ada di wilayah Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, umat di lingkungan Xaverius Siyono biasanya mengikuti perayaan Ekarisiti di gereja Wilayah Santo Yusup Bogor yang berjarak ± 1 Km dan gereja Paroki Santo Yusup Bandung yang berjarak ± 4 Km mengingat kedua gereja inilah yang paling dekat. Karena jumlah gereja yang banyak dan jumlah romo paroki yang hanya 2 maka di gereja wilayah Santo Yusup Bogor setiap bulan hanya diadakan Perayaan Ekaristi pada Minggu petama dan Minggu ketiga selain hari raya. Sebagian Perayaan Ekarisiti dipusatkan di gereja Paroki Santo Yusup Bandung yaitu misa hari Sabtu sore, Minggu pagi, Jumat pertama, Jumat legi, dan misa pagi harian (hari Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu).

(27)

lingkungan apakah sudah aktif atau belum karena tidak semua umat mendapatkan tugas dan terkadang tugas hanya dilaksanakan oleh pengurus lingkungan ataupun orang-orang yang sama di setiap tugas lingkungan. Partisipasi aktif disaat menjadi umat dalam Perayaan Ekaristi juga sulit untuk dinilai apakah seseorang secara serius mengikuti rangkaian Perayaan Ekaristi baik itu saat doa bersama, doa pribadi, nyanyian bersama dan jawaban-jawaban doa, karena itu berkaitan dengan pribadi masing-masing umat. Hal keaktifan inilah yang harus diketahui untuk semakin mengembangkan iman umat ke depannya, terlebih perayaan Ekaristi merupakan suatu yang sakral dan suci bagi umat katolik.

(28)

Pangruktiloyo, Tim Kerja Seni Budaya, Tim Kerja HAK (Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan), dan Tim Kerja APP. Keterlibatan umat dalam pelayanan baik di Gereja maupun dimasyarakat masih ada yang secara terpaksa ataupun sukarela, seperti pembentukan pengurus lingkungan masih tidak ada yang bersedia sehingga harus ditunjuk dan dipilih bersama, begitupun dalam pembentukan tim kerja yang lain. Apakah umat di lingkungan Xaverius Siyono sudah melibatkan diri dalam pelayanan terhadap sesama, tetangga, ataupun masyarakat di sekitar mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel di sekitarnya.

Penulis sebagai warga lingkungan St. Xaverius Siyono mempunyai kesan kepada umat bahwa ada umat yang aktif mengikuti perayaan Ekaristi dan ada juga yang sebaliknya. Padahal Ekaristi merupakan pusat dan puncak kekuatan hidup umat Kristiani harus dihayati dan dimaknai bagi diri sendiri serta kita juga diutus untuk mewartakan melalui segala tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari. Keterlibatan umat dalam pelayanan (diakonia) menjadi hal yang penting dalam mewujutkan Kerajaan Allah di dunia ini seperti yang sudah Yesus ajarkan dan wariskan kepada kita semua. Namun pada kenyataannya bagaimana keterlibatan umat dalam pelayanan tersebut apakah sudah baik atau belum. Oleh sebab itu, pada skripsi ini penulis merasa tertarik untuk meneliti apakah keakktifan umat mengikuti perayaan Ekaristi berpengaruh terhadap keterlibatan umat dalam tugas pelayanan (diakonia). Maka penulis menuliskan judul Skipsi yaitu:

(29)

LINGKUNGAN SANTO XAVERIUS SIYONO KUASI PAROKI SANTO

YUSUP BANDUNG GUNUNGKIDUL”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penulisan ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana keaktifan umat Lingkungan St. Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul dalam mengikuti perayaan Ekaristi?

2. Bagaimana keterlibatan umat dalam tugas pelayanan (diakonia) Lingkungan St. Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul?

3. Seberapa besar pengaruh perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan umat dalam tugas pelayanan (diakonia) Lingkungan St. Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Mengetahui keaktifan umat Lingkungan St. Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul dalam mengikuti Perayaan Ekaristi.

(30)

3. Mengetahui seberapa besar pengaruh perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan umat dalam tugas pelayanan (diakonia) Lingkungan St. Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Memberikan data tentang keaktifan umat dalam mengikuti perayaan Ekaristi dan keterlibatan umat dalam tugas pelayanan (diakonia) serta pengaruh keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan umat dalam tugas pelayanan (diakonia) Lingkungan St. Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi serta keterlibatan umat demi mengembangkan iman dalam kehidupan menggereja.

3. Memberikan sumbangan kepada Lingkungan St. Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul dalam upaya meninggkatkan keterlibatan umat mengikuti perayaan Ekaristi dan keterlibatan umat dalam tugas pelayanan (diakonia).

E.Metode Penulisan

(31)

dikumpulkan menggunakan angket berskala yang jawabanya bersifat tertutup. Selain itu penulis juga mengembangkan refleksi pribadi dengan bantuan buku-buku pendukung.

F.Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan pokok-pokok sebagai berikut:

BAB I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II berisi tinjauan teoritis dan hipotesis tentang perayaan Ekaristi dan Tugas pelayanan Gereja (diakonia) yang meliputi Perayaan Ekaristi: Sakramen Ekaristi dalam Gereja Katolik, Pengertian Sakramen, Pengertian Ekaristi, Ekaristi Sebagai Perayaan Gereja, Makna Ekaristi sebagai perayaan, Partisipasi Umat dalam Perayaan Ekaristi, Dasar Sakramen Ekaristi, Makna Sakramen Ekaristi, Tata perayaan Ekaristi. Keterlibatan Umat dalam Tugas Pelayanan (diakonia): Pengertian keterlibatan, Keterlibatan Umat Sebagai Anggota Gereja, Pengertian Diakonia, Diakonia dalam Alkitab, Arah Dasar Pelayanan, Bentuk-bentuk Diakonia.

(32)

BAB IV menguraikan tentang hasil penelitian yang terdiri dari uji persyaratan analisis, deskripsi data hasil penelitian, uji hipotesis, pembahasan hasil penelitian, refleksi kateketik dan keterbatasan penelitian.

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A.Kajian Pustaka

Kajian pustaka yang dipaparkan oleh penulis membahas teori berdasarkan variabel dari penulisan skripsi tentang pengaruh keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan tugas pelayanan (diakonia) umat Lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul. Ada dua aspek yang diungkap yaitu Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi dan Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) yang masing-masing diduga memiliki korelasi satu terhadap yang lain.

Maka pada bagian ini, akan diulas lebih dalam apa itu Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi dan Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia), kemudian akan memahami apa yang dimaksud dengan Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi Terhadap Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) secara keseluruhan.

1. Perayaan Ekaristi a. Pengertian Sakramen

Martasudjita, (2003: 61) dalam bukunya menjelaskan, kata "sakramen" dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Latin sacramentum yang menunjukkan tindakan penyucian atau pengkudusan yang pada abad ll dipakai untuk menerjemahkan kata Yunani, mysterion dalam Kitab Suci. Sacramentum

(34)

sacramentum sendiri dipakai untuk menerjemahkan mysterion dalam Kitab Suci. Dalam Perjanjian Lama mysterion menggambarkan Allah sendiri yang mewahyukan diri baik dalam sejarah masa kini maupun masa yang akan datang (eskatologis) atau rencana penyelamatan-Nya dalam sejarah manusia. Perjanjian Baru memahami mysterion sebagai rencana keselamatan Allah yang terlaksana dalam Yesus Kristus, sebagaimana dikatakan dalam Kol. 2:2 “… sehingga mereka memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian, dan mengenal rahasia

Allah, yaitu Kristus”.

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) (1996: 400) mendefinisikan: "sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai, menampakkan, dan melaksanakan atau menyampaikan keselamatan Allah atau dengan lebih tepat

Allah yang menyelamatkan”. Sakramen itu sungguh-sungguh nyata datang dari Allah yang menyelamatkan umat-Nya. Keselamatan yang datang melalui sakramen-sakramen bisa dirasakan dengan penghayatan dalam hidup sehari-hari.

Dalam buku Kitab Hukum Kanonik (KHK, 1983: § 840) disampaikan

“Sakramen merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan dan menguatkan

iman”. Sakramen yang telah kita terima dalam Gereja memberikan kekuatan, menciptakan dan memperkokoh persatuan umat. Dengan begitu umat Kristiani yang menerima sakramen sungguh dipersatukan dalam Gereja dalam persekutuan Roh Kudus dan dipersatukan dengan Allah dalam kemuliaan-Nya.

Menurut dokumen Gereja Kompendium Katekismus Gereja Katolik (2009: art. 224) yang menyatakan bahwa “sakramen merupakan tanda yang

(35)

sungguh memberikan rahmat yang dapat dirasakan yakni kedamaian, ketentraman, persaudaraan, kerukunan, kasih sesama, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai, menampakkan dan melaksanakan atau menyampaikan keselamatan Allah atau dengan lebih tepat Allah yang menyelamatkan. Sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi dapat dilihat dalam Gereja. Sakramen menandakan, menampakkan dan melaksanakan perintah Tuhan sebelum wafat dan kebangkitan-Nya. Sakramen ini menunjukkan suatu kesatuan, ikatan cinta kasih yang sungguh dipenuhi oleh rahmat karunia Roh Kudus. Hal ini menjadi peristiwa konkret yang penulis lihat, terima dan ini sungguh memberikan rasa kedamaian, kebahagian, kesatuan, dan persaudaraan yang terjadi dalam hidup.

b. Pengertian Ekaristi

(36)

Doa berkat dalam tradisi Yahudi berlangsung dalam perjamuan makan Yahudi yakni doa berkat atas roti dan piala. Dengan demikian Ekaristi dapat dimengerti sebagai doa berkat yang berlangsung dalam perjamuan makan Yahudi.

Bapa Gereja Santo Ignatius dari Antiokia berpendapat Ekaristi itu membangun kesatuan Gereja. Bilamana orang menerima Ekaristi, maka akan disatukan dengan Yesus Kristus. Ekaristi bukanlah barang atau benda melainkan peristiwa dan sarana untuk identifikasi dengan Kristus. Santo Yustinus juga berpendapat Ekaristi adalah kurban rohani sebab Ekaristi itu adalah doa yang benar dan pujian syukur yang tepat. Ekaristi itu merupakan kenangan akan penderitaan Yesus, sekaligus akan penciptaan dan penebusan. Dalam kenangan tersebut, peristiwa inkarnasi juga dihadirkan. Santo Irenius juga berpendapat bahwa Ekaristi merupakan kurban pujian syukur. Dia berpendapat demikian karena dalam Ekaristi diungkapkan pujian-syukur atas pencipataan, tentu saja atas peristiwa penebusan Yesus Kristus (Martasudjita, 2005: 28).

(37)

Ekaristi dalam Kitab Hukum Kanonik (1983: kan. 899 § l) merupakan tindakan Kristus sendiri dan Gereja: di dalamnya Kristus Tuhan, melalui pelayanan imam, mempersembahkan diri-Nya kepada Allah Bapa dengan kehadiran-Nya secara substansial dalam rupa roti dan anggur, serta memberikan diri-Nya sebagai santapan rohani kepada umat beriman yang menggabungkan diri dalam persembahan-Nya.

Berdasarkan pengertian di atas diketahui bahwa pengertian Ekaristi adalah sebagai doa berkat yang berlangsung dalam perjamuan untuk membangun kesatuan Gereja dan dengan Yesus Kristus. Ekaristi itu merupakan kenangan akan penderitaan Yesus, sekaligus akan penciptaan, penebusan, peristiwa kemuliaan dan juga merupakan kurban pujian syukur. Ekaristi sebagai kurban tubuh dan darah Tuhan Yesus sendiri yang ditetapkan-Nya untuk mengabadikan kurban salib selama perjalanan waktu sampai kembali-Nya dalam kemuliaan. Melalui Ekaristi ada kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan paskah, di mana rahmat dan jaminan kemuliaan yang akan datang dicurahkan kepada umat-Nya. Ekaristi sebagai tindakan Kristus sendiri dan Gereja: di dalamnya Kristus Tuhan, melalui pelayanan imam, mempersembahkan diri-Nya kepada Allah Bapa dengan kehadiran-Nya secara substansial dalam rupa roti dan anggur, serta memberikan diri-Nya sebagai santapan rohani kepada umat beriman yang menggabungkan diri dalam persembahan-Nya.

c. Makna Ekaristi sebagai perayaan

(38)

menyelamatkan manusia. Orang kristiani dalam pertemuan merayakan Perjamuan selalu mengadakan anamneses, yaitu kenangan akan hidup, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Kenangan yang membebaskan inilah yang menjadi fokus pada umat.

Martasudjita (2005: 105) dalam bukunya menyebutkan bahwa Ekaristi merupakan perayaan. Perayaan dari bahasa Latin celebratio dari kata kerja celebrare yang banyak memiliki arti seperti: merayakan, mengunjungi, meramaikan, memuji, memasyurkan, dls, sehingga dasar dari perayaan selalu berunsur banyak, plural. Dalam pengertian teologis-liturgis ada tiga arti pokok dari kata perayaan Martasudjita (2005: 106-108) sebagai berikut:

 Segi kebersamaan. Perayaan merupakan kegiatan bersama, subjek perayaan Ekaristi adalah Kristus dan bersama seluruh Gereja. Konsili Vatikan ke II

menegaskan “upacara-upacara liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan

perayaan Gereja sebagai sakramen kesatuan” (LG 26). Perayaan Ekaristi selalu bersifat resmi, umum, eklesial (artinya menghadirkan seluruh Gereja). Sehingga kapanpun dan dimanapun Ekaristi merupakan perayaan bersama dari Kristus dan seluruh Gereja-Nya.

(39)

memahami misteri yang dirayakan dengan baik dan ikut serta secara penuh, khidmat, dan aktif (SC 48). Keterlibatan tersebut dilakukan mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga sesudah perayaan, yakni dengan menghasilkan buah-buah perwujudan iman.

 Segi kontekstual. Perayaan dilaksanakan menurut situasi dan kondisi setempat di mana unsur kebutuhan, situasi, dan tantangan zaman, unsur-unsur budaya lokal ikut mempengaruhi sebuah perayaan. Ekaristi sebagai perayaan seluruh Gereja juga dirayakan menurut gaya dan model penghayatan setempat. Para Bapa Konsili Vatikan II sangat mendorong berbagai penyesuaian liturgi, termasuk dalam hal inkulturasi liturgi, tentu saja asalkan selaras dengan hakikat semangat liturgi yang asli dan sejati (SC 37). Sehingga perayaan Ekaristi mesti menjawab kebutuhan dan kerinduan aktual dan kontekstual dari umat beriman setempat.

d. Dasar-dasar Perayaan Ekaristi

(40)

Kenangan akan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir dipandang sebagai awal dari pembentukan umat dan agama Israel yang kemudian dirayakan setiap tahun pada perayaan Paskah yang jatuh pada musim semi, yaitu pada tanggal 14 bulan Nisan (sekitar Bulan Maret April). Acara pokok dalam perayaan Paskah adalah pembersihan dan pembakaran semua ragi yang dilakukan pada pagi hari tanggal 14 bulan Nisan, dan penyembelihan binatang kurban yang dilakukan di Bait Allah. Dan setelahnya diadakan Perjamuan Paskah yang diadakan secara berkelompok (Prasetyantha, 2008: 22).

Perayaan Ekaristi Gereja berakar pada tradisi perjamuan makan (Paskah) Yahudi. Adapun Inti pokok tradisi perjamuan makan Yahudi adalah doa sebelum perjamuan yang berisi doa syukur atas Roti, perjamuan makan, lalu doa sesudah perjamuan yang berisi doa syukur atas Piala sebagai bentuk “berkat perjamuan” (Martasudjita, 2003: 273).

2)Perkembangan Perayaan Paskah dan Roti Tak Beragi

(41)

3)Perjamuan Paskah Yahudi di Zaman Yesus

Perayaan Paskah tetap menjadi perayaan keagamaan Yahudi yang utama pada zaman Yesus. Paskah masih dilaksanakan pada tanggal 14 bulan Nisan. Pada pagi hari, umat mengumpulkan semua ragi, membawanya ke Bait Allah untuk dibakar bersama-sama oleh para imam. Dan pada sore hari dilaksanakan penyembelihan kambing dan domba yang dilakukan di Bait Allah, dan setelah matahari terbenam dimulailah perjamuan Paskah yang dilaksanakan di dalam keluarga atau di dalam kelompok, dengan cara mengelilingi meja Paskah dengan jumlah paling sedikit sepuluh orang. Namun jika di dalam satu keluarga tidak memenuhi jumlah minimal tersebut, mereka dapat mengundang keluarga lain untuk bergabung. Adapun tujuannya yaitu agar anak domba Paskah dapat disantap sampai habis, tanpa sisa. Sesuai dengan peraturan seluruh daging kurban harus habis, dimakan dan tulang-tulangnya dibakar. Adapun peserta perjamuan biasanya memakai pakaian putih, menyantap makanan dengan setengah berbaring mengitari meja perjamuan yang berurkuran rendah yang dipimpin oleh kepala keluarga (Prasetyantha, 2008: 25).

(42)

Paskah yang dapat dilihat antara lain: sayur pahit melambangkan kondisi perbudakan yang membawa kepahitan hidup bangsa Israel karena bangsa Mesir (Kel. 1:14) sedangkan Roti tak Beragi melambangkan penderitaan di masa lalu dan dikaitkan dengan situasi yang tergesa gesa ketika bangsa Israel hendak meninggalkan Mesir setiap perlambangan mengalami perubahan sesuai dengan zamannya yang semakin rohani (Prasetyantha, 2008: 28).

4)Perjamuan Malam Terakhir Yesus

(43)

e. Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi

Martasudjita (2005:108) dalam bukunya menjelaskan bagian-bagian manakah yang dapat menjadi perhatian utama partisipasi aktif umat dalam Perayaan Ekaristi yaitu sebagai berikut:

 Partisipasi umat beriman diharapkan secara sadar dan aktif dalam seluruh Perayaan Ekaristi, mulai dari persiapan, saat pelaksanaan, dan juga saat pengamalan misteri iman itu dalam kehidupan sehari-hari (SC 14 dan 48). Melalui kehadiran dan keikutsertaannya dalam seluruh bagian Perayaan Ekaristi, umat beriman berpartisipasi aktif. Umat dianjurkan ikut merayakan Ekaristi sejak awal hingga akhir karena Perayaan Ekaristi karena merupakan satu kesatuan tindakan ibadat (SC 56). Partisipasi sadar dan aktif itu dituntut oleh hakikat liturgi sendiri yang merupakan perayaan iman dari umat beriman

sebagai “bangsa terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan

Allah sendiri” (1 Ptr. 2: 9).

 Dalam liturgi partisipasi sadar dan aktif umat beriman dilaksanakan menurut

“tingkatan, tugas, serta keikutsertaan mereka” (SC 26). Artinya, dalam

(44)

paling penting ialah koordinasi dan pengetahuan keterampilan masing-masing menurut tugasnya.

 Umat beriman juga ada yang dipilih sebagai petugas-petugas liturgi yang ambil bagian dalam pelayanan liturgi bagi seluruh umat beriman. Mereka itu antara lain lektor, akolit, pelayan komuni tak lazim, pemazmur, paduan suara atau kor, petugas musik, koster, komentator, kolektan, penyambut jemaat, seremoniarius, dan sebagainya (lih. PUMR 98-107).

 Sedangkan kesempatan partisipasi aktif umat yang tidak terlibat dalam petugas liturgi ialah aklamasi dan jawaban-jawaban umat terhadap salam dan doa-doa imam (PUMR 35), Pernyataan Tobat, Syahadat, Doa Umat, Doa Bapa Kami (PUMR 36). Umat selurus sebaiknya juga ikut terlibat dalam pengucapan atau menyanyikan: nyanyian Kemuliaan, refren Mazmur Tanggapan, Bait Pengantar Injil (dengan atau tanpa alleluia), nyanyian persiapan persembahan, Kudus, aklamasi anamnesis, nyanyian pemecahan Hosti (Agnus Dei), madah pujian sesudah komuni, dan nyanyian penutup (PUMR 37).

f. Makna Sakramen Ekaristi

1) Ekaristi sebagai Ungkapan Cinta Kasih Yesus yang Sehabis-habisnya

(45)

Yesus memberikan teladan bagaimana memberikan kasih terhadap sesama. Yesus mengajarkan nilai cinta kasih yang sungguh-sungguh menyentuh hati bagi sahabat-sahabat-Nya tiada kasih yang sempurna selain kasih yang rela memberikan nyawa-Nya untuk orang yang dikasihi-Nya.

Yesus memberikan anugerah cinta kasih yang tanpa batas kepada para murid serta umat-Nya. Yesus telah memberikan kemenangan sejati dan keselamatan bagi semua orang, oleh sebab itu untuk mengenang anugerah-Nya, Gereja mengabadikan dan mengenang-Nya dalam Ekaristi Suci. Ekaristi menjadi suatu kenangan akan anugerah cinta kasih yang mendalam dan memiliki kekuatan untuk hidup rohani yang bersumber dari Allah. Ekaristi disebut Sakramen cinta kasih, lambing kesatuan baik dengan Allah maupun dengan warga Gereja sendiri (Martasudjita, 2005: 295-296).

(46)

Dalam perayaan Ekaristi, hidup Allah melalui Kristus dibagikan lewat misteri roti yang dipecah dan dibagikan dalam arti harus menderita dan membagikan hidupnya. Namun dalam perayaan Ekaristi pula, umat beriman saling berbagi dalam patisipasi seluruh umat Gereja dan khususnya umat yang hadir dengan imam dan petugasnya. Setelah Misa kita diutus untuk berbagi yang kita alami selama perayaan Ekaristi tadi. Kita yang memperoleh hidup Allah secara cuma-cuma, kini kita harus mau membagikan rahmat hidup Allah kepada sesama kita, baik keluarga maupun masyarakat kita. Berbagi bagi Gereja dan masyarakat, berbagi pula terhadap mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir. Berbagai bentuk pengorbanan kita persis perutusan dari Ekaristi. Kita yang menerima hidup Tuhan yang dibagikan, kita juga diundang untuk berani berbagi kepada sesama, entah apapun bentuknya itulah wujut pelayanan kita kepada Allah dan sesama (Martasudjita, 2012: 124).

2) Ekaristi sebagai Perjamuan yang Mempersatukan Umat dengan Allah, Umat dengan Umat

(47)

Konsili Vatikan II mengajarkan Ekaristi sebagai perjamuan Paskah (SC 7). Hal ini dimengerti dalam keseluruhan perayaan Ekaristi sehingga Ekaristi menjadi tempat untuk mengenang seluruh karya keselamatan Yesus Kristus yang berakhir dengan wafat dan kebangkitan-Nya (Martasudjita, 2005: 297-298).

Umat dalam mengikuti perayaan Ekaristi diajak untuk bersatu dengan Allah melalui terang Roh Kudus (koinonia). Koinonia merupakan bentuk keterlibatan umat untuk bersatu dengan Allah melalui Ekaristi dan membentuk suatu persaudaraan antar umat beriman dengan terang Roh Kudus. Dalam LG 7

dinyatakan “Dalam pemecahan Ekaristi kita secara nyata ikut serta dalam tubuh

Tuhan; maka, kita diangkat untuk bersatu dengan Dia dan bersatu antara kita”. Hal ini menjadi tempat dihimpunnya persatuan antara umat dengan Allah, umat dengan umat yang membentuk suatu Gereja. Allah selalu hadir di tengah hidup umat dalam setiap perkumpulan yang melibatkan kehadiran-Nya (Martasudjita, 2005: 358).

3) Ekaristi sebagai Permohonan Seruan datang-Nya Karunia Roh Kudus (Epiklese)

(48)

menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Di sinilah karunia Roh Kudus sungguh bekerja dan memberikan hidup bagi umat-Nya yang telah dikasihi oleh Allah. Tanpa kehadiran Roh Kudus keselamatan yang telah dipercayakan di dalam Gereja tidak terjadi dan rencana keselamatan Allah hanya terlihat abstrak tanpa ada perwujudan yang nyata. Berkat karya Roh Kudus rencana Keselamatan Allah sungguh-sungguh terjadi dalam diri Kristus dan di dalam Gereja.

Dalam Epiklese terkandung doa permohonan untuk Roh Kudus supaya turun untuk mengkuduskan roti dan anggur sebagai Tubuh dan Darah Kristus dan mengkuduskan umat Allah yang sungguh beriman. Berkat Roh Kuduslah umat Allah yang beriman memperoleh kesatuan diri dengan Allah melalui Tubuh dan Darah Kristus. Dengan demikian umat yang telah dikuduskan melalui karya Roh Kudus memperoleh hubungan yang mesra dengan Allah dan umat menjadi buah karya Roh Kudus yang telah disucikan atas segala perbuatan yang baik (Martasudjita. 2005: 358).

4) Ekaristi Memampukan Kita Untuk Tinggal Dalam Kristus

Yesus di dalam injil Yohanes 1:39 bersabda: “Marilah dan kamu akan

(49)

bersama Kristus dan pengalaman itu menjadi suatu misi dalam perutusan dalam mewartakan kabar gembira keseluruh dunia (Martasudjita, 2012: 21).

Pengalaman pribadi para murid masuk dan tinggal bersama Kristus menjadi tujuan utama dari seluruh hidup umat beriman. Pengalaman pribadi ini menjadi salah satu wujud kesaksian untuk bersatu dengan Tuhan yang menjadi ujung tombak dalam bersaksi bagi orang lain. Hal ini nampak di dalam 1 Yoh. 1: 1-3, Perikop ini mengungkapkan pengalaman tinggal dalam Kristus yang terlihat dalam pernyataan berikut: apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup, itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hal ini menunjukkan suatu kesatuan dan pengalaman iman yang luar biasa. Pengalaman tinggal bersama-Nya membuat kita sadar bahwa hidup bersama-Nya membawa suatu anugerah yang terindah, kedamain cinta kasih, dalam seluruh hidup Kristus. Pengalaman inilah yang harus kita bawa bagi orang lain dalam hidup bersama di tengah-tengah dunia (Martasudjita, 2012: 22).

Peristiwa tinggal bersama Kristus terwujud di dalam Ekaristi. Di dalam Ekaristi Yesus menjadi roti hidup yang diserahkan bagi umat-Nya. Roti hidup ini memberikan kehidupan bagi umat dimanapun berada. Melalui Ekaristi umat diajak untuk masuk dan bersatu di dalalm misteri Ekaristi, yakni mengenangkan misteri wafat dan kebangkitan-Nya. Peristiwa tinggal bersama Kristus terwujud dalam penyambutan Komuni Suci. Kita merayakan Ekaristi, menyambut tubuh dan darah-Nya dalam Komuni Suci menjadi tanda bahwa kita “tinggal di dalam

(50)

5) Ekaristi sebagai Sumber untuk Memperoleh Kekuatan Hidup Umat dalam Menghadapi Persoalan Hidup

Ekaristi merupakan sumber kekuatan orang Kristiani. Dengan Ekaristi umat Kristiani memperoleh kekuatan untuk menghadapi masalah hidup sehari-hari (Martasudjita, 2012: 57). Dalam kehidupan sesehari-hari-sehari-hari umat akan dihadapkan dengan permasalahan hidup yang kompleks. Dengan begitu umat tentunya ingin mencari jalan keluar dari permasalahan dan ingin memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Untuk itulah umat Kristiani selalu merayakan Ekaristi untuk menimba kekuatan dari Allah dalam menghadapi segala rintangan yang ada. Selain itu juga umat dapat memperoleh kekuatan untuk dapat mewartakan kabar gembira dari Allah kepada seluruh bangsa.

6) Ekaristi Sebagai sumber dan puncak Kehidupan Gereja

Martasudjita (2003; 297) mengatakan bahwa, Ekaristi tidak hanya pusat seluruh liturgi Gereja, tetapi juga menjadi sumber dan puncak kehidupan Gereja. Dalam hal ini LG art. 11 (Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili vatikan II tentang Gereja) mengatakan demikian:

“Dengan ikut serta dalam kurban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh hidup kristiani, mereka mempersembahkan Anak Domba Ilahi dan diri sendiri bersama dengan-Nya kepada Allah: demikianlah semua menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan liturgis. Baik dalam persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur baur, melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian, sesudah memperoleh kekuatan dari tubuh Kristus dalam perjamuan Suci, mereka secara konkret menampilkan kesatuan Umat Allah, yang oleh sakramen mahaluhur itu dilambangkan dengan tepat dan diwujudkan secara

mengagumkan”.

(51)

memisahkan Ekaristi dengan Kehidupan sehari-hari. Hidup sehari-hari memperoleh kekuataan dan dasarnya dari Ekaristi sebagai sumber. Selain itu Ekaristi juga menjadi puncak dari seluruh kegiatan umat Kristiani. Artinya, semua bidang kehidupan yang dijalani umat Kristiani tertuju dan mengarah kepada Ekaristi sebagai puncaknya.

g. Tata perayaan Ekaristi

Perayaan Ekaristi terdiri atas dua bagian pokok, yaitu Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, dan kedua bagian pokok itu diapit oleh Ritus Pembuka sebagai bagian yang mempersiapkan dan Ritus Penutup sebagai bagian yang menutup. Keempat bagian tersebut berhubungan begitu erat sehingga seluruhnya menjadi satu tindakan ibadat (SC 56).

Martasudjita (2005: 118) menjelaskan,Ritus pembuka memiliki tujuaan untuk mempersatukan dan mempersiapkan umat agar mereka dapat mendengarkan Sabda Allah dan merayakan Ekaristi dengan layak. Ritus pembuka dapat dihilangkan atau dilaksanakan secara khusus apabila Misa didahului perayaan lain, asalkan sesuai dengan kaidah buku liturgi (PUMR 45). Bagian-bagian dalam Ritus pembuka biasanya ada perarakan masuk, penghormatan altar dan pendupaan, tanda salib, salam, pengantar, tobat, Kyrie (Tuhan Kasihanilah), Gloria (Kemuliaan), dan doa pembuka.

(52)

yang bersabda dan umat yang mengggapi Sabda Allah. Pewartaan Sabda Allah dilaksanakan dalam pembacaan Kitab Suci dan Homili yang memperdalam sabda Allah itu. Tanggapan umat atas Sabda Allah itu terungkap melalui Mazmur Tanggapan dan Bait Pengantar Injil, serta Syahadat dan Doa Umat yang memperdalam tanggapan umat tersebut (Martasudjita, 2005: 133).

Liturgi Ekaristi menjadi pusat seluruh perayaan Ekaristi, di dalamnya terdapat kekhasan dan keagungan, tanpa ini suatu perayaan tidak bisa disebut Perayaan Ekaristi. Doa Syukur Agung menjadi pusat dan puncak seluruh Perayaan Ekaristi (PUMR 30 dan 78). Struktur liturgi Ekaristi berakar dan berpangkal tolak dari perayaan perjamuan malam terakhir Yesus bersama para murid. Gereja melaksanakan menurut perintah Tuhan “Lakukanlah ini untuk

mengenangkan Daku” (Luk 22: 19). Yang dikenang Gereja adalah misteri karya

penyelamatan Allah yang terlaksana melalui wafat dan kebangkitan Kristus. Liturgi Ekaristi dibagi menjadi tiga hal pokok yaitu persiapan persembahan, Doa Syukur Agung dan pemecahan roti serta komuni (Martasudjita, 2005: 143).

(53)

melaksanakan atau menghadirkan apa yang telah kita rayakan dalam Misa Kudus di dunia. Dalam teks TPE 2005 pengutusan diawali dengan pernyataan “Saudara

sekalian, Perayaan Ekaristi sudah selesai”, dan umat menjawab: “Syukur kepada

Allah”. Kemudian disampaikan pengutusan itu: “Marilah pergi! Kita diutus”, dan

umat menjawab “Amin” (Martasudjita, 2005: 212).

2. Keterlibatan Umat dalam Tugas Pelayanan Gereja (Diakonia) a. Pengertian keterlibatan

Menurut Dua Gete (1975: 9) keterlibatan adalah suatu sikap manusia untuk mencurahkan tenaganya serta perhatiannya sepenuh-penuhnya, dengan jiwa raga, kepada suatu pekerjaan atau usaha. Keterlibatan mengandung unsur kehendak, akal budi dan perasaan. Jika ketiganya selaras dan maksimal akan terwujut keterlibatan yang maksimal.

Pengertian Keterlibatan menurut Kompedium Katekisimus Gereja Katolik (art. 1913) diartikan sebuah pengabdian yang sukarela dan luhur dari pribadi-pribadi dalam peranannya semua orang harus turut serta dalam peningkatan kesejahteraan umum. Keterlibatan dilaksanakan secara sukarela oleh setiap pribadi, keinginan yang timbul dari dalam dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.

(54)

b. Keterlibatan Umat Sebagai Anggota Gereja

Prasetya (2003: 40) menjelaskan bahwa dalam kehidupannya sebagai umat berima Katolik, berdasarkan sakramen Baptis dan Krisma serta aneka karunia yang diterimanya dari Allah, kaum awam diharapkan mau mengambil bagian dalam tugas perutusan Yesus Kristus sebagai imam, nabi, dan raja,

dikatakan juga dalam Konsili Vatikan II “Kaum beriman kristiani, yang berkat

Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi

Kristus” (LG 31).

(55)

c. Pengertian pelayanan (Diakonia)

Anne Hommes, MSW dalam buku yang berjudul Spiritualitas dan Pelayanan (2012: 1) mengartikan pelayanan sebagai "perbuatan yang baik". Kaum Kristen dapat mengabdi kepada Kerajaan Allah sebagaimana orang-orang Indonesia dapat mengabdi kepada tanah airnya. Di samping arti pengabdian ada makna yang lain, yaitu bantuan yang diberikan untuk orang lain.

Hardawiryana (1977: 11) menyebutkan bahwa pelayanan ialah bentuk pengabdian tertentu yang diterima atau diakui dalam lingkup jemaah tertentu. Bentuk pelayanan bersifat resmi dan banyak umat menjalankan pengabdian tanpa diakui secara explisit dan formal.

Ardisubagyo (1987: 30) menjelaskan bahwa kata diakonia biasanya diartikan sebagai pelayanan. Pelayanan Gereja didasari oleh Yesus sendiri, Sang

Kepala Gereja “Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani (Mrk.

10: 45).

d. Diakonia dalam Kitab Suci

1) Kepekaan dan Tanggung Jawab Sosial dalam Perjanjian Lama

(56)

Setelah raja Salomo, kehadiran Allah dipusatkan dalam bentuk-bentuk upacara makin megah dan mewah. Raja dan Maju imam-imam lebih disibukkan dengan upacara keagamaan ketimbang perbaikan sosial ekonomi. Ketidakadilan semakin terasa, bentuk korban penebusan makin mendapatkan perhatian. Dalam prakteknya, upacara keagamaan (ritual) memberikan kepuasan rohani bagi gema orang-orang kaya dan yang berkuasa. Upacara keagamaan menjadi beban bagi orang-orang miskin, karena membutuhkan biaya banyak. Para nabi dalam Perjanjian Lama hidup dan berperan dalam situasi ini. Para nabi adalah orang-orang yang selalu mempunyai pergumulan Solidaritas dengan rakyat kecil. Nabi Amos, Yesaya, Mikha, dan sebagainya adalah nabi-nabi yang banyak mencela upacara agama yang digunakan untuk menutupi berbagai kejahatan. Hampir tidak ada nabi-nabi yang berasal dari kalangan Bait Allah yang membela rakyat kecil dan mengkritik ketidakadilan dan upacara agama yang munafik. Hal inilah yang menyebabkan nabi-nabi yang membela rakyat kecil itu dimusuhi oleh penguasa dan tokoh-tokoh agama (Widyatmadja, 2009: 46).

2) Kepekaan dan Tanggung Jawab Sosial dalam Perjanjian Baru

(57)

Kedatangan Yesus ke dunia ini digambarkan Injil Lukas sebagai kabar gembira bagi orang-orang miskin (Luk. 4: 18-19). Injil yang ditulis Lukas berisi tentang berita gembira untuk orang-orang miskin dan teguran atau panggilan kepada orang-orang kaya untuk bertobat. Jadi Injil merupakan kabar kesukaan bagi orang-orang miskin, tetapi bukan kabar gembira bagi orang-orang kaya yang lupa akan tanggung jawab sosialnya kepada sesama. Cerita tentang mujizat lima roti dan dua ekor ikan memberikan atau pelajaran kepada kita bahwa Yesus memperhatikan kebutuhan dan penderitaan jasmani manusia. Ini tidaklah dimaksudkan agar orang-orang datang kepada Yesus untuk mencari roti, tetapi mujizat itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran seperlunya kepada murid-murid Yesus agar mereka bersedia memberi "roti" kepada sesama manusia dalam segala kekurangnya. Allah selalu menampakan diri dalam pembelaan kepada orang miskin, banyak cerita Yesus Kristus yang membela orang miskin (Widyatmadja, 2009: 48).

e. Arah dasar pelayanan

1) Sikap dasar melayani, bukan dilayani

(58)

tengah-tengah kamu sebagai pelayan" (Mat. 20:26-28). Adanya kelas-kelas dan tingkat tingkat itu, biasa dalam masyarakat. Tetapi, Yesus mengajarkan kita sikap untuk saling melayani. Yesus tidak pernah menganggap orang lain lebih rendah daripada diri-Nya. Ia mengetahui bahwa sebetulnya Ia tidak sama dengan yang

lain. Ia berkata “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi, jikalau Aku membasuh kaki mu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki” (Yoh. 13:13-14). “Karena Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk

melayani” (Mrk. 10). Itulah sikap yang diharapkan Yesus dari murid-murid-Nya. Janganlah kamu disebut rabi (guru) sebab hanya satu gurumu, kamu semua adalah

saudara” (Mat. 23:8). Semua adalah saudara, dan harus saling membantu dalam mencari jalan dan arah hidup. Paulus berkata, “Tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Gal. 3:28). Kristus telah menghapus perbedaan suku dan ras, perbedaan tingkat sosial atau kelas, dan juga pria dan wanita sama di hadapan Tuhan. Membedakan orang dan golongan tidak cocok dengan semanga Yesus. Iman (dapat) mempengaruhi pandangan orang, karena memberi pandangan baru terhadap keluhuran pribadi manusia, terhadap kesamaan dan persaudaraan semua orang, dan terhadap sikap pelayanan. Dalam pandangan Kristen melayani tidak merendahkan, melainkan mengangkat orang karena membuatnya sama dengan Kristus, Tuhan dan Guru.

(59)

tertindas. Pelayanan Gereja juga terbuka ke luar, bagi masyarakat luas dengan mengutamakan mereka yang miskin, hina, sakit, terasing dan tertindas. Orang-orang seperti merekalah yang terutama diperhatikan oleh Yesus. Gereja harus menampilkan dirinya sebagai garam dan terang dunia. Fungsi pelayanan (diakonia) tidak bisa dilepakan dari ketiga fungsi lainya. Koinonia, kerygma dan liturgia tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi harus menjiwai dan mendorong umat untuk melaksanakan pelayanan (diakonia). Diakonia dikatakan sebagai gerak dasar seluruh kegiatan Gereja, segala kegiatan gereja bermuara pada pelayanan terhadap sesama bukan hanya memuaskan kebutuhan rohani sendiri.

Prasetya (2003: 79) mengungkapkan bahwa sikap dan semangat pelayanan juga nampak secara nyata dalam diri seorang pemuka jemaat, baik di tingkat paroki (pengurus dewan paroki) maupun pengurus wilayah (pengurus wilayah atau stasi atau lingkungan). Mereka berasal dari umat berkarya diantara umat dan untuk perkembangan umat sendiri. Pemuka jemat ini dipilih, diangkat dan diberi tanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya.

2) Tanggung jawab

Siapa yang menyatakan diri murid Kristus, “ia wajib hidup sama seperti

Kristus telah hidup” (1 Yoh. 2:6). Pelayanan berarti mengikuti jejak Kristus,

“Seorang murid tidak lebih daripada gurunya” (Mat 10:24). Perwujudan iman Kristiani adalah pelayanan, maka iman Kristiani tidak pernah menjadi alasan untuk merasa diri lebih baik dari pada orang lain. Sebaliknya, “barang siapa

(60)

mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah tidak” (1Kor. 4:7). Dan Yesus

berkata: “Apa bila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan” (Luk. 17:10).

Konsili Vatikan II menyatakan “Menyimpanglah dari kebenaran, mereka yang mengira bahwa boleh melalaikan tugas kewajiban di dunia (karena kita mencari dunia yang akan datang) dan tidak mengindahkan, bahwa justru karena iman sendiri kita lebih terikat untuk menjalankan tugas-tugas itu, menurut panggilan masing-masing” (GS 43). Sebab, “manusia, yang diciptakan menurut citra Allah, diberi titah supaya menaklukkan bumi dalam keadilan dan kesucian” (GS 34). Usaha pembangunan itu perlu diperhatikan, bahwa “keadilan yang lebih sempurna, persaudaraan yang lebih luas, cara hidup sosial yang lebih manusiawi, semua itu lebih berharga daripada kemajuan di bidang teknologi” (GS 35).

(61)

kehormatan bagi pribadi manusia. Dalam usaha pelayanan janganlah yang lain menjadi objek belas kasihan. Pelayanan berarti kerjasama, di dalamnya semua orang merupakan subjek yang ikut bertanggung jawab. Yang pokok adalah harkat, martabat, harga diri, bukan kemajuan dan bantuan sosial ekonomis, yang hanyalah sarana. Tentu sarana-sarana juga penting, dan tidak bisa dilewatkan begitu saja, namun yang pokok ialah sikap pelayanan itu sendiri. Orang Kristen dituntut supaya mengembang kan sikap pelayanan, sebagai intisari sikap Kristus, bukan hanya dalam orang yang melayani, melainkan juga dalam dia yang dilayani, membantu orang supaya menyadari dan menghayati, bahwa kemerdekaan itu kesempatan melayani seorang akan yang lain (lih. Gal 5:13) melayani, sebagai prinsip dasar kehidupan bersama dalam masyarakat itu tidak gampang. Gereja dipanggil menjadi pelopor pelayanan, hadir pada orang lain sebagai sesamanya. Itu hidup Kristus, itulah panggilan Gereja menurut Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) (1996: 449-450).

f. Bentuk-bentuk Pelayanan (Diakonia)

Widyatmadja (2009: 109-116) menjelakan bahwa pada umumnya cara berdiakonia dapat dibagi tiga, yaitu diakonia karitatif, diakonia reformatif (developmentalist-pembangunan) dan diakonia transformati (pembebasan) sebagai berikut:

1. Diakonia Karitatif

(62)

dan perbuatan amal kebajikan lainnya. Diakonia ini mendapat dukungan dari gereja (terutama sebelum tahun 1950).

2. Diakonia Reformatif/Pembangunan

Diakonia reformatif lebih dikenal sebagai diakonia pembangunan. Selama dekade pembangunan diakonia ini banyak dipakai oleh banyak Gereja. Kesadaran baru dari Gereja-Gereja untuk berpartisipasi dalam pembangunan muncul sesudah Sidang Raya Dewan Gereja sedunia IV di Upsalla. Pembangunan bisa berupa pembuatan waduk, pemakaian bibit unggul, penghijauan, perbaikan jalan, dll.

3. Diakonia Transformatif Pembebasan

Rakyat kecil yang buta hukum serta mengalami kelumpuhan semangat berjuang, perlu dilayani, yaitu dengan menyadarkan hak-hak mereka. Rakyat kecil selalu butuh penyadaran akan haknya. Mereka juga butuh dorongan dan semangat untuk percaya pada dirinya sendiri. Proses penyadaran dan memberikan kekuatan pada rakyat untuk percaya pada dirinya dikenal sebagai diakonia transformatif/pembebasan. Diakonia transformatif dimaksudkan agar terjadi perubahan total dalam fungsi-fungsi dan penampilan dalam kehidupan bermasyarakat, suatu perubahan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Metode diakonia transformatif, antara lain adalah pengorganisasian masyarakat.

(63)

B.Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang diteliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Fery Fredericus pada tahun 2015 yang berjudul “Pengaruh Ekaristi Terhadap Perkembangan Hidup Rohani Mahasiswa Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma

Sebagai Calon Katekis”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana

Ekaristi berpengaruh terhadap perkembangan hidup rohani. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tersebut, menunjukan bahwa bahwa Ekaristi yang mereka rayakan sangat berpengaruh terhadap perkembangan hidup rohani mahasiswa sebagai calon katekis dan mereka merasa dikuatkan dalam hidup mereka.

C.Kerangka Pikir

Perayaan Ekaristi di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung dilaksanakan sebagai sesuatu yang penting dan untuk mendukung perkembangan iman umat. Dengan totalitas pelayanan Gereja yang diberikan oleh Paroki, Gereja Paroki mengharapkan agar setiap umat aktif mengikuti dan mengambil makna dari Perayaan Ekaristi di Gereja.

(64)

keterlibatan yang sepenuhnya dan seutuhnya. Dalam liturgi partisipasi sadar dan aktif umat beriman dilaksanakan menurut tingkatan, tugas, serta keikutsertaan mereka serta pemaknaan Ekaristi itu sendiri. Umat beriman juga ada yang dipilih sebagai petugas-petugas liturgi yang ambil bagian dalam pelayanan liturgi bagi seluruh umat beriman dan ada yang menjadi umat biasa dalam Peryaan Ekaristi.

Keterlibatan umat dalam Perayaan Ekaristi dilakukan mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga sesudah perayaan, yakni dengan menghasilkan buah-buah perwujutan iman. Umat dalam keaktifan mengikuti Perayaan Ekaristi diharapkan memaknai Ekaristi itu sendiri dalam kehidupannya baik Ekaristi sebagai Ungkapan Cinta Kasih Yesus yang Sehabis-habisnya, Ekaristi sebagai perjamuan yang mempersatukan umat dengan Allah dan umat dengan umat, Ekaristi sebagai permohonan seruan datang-Nya karunia Roh Kudus (Epiklese), Ekaristi memampukan kita untuk tinggal dalam Kristus, Ekaristi sebagai sumber untuk memperoleh kekuatan hidup mmat dalam menghadapi persoalan hidup dan Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan Gereja. Dengan pemaknaan Ekaristi yang muncul dalam Keaktifan mengikuti Perayaan Ekaristi (semakin aktif umat akan semakin memaknai Ekaristi) akan berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan umat sebagai orang Katolik Gereja yang beriman termasuk juga dalam keterlibatan umat dalam tugas pelayanan Gereja (diakonia).

(65)

kewajiban orang perorangan. Setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk masyarakat sebagai anggotanya begitupun dengan Gereja yang masing-masing menurut kedudukan dan kemampuannya. Pelayanan Gereja ditunjukan kepada sesama anggota jemaat dengan mengutamakan yang miskin dan tertindas. Pelayanan Gereja juga terbuka ke luar, bagi masyarakat luas dengan mengutamakan mereka yang miskin, hina, sakit, terasing dan tertindas. Sikap dan semangat pelayanan juga nampak secara nyata dalam diri seorang pemuka jemaat, baik di tingkat paroki (pengurus dewan paroki) maupun pengurus wilayah (pengurus wilayah atau stasi atau lingkungan). Fungsi koinonia, kerygma dan liturgia tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi harus menjiwai dan mendorong umat untuk melaksanakan pelayanan (diakonia). Diakonia dikatakan sebagai gerak dasar seluruh kegiatan Gereja, segala kegiatan gereja bermuara pada pelayanan terhadap sesama bukan hanya memuaskan kebutuhan rohani sendiri.

(66)

Berikut ini adalah kerangka pikir hubungan antara dua variabel:

Penelitian ini menjelaskan hubungan antara kedua variable tersebut dan besarnya hubungan antara kedua variable tersebut.

D. Hipotesis

Bertolak dari rumusan kajian teori, ada Pengaruh Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi (X) Terhadap Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) (Y) Umat Lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul. Berdasarkan pengertian dan kerangka berpikir di atas, maka dapat disampaikan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak ada Pengaruh Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi terhadap Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) Umat Lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul. H1 : Ada Pengaruh Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi terhadap

Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia) Umat Lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul.

Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi

(X)

Keterlibatan Tugas Pelayanan (diakonia)

(67)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi lapangan. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Dengan penelitian kuantitatif ini peneliti melakukan pengumpulan data, pengolahan data dan pemaparan data yang telah dianalisis, yaitu untuk menunjukan pengaruh antara variabel X (keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi) terhadap variabel Y (keterlibatan tugas pelayanan (diakonia)).

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian expost-facto. Dalam desain penelitian expost-facto peneliti tidak perlu lagi memberi perlakuan pada populasi yang diteliti, karena populasi yang diteliti sudah mendapat perlakuan dan pengetahuan tentang hal yang diteliti atau data yang diperlukan peneliti sudah ada atau sudah terjadi sebelumnya.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

(68)

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 - Januari 2017.

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 117).

Dalam penelitian ini, populasi untuk penelitiannya adalah umat di lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul yang terdiri dari orang tua 65 orang dan orang dewas 30 orang total menjadi 95 orang. Alasan dipilihnya umat hanya dari orang tua dan dewasa sedangkan anak-anak tidak dikarenakan orang tua dan dewasa mereka sudah bisa aktif mengikuti perayaan Ekaristi secara penuh dengan sadar dan sudah mempunyai peran dan tanggung jawab untuk terlibat dalam tugas pelayanan (diakonia) sedangkan anak-anak tidaklah demikian.

2. Sampel Penelitian

Menurut Zainal Arifin (2011: 215), sampel adalah “sebagian dari populasi yang akan diselidiki atau dapat pula dikatakan bahwa sampel adalah popilasi dalam bentuk mini (miniatur population)”. Sugiyono (2013: 118), juga mengatakan bahwa sampel adalah “sebagian dari jumlah dan karakteristik yang

Gambar

tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan dari
Tabel 1. Skor alternatif jawaban variabel X dan Y dari segi kognitif:
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen:
Tabel 4. Hasil analisis validitas variabel X:
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Jaminan Perorangan ( personal securities ) yaitu kredit yang jaminannya berupa sesorang atau badan sebagai pihak ketiga yang.. bertindak sebagai

Peranan baktri asidogenik pada pembutan biogas sangatlah penting karena bakteri tersebut dapat mengubah gula sederhana menjadi asam organik yang selanjutnya

Adapun produk turunan lain seperti karboksi metil kitin, hidroksi etil kitin dan etil kitin dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, pada bidang kedokteran

Sex-ratio orangutan pada saat lahir adalah 55% jantan, dengan jarak kelahiran (interbirth interval) minimal mencapai 5 tahun (dalam kondisi baik) dan maksimal (kondisi buruk)

Menimbang, bahwa pada hari yang telah ditetapkan Pemohon telah hadir di persidangan sedangkan Termohon tidak hadir, namun Termohon telah mengajukan eksepsi tentang

Panjang hipotenusa segitiga siku-siku adalah 30 cm, jika panjang salah satu sisinya 18 cm, maka panjang sisi lainnya adalah ….. Perhatikan segitiga PQR pada gambar

suatu langkah preamplifier analog yang diikuti oleh langkah output analog (tergantung jenis

sungai-sungai yang berhulu yang ada di se- kitar Gunung Merapi. Lahar-lahar tersebut memiliki sortasi atau perbedaan ukuran butir yang beragam. Adanya perbedaan sebaran