• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kajian Teori

1) Alur

Seorang dramawan menyusun alur untuk mencapai beberapa tujuan, salah satunya adalah mengungkapkan buah pikirannya. Alur pada dasarnya merupakan deretan peristiwa dalam hubungan logik dan kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku Luxemburg (dalam Wiyatmi, 2006: 49). Plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum sebab-akibat. Dalam teks drama, alur tidak diceritakan, tetapi akan divisualkan dalam panggung. Dengan demikian, bagian terpenting dari sebuah alur drama adalah dialog dan lakuan (Soemardjono, 1984: 138).

Alur tersusun dari peristiwa-peristiwa yang tersaji di atas pentas. Penikmat drama pada umumnya mengejar cerita dari bagian awal, tengah, dan akhir (Kernodle dalam Dewojati, 1967: 345). Di dalam cerita, kegentingan satu ke kegentingan selanjutnya dalam sebuah pola yang berirama, dari tegangan dan istirahat, dipengaruhi oleh pergerakan alur. Alur mengarahkan cerita drama pada klimaks dengan dorongan menarik, kemudian membiarkan berganti dan berdebar di bagian akhir melalui pengalaman pertunjukan yang luar biasa. Kernodle dalam Dewojati (1966: 346) menjelaskan bahwa sebuah drama bukan narasi, tidak hanya dialog atau percakapan, tetapi sebuah interaksi. Tiap pembicaraan dari masing-masing karakter menuntut reaksi dari karakter lain. Dengan demikian penikmat drama menjadi tertarik untuk mengikuti cerita. Mereka ingin sekali melihat sesuatu yang akan terjadi selanjutnya. Eric Bentley menganalogikannya seperti sorang penari striptis yang melepas lapisan persembunyiannya satu persatu (Kernodle dalam Dewojati, 1967: 347).

Yang dimaksud dengan alur (plot) di sini ialah pertalian sebab-akibat dalam sebuah cerita. Alur memadu rangkaikan cerita atau peristiwa yang terjalin secara saksama yang menggerakkan jalan cerita dari awal (pengenalan), konflik, rumitan, klimaks, dan penyelesaian (denomen) (Hendy, 1988: 6). Dewojati (2010: 167) mengungkapkan bahwa ide Aristoteles tentang plot ini kemudian dikembangkan oleh Kernodle. Ia membagi perkembangan plot menjadi beberapa bagian, yakni exposition (eksposisi), point of attack (titik serangan), inciting force (kekuatan penggerak), complication (komplikasi), build (pertumbuhan), minor climax (klimaks kecil), let down (penurunan), anticipation (antisipasi), forebonding (pratanda), great suspense (ketegangan besar), major crisis (krisis besar), major climax (klimkas besar), conclusion (kesimpulan), dan denouement (kesudahan)

Hubungan antara satu peristiwa atau sekelompok peristiwa yang lain disebut alur atau plot. Alur sebagai rangkaian peristiwa-peristiwa atau sekelompok yang saling berhubungan secara kausalitas akan menunjukkan kaitan sebab akibat. Jika hubungan kausalitas peristiwa terputus dengan peristiwa lain maka dapat dikatakan bahwa alur tersebut kurang baik. Alur yang baik adalah alur yang memiliki kausalitas sesama peristiwa yang ada di dalam sebuah teks drama (Hasanuddin, 2015: 109). Karakteristik alur drama, jika ingin membedakannya mungkin dapat dikategorikan dengan istilah alur konvensional dan alur non konvensional.

Penyajian alur dalam drama diwujudkan dalam urutan babak dan adegan. Babak adalah bagian terbesar dalam sebuah lakon (Wiyatmi, 2006: 49). Pergantian babak dalam pentas drama ditandai dengan layar yang diturunkan atau

ditutup, atau lampu panggung dimatikan sejenak. Setelah lampu dinyalakan kembali atau layar dibuka kembali dimulailah babak baru berikutnya. Pergantian babak biasanya menandai pergantian latar, baik latar tempat, ruang, maupun waktu.

Adegan adalah bagian dari babak, sebuah adegan hanya menggambarkan satu suasana. Pergantian adegan tidak selalu disertai dengan pergantian latar. Satu babak dapat terdiri atas beberapa adegan. Struktur alur drama, yang oleh Aristoteles (lewat Harymawan dalam Wiyatmi, 2006: 49) disebut sebagai alur dramatik (dramatic plot)dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

a) Protasis (permulaan) : dijelaskan peran dan motif b) Epitasio (jalinan kejadian).

c) Catastasis (klimaks) : peristiwa mencapai titik kulminasi. d) Catastrophe (penutup).

Menurut Marjorie Boulton (1984: 75 via Sudjiman, 1988: 29), alur sebagaimana rangka dalam tubuh manusia yang menyangga tegaknya tubuh manusia. Demikian pula alur di sini bisa dikatakan merupakan kerangka sebuah cerita. Alur adalah rekayasa pencerita yang menandai sebuah fiksi, bukan peristiwa nyata. Alurlah yang membedakan antara cerita fiksi dengan fakta nyata; antara fiksi, drama dengan puisi. Dalam alur ada unsur kesengajaan pengarang/pencerita yang merangakai sebuah cerita sehingga cerita itu tersusun secara sistematis.

Tentu saja peristiwa dalam alur merupakan hasil seleksi dari peristiwa-peristiwa. Tidak semua peristiwa pantas dimasukkan ke dalam alur. Hanya

peristiwa-peristiwa yang memiliki arti dan makna tertentu dalam membangun cerita yang disajikkannya. Peristiwa yang tidak menunjang tema bisa ditinggalkannya, sebab bisa mengganggu keutuhan cerita. Struktur dinamika alur menurut Sudjiman dan Nurgiantoro dibagi menjadi tiga macam, yaitu awal, tengah, dan akhir;

1) Awal

Bagian awal alur ini terdiri dari tiga bagian yaitu, eksposisi, rangsangan, dan gawatan. Eksposisi merupakan tahap pengenalan dari peristiwa yang dicerita. Rangsangan berisi tentang gangguan keharmonisan suasana yang terjadi dalam cerita. Gawatan berisi tentang ketegangan yang terjadi di dalam cerita.

a) Eksposisi

Situasi yang terdapat dalam eksposisi ini adalah (tempat, waktu, keadaan, para tokoh, hubungan antara tokoh). Eksposisi di sini menyampaikan perkenalan keadaan, peristiwa yang dialami tokoh. Disamping informasi seperlunya bagi pembaca untuk dapat mengikuti jalan cerita selanjutnya, di awal cerita juga diselipkan butir-butir yang memancing rasa ingin tahu pembaca akan kelanjutan cerita. Paparan atau pengenalan ini biasanya menggambarkan situasi yang masih stabil & harmonis, namun terbuka terhadap peristiwa selanjutnya. Pada tahap awal cerita, di samping untuk memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita sebagaimana dicontohkan di atas, konflik sedikit demi sedikit mulai diumnculkan. Di sini pembaca yang peka akan menangkap awal ketidakstabilan yang tersirat maupun yang tersurat. Ketidakstabilan ini memiliki potensi untuk mengembangkan cerita (Kenney, 1966: 15 dalam Sudjiman, 1988: 32). Mulailah

terasa adanya rangsangan, yaitu peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan di tahap ini.

b) Rangsangan

Rangsangan merupakan adanya sesuatu yang terjadi, dimulai adanya mengganggu keharmonisan suasana (Sudjiman, 1988: 32). Merangsang seseorang bertanya, apa yang akan terjadi selanjutnya. Mulai rangsangan inilah awal gerak cerita dan alur menjadi dinamis. Awal dari ketidakstabilan. Ketidakstabilan berpotensi untuk mengembangkan cerita Kenney (dalam Sudjiman, 1966: 15). Awal munculnya konflik Nurgiantoro (dalam Sudjiman, 149). Muncul berita yang meresahkan keadaan yang semula laras. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai kealisator (Sudjiman, 1986: 39). Rangsangan dapat pula ditimbulkan oleh hal lain, misalnya oleh datangnya berita yang merusak keadaan yang semula terasa laras. Dalam cerita: Nyonya Wenas mantan kekasih dari Kakek datang ke rumahnya untuk mengucapkan selamat atas pesta yang baru dirayakan oleh Kakek dan Nenek

c) Gawatan

Gawatan adalah rangsangan yang semakin besar sehingga mulai terjadi ketegangan yang semakin gawat dan makin tegangnya keadaan. Ketika Nyonya Wenas berbicara dengan Kakek dan Nenek tingkah laku Kakek membuat Nenek menjadi kesal dan marah serta menimbulkan rasa cemburu terhadap Nyonya Wenas.

2) Tengah

Bagian tengah alur ini terdiri dari tiga bagian yaitu, konflik, komplikasi, dan klimaks. Konflik merupakan tahap pertentangan dilakukan antara pihak protagonis dan antagonis di dalam cerita. Komplikasi berisi perkembangan dari gejala awal konflik menuju ke klimaks yang terjadi dalam cerita. klimaks berisi puncaknya kehebatan dari komplikasi yang menyebabkan suasana semakin memuncak yang terjadi di dalam cerita.

a) Konflik

Konflik adalah munculnya unsur-unsur yang mengarah pada mengarah ketidakstabilan dan konflik dari dalam cerita. Pada bagian konflik ini mulai jelas adanya pertentangan antara pihak protagonis dengan antagonis. Bagian ini Nenek yang beda berpendapat dengan Kakek dan Nyonya Wenas membuat Nenek menjadi marah dan cemburu akan sikap Kakek. Menurut Sudjiman (1988: 35) Biasanya diwakili pribadi manusia yang menjadi protagonis. Konflik bisa terjadi antara protagonis dengan tokoh lain, masyarakat, dirinya sendiri, maupun alam. b) Komplikasi

Komplikasi (rumitan) merupakan perkembangan dari gejala awal tikaian menuju ke klimaks (Sudjiman, 1988: 35). Situasi ini menjadi semakin rumit, panas dan semakin menegangkan (mengkhawatirkan). Tidak bisa ditentukan siapa yang kalah atau yang menang. Antara protagonis dengan antagonis saling mengalahkan, saling dikalahkan. Bahkan pihak protagonis semakin terpepet atau terpojok hampir kalah. Situasi semacam ini yang membuat pembaca maupun penonton drama, film semakin tegang. Ada kekhawatiran jangan-jangan tokoh

kesayangannya akan kalah. Nenek yang marah dan cemburu terhadap Kakek semakin memuncak dan Nenek berdiam tidak berbicara dengan Kakek.

c) Klimaks

Klimaks adalah bagian dari alur drama, fiksi atau sajak kisahan yang melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi emosional pembaca. Puncak kehebatan dari rumitan yang dialami oleh para tokoh dalam cerita (Sudjiman, 35). Titik tertinggi dari alur, yang menentukan akhir cerita. Nenek yang cemburu kepada Kakek membuat hati Nenek menjadi tidak karuan sehingga membuat Nenek ingin meminta cerai kepada Kakek.

3) Akhir

Bagian akhir alur ini terdiri dari satu bagian saja yaitu, penyelesaian. Penyelesaian merupakan tahap terakhir yang berisi penyelesaian dengan kemenangan dari para tokoh. Peneliti dapat simpulkan pada bagian akhir ini penyelesaian dari masalah-masalah yang dialami oleh tokoh dalam cerita.

a) Penyelesaian

Penyelesaian adalah bagian akhir alur yang berisi penutup cerita. Pada adegan ini konflik diselesaikan dengan kemenangan yang benar. Selesaian bisa berbentuk happy ending, sad ending, ataupun open ending. Dalam open ending, pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan. Penyelesaian yang terdapat dalam drama “Pada Suatu Hari” yaitu happy ending karena peneliti melihat dalam drama tersebut berakhir dengan kebahagian.

6 7 4 5 1 2 3 6 7 5 3 4 1

Dokumen terkait