• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI DESA WISATA PETAK KABUPATEN GIANYAR BERBASIS TATA RUANG TRADISIONAL BALI

2. KAJIAN PUSTAKA

Keberadaan UMKM di Indonesia pada umumnya, hingga berlaku pula di Desa Petak, Kabupaten Gianyar khususnya diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha, Mikro, Kecil, Dan Menengah dan juga Bank Dunia. Bahkan Bank Dunia mendefinisikan UMKM menurut tiga klasifikasi, yaitu berdasarkan kondisi karyawan, pendapatan, dan nilai aset. Penjelasannya sebagai berikut :

a. Micro Enterprise. Memiliki kriteria jumlah karyawan kurang dari 30 orang, dan pendapatan setahun tidak melebihi USD 3 juta.

b. Small Enterprise. Kriteria jumlah karyawan kurang dari 100 orang, pendapatan setahun tak melebihi USD100 ribu, dan jumlah aset tak melebihi USD 100 ribu.

c. Medium Enterprise. Memiliki kriteria jumlah karyawan maksimal 300 orang, pendapatan setahun hingga USD 15 juta, dan jumlah aset mencapai USD 15 juta.

Menurut Krisna Adi Darma (2017) Konsep ruang yang berlaku di Desa wisata adalah Andabhuwana, Tri Mandala dan Catus patha sebagai pusat desa.

1. Konsep Andabhuwana berarti konsep ruang di Bali berorientasi pada potensi alam setempat (local Oriented) yaitu orientasi ruang tersebut mengacu pada arah :

a. Langit-bumi (akasa-pertiwi), ini berarti segala pembangunan harus berorientasi arah akasa atau atas dan pertiwi di bawah.

b. Gunung-laut (utara-selatan), ini berarti gunung diidentikkan dengan arah utara yang merupakan kawasan suci (Hulu) dan selatan identic dengan laut. Sehingga segala sesuatu yang perlu dilebur atau dibersihkan di larung atau dibuang ke laut yang identik dengan arah selatan(teben).

c. Terbit–terbenamnya matahari (timur-barat), ini berarti arah timur dianggap utama atau suci dan seiring dengan gerakan matahari, arah barat dianggap nista (teben).

2. Tri Mandala merupakan konsep yang dianut dalam perancangan desa wisata di Kabupaten Tabanan dengan maksud merupakan tiga tata nilai wilayah ruang, yang terdiri dari :

a. Ruang sakral spiritual yang berdasarkan konsep arah gunung-laut berada di arah utara/hulu yang disebut dengan Utama Mandala.

b. Ruang profan atau komunal yang identic dengan kawasan pemukiman terletak di tengah desa yang disebut dengan Madya Mandala.

c. Ruang Komersial atau pelayanan service ditempatkan di teben atau ujung desa yang disebut dengan Nista Manda

3. Konsep Cathus Patha atau Pempatan Agung

Dimana di lokasi pempatan agung ini pada umumnya terdapat di perempatan utama desa, dikelilingi oleh pusat pemerintahan desa. Pempatan agung ini zaman dahulu berupa puri yang merupakan rumah raja kala itu yang merupakan pemimpin desa, atau sekarang bisa berupa kantor desa, pasar sebagai pusat perekonomian lengkap dengan Pura Melanting, ruang terbuka hijau atau alun alun yang identik dengan keberadaan pohon beringin dan juga taman budaya yang identik dengan keberadaan wantilan ataupun bale banjar sebagai tempat berkumpulnya masyarakat. Masyarakat desa di Kabupaten Gianyar menempatkan pasar tradisional pada Bale Banjarnya, yaitu tepatnya Di Banjar Madangan Kelod. Masyarakat setempat juga memegang teguh konsep Tri Hita Karana. Konsep ini mengandung arti hubungan yang baik antara manusia dengan

alam, manusia dengan manusia dalam hubungan bermasyarakat dalam sebuah desa dan juga manusia dengan Tuhannya atau Ida Sang Hyang Widi. Maka dari itu, sebagai wujud nyatanya di setiap desa di Gianyar dan Desa Petak khususnya juga terdapat 3 pura sebagai lokasi pemujaan kepada manifestasi Tuhan atau Ida Sang Hyang Widi Wasa.

Adapun pura ini adalah Pura Desa sebagai tempat pemujaan kepada Dewa Brahma sebagai pencipta alam semesta, Pura Puseh tempat Dewa Wisnu berstana sebagai pemelihara alam semesta dan Dewa Siwa sebagai pelebur alam semesta, yang berstana di Pura Dalem, biasanya dekat dengan kuburan atau setra di hilir/teben desa. Ketiga pura ini juga membentuk tata ruang desa di Kabupaten Gianyar secara unik.

Penelitian di Desa Mengesta Penebel Kabupaten Tabanan, menemukan potensi yang ada di desa tersebut dikelola dengan bijak, dengan cara tetap menerapkan konsep tata ruang tradisional Bali, mulai dari : i) memilih lokasi ideal untuk pengembangan fasilitas, dengan cara menghindari pembangunan pada berbagai sempadan ataupun perlindungan kawasan suci untuk dibangun akomodasi wisata. Kawasan perlindungan itu sendiri, mencakup : kawasan suci, kawasan tempat suci, kawasan sumber mata air khususnya sumber mata air panas (hot spring), kawasan sempadan sungai, kawasan dan ruang terbuka hijau. ii) Desa wisata dibentuk dan dikembangakan dengan tetap mentaati konsep tata ruang tradisional Bali, seperti Andabhuwana, Tri Mandala dan Catus patha/Pempatan Agung sebagai pusat desa dengan menempatkan pasar sebagai tempat ideal pengembangan UMKM sejak dahulu.

iii) Pelestarian tata ruang desa wisata sebagai daya tarik wisata dimulai dari tingkat terendah seperti di lingkungan terkecil yaitu keluarga, dengan tetap menerapkan Konsep Asta Kosala Kosali yang tampak dari gapura rumah atau angkul-angkul, sanggah, merajan atau pura keluarga hingga bangunan rumah tinggal penduduk mulai bale atau saren daje, bale delod, dapur atau paon, natah atau halaman hingga teba yang merupakan halaman di belakang rumah yang terkoneksi dengan sawah ladang hingga ke sungai yang merupakan satu kesatuan dan saling terkait dengan konsep Tri Hita Karana. iv) Desa wisata ini dikembangkan dengan tetap memperhatikan aturan dari pemerintah daerah setempat. v).Desa Wisata Mengesta dan Kabupaten Tabanan pada umumnya tetap menerima kunjungan wisatawan dengan tetap menerapkan protocol kesehatan (prokes) dengan baik.

Hasil penelitian di sumber mata air panas (hot Spring) Belulang, yang juga berada di Desa Wisata Mengesta, Kabupaten Tabanan. berpotensi terus dikembangkan sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Tabanan dengan keunggulan pada daya tarik alam untuk berbagai kegiatan baik bagi kepentingan masyarakat maupun untuk wisatawan.Pengembangan daya tarik sumber mata air panas ( hot spring) Belulang tidak hanya cukup dengan tindakan-tindakan di Desa Mengesta saja, tapi juga lingkungan sekitar, seperti tetap memelihara kelestarian alam sekitar, memperbaiki jalan dan saluran drainase menuju obyek wisata, memelihara keberadaan rambu-rambu petunjuk menuju lokasi obyek wisata dan meningkatkan partisipasi mayarakat termasuk dalam hal memelihara stabilitas keamanan. Strategi yang hendaknya di kembangkan

sebaiknya secara aktif meningkatkan pemasaran Hot spring itu sendiri maupun keberadaaan UMKM yang ada di lokasi, yang dikembangkan warga setempat dengan memproduksi dan memasarkan makanan tradisional khas setempat. Hingga saat ini, wisatawan yang berkunjung ke daya tarik wisata ini berasal dari dalam dan luar negeri, peningkatan kualitas SDM, kualitas pelayanan, dan memelihara mutu yang merupakan kunci strategis dalam pengembangan potensi wisata.