• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan penelusuran terhadap literatur yang terkait dengan pembahasan pemali, baik dalam bentuk buku maupun hasil penelitian yang telah diterbitkan, ditemukan dua buku yang secara khusus membahas pemali dalam masyarakat Bugis dan Makassar. Selain itu ditemukan juga beberapa buku dan hasil penelitian yang menyinggung eksistensi pemali dalam masyarakat Sulawesi Selatan. Dua buah buku yang dimaksud adalah:

1. Karya Hasan Hasyim dan kawan-kawan yang diterbitkan Pustaka Refleksi di Makassar dengan judul “Kasipalli; Kearifan Lokal Menuju Pelestarian Lingkungan Hidup”.

Buku ini, seperti judulnya, mengangkat pemali dalam versi Makassar, dan temanya pun terbatas pada upaya pelestarian lingkungan hidup. Secara umum buku kecil ini hendak menyampaikan bahwa kasipalli merupakan salah satu bentuk kekayaan budaya sekaligus kearifan lokal warisan leluhur masyarakat Sulsel yang bermanfaat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.

Dalam buku ini juga terdapat isyarat bahwa tidak semua kasipalli diungkapkan dalam bentuk larangan secara langsung, tetapi di balik tradisi terdapat kasipalli. Salah satu contohnya adalah tradisi simba atau kebiasaan orang tua bila anaknya lahir, mereka menanamkan pohon kelapa buat anaknya di pekarangan rumah atau di kebunnya.58 Tradisi ini harus dilakukan oleh orang tua, dan jika tidak dilakukakan disebut kasipalli. Dengan demikian, ada kasipalli di balik tradisi ini yang

jika diungkapkan dapat dikatakan “kasipalli orang tua tidak menanam pohon bagi

anaknya yang sudah lahir. Selain itu, legenda pohon keramat juga mengandung unsur pemali atau kasipalli untuk tidak menebang pohon tersebut dan merusak lingkungan sekitarnya. Makna filosofinya adalah upaya melestarikan pohon dan lingkungan sekitarnya dengan tidak gampang menebangnya.59 Demikian buku ini menyebut beberapa mitos dalam masyarakat Sulsel yang terkait dengan upaya pelestarian lingkungan hidup.

58

Hasan Hasyim dkk., Kasipalli; Tradisi Kepercayaan Nenek Moyang (Cet. I; Makassar: Pustaka Refleksi, 2008), h. 4.

59

2. Buku kecil yang secara khusus membahas pemali dalam pandangan hukum Islam adalah salah satu karya monumental seorang ulama besar di Sulawesi Selatan dan pendiri lembaga pendidikan berupa pesantren DDI di Pare-pare dan Mangkoso yang cabangnya tersebar luas di pulau Sulsel bahkan di pulau lainnya, yaitu Anregurutta Haji Abdul Rahman Ambo Dalle. Buku ini diberi judul dalam bahasa Arab dengan

“Syifa>u al-Af’idah min al-Tasya>um wa al-T{iyarah”, dan dalam bahasa Bugis dengan aksara Lontara “Pakburana Atie Pole ri Pemmali-pemmalie”. Buku ini dialihbahasakan secara berdampingan (versi halaman dengan dua kolom) oleh Mrs.

Hs., dengan judul “Pengobat Hati dari Pemali”.

Buku kecil ini terdiri dari lima pasal yang kesemuanya terkait dengan pemmali atau pemali dan ditutup dengan tatimmah atau pembahasan penutup yang menjelaskan perihal sennu-sennureng madecengnge atau sempana-sempana yang baik. Lima pasal tentang pemali terdiri dari pasal makna pemali, asal-usul pemali, akibat buruk pemali, hukum pemali, dan ketiadaan hubungan antara orang yang berpemali dengan hal yang dipemalikan.60 Buku ini menyimpulkan bahwa pemali sama dengan tat}ayyur dan tasya>um, karena itu hukum ber-pemali dan orang yang memercayainya adalah haram.

Penelitian ini berbeda dengan dua buku yang disebutkan di atas. Perbedaannya dengan buku pertama ialah dari segi bentuk-bentuk kasipalli/pemali yang diungkapkan dan pendekatan yang digunakan. Penulis buku itu mengungkap kasipalli atau pemali terbatas pada beberapa hal yang yang terkait dengan upaya pelestarian lingkungan hidup di Sulawesi Selatan, pendekatan yang digunakannya juga terbatas pada pendekatan pelestarian lingkungan. Sedangkan penelitian ini

60

mengungkapkan beragam pemali di Sulawesi selatan dan pendekatan yang digunakan merupakan multidisipliner. Adapun dengan buku kedua, perbedaannya selain terletak pada persepsi dan definisi pemali yang berasal dari responden, bentuk-bentuk pemali yang dikumpulkan berdasarkan pengakuan dari sumber yang bervariasi, juga pada pendekatan dan analisis yang digunakan, sehingga kesimpulan yang diambil kemungkinan berbeda pula.

Selain kedua buku tersebut, terdapat beberapa buku atau penelitian yang pembahasannya terkait dengan pemali, di antaranya:

1. Buku berjudul Latoa: Satu Lukisan Analitis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis karya Mattulada yang diterbitkan pertama kali di Yogyakarta oleh Gadjah Mada University Press pada tahun 1985. Dalam buku yang melukiskan manusia Bugis dalam kaitannya denga politik, Mattulada menyebutkan bahwa cerita-cerita pemali (pemmali) termasuk dalam konsepsi rapang (yurisprudensi) sebagai bagian dari pangadereng orang Bugis Makkasar. Pelanggaran atas pemmali menyebabkan seseorang dapat dianggap melanggar pangadereng.

2. Buku karya Andi Rasdiyanah dengan judul Sistem Pangngaderreng dalam Latoa dengan Sistem Syariat Islam (Wacana Integrasi Sistemik) yang diterbitkan oleh Alauddin University Press pada tahun 2013. Andi Rasdiyanah nampaknya melengkapi keterangan Mattulada mengenai Rapang dengan menguraikan tiga fungsinya, salah satu di antaranya sebagai alat pelindung yang berwujud dalam pemmali-pemmali (pantangan), pappaseng (pesan-pesan) atau sejenis ilmu gaib penolak yang berfungsi melindungi milik umum dari gangguan seseorang, dan melindungi seseorang dalam keadaan bahaya

3. Buku karya Abu Hamid dengan judul Pesan-Pesan Moral Pelaut Bugis, dicetak pertama kali di Makassar oleh Pustaka Refleksi pada tahun 2007. Abu Hamid

dalam buku kecil ini menunjukkan bahwa pemmali atau kasipalli merupakan bagian dari paseng/pasang yang pantang untuk diabaikan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Segala bentuk larangan dan pantangan terhadap hal-hal yang tabu itu diperingatkan untuk dihindari melalui pesan-pesan (pappaseng). Jika seseorang atau masyarakat melanggar segala hal-hal yang dianggap tabu itu, mereka mendapat teguran disertai ucapan tajangi pa’dibokoanna/tajengngi pa’dimunrinna (tunggu akibatnya). Jika seseorang telah ditimpa sesuatu yang buruk, maka masyarakat mencemoohnya dengan ucapan natabai pappasang/nakennai pappaseng artinya sudah ditimpa salah satu isi pesan.

4. Buku karya Koentjaraningrat dengan judul Beberapa Pokok Antropologi Sosial yang terbit di Jakarta pada 1990. Koentjaraningrat mengkategorikan pemali atau pantangan-pantangan sebagai upaya dalam dalam menjaga sakralitas sistem-sistem upacara keagamaan yang meliputi tempat upacara, proses upacara, benda-benda atau alat upacara, dan orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

5. Buku dengan judul Sosiologi Bugis Makassar karya Wahyuni terbit di Makassar oleh Alauddin University Press pada tahun 2014. Dalam buku ini, Wahyuni menggambarkan struktur dan sistem sosial masyarakat Bugis dan Makassar dalam satu bab dari 5 bab yang ada. Menurutnya, masyarakat Bugis Makassar mengedepankan nilai-nilai kekerabatan dan kekeluargaan yang dibangun di atas pangadereng atau pangadakkang dalam rangka menjaga siri’ na pesse. Dalam hal ini, masyarakat Bugis Makassar memiliki aturan yang memiliki sakralitas dan bertindak dengan hati-hati yang diekspresikan dalam bentuk pemmali atau pemali. Di samping itu, pemali-pemali dimaksudkan untuk menanamkan kedisiplinan, kamandirian, dan bekal etika atau moralitas.

6. Buku berjudul Suku Bugis, Pewaris Keberanian Leluhur karya Juma Darmapoetra yang diterbitkan oleh penerbit Arus Timur di Makassar pada tahun 2014. Juma memasukkan pemali dalam bab pembahasan kekayaan budaya. Ia menyebutkan bahwa pemali bertujuan sebagai pegangan moral yang mampu membentuk pribadi luhur dan berperan sebagai pendidikan budi pekerti.

7. Buku karya A. Rahman Rahim dengan judul Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis yang diterbitkan di Yogyakarta oleh penerbit Ombak pada tahun 2011. A. Rahman menguraikan nilai-nilai utama kebudayaan Bugis Makassar yang salah satu sumbernya adalah paseng. Paseng diartikan nasehat dan petaruh atau dengan arti wasiat yang dipertaruhkan. Ia menekankan tentang keharusan dan pantangan atau pemali.

8. Penelitian dengan judul Analysis of Character Education Values in Pemmali Culture of Bugis Makassar Society, diterbitkan oleh IOP Publishing tahun 2018 oleh St Kuraedah dkk. Mereka mengemukakan pemali sebagai keyakinan yang mengandung perintah dan larangan nenek moyang di masa lalu dan dijadikan kebiasaan-kebiasaan budaya. Pemmali dalam budaya masyarakat Bugis Makassar, di satu sisi, mengandung nilai pendidikan karakter, dan di sisi lain, mengandung keyakinan animisme atau dalam hukum Islam yang disebut tat}ayyur atau memutuskan hubungan dari Allah dan mengandalkan orang lain yang (sesungguhnya) tidak (dapat) memberi manfaat dan membawa celaka.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan

Tujuan penelitian ini dibagi pada dua bentuk, yaitu umum dan khusus. Secara umum peneltian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap pemali dalam budaya Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan.

Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut:

a. Untuk megetahui posisi pemali dalam budaya Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan perspektif hukum Islam

b. Untuk megetahui faktor pemertahanan pemali dalam budaya Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan perspektif hukum Islam

c. Untuk mengetahui muatan nilai pemali dalam budaya Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan perspektif hukum Islam

Teori pemali dalam budaya Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan terasa minim, sehingga penelitian ini juga bermaksud menguji dan mengembangkan teori yang sudah ada terkait dengan pemali, di samping tujuan-tujuan yang telah disebutkan.

2. Kegunaan

Kegunaan atau manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini, yaitu:

a. Kegunaan ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan berguna dalam memberikan kontribusi ilmiah dalam perkembangan ilmu pengetahuan (constribution of knowledge) terutama ilmu keislaman. Kontribusi ilmiah yang penting berkaitan dengan hubungan pangadereng dan hukum Islam secara umum, pemali dan konsep al-nahy , ‘urf, dan sadd al-z\ara>i‘ secara khusus. Masyarakat Sulawesi Selatan diharapkan tidak hanya menerima semua konsep keyakinan, ajaran, dan prinsip-prinsip hidup termasuk pemali sebagai satu warisan yang mutlak benar dan harus diikuti, tetapi hendaknya

disertai dengan kesadaran akan makna dan hikmah di balik warisan tersebut. Pada saat yang lain, tidak menolak semua yang dianggap warisan leluhur termasuk pemali kecuali dengan pertimbangan ilmiah.

b. Kegunaan praktis

Hasil penelitian ini secara praktis dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat umum dan umat Islam khususnya untuk meningkatkan kesadaran beragama dan bermasyarakat berdasarkan pengetahuan tentang setiap warisan leluhur, dan wawasan keislaman yang holistik.

Berdasarkan hasil penelitian ini, masyarakat Islam di Sulawesi Selatan diharapkan akan bertindak lebih bijaksana dalam menerima bentuk-bentuk kearifan lokal terutama terhadap segala hal yang dianggap pemali dengan mempertimbangan kaedah hukum Islam sebagai prinsip syariat Islam yang dianutnya.

BAB II