• Tidak ada hasil yang ditemukan

HOMESTAY SEBAGAI PENGEMBANGAN USAHA MASYARAKAT DI DESA WISATA SAYAN UBUD GIANYAR

4.3 Produk Homestay Desa Wisata Sayan

Rumah Adat Bali bernama Bale Meten yang mempertahankan bentuk arsitektur lokal berhasil mencuri hati para wisatawan dan wisatawan mancanegara. Rumah Bale Meten memiliki bentuk bangunan persegi panjang yang terletak di sebelah utara bangunan utama serta terdapat dua ruangan, yakni bale kanan dan bale kiri. Biasanya, rumah Bale Manten ini diperuntukan untuk kepala keluarga atau anak perempuan yang belum menikah atau masih perawan. Namun, fungsi rumah adat ini telah berkembang menjadi rumah yang bisa disewa/digunakan oleh wisatawan. Konsep homestay di desa wisata adalah mengembangkan rumah hunian menjadi homestay, tidak hanya menyewakan atau menyediakan kamar tidur.

Mengembangkan homestay berarti memberikan kesempatan kepada tamu atau wisatawan untuk mengetahui lebih banyak tentang budaya dan tradisi masyarakat di desa tersebut.

Idealnya, konsep homestay di desa wisata adalah homestay yang menerapkan standar dan poin-poin di bawah ini.

1. Homestay sebagai tempat tinggal.

Meski rumah yang digunakan untuk homestay memiliki desain dan interior yang pas-pasan, pelayanan prima harus diutamakan. bentuk pelayanan yang luar biasa tidak hanya menghibur tamu/wisatawan. Namun juga dalam hal penyediaan kamar tidur yang bersih, aman, dan nyaman. Standar kamar homestay di desa wisata antara lain sebagai berikut:

a. Memiliki kasur, seprai, bantal, guling dan selimut yang bersih dan rapi.

b. Pintu kamar homestay dapat dikunci.

c. Kamar homestay memiliki sumber listrik.

d. Terdapat cermin di dalam kamar homestay.

e. Ada penerangan yang baik dan memadai.

f. Tersedia handuk bersih.

g. Tersedia petunjuk arah dan perlengkapan sholat.

Bahkan harus dipahami bahwa persediaan kamar mandi tidak perlu berada di dalam kamar. Adapun standar toilet homestay di desa wisata adalah sebagai berikut:

1) Bersih dan rapi. Artinya tidak ada pakaian kotor yang masih menggantung di dalam kamar mandi, apalagi keramik yang berkerak atau berlumut.

2) Pencahayaan yang baik.

3) Toilet yang cukup dan bersih.

4) Mandi sehat.

5) Pintu kamar kecil mungkin terkunci.

6) Tersedia gantungan baju.

7) Jika cuaca dan juga lingkungan di dalam desa wisata dingin, pemilik rumah bisa menyediakan air hangat.

2. Homestay sebagai tempat yang memiliki atraksi.

Seharusnya tidaklah sulit untuk menerjemahkan ide ini. Untuk itu, homestay idealnya berada di desa wisata atau di dekat kawasan wisata. Misalnya di Desa Ubud Kabupaten Gianyar yang diduga sebagai jalur utama wisatawan untuk berwisata ke Gunung Batur dan Danau Batur di Kintamani. Kondisi ini membuat banyak bisnis homestay berkembang. Namun, bukan berarti masyarakat Desa Sayan hanya mengandalkan Ubud atau Kintamani sebagai magnet wisata dan tujuan utamanya. Atraksi lain juga ditawarkan. Misalnya, kegiatan bertani di Desa Sayan, trekking di dalam desa, hingga mengikuti tradisi masyarakat desa. Untuk itu, potensi yang ada di dalam desa harus dipetakan dan dikemas lebih jauh agar wisatawan tertarik untuk membelinya. Dengan begitu, lama tinggal wisatawan di homestay dan desa wisata akan meningkat.

3. Homestay sebagai tempat untuk menceritakan budaya (living culture).

Selain sebagai tempat tinggal dan berlibur, konsep homestay di desa wisata lebih diarahkan sebagai tempat untuk diceritakan budaya baru. Istilah budaya sering diartikan sebagai artefak, perilaku, tradisi, adat istiadat dan nilai-nilai yang mendasari suatu

praktik khas dalam budaya. Bagi masyarakat perkotaan, berlibur di desa wisata tentu menjadi hal yang menyenangkan, selain untuk nostalgia, homestay di desa wisata menawarkan pengalaman baru bagi wisatawan untuk siap hidup dan hidup sebagai masyarakat pedesaan. Selama di desa wisata ini, wisatawan dapat berpartisipasi dalam kegiatan pemilik homestay saat memanen dan mengolah padi, membuat pahat/ukiran kayu, sablon batik dan lukisan, mengikuti rangkaian upacara keagamaan dan kegiatan lainnya. Wisatawan mendapatkan kesempatan untuk berbaur dengan pemilik rumah dan masyarakat sekitar. Hal ini dapat memberikan pengalaman tersendiri bagi wisatawan, dimana wisatawan terlibat langsung dalam setiap aktivitas masyarakat yang ada di desa wisata. misalnya saat memasak makanan khas ‘Lawar Cumi dan Gurita’. Dari kegiatan ini, wisatawan dapat memahami cara memasak masakan lokal, mulai dari komposisi bumbu yang digunakan, waktu memasak, Makan Lawar bisa menjadi tradisi makan bersama masyarakat Desa Sayan yang menjadi salah satu elemen dari paket wisata yang ditawarkan oleh Desa Wisata Sayan.

4. Menjadi bagian dari keluarga baru.

Besarnya keuntungan (materi) yang didapat dari acara homestay memang tidak seberapa. Tanpa disadari, penyediaan homestay memberikan ruang bagi tuan rumah dan pengelola desa wisata untuk bisa menambah koneksi dan keluarga baru. Selain itu, dengan pengalaman, produk, dan layanan yang berkualitas, akan ada kesan dan ulasan positif dari tamu/wisatawan, sehingga wisatawan akan tetap mengingat pengalaman positif mereka dan secara sukarela membagikan cerita mereka melalui media sosial dan komunikasi pemasaran lainnya. Hal ini seringkali sejalan dengan poin ketujuh dari gerakan (kenangan) Sapta Pesona yang merupakan semangat pengembangan pariwisata di Indonesia. Pariwisata sebagai sektor yang sangat strategis dalam pengembangan tatanan kehidupan ekonomi memerlukan strategi pembangunan yang berkelanjutan, salah satunya adalah mengenai amenitas. Penyediaan fasilitas yang memadai tentunya masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama, terutama di daerah yang memiliki keterbatasan infrastruktur seperti desa wisata. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari desa wisata, homestay merupakan fasilitas wisata yang memadukan penginapan dan pengalaman serta budaya lokal yang otentik sebagai atraksi. Dengan diadakannya homestay di desa wisata diharapkan dapat meningkatkan proses ekonomi masyarakat lokal di dalam desa dan mengembalikan identitas budaya asli mereka melalui konsep arsitektur pada bangunan tempat tinggal yang dijadikan homestay.

mengingat pengalaman positif mereka dan secara sukarela membagikan cerita mereka melalui media sosial dan komunikasi pemasaran lainnya. Hal ini seringkali sejalan dengan poin ketujuh dari gerakan (kenangan) Sapta Pesona yang merupakan semangat pengembangan pariwisata di Indonesia. Pariwisata sebagai sektor yang sangat strategis dalam pengembangan tatanan kehidupan ekonomi memerlukan strategi pembangunan yang berkelanjutan, salah satunya adalah mengenai amenitas. Penyediaan fasilitas yang memadai tentunya masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama, terutama di daerah yang memiliki keterbatasan infrastruktur seperti desa wisata. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari desa wisata, homestay merupakan fasilitas wisata yang memadukan penginapan dan pengalaman serta budaya lokal yang otentik sebagai atraksi. Dengan diadakannya homestay di desa wisata diharapkan dapat meningkatkan proses ekonomi masyarakat lokal di dalam desa dan mengembalikan identitas budaya asli mereka melalui konsep arsitektur pada bangunan tempat tinggal yang dijadikan homestay.

Gambar 4. Papan Nama Homestay Desa Sayan

Gambar 4. Papan Nama Homestay Desa Sayan

5. SIMPULAN

Desa Wisata Sayan mengembangkan usaha homestay guna mengantisipasi kekurangan kamar yang tersedia pada saat musim ramai (high season). Dalam mengembangkan bisnis homestay, ada 3 (tiga) komponen utama yang perlu diperhatikan oleh pengembang homestay, yaitu kelembagaan, pelaku, dan produk. Kelembagaan merupakan salah satu komponen terpenting yang harus dimiliki desa wisata dalam mengembangkan program homestay di lokasi mereka.

Kelembagaan disini diartikan sebagai organisasi kawasan yang membawahi kegiatan pariwisata di lingkungan Desa Wisata Sayan, di Desa Wisata Sayan ada satu Pokdarwis yaitu Pokdarwis Desa Sayan. Pokdarwis ini bertanggung jawab atas kegiatan pariwisata di Desa Wisata Sayan, baik itu kuliner, seni, budaya, maupun homestay. Selain itu, Pokdarwis juga berperan penuh dalam menjalin kerjasama dengan pihak luar untuk mendukung terselenggaranya Desa Wisata Sayan. Pemilik homestay di Desa Wisata Sayan dapat digolongkan sebagai peserta wait and see, hal ini dikarenakan masyarakat Sayan harus melihat terlebih dahulu keuntungan yang diperoleh warga yang telah mengikuti program ini sebelumnya, terlebih dahulu masyarakat mengidentifikasi, mempelajari hambatan dan keuntungan yang dirasakan dan dialami pada lingkungan ekonomi dan sosial. Produk yang menarik wisatawan untuk kembali dan menempati homestay terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu rumah homestay yang disewakan untuk wisatawan maupun kelompok wisatawan serta kegiatan yang menjadi daya tarik wisata sebagai alasan wisatawan mengikuti program homestay. Tempat wisata yang menarik wisatawan adalah wisata Alam Bija, water tubbing, trekking, cycling dan Puri Sayan. Selain itu,

pemilik homestay menawarkan paket kegiatan pemilik homestay saat menanam, memanen dan mengolah padi, membuat pahat/ukiran kayu, sablon batik dan lukisan, mengikuti rangkaian upacara keagamaan dan kegiatan lainnya. Paket kuliner tradisional merupakan salah satu produk wisata yang paling diminati oleh wisatawan. Salah satu kuliner yang menjadi ciri khasnya adalah lawar cumi dan gurita. Kuliner tradisional ini tidak hanya bisa dinikmati oleh wisatawan, tetapi juga bisa menjadi salah satu kegiatan yang dibagikan selama menginap di homestay, yaitu belajar membuat lawar, bubur Bali dan berbagai kuliner langsung dari ahlinya.

Selain paket kuliner, ada paket lain seperti kerajinan tradisional. Beberapa jenis kerajinan yang dikembangkan adalah kegiatan pahat/ukiran kayu, sablon batik dan lukisan, membuat alat musik atau gambelan tradisional Bali.

Rekomendasi disusun berdasarkan analisis yang telah dilakukan bagi ketiga komponen pengembangan homestay tersebut. Rekomendasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: