• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Teori Belajar Matematika

Matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Menurut Johnson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, 2003:252) mengemukakan bahwa Matematika merupakan bahasa simbolis yang mempunyai fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan. Sedangkan fungsi teoritisnya untuk memudahkan berpikir. Dengan kata lain matematika adalah bekal bagi peserta didik untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang berfungsi untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan serta untuk memudahkan dalam berpikir.

Sugihartono, dkk (2007: 74) mengartikan belajar sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.

Menurut James O. Whittaker dalam Syaiful Bahri Djamarah (2011:12) mengemukakan belajar merupakan sebuah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Merangkum pendapat para ahli tentang pengertian belajar, maka belajar adalah Belajar merupakan suatu proses yang bersifat aktif untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman agar manusia dapat menyesuaikan diri dengan dunianya dan hasilnya berupa perubahan tingkah laku dan pengertian sebagai hasil dari latihan.

Belajar matematika adalah rangkaian proses yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang konsep matematis.

Jean Piaget dalam Jeanne Ellis (2008) mengatakan bahwa tahap-tahap perkembangan kognitif seseorang dibagi menjadi empat tahap-tahap yang berbeda, yang masing-masing memiliki pola pikir yang unik. Empat tahap perkembangan kognitif Piaget sebagai berikut: tahap sensorimotor (kelahiran hingga usia 2 tahun), tahap praoperasional (2 tahun hingga sekitar 6 atau 7 tahun), tahap operasional konkret (6 atau 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun), tahap operasional formal (11 atau 12 tahun hingga dewasa). Anak-anak usia sekolah menengah pertama adalah usia transisi dari tahap operasional konkret ke tahap operasional formal. Pada tahap operasional konkret anak memiliki penalaran yang menyerupai penalaran orang dewasa mulai muncul, namun terbatas pada penalaran mengenai realitas konkret lalu masuk ke

tahap operasional, proses-proses penalaran logis diterapkan ke ide-ide abstrak ataupun ke objek-objek konkret. Teori ini menunjukan bahwa peran media pembelajaran atau alat peraga dibutuhkan untuk membantu pemahaman siswa dalam proses pembelajaran.

2. Pembelajaran Matematika a. Pembelajaran

Menurut Wina (2006:29) pembelajaran merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada diluar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai suatu proses kerjasama, pembelajaran tidak hanya menitikberatkan pada kegiatan guru atau kegiatan siswa saja, melainkan juga guru dan siswa secara bersama-sama melakukan dan berusaha mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Pembelajaran adalah kegiatan yang dilaksanakan di sekolah baik sekolah formal, non formal, maupun informal.

Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan di sekolah dan merupakan proses kerjasama antara guru dan siswa untuk mencapai

suatu tujuan dan menyampaikan ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan segala potensi yang ada.

b. Matematika

Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique (Perancis), mathematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning” . Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathenein yang mengandug arti belajar (berpikir) (Erman Suherman, 2001:17-18).

Johnson dan Rising (1972 dalam Erman Suherman, 2001:19) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logic, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinnya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Reys, dkk (1984 dalam Erman Suherman, 2001:19) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikiran, suatu seni, suatu bahasa,

dan suatu alat. Sedangkan menurut James dan James (1976 dalam Erman Suherman, 2001:18) dalam kamus matematikannya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlahnya yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat serta memiliki pola dan hubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlahnya yang pada akhirnya terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.

c. Pembelajaran Matematika

Berdasarkan pengertian pembelajaran dan matematika yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan tentang pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan yang diadakan di sekolah dan merupakan proses kerjasama antara guru dan siswa untuk mempelajari bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat serta memiliki pola dan hubungan satu dengan yang lainnya dengan

jumlahnya yang pada akhirnya terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri serta memiliki tujuan tertentu. 3. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Kata Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata Medium yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Penyalur”. Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Gerlach dan Ely (1971) menyatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan, atau sikap. Dalam pengetahuan ini, guru, buku teks dan lingkungan sekolah merupakan media (Rostina Sundayana 2015:4).

Menurut Bovee media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Gagne dan Briggs (1975) dalam Arsyad (2002) secara implisit menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang antara lain buku, tape-recorder, kaset, video camera, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer, dengan kata lain media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Dari berbagai pendapat tentang media di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah suatu alat atau sejenisnya yang dapat digunakan sebagai perantara atau pengantar informasi dari guru kepada siswa yang diajarnya agar informasi tesebut dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa. b. Manfaat Media dalam Proses Pembelajaran

Sudjana dan Rivai dalam Rostina Sundayana (2015:13) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu:

1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran.

3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memamerkan dan lain-lain.

c. Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran

Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik dan kegunaan masing-masing, maka diharapkan kepada guru agar mampu menentukan media pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan pada saat melakukan kegiatan belajar mengajar. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai penggunaan media menjadi penghalang proses belajar mengajar yang dilakukan guru dalam kelas. Sudirman N (1991) dalam Rostina Sundayana (2015:16-17) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pembelajaran yang dibaginya dalam tiga kategori, sebagai berikut:

1) Tujuan Pemilihan

Memilih media yang akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas.

2) Alternatif Pilihan

Menggunakan media hendaknya memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan media tersebut dapat mencapai hasil yang baik. Prinsip-prinsip itu menurut Sudjana (1990:104):

a) Menentukan jenis media dengan tepat

b) Menetapkan atau memperhitungkan subyek dengan tepat

d) Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat, dan situasi yang tepat.

3) Kriteria Pemilihan Media

Kriteria utama dalam pemilihan media pembelajaran adalah ketepatan tujuan pembelajaran, artinya dalam menentukan media yang akan digunakan pertimbangannya bahwa media tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan media, diantaranya:

a) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran

b) Kemudahan dalam memperoleh media yang akan digunakan c) Keterampilan guru dalam menggunakannya

d) Tersedia waktu untuk menggunakannya e) Sesuai dengan taraf berpikir siswa 4. Alat Peraga

a. Pengertian Alat Peraga

Alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan merangsang pikiran, perasaan dan perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar (Ali, 1989). Menurut Russeffendi (1992), alat peraga adalah alat yang menerangkan atau mewujudkan konsep matematika, sedangkan pengertian alat peraga matematika menurut Pramudjono (1995), adalah benda konkret yang dibuat, dihimpun atau disusun

secara sengaja digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep matematika (Rostina Sundayana 2015:7).

b. Sifat Alat Peraga

Russeffendi (dalam Darhim 1998 6:14) menyatakan bahwa alat peraga yang digunakan harus memiliki sifat sebagai berikut: - Tahan lama ( terbuat dari bahan yang cukup kuat)

- Bentuk dan warnanya menarik - Sederhana dan mudah dikelola

- Ukurannya sesuai dengan ukuran fisik anak

- Dapat mengajikan konsep matematika (tidak mempersulit pemahaman)

- Sesuai dengan konsep pembelajaran - Dapat memperjelas konsep

- Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir yang abstrak bagi siswa

- Bila kita mengharapkan siswa belajar aktif (sendiri atau berkelompok) alat peraga itu supaya dapat dirabah, dipegang, dipindahkan, dimainkan, dipasangkan, dicopot (diambil dari susunanya) dan lain-lain.

c. Tujuan Alat Peraga

Tujuan dari alat peraga sebagai berikut:

- Memperkenalkan, membentuk, memperkaya, serta memperjelas - Mengembangkan sikap yang dikehendaki

- Mendorong kegiatan siswa lebih lanjut

- Merangsang imajinasi anak dan memberikan kesan yang mendalam dalam mengajar, panca indra dan seluruh kesanggupan seorang anak perlu dirangsang, digunakan dan dilibatkan, sehingga tidak hanya mengetahui, melainkan dapat memakai dan melakukan apa yang dipelajari.

5. Minat Belajar

a. Pengertian Minat Belajar

Minat memiliki pengaruh besar terhadap kegiatan seseorang sebab dengan minat ia akan melakukan sesuatu yang diminatinya tersebut (Slameto, 2010). Menurut Winkel (1983:33) minat adalah kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tertarik dan merasa senang berkecimpung terhadap bagian-bagian tertentu.

Sementara belajar merupakan usaha berlatih untuk mendapatkan kepandaian. Oleh karena itu, belajar dapat merupakan perubahan tingkah laku tersebut dilihat baik dari aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan psikomotorik (ketrampilan).

Dari pengertian minat dan belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah suatu keinginan atau

kemauan yang disertai perhatian dan keaktifan yang disengaja yang pada akhirnya melahirkan rasa senang dalam perubahan tingkah laku, baik berupa kemampuan, ketrampilan, maupun sikap. Berdasarkan definisi tersebut, minat siswa dalam pembelajaran matematika dapat dinyatakan sebagai kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tertarik dan senang dalam belajar matematika.

b. Unsur-unsur minat

Menurut Reber dalam Syah (1995: 136), ada beberapa hal yang menjadi unsur-unsur penting dalam minat belajar adalah seperti berikut:

1) Perhatian

Menurut Sumadi Suryabrata (2010:14) perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan. Orang yang menaruh minat pada suatu aktivitas akan memberikan perhatian yang besar.

2) Perasaan

Perasaan menurut W.S Winkel (2004: 273) merupakan aktivitas psikis yang didalamnya subjek menghayati nilai-nilai dari suatu objek. Perasaan senang akan menimbulkan minat. Hal tersebut diperkuat dengan sikap yang positif, sedangkan perasaan tidak senang akan menghambat belajar karena tidak adanya sikap yang positif, sehingga tidak menunjang minat dalam belajar.

3) Motivasi

Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya, dimana motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berprilaku (Nursalam, 2003: 93). Secara garis besar motivasi merupakan dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar seseorang, sehingga ia berminat terhadap sesuatu objek.

Minat siswa dapat diukur melalui indikator minat berikut ini: Tabel 2. 1

Indikator Minat Belajar Siswa

(Didasarkan pada Winkel 2004) 6. Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2010:22) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar menurut Sardiman A.M (1986:22-23), hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang

No Indikator

1 Siswa memusatkan perhatian pada materi pembelajaran

2 Siswa memusatkan perhatian pada pembelajaran 3 Siswa merasa senang ketika belajar

4 Siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap pembelajaran

5 Siswa memiliki sikap percaya diri dalam belajar 6 Siswa merasa membutuhkan pelajaran tersebut

dikembangkan oleh mata pelajaran yang biasanya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru.

Untuk mengukur hasil belajar perlu diadakan tes kepada siswa setelah pembelajaran pada suatu materi tertentu selesai. Menurut Nana Sudjana (2010:35) Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.

Menurut Munadi (2008), ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar:

1) Faktor Internal a) Faktor Psikologis

Faktor psikologis antar anak pasti berbeda. Guru bisa menyamaratakan kondisi setiap siswanya. Perbedaan ini juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor psikologis berupa tingkat intelegensi, minat, motivasi, kognitif dan daya nalar para siswa.

b) Faktor Fisiologis

Kondisi fisiologis seperti kesehatan, cacat jasmani maupun sebagainya juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, karena hal tersebut mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran.

2) Faktor Eksternal

Lingkungan juga berpengaruhi bagi hasil belajar siswa, apabila sekolah terletak di tepi jalan raya, pasar, atau tempat ramai lainnya pasti akan membuat suasana belajar menjadi kurang kondusif. Selain letak sekolah, ruang kelas juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, seperti pencahayaan dan sirkulasi udara di dalam kelas.

Dari definisi oleh para ahli di atas maka dapat disimpulkan hasil belajar adalah kemampuan yang didapat dari proses belajar dan nilai tes matematika yang diberikan guru sebagai hasil penguasaan pengetahuan dan ketrampilan peserta didik.

7. Bangun Datar

Bangun datar adalah salah satu topik pembelajaran matematika yang dipelajari oleh siswa kelas VII pada semester genap. Standar kompetisi dari materi bangun datar adalah memahami konsep segi empat dan segitiga serta menentukan ukurannya. Kompetensi dasar dari materi bangun datar sebagai berikut:

- Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya - Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapezium,

jajargenjang, belah ketupat, dan layang-lanyang

- Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.

Kompetensi dasar yang peneliti ambil adalah mengidentifikasi sifat-sifat segitiga dan sifat-sifat-sifat-sifat segi empat, dan menghitung luas segitiga dan luas segi empat (luas persegi, persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat, trapesium).

Materi Pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut: a. Definisi dan Sifat-sifat Bangun Datar:

1) Segitiga:

Segitiga adalah bangun datar yang dibentuk oleh tiga titik yang letaknya tidak segaris dan tiga ruas garis yang menghubungkan ketiga titik tersebut (I Putu Wisna, 2014: 18).

Gambar 2.1 Bangun Datar Segitiga 2) Jajargenjang:

Jajargenjang adalah segi empat yang pasangan sisi-sisi berhadapannya sejajar (I Putu Wisna, 2014: 96).

Gambar 2.2 Bangun Datar Jajargenjang >

Unsur dan sifat jajargenjang:

Gambar 2.3 Jajargenjang ABCD Unsur-unsur jajargenjang ABCD:

- AB, BC, CD, AD adalah sisi-sisi sejajar - AC dan BD adalah diagonal jajargenjang - AB disebut alas jajargenjang

- t disebut tinggi jajargenjang

- Panjang sisi yang berhadapan sama panjang (AB = DC dan AD

= BC)

- Sudut yang berhadapan sama besar (∠D = ∠ B dan ∠A = ∠C) Sifat-sifat jajargenjang adalah sebagai berikut:

a. Sisi – sisi yang behadapan sama panjang. b. Sudut yang berhadapan sama besar.

c. Jumlah besar sudut-sudut yang berdekatan adalah 180 ̊. d. Kedua diagonal saling membagi dua sama panjang. 3) Persegi panjang

Persegi panjang adalah jajargenjang yang memiliki satu sudut siku-siku (I Putu Wisna, 2014: 99).

C D B A t > >

Gambar 2.4 Persegi panjang Unsur dan sifat persegi panjang:

Gambar 2.5 Persegi Panjang ABCD

Unsur-unsur persegi panjang ABCD adalah sebagai berikut:

- AB, BC, CD, AD adalah sisi-sisi persegi panjang (AB = CD , AD = BC)

- AB ∥ CD , AD ∥ BC

- DB dan AC adalah diagonal persegi panjang Sifat-sifat persegi panjang adalah sebagai berikut: a. Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang. b. Sudut yang berhadapan sama besar.

c. Jumlah besar sudut-sudut yang berdekatan adalah 180 ̊. d. Kedua diagonal saling membagi dua sama panjang.

A D C B > > > >

e. Semua sudut persegi panjang besarnya 90 ̊ . f. Diagonal-diagonal persegi panjang sama panjang. 4) Belah ketupat

Belah ketupat adalah jajargenjang yang sisi berdekatannya sama panjang (I Putu Wisna, 2014: 18).

Gambar 2.6 Belah ketupat

Gambar 2.7 Belah ketupat ABCD Unsur-unsur belah ketupat ABCD sebagai berikut: - AB, BC, CD, DA adalah sisi-sisi belah ketupat - BD dan AC adalah diagonal belah ketupat - OB = OD, AO = OC

Sifat-sifat belah ketupat adalah sebagai berikut: a. Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang. b. Sudut yang berhadapan sama besar.

c. Jumlah besar sudut-sudut yang berdekatan adalah 180 ̊. d. Kedua diagonal saling membagi dua sama panjang.

e. Keempat sisinya sama panjang.

f. Diagonal pada belah ketupat saling berpotongan tegak lurus. g. Diagonal pada belah ketupat membagi sudut sama besar. 5) Persegi

Persegi adalah persegi panjang yang sisi berdekatannya sama panjang (I Putu Wisna, 2014: 101).

Gambar 2.8 Persegi Unsur dan sifat persegi:

Gambar 2.9 Persegi ABCD Unsur-unsur persegi ABCD sebagai berikut: - AB, BC, CD, DA adalah sisi-sisi persegi - AC dan BD adalah diagonal persegi

Sifat-sifat persegi adalah sebagai berikut: a. Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang b. Sudut yang berhadapan sama besar.

c. Jumlah besar sudut-sudut yang berdekatan adalah 180 ̊. d. Kedua diagonal saling membagi dua sama panjang. e. Diagonal-diagonal persegi sama panjang.

f. Semua sudut persegi besarnya 90 ̊ . g. Keempat sisinya sama panjang.

h. Diagonal pada persegi saling berpotongan tegak lurus. i. Diagonal pada persegi membagi sudut sama besar. 6) Trapesium

Trapesium adalah segi empat yang tepat mempunyai satu pasang sisi sejajar (I Putu Wisna, 2014: 102).

Gambar 2.10 Trapesium ABCD

Unsur – unsur dan sifat trapesium ABCD sebagai berikut: - t adalah tinggi trapesium

- AB dan CD adalah sisi-sisi sejajar trapesium ABCD

Sifat yang dimiliki trapesium adalah pada setiap trapesium, jumlah sudut yang berdekatan diantara dua sisi sejajar adalah 180 ̊ .

D C

> B

t A

b. Luas Bangun Datar: 1) Persegi

Rumus luas persegi

Gambar 2.11 Persegi ABCD

Persegi adalah persegi panjang yang panjang dan lebarnya sama yang disebut dengan sisi, maka diperoleh

Luas persegi = sisi × sisi

atau = × ,dimana L adalah luas dan adalah sisi persegi. 2) Persegi panjang

Rumus luas persegi panjang

Luas persegi panjang adalah luas daerah yang dibatasi oleh sisi-sisi persegi panjang tersebut.

Untuk mendapatkan rumus luas persegi panjang, perhatikan tabel berikut! s D A C B

Persegi panjang Panjang Lebar Banyak Persegi Luas persegi 2 satuan 3 satuan 4 satuan 1 satuan 2 satuan 3 satuan 2 = 2 x 1 6 = 3 x 2 12 = 4 x 3 2 satuan luas 6 satuan luas 12 satuan luas

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: Rumus persegi panjang adalah

= × Dimana : = � � = � � � = � � 3) Jajargenjang

Rumus luas jajargenjang:

Gambar 2.12 Jajargenjang dengan pendekatan persegi panjang D

A Q B P

C

(I) (II)

Kita dapat mengubah jajargenjang menjadi persegi panjang seperti berikut

Diketahui gambar ABCD adalah jajargenjang. Gambarlah DQ ⊥ AB dan CP ⊥ AB (diperpanjang) Perhatikan pada ∆ ∆ , kita dapatkan

- AD = BC ( sisi jajargenjang yang berhadapan)

- ∠ = ∠ = °

- ∠ = ∠ ( sudut sehadap)

Dengan aturan sisi, sudut, sudut diperoleh ∆ ≅ ∆

(∆ kongkruen dengan ∆ ). Luas ∆ = Luas ∆

Luas persegi panjang DQPC = Luas jajargenjang ABCD

= PQ x DQ [AQ= BP, sehingga AB=PQ] = AB x DQ [AB = alas dan DQ = tinggi] Jadi Luas jajargenjang adalah

4) Segitiga

Rumus luas segitiga:

Gambar 2.13 Segitiga dengan pendekatan jajargenjang Luas daerah segitiga adalah setengah dari hasil kali alas dengan tingginya.

Bukti:

Melalui A buat AD̅̅̅̅ ∥ BC̅̅̅̅, melalui C buat CD̅̅̅̅ ∥ BA̅̅̅̅ sehingga terbentuk jajargenjang ABCD. AE̅̅̅̅ ⊥ BC̅̅̅̅ sehingga AE̅̅̅̅ merupakan tinggi ∆ ABC

dan sekaligus juga merupakan tinggi jajargenjang ABCD. Perhatikan

∆ ABC ≅ ∆ CDA (S-S-S). Akibatnya, [ABC] = [CDA].

Luas jajargenjang ABCD = [ABC] + [CDA] = [ ] = BC × AE

Jadi, [ ] = × BC × AE Dimana:

[ABC] = Luas ∆ ABC

BC = Alas ∆ ABC AE = Tinggi ∆ ABC B A E C D

Maka:

� � = × × ��

5) Belah ketupat

Rumus luas belah ketupat:

Belah ketupat adalah jajargenjang dengan semua sisi sama panjang. Disamping itu, diagonal belah ketupat adalah garis bagi yang saling tegak lurus.

Gambar 2.14 Belah ketupat ABCD

Yaitu, AC⊥ BD, AO = OC dan BO = OD maka ∆ ADC = ∆ ABC Luas belah ketupat ABCD = 2 × luas ∆ ADC

= 2 × ×

= × = × = ×

Jadi,

6) Trapesium

Rumus luas trapesium:

Gambar 2.15 Trapesium ABCD

Gambar 2.16 Trapesium dengan pendekatan jajargenjang

Pada trapesium ABCD, DO = tinggi trapesium ABCD, EF = garis yang membagi dua trapesium ABCD

Untuk mengetahui rumus luas trapesium, maka trapesium ABCD dibagi menjadi dua melalui garis EF lalu dipotong menjadi dua bagian. Potongan tersebut diputar dan bagun tersebut menjadi jajargenjang AD’E’E maka:

Luas trapesium ABCD = Luas jajargenjang AD’E’E

= × �� = + × A D C B E t F ½ t ½ t D C B/ C A E F/F E D b a a b b o o

Jadi Luas trapesium ABCD adalah = × × + Dimana : = �� , = � Maka: Luas trapesium = ℎ � − × �� 8. Tangram

Tangram adalah media berbentuk persegi yang terdiri dari tujuh bangun datar. Tangram dapat digunakan untuk mengenalkan bangun geometri datar pada siswa. Tangram adalah permainan yang paling tua

Dokumen terkait