METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Pembuatan buffer posfat pH 7 dan larutan EMS 1%
Pembuatan EMS 1% dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama-tama dibuat
1 M buffer posfat pH 7 dengan mencampurkan 70 ml 1 M K2HPO4 dengan 20 ml
1 M KH2PO4 lalu pH diukur sampai mencapai pH 7. Jika pH belum mencapai
nilai 7, maka ditambahkan dengan KH2PO4. Konsentrasi buffer posfat yang
digunakan untuk melarutkan EMS adalah 0,1 M. Untuk membuat buffer posfat
pH 7 dengan konsentrasi 0,1 M, maka dilakukan pengenceran 10 x dari buffer
posfat 1 M (Koethoff et al., 1989). Tahap berikutnya membuat EMS 1% dengan
cara mengambil 0,05 ml EMS dan dijadikan 5 ml dengan menambahkan buffer
posfat pH 7.
4.8.2 Pembuatan pewarna aceto-carmine
Pewarna aceto-carmine dibuat dengan melarutkan 0,5 gram bubuk carmine
dalam 22,5 ml asam asetat glasial, diaduk dengan batang pengaduk sampai
ditambahkan 50 ml akuades dan disaring dengan kertas saring (Koethoff et al.,
1989).
4.8.3 Persiapan lahan
Tanah dicangkul untuk membersihkan lahan dari akar bekas tanaman lama dan segala macam gulma yang tumbuh. pH tanah diukur dengan pH meter digital. pH diukur pada tiap petak tanah perlakuan, pH tanah yang kurang dapat dilakukan penaburan kapur pertanian atau dolomit sebanyak 200-400 gr/m2 agar pH menjadi 6-7 (Sherly et al., 2010). Tanah yang telah dicangkul dibuat bedengan dengan lebar 100 cm, tinggi 40 cm, jarak antar bedengan 80 cm, panjang bedengan 5 m, lebar parit 50 cm. Setiap bedengan ditaburi 50 kg pupuk kandang untuk 5 m panjang bedengan dan dicampur dengan tanah secara merata. Bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam-perak. Untuk mengetahui unsur makro tersedia dilakukan analisis tanah yang dikerjakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
4.8.4 Perlakuan benih cabai merah dengan EMS 1% dan persemaian
Benih cabai merah diseleksi dengan cara direndam dalam air bersih selama
6 jam, kemudian dipilih benih cabai yang tenggelam. Sebanyak 200 benih cabai
merah yang telah diseleksi direndam dengan EMS 1% masing-masing 50 benih
selama 6 jam, 9 jam, 12 jam dan 15 jam. Perlakuan dilakukan pada temperatur
ruang. Sebagai kontrol adalah 50 benih yang direndam dalam buffer fosfat pH 7.
Benih selanjutnya dibilas dengan akuades untuk menghilangkan sisa-sisa mutagen
(Narayanan and Konzak, 1969). Benih yang telah diberi perlakuan kemudian
bumbungan dan disusun di bawah naungan atau sungkup yang telah disiapkan.
Bumbungan yang tersusun rapi diberi air secukupnya sampai basah. Penyiraman
dilakukan dengan sprayer. Bumbungan yang telah ditanam benih cabai ditutup
dengan kertas koran, lalu disiram sampai basah agar kelembabannya terjaga.
Kemunculan bibit dipermukaan tanah dicatat pada tahap ini.
4.8.5 Penanaman
Penanaman pada bedengan dilakukan setelah bibit berumur 21 hari. Jarak tanam 50 x 50 cm (Sherly et al., 2010). Penanaman dilakukan pada sore hari secara serentak dalam 1 hari. Setelah selesai ditanam, bibit cabai disiram air secukupnya dengan cara disemprotkan dengan tekanan rendah dan merata sampai ke akarnya.
4.8.6 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman cabai dilakukan dengan memberi pupuk tambahan.
Campuran pupuk dibuat sesuai kebutuhan dalam ember atau tong besar ukuran
20-30 liter, diisikan 25 liter air bersih, dimasukkan 1,250 kg kompos,
ditambahkan 0,625 kg NPK (15 : 15 : 15) (2 sendok makan untuk 10 liter air).
Pemupukan dilakukan dengan kocor setiap bulan (100 ml per pohon), dimulai
pada umur 14 HST minimal 8 kali selama masa pemeliharaan tanaman (Sherly et
al., 2010). Kucuran pupuk diusahakan tidak terkena tanaman secara langsung.
Tanaman cabai disiram dengan air 2 kali sehari. Penyiangan dilakukan secara manual dengan garu atau mencabut gulma secara hati-hati.
4.8.7 Pengamatan karakter morfologi
Karakter morfologi yang diamati yaitu tinggi tanaman yang diukur dari
leher akar sampai titik tumbuh, jumlah cabang, jumlah daun, bentuk daun, jumlah
petal dan jumlah sepal. Pengamatan dilakukan terhadap tanaman terduga mutan
pada setiap perlakuan serta 6 tanaman yang dipilih pada setiap perlakuan dan
ulangan. Pengambilan data dilakukan setiap minggu, dengan mencatat dan mengukur perubahan morfologi yang terjadi dari leher akar sampai titik tumbuh tanaman serta dokumentasi gambar foto dengan kamera sampai tanaman cabai berbuah.
4.8.8 Pengamatan karakter fisiologi
Karakter fisiologi yang diuji adalah kandungan klorofil. Uji klorofil
dilakukan dengan metode yang dijelaskan oleh Lichtenthaler dan Wellburn
(1983). Masing-masing perlakuan dan ulangan dipilih 3 tanaman dan diambil
daun ketiga dari pucuk dan sudah berkembang sempurna untuk diekstraksi
klorofilnya. Sampel daun sebanyak 100 mg dihaluskan dengan cara digerus,
ditambahkan 3 ml aseton 80% dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 2 menit.
Dari hasil sentrifugasi didapatkan pellet dan supernatan. Supernatan diambil dan
dipindahkan ke labu takar. Pellet yang masih dalam tabung ditambahkan 1 ml
aseton dan disentrifugasi kembali. Supernatan yang didapatkan dipindahkan ke
labu takar sebelumnya sampai mencapai 5 ml, kemudian diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 663 dan 645 nm.
Kandungan klorofil (mg/L) dalam ekstrak dihitung menurut rumus berikut
1. Klorofil a mg/L berat daun = 12,7 x E663 – 2,69 x E645
2. Klorofil b mg / L berat daun = 22,9 x E645 – 4,68 x E663
3. Klorofil total mg / L berat daun = 20,2 x E645 + 8,02 x E663
Keterangan :
E : Nilai absorbansi
4.8.9 Pengamatan karakter reproduktif tanaman
Secara reproduktif pengamatan meliputi viabilitas serbuk sari, hari saat
pertama berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman berbunga pada tanaman
perlakuan, umur 50% tanaman berbuah pada tanaman perlakuan, jumlah bunga,
jumlah buah serta besar buah setelah panen yang dihitung berdasarkan Standar
Nasional Indonesia.
Viabilitas serbuk sari diamati dengan mengambil sebuk sari dari 5 bunga
yang telah mekar dari 2 tanaman terpilih pada setiap perlakuan dan ulangan.
Serbuk sari ditaburkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan aceto-carmine 2%
dan dibiarkan selama 30 menit, dibuat masing-masing 1 preparat untuk setiap
bunga. Preparat yang telah diwarnai diamati di bawah mikroskop cahaya dengan
perbesaran 40 x dan dihitung jumlah serbuk sari pada 10 lapang pandang (Tyagi,
2002).
Pengamatan dilakukan terhadap serbuk sari yang viabel dan tidak viabel.
Serbuk sari yang viabel menyerap zat warna aceto-carmine dan memiliki dinding
warna aceto-carmine dan memiliki dinding yang mengkerut. Cara menghitung
persentase viabilitas serbuk sari adalah sebagai berikut:
rata-rata serbuk sari viabel x 100% rata-rata jumlah serbuk sari yang diamati
Pengamatan terhadap hari saat berbunga dan berbuah dicatat mulai saat
tanaman pertama kali berbunga dan berbuah, sedangkan untuk jumlah bunga dan
jumlah buah dicatat saat mulai berbunga serta berbuah sampai tanaman dipanen.
Besar buah diukur dari diameter buah dan panjang buah, diameter diukur
pada pangkal buah cabai dan panjang buah diukur dari pangkal buah sampai ujung
buah. Pengukuran besar buah dilakukan terhadap setiap buah pada 6 tanaman
untuk setiap perlakuan dan ulangan sesuai dengan ukuran SNI yaitu Mutu I
dengan panjang buah 12-14 cm dan garis tengah pangkal 1,5-1,7 cm, Mutu II
dengan panjang buah 9-11 cm dan garis tengah pangkal 1,3-<1,5 cm, Mutu III
dengan panjang buah <9 cm dan garis tengah pangkal <1,3 cm (BSN, 1998).