Cabai merupakan tanaman dengan buah yang memiliki rasa pedas sehingga
baik digunakan sebagai bumbu masakan dan bahan obat-obatan herbal. Banyak
orang yang menggemari buah cabai, walaupun rasanya pedas tetapi masakan
tanpa cabai akan terasa belum lengkap. Di Indonesia, cabai merupakan salah satu
komoditi pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
data Biro Pusat Statistik tahun 2012, yang menunjukkan bahwa cabai telah
dibudidayakan di seluruh Indonesia dengan luas lahan, produksi dan
produktivitas yang cukup bervariasi pada Tabel 2.1.
Cabai merah merupakan salah satu anggota famili Solanaceae. Tumbuhan
berkayu ini memiliki ciri-ciri tinggi tanaman ± 1 m dan bercabang. Daun tunggal
berbentuk bulat telur sampai elip. Bunga tunggal bentuk bintang terdapat di ketiak
daun, berwarna putih. Cabai merah memiliki buah menggantung, berbentuk
seperti kerucut memanjang, dengan permukaan buah mengkilat berwarna hijau
sampai merah setelah tua. Biji cabai merah berukuran kecil, pipih, berwarna putih
kekuningan dan setelah tua menjadi coklat (Djarwaningsih, 2005). Cabai merah
tumbuh merata di seluruh Indonesia mulai dari Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku dan Papua (Poulos, 1994).
Tabel 2.1
Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Cabai Tahun 2009-2011 (BPS, 2012)
Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011
Provinsi Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Aceh 7,27 34,82 4,79 9,11 64,15 7,04 8,61 49,53 5,75 Sumatera Utara 18,35 154,80 8,44 21,71 196,35 9,04 22,61 233,26 10,32 Sumatera Barat 6,86 41,52 6,05 7,05 46,22 6,56 8,08 58,98 7,30 R i a u 3,14 11,22 3,57 3,17 11,94 3,77 3,52 15,83 4,49 J a m b i 3,51 17,96 5,12 3,68 17,92 4,87 4,56 28,79 6,31 Sumatera Selatan 6,84 28,69 4,20 8,20 34,06 4,15 6,93 18,64 2,69 Bengkulu 8,38 47,70 5,69 9,43 58,53 6,21 5,76 41,50 7,21 Lampung 7,52 28,39 3,78 8,42 38,60 4,58 8,59 62,74 7,30 Bangka Belitung 1,17 5,84 5,01 991 6,27 6,32 968 6,81 7,04 Kep. Riau 961 3,78 3,94 821 3,58 4,36 538 2,40 4,45 DKI Jakarta - - - - - - - - - Jawa Barat 23,21 315,57 13,60 26,09 245,60 9,41 24,05 300,62 12,50 Jawa Tengah 40,73 220,93 5,42 36,92 194,97 5,28 36,57 184,36 5,04 DI Yogyakarta 2,86 17,01 5,95 2,83 15,10 5,33 3,28 16,58 5,04 Jawa Timur 59,31 243,56 4,11 57,71 213,67 3,70 61,95 255,48 4,12 Banten 1,75 6,43 3,68 1,73 7,44 4,31 1,63 6,42 3,93 B a l i 3,64 27,27 7,49 3,85 25,29 6,56 4,24 31,50 7,42 Nusa Tenggara Barat 7,45 39,33 5,28 4,69 18,87 4,03 6,21 26,13 4,21 Nusa Tenggara Timur 1,60 9,66 6,04 1,48 5,97 4,04 1,46 6,31 4,33 Kalimantan Barat 2,29 11,12 4,85 2,20 6,77 3,08 2,57 9,46 3,68 Kalimantan Tengah 1,48 8,15 5,51 1,47 3,60 2,45 1,53 4,10 2,68 Kalimantan Selatan 1,67 7,65 4,57 1,63 8,20 5,03 1,50 9,20 6,12 Kalimantan Timur 3,25 15,97 4,92 3,27 14,62 4,47 3,00 12,70 4,23 Sulawesi Utara 2,88 14,41 5,00 2,81 10,23 3,64 2,69 10,08 3,74 Sulawesi Tengah 2,57 7,48 2,92 2,99 13,91 4,65 3,11 19,82 6,37 Sulawesi Selatan 6,50 20,98 3,23 6,41 24,90 3,89 7,31 37,28 5,10 Sulawesi Tenggara 1,25 4,76 3,81 1,96 7,82 3,99 2,00 4,76 2,38 Gorontalo 2,97 15,00 5,05 2,52 17,23 6,85 2,07 11,08 5,37 Sulawesi Barat 1,15 2,50 2,17 828 3,35 4,04 1,25 4,36 3,50 M a l u k u 107 328 3,07 449 1,234 2,75 594 2,92 4,91 Maluku Utara 557 659 1,18 557 719 1,29 418 1,08 2,58 Papua Barat 653 4,91 7,52 653 4,30 6,58 789 2,73 3,46 Papua 2,05 10,33 5,04 1,50 7,48 5,00 1,37 7,66 5,58 Indonesia 233,90 1,378,73 5,89 237,11 1,328,86 5,60 239,77 1,483,08 6,19
Selain rasa yang pedas karena kandungan capsaicin, cabai merah juga
memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1, dan C. Capsaicin pada cabai merah juga telah banyak diteliti untuk keperluan pengobatan, dimana kandungan lasparaginase dan capsaicin dapat berperan sebagai zat anti kanker (Kilham, 2006).
2.2 Induksi Mutasi
Mutasi merupakan perubahan materi genetik suatu makhluk yang terjadi
secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup
yang bersifat terwariskan (Girija dan Dhanavel, 2009). Peristiwa terjadinya mutasi
disebut mutagenesis. Makhluk hidup yang mengalami mutasi disebut mutan dan
faktor penyebab mutasi disebut mutagen (Shah et al., 2008).
Pada tanaman, induksi mutasi dapat diterapkan untuk memperoleh variasi
baru yang bertujuan untuk perbaikan sifat genetik tanaman. Perbaikan sifat
genetik suatu tanaman dapat dilakukan dengan cara konvensional maupun buatan.
Mutasi secara buatan biasanya memakai suatu mutagen.
Terdapat dua jenis mutagen yang digunakan, yaitu mutagen kimia dan
fisika. Pada tumbuhan, mutagen kimia yang biasa digunakan adalah ethyl
methanesulfonate (EMS), diethyl sulfate (DES), methyl methanesulfonate
(MMS), hydroxylamine, sodium azida dan sebagainya. Senyawa-senyawa tersebut
menyebabkan mutasi titik (Soeranto, 2003). Senyawa lainnya seperti kolkisin,
orizalin (Wan et al., 1991) dan kafein (Samuels dan Staehelin, 1996)
menyebabkan mutasi kromosom yaitu bertambahnya set kromosom. Mutagen
Penggunaan mutagen kimia dan fisika dalam perbaikan sifat genetik suatu
tanaman seperti kolkisin, EMS, MMS serta sinar gamma juga telah banyak
dilaporkan. Pemberian kolkisin 1% menyebabkan variasi bentuk, ukuran, dan
jumlah pada kromosom ujung akar bawang merah (Suminah et al., 2002).
Penggunaan EMS sebagai mutagen pada tanaman cabai juga telah banyak
dilakukan, misalnya pada sweet pepper dengan EMS 1% selama 3-9 jam
merangsang ketahanan terhadap penyakit powdery mildew. Setelah dilakukan
skrining pada populasi besar generasi M2 ditemukan tiga tanaman resisten.
Progeni tanaman ini terdiri dari tanaman yang mengekspresikan derajat resistensi
yang berbeda. Pemilihan berikutnya dilakukan hingga generasi M8 pada tanaman
resisten yang terus dikembangkan (Torodova dan Daskalov, 1979). Selain pada
cabai, EMS sebagai mutagen juga digunakan pada tanaman lain seperti pada
Arabidopsis yang menghasilkan mutan dengan daun variegata (Chen et al., 2000). Mutagen fisika seperti sinar gamma juga telah banyak digunakan dalam
pemuliaan tanaman. Salah satunya iradiasi dosis 700-800 Gy dan 140 Gy sinar
gamma terhadap biji Brassica oleracea L. var. acephala (kubis) yang
meningkatkan produksi, serta tahan patogen dan genjah (Itoh et al., 1991;
Abraham dan Bhatia, 1994).
Dibandingkan dengan mutagen lain, EMS merupakan senyawa kimia yang
paling banyak digunakan sebagai mutagen kimia dan terbukti efektif dapat
menyebabkan mutasi titik pada berbagai tanaman selain murah dan mudah
2.3 Mutasi dengan Ethyl Methanesulfonate (EMS)
Ethyl methanesulfonate merupakan senyawa kimia yang dapat
menyebabkan mutasi pada tingkat DNA dengan mengubah basa-basa DNA. EMS
memiliki rumus kimia C3H8SO3 (Russell, 1992). Mutagen kimia EMS merupakan
salah satu zat kimia yang termasuk dalam golongan agen alkilasi yang dapat
menyebabkan mutasi titik. Mutasi titik terjadi pada sebuah basa yang dapat berupa
insersi, delesi, transversi, atau transisi basa. Insersi dan delesi pada satu atau lebih
basa dapat menyebabkan perubahan urutan pembacaan sehingga mengubah
susunan asam amino. Transisi dan transversi menyebabkan perubahan ekspresi
asam amino. EMS akan mengikatkan gugus etilnya pada DNA guanin (G) pada
posisi 7-N dan 6-O yang akan membentuk gugus O6-etilguanin. Terjadinya etilasi
ini menyebabkan kesalahan pemasangan basa ketika replikasi, sehingga
menyebabkan mutasi acak pada rantai DNA (Sambrook dan Russell, 2001).
Beberapa peneliti melaporkan telah dihasilkan mutan dengan menggunakan
EMS, seperti peningkatan keragaman dan resistensi pisang terhadap virus (Imelda
et al., 2000), keragaman varian abaka (Purwati et al., 2008), pembentukan
maksimal embrio pada loquat (Hong et al., 2011). Beberapa kultivar tanaman
hasil mutasi dengan EMS telah dirilis di beberapa negara. Kultivar-kultivar
tersebut diantaranya Allium sativum (bawang putih) yang telah dirilis sebagai
varietas di Cina. Mutan dihasilkan dengan perlakuan 0,03-0,06% EMS terhadap
subang dari bawang, mutan ini dilaporkan meningkatkan produksi dan jumlah
umbi (Novax et al., 1984; Selvaraj et al., 2001). Mutan lain yang telah dirilis
India dan tiga di Italia. Mutan didapatkan dari perlakuan EMS terhadap biji,
mutan ini dapat meningkatkan produksi, dan tanaman agak kerdil (Zeerak, 1991).
Mutagen kimia EMS telah terbukti lebih efektif dan efisien daripada
mutagen fisika pada tanaman kacang tunggak (Vigna unguiculata L. Walp) yang
menghasilkan lebih banyak mutan yang viabel daripada penggunaan sinar gamma
(Girija dan Dhanavel, 2009). Penelitian dengan menggunakan EMS telah banyak
dilakukan umumnya memiliki perbedaan pada rentang waktu dan konsentrasi
EMS yang digunakan. Purwati et al. (2008) merendam kalus embriogen abaka
dalam EMS konsentrasi 0%, 0,3%, 0,4%, 0,5% dan 0,6% yang digoyang selama 2
jam dengan kecepatan 60 rpm yang menghasilkan daun variegata dan berbagai
kelainan morfologi daun. Penelitian lain pada biji Sonchus arvensis L.
menggunakan konsentrasi 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5% dan 1,8% EMS selama
4 jam melaporkan dosis EMS 0,9%-1,2% dapat menimbulkan mutasi tanpa
mengurangi jumlah tanaman yang mampu berbunga 50%, serta menghasilkan
mutasi warna daun (kimera) (Poerba, 2000).
Ethyl methanesulfonate sebagai mutagen juga dilaporkan pada beberapa
penelitian seperti pada tanaman krisan ditemukan sebanyak 48 mutan (5,2%) dari
910 tanaman dengan warna petal yang menyimpang yaitu pink-salmon, warna
pink bercahaya, perunggu, putih, kuning dan salmon pada EMS konsentrasi
0,77% selama 1 jam (Latado et al., 2004). Penelitian pada kedelai yang
menggunakan 1-30 mM EMS menunjukkan polimorfisme dalam jaringan kedelai,
hasil ini nantinya berguna dalam mendeteksi mutasi dalam kultur embriogenik
2.4 Induksi Mutasi Cabai Merah dengan Ethyl Methanesulfonate (EMS)
Induksi mutasi cabai merah dengan menggunakan EMS diharapkan dapat
meningkatkan keragaman cabai merah yang selanjutnya dapat diseleksi untuk
menghasilkan tipe yang lebih baik. Penelitian induksi variasi cabai menggunakan
EMS telah dibuktikan oleh Alcantara et al. (1996) pada cabai cv Keystone
Resistant Giant no.3 dengan parameter penelitian meliputi konsentrasi, lama
waktu perlakuan dan temperatur. Konsentrasi EMS yang digunakan adalah 0,5%,
1% dan 1,5% dengan lama perendaman 3, 6 dan 9 jam serta suhu yang diatur pada
5oC, 1oC, 15oC dan 20oC. Pada generasi M1 ditemukan sedikit tanaman yang
mengalami mutasi seperti bentuk daun yang tidak beraturan dan menjari, selain itu
umumnya tanaman menjadi kerdil dengan daun yang klorosis, serta persentase
perkecambahan terendah pada konsentrasi EMS 1,5% selama 9 jam.
Penelitian lain menggunakan cabai merah cv Longhi (Jabeen dan Mirza,
2002) dengan konsentrasi EMS yang digunakan 0,01, 0,1 dan 0,5% selama 3 dan
6 jam. Karakteristik yang dapat diamati pada tanaman yang termutasi meliputi
bentuk daun, berat tanaman, jumlah percabangan, jumlah daun, hari saat berbunga
dan berbuah, jumlah buah, susunan daun, struktur cabang, jumlah petal dan
jumlah sepal. Perlakuan dengan konsentrasi EMS 0,5% selama 6 jam ditemukan
dapat meningkatkan variasi genetik. Pada penelitian ini teramati 4 mutan dari
seluruh tanaman, dimana 2 mutan steril dan 2 mutan fertil. Mutan steril dilaporkan
memiliki jumlah daun yang lebih banyak, selain itu hasil uji klorofil tanaman
kandungan klorofil dalam tanaman cabai juga dinilai sebagai salah satu variabel
(Lichtenthaler dan Wellburn, 1983).
Pada cabai merah “Smart” penggunaan EMS 1% dengan lama perendaman
biji selama 6 jam menghasilkan perkecambahan sebesar 96%. Penggunaan
konsentrasi EMS yang lebih rendah yaitu 0,5%, 0,3% dan 0,1% menghasilkan
perkecambahan sebesar 98%, 98,5% dan 100% berturut-turut (Pharmawati et al.,
2012). Manzila et al. (2010) juga melaporkan hasil penelitian pada lima genotipe
cabai yang diuji yaitu Jatilaba, ICPN12 no.4, PBC495, Helem dan Gelora dapat
menimbulkan keragaman morfologi pada konsentrasi EMS 0,5% dengan
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN