• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Saran

Berdasarkan uraian di atas, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. Penelitian ini dapat memperkaya pemahaman tentang sastra, terutama unsur struktur dan tekstur drama. Agar mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia bisa membaca hasil analisis struktur dan tekstur naskah drama “Pada Suatu Hari” karya Arifin C. Noer sehingga bisa mengetahui kekurangan dan kelebihannya.

Bagi pembaca umum, struktur dan tekstur dalam naskah drama ini dapat dijadikan sarana untuk mengapresiasi sebuah karya sastra. Amanat yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan pelajaran bagi kita bagaimana seharusnya kita menyikapi kecemburuan dengan rasa cinta yang ada dalam keluarga.

Bagi peneliti lain yang ingin melakukan serupa, skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah referensi, agar peneliti selanjutnya dapat menghasilkan penelitian yang jauh lebih baik. Sebagai sumber informasi mengenai struktur dan tekstur dalam naskah drama.

DAFTAR PUSTAKA

Academia. “Analisis Drama ‘Pada Suatu Hari’”. Diunduh pada tanggal 14

Februari 2018. Dari:

https://www.academia.edu/5607943/Analisis_Drama_Pada_Suatu_hari_. Budianta, Melainie, dkk. 2002. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia tera. Budianta, Melainie, dkk. 2006. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia tera. Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.

Jakarta : Rineka Cipta

Dewojati, Cahyaningrum. 2010. Drama Sejarah, Teori, dan Penerapannya.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Hadi, Sutrisno. 1990. Metedologi Research. Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM. Harymawan, RMA. 1988.Dramaturgi. Bandung: Rosda

Hasanuddin, WS. 2015. Drama Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung: Angkasa Bandung.

Hidayahtulloh, Putri. ____. Jurnal Mahasiswa. Surabaya: UNESA

Departemen Pendidikan Nasional. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Gramedia Pustaka

Kartikajati, Rintis. 2009. Unsur Intrinsik Drama ‘Janji’ Karya Djody M. Dan Implementasi dalam Silabus Serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Drama Di SMP. Skripsi. Tidak diterbitkan . Yogyakarta: PBSID USD. Kosasih, Encang. 2012. Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama

Widya.

Latip, Asep Wahid. 2015. “Analisis Drama ‘Pada Suatu Hari’ Karya Arifin C Noor”. Diunduh pada tanggal 24 Januari 2018. http://asepwahidlatip.blogspot.co.id/2015/03/analisis-drama-pada-suatu-hari-karya_17.html?m=1

Margono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya Offset.

Ratna, Nyoman Kutha. 2015. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Soemanto, Bakdi. 2001. J.A.G.A.T Teater. Yogyakart: Media Pressindo. Soemardjono, Selo, dkk. 1984. Budaya Sastra. Jakarta: Rajawali.

Sudjiman, Panuti, 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Teater Tjerobong Paberik. 2014. “ Pementasan Naskah Drama Pada Suatu Hari”. Diunduh pada tanggal 14 februari 2018. Dari: http://teatertjerobongpaberik.blogspot.co.id/2014/11/pada-suatu-hari.html. Waluyo, Herman J. 2003. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta:

Hanindita Graha Widya.

Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.

Wuryanto, Joko. 2008. “Struktur dan Nilai-nilai Pendidikan Dalam Lakon Dewa Ruci Versi KI Anom Suroto dan Kemungkinan Sebagai Bahan Ajar Bagi Siswa SMP”. Diunduh pada tanggal 05 Februari 2018. Dari: http://lib.unnes.ac.id/2199/1/4305.pdf

Zulkarnain, Firdaus. 2014. “Struktur dan Tekstur Lakon eMBeRR yang Dibawakan Oleh Ludruk Paguyuban Peminat Seni Tradisi Kota Malang”. Diunduh dari: http://digilib.isi.ac.id/360/1/BAB%20I%20Firdaus.pdf pada tanggal 20 Februari 2018.

BIODATA

Yohanes Prima Pramudya, lahir di Bekasi pada tanggal 12 Desember 1994. Mengawali pendidikan dasar di SD Strada Kampung Sawah Bekasi, lulus tahun 2007. Setelah itu, melanjutkan pendidikan di SMP Strada Kampung Sawah Bekasi, lulus tahun 2010. Selanjutnya menempuh sekolah lanjutan menengah atas di SMA Pangudi Luhur Servasius Kampung Sawah Bekasi, dan lulus tahun 2013. Terakhir, melanjutkan studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Tugas akhir ditempuh dengan menulis skripsi berjudul “Analisis Struktur dan Tekstur Naskah Drama

TRIANGULASI HASIL PENELITIAN

UNSUR STRUKTUR DAN TEKSTUR DRAMA “PADA SUATU HARI” KARYA ARIFIN C. NOER

Bapak/Ibu Dosen Triangulator mohon untuk memeriksa dan mengecek kembali data yang diperoleh peneliti untuk keperluan kebasahan data. Triangulator yang dipercaya untuk memeriksa data penelitian adalah penyidik yang memiliki kemampuan dalam bidang Drama.

Petunjuk Pengisian:

1. Bapak/Ibu Dosen Triangulator mohon berikan tanda centang pada kolom triangulasi jika setuju atau tidak terhadap analisis UNSUR STRUKTUR DAN TEKSTUR DRAMA “PADA SUATU HARI” KARYA ARIFIN C. NOER

No Unsur Hasil Analisis Keterangan Hasil Analisis Setuju Tidak Setuju

keterangan 1. Struktur Tema Kekeluargaan : Peneliti

dapat melihat bahwa Tema yang terdapat pada naskah drama ini adalah tentang kekeluargaan. Di mana menceritakan kisah dalam sebuah keluarga yang saling membantu satu sama lain dalam menyelesaikan masalah yang terjadi, sampai pada

akhirnya keluarga

tersebut hidup dengan

harmonis kembali,

meskipun banyak kaktus yang menghampiri.

Nita : “Ganti kalimatmu, Novia.” Kakek : “Ya, kalau kau tidak ingin perut kamu kembung oleh air dingin.”

Nenek : “cari halaman lain yang lebih lembut kata katanya.”

Novia : “Ibu, saya Cemburu.” Nenek : “Nah, itu baik. Cemburu itu suci. Hanya

dengan modal itu kau mampu bercinta.” Novia : “Tapi Vita keterlaluan.” Kakek : “barang kali cemburu kau yang keterlaluan.”

Nita : “Novia, cemburu pada salah seorang seorang pasien Vita...”(hal. 34)

Alur Eksposisi : Peneliti dapat melihat bahwa kisah awal “Pada Suatu Hari” menceritakan diawali dengan kisah Nenek dan Kakek yang sedang saling memandang dan di

Kakek : “Sekarang kau nyanyi.” Nenek : “menggeleng sambil tersenyum manja.” Kakek : “Seperti dulu.” Nenek : “(menggeleng sambil tersenyum manja).” Kakek : “Nyanyi seperti dulu.”

mulai dari mereka seperti sepasang kekasih yang baru menjadi pengantin dengan berlatar di sofa ruang tamu rumahnya. Dengan bukti dialog sebagai berikut :

Nenek : “Malu”

Kakek : “Sejak dulu kau selalu begitu.”

Nenek : “Habis kaupun selalu mengejek setiap Kali saya menyanyi.”

Kakek : “Sekarang tidak, sejak sekarang saya Tidak akan pernah mengejek kau lagi.” Nenek : “Saya tidak mau menyanyi.” Kakek : “Kapanpun?”

Nenek : “Kapanpun.” Kakek : “Juga untuk saya.” Nenek : “Juga untuk kau.” Kakek : “Sama sekali?” Nenek : “Sama sekali.” (hal. 2-3)

Rangsangan : Peneliti dapat melihat bahwa awal kisah yang mengganggu

keharmonisan hubungan dari Kakek dan Nenek ketika kekasih lama Kakek yaitu Nyonya Wenas datang ke rumahnya. Nyonya Wenas sebelumnya

Pesuruh : “Ada tamu, nyonya besar.” Nenek : “Siapa?”

Pesuruh : “Nyonya Wenas, nyonya.” Nenek : (Melirik pada Kakek) Nyonya janda itu (kepada pesuruh) Sebentar saya kedepan.

Pesuruh exit.” Nenek : “Kau surati dia?” Kakek : “Tidak.”

pernah memiliki hubungan dengan Kakek.

dia bisa tahu

tentang pesta kita?” Kakek : “Saya tidak tahu.”

Nenek : “Kau bohong (Exit) Demam saya mulai kambuh.” Janda : “...Terlaknat saya, kenapa saya jadi gemetar.” (hal.6-7)

Gawatan : Peneliti dapat melihat bahwa dalam situasi ini suasa menjadi semakin mengalami ketegangan dan semakin gawat ketika pesuruh dari rumah Kakek dan Nenek itu memberikan minuman kesukaan dari Nyonya Wenas sang mantan kekasih Kakek itu.

“Pesuruh muncul membawa minuman, ketika pesuruh itu aan pergi.”

Janda : “Nanti dulu.” Pesuruh : “Ya, Nyonya”. Janda : “Siapa yang memilih minuman ini?”

Pesuruh : “Saya sendiri Nyonya, kenapa?”

Janda : “Ini memang kesukaan saya.”

Pesuruh : “Menyenangkan sekali. Silahkan minum Nyonya.” Janda : “(minum) Segar bukan main. Bagaimana kau tahu saya suka minuman ini?” Pesuruh : “Tuan besar sering menceritakan perihal Nyonya kepada saya. Dan ketika tahu Nyonya datang,

segera saya buatkan minuman itu. Selamat minum Nyonya.” Janda : “Nanti dulu.”

Pesuruh : “Iya Nyonya?” (hal. 7-8) Konflik : Peneliti dapat

melihat bahwa bagian adanya pertentangan antara Kakek, Nenek, dan Nyonya Wenas. Di awali dengan Kakek yang bertingkah berlebihan di depan Nyonya Wenas yang menyebabkan Nenek tidak suka.

Nenek : “Selamat datang Nyonya.” Janda : “Selamat atas...”

Kakek : “Terima kasih. Maaf, Nyonya Tampubolon?”

Nenek : “Kau pelupa benar.”

Kakek : “Siapa bilang, Nyonya pasti Nyonya Mangandaralam.” Nenek : “Sayang, ini Nyonya Wenas.” Kakek : “Iya, saya maksud Nyonya Wenas. Apa kabar suami Nyonya?”

Nenek : “maaf, Nyonya. Sayang, tuan Wenas telah meninggal sebelas tahun yang lalu.” Kakek : “maafkan. Kau benar sayang. Daya ingat saya jelek sekali. Maafkan Nyonya.”

Janda : “Tidak apa.” Nenek : “(berseru) Joni.!!” (...) (hal. 8-10)

dapat melihat bahwa perkembangan awal tikaian menuju ke klimaks ditandai dari Nenek yang cemburu terhadap tingkah Kakek terhadap Nyonya Wenas setelah Nyonya Wenas pulang dari rumahnya dan mencurigai Kakek yang menyuruh Kakek yang menyiapkan minuman kesukaan dari Nyonya Wenas.

Nenek : “Diam saja.”

Kakek : “Kenapa kau begitu diam?” Nenek : “Kau juga begitu.”

Kakek : “Kenapa?”

Nenek : “Kau juga kenapa?” Kakek : “Sayang, adalah tidak baik kita bubuhi pesta emas dengan kata-kata seru.” Nenek : “Kau sendiri yang

membubuhinya. Kau rusak bunga-bunga pesta kita dengan kaktus-kaktus pacar kau.”

Kakek : “Sejak muda kau begitu yakin seakan saya pernah punya hubungan percintaan dengan perempuan tadi. Saya heran kenapa kau begitu berhasil menciptakan tokoh yang fantastis itu menjadi tokoh yang seolah nyata dalam diri kau sehingga tokoh itu mampu mempermainkan kau sendiri selama hidup kau.”

Nenek : “Bukan fantastis. Tapi memang dia tokoh fantasi kau bahkan sampai saat kau

tua (menangis). Sengaja kau suruh Joni menyiapkan segera minuman

kesukaannya begitu dia datang.”

Kakek : “Siapa? Saya? Menyuruh Joni? Minuman apa?” Nenek : “Kau menyuruh kau

menyuruh Joni membuat es susu begitu Nyonya janda itu datang.”

Kakek : “Tidak. Saya tidak menyuruh Joni.”

(...) (Hal. 15-17) Klimaks : Peneliti dapat

melihat bahwa Puncak masalah terjadi ketika anak-anak Kakek dan Nenek datang berkunjung untuk mengutarakan

masalahnya. Terutama Novia anak kedua Nenek dan Kakek yang menceritakan keluh kesahnya dan ingin bercerai dengan Vita suaminya. Pada saat itu

Kakek : “Begitu Nita. Kau harus dengar dari permulaan sekali soal Ibumu.”

Novia : “Pak…..”

Kakek : “Ada apa kau? Baru kemarin kau pulang dari sini?

Dengan siapa?” Novia : “Anak-anak.” Kakek : “Mana mereka?”

Novia : “Di belakang. Lihat ikan Seperti biasanya.”

Kakek : “(Setelah berfikir) Kebetulan kau datang. Begini. Tidak salah kalau kau juga

masalah semakin rumit. sebagai anak tahu. Ini persoalan juga sangat runcing dan bisa mengakibatkan

kesedihan berlarut-larut.” Novia : “Soal apa pak?”

Nita : “Ibu Purik. Ibu marah.” Novia : “Kenapa?”

Kakek : “Itulah dengarkan saya (berfikir). Begini. Soalnya sepele dan tidak bermutu. Ibumu tidak suka tanaman kaktus. Saya suka tanaman itu. Bahkan saya punya tanaman kaktus dalam kakus. Ibumu marah-marah.” Novia : “Bapak tidak mau

mengalah?”

Kakek : “Selama hidup saya selalu mengalah dan terus-terusan kalah malah.”

Novia : “Buang saja kaktus itu.” Nita : “Soalnya bukan kaktus. Soalnya itu Cemburu pada nyonya Enas.”

Kakek : “Ya, begitulah kalau tanpa tedeng aling aling. Ibumu cemburu dan minta cerai.”

Novia : “Minta cerai?”

Kakek : “Minta cerai. Bahkan ibumu minta supaya hari ini juga diselesaikan surat-suratnya.” Novia : “Ibu?”

Nita : “Ya, seperti kau sekarang.” Kakek : “Apa? Seperti kau, Novia? Ada apa? Kau juga sedang minta cerai? Dari siapa?” Nita : “Dari siapa. Dari suaminya tentu, Vita.”

Kakek : “Kau dan ibumu memang satu jiwa...”

(hal. 24-26) Penyelesaian : Peneliti

dapat melihat bahwa Ketika Novia berkata bahwa Novia akan meminta cerai kepada Vita, saat itu Nenek tersadar bahwa bercerai adalah bukan hal yang baik. Maka dari itu, Nenek mengingatkan Novia untuk tidak mengambil keputusan secara mendadak dan menarik kembali apa

Nenek : “Lebih jelek lagi (menangis lagi) Tuhanku, apa jadinya nanti kalau kau jadi

berpisah dengan Vita yang dulu kau agung-agungkan? Apa jadinya

hidupmu?”

Nita : “Apa jadinya anak-anakmu? Meli dan Feri akan

kehausan cinta sebab mereka tidak akan lengkap menerima keutuhan cinta.” Nenek : “Fikirkan baik-baik, sayangku. Singkirkan

yang dikatakannya. Seketika itu pula, Novia mulai tersadar. Bahwa masih ada anaknya yang harus diperhatikan oleh kedua orang tuanya.

kegelapan yang dibenihkan setan cemburu.”

Kakek : “Apa kira surat talak itu cek?” Nenek : “Tuhanku, limpahilah anak saya dengan cahaya kasih Mu. Novia, tidakkah kau bisa menimba pelajaran dari pengalaman-pengalaman ibu dan ayahmu?”

Kakek : “Ayah dan ibumu berumah Tangga selama setengah abad, tanpa sedikitpun membiarkan setan talak bertelur dalam kamar tidurnya, bahkan tidak dalam dapurnya.”

Nenek : “Kami bagaikan Adam dan Hawa.”

Kakek : “Apa kau pernah mendengar Hawa minta talak kepada Adam? Berkacalah kepada ibu dan Ayahmu. Kamilah pasangan abadi dunia dan akhirat.”

Nenek : “Kami bagaikan Sam Pek dan Eng Tay.”

Kakek : “Pronocitro dan Roro Mendut.”

Nenek : “Di sahara kami adalah Leila dan Qais.”

Kakek : “Kau sendiri tahu betapa Setianya Layonsari sampai sampai ia bunuh diri demi cintanya kepada Jayaprana.” Nenek : “Bacalah semua itu, sayang. Semua itu pusaka Nenek moyang kita yang manjur.” Kakek : “Demi menegakkan tiang tiang rumah tangga kita, berfikir dengan tenang.” Nita : “Dan demi kebahagiaan anak kita. Adikku, kau begitu bahagia dengan Meli dan Feri dan papanya Vita Kenapa kau sebodoh itu mau memuaskan

kebahagiaan itu? Tidakkah kau tahu bahwa diam-diam saya sebagai kakakmu selalu merasa iri karena saya dan suami saya tidak pernah diberkahi anak?” (hal. 30-31) Karakter Nenek : Peneliti dapat

melihat bahwa terdapat dua tokoh utama yang saya dapati dalam cerpen

“Sayang, kenapa kau berfikir kesana? Itu sangat tidak baik, lagi tidak ada gunanya.” (Hal. 3)

ini. Nenek sebagai tokoh utama yang memiliki sifat pencemburu, bijak, juga penyayang terhadap anak-anaknya.

hal itu.” (Hal. 3)

“Selalu kau begitu. Selalu kau tak pernah ambil pusing setiap kali saya sakit.” (Hal. 4)

“Kau sudah terlalu pintar berciuman ketika pertama kali kau mencium saya.” (Hal. 6)

“Saya kira tidak begitu. Tua adalah konsekwensi dari kesadaran kita.” (Hal. 12)

“Bukan fantastis. Tapi memang dia tokoh fantasi kau bahkan sampai saat kau tua (Menangis) Sengaja kau suruh Joni menyiapkan segera minuman kesukaannya begitu dia datang.” (Hal. 15)

“Saya akan terus menangis. Biar geledek menyambar saya tetap menangis.” (Hal. 19)

Kakek : Peneliti dapat melihat bahwa Kakek dalam cerita ini adalah sebagai tokoh utama yang memiliki sifat bijak, penyayang dan sulit ditebak. Terlihat ketika Nyonya Wenas datang berkunjung dan terdapat

“Saya memang pintar berkhayal. Setiap kali saya menonton saya selalu mengkhayalkan adegan ciuman secara amat terperinci.” (Hal. 6)

“Kau sendiri yang menyuruh agar saya berlaku pura-pura tidak kenal kepada nyonya itu.” (Hal. 10)

“Katakan bidadariku apa yang……..” (Hal. 19)

beberapa rahasia yang masih disimpan oleh Kakek.

Pesuruh : Peneliti dapat melihat bahwa pesuruh memilik sifat yang amanat, jujur dan lalai dalam menjalankan tugasnya di rumah.

“Tuan besar sering menceritakan perihal nyonya kepada saya. Dan ketika saya tahu nyonya datang, segera saya buatkan minuman itu. Selamat minum nyonya.” (Hal. 8)

“Terus terang sudah dua kali, nyonya.” (Hal. 16)

“Ayo lita nonton ikan.” (Hal. 23) Janda, Nyonya Wenas :

Peneliti dapat melihat bahwa Tokoh nyonya Wenas sebagai pemeran pengganggu di sini, sangat bisa membuat konflik di antara Kakek dan Nenek. Tidak begitu banyak karakter nyonya Wenas yang saya dapat dari keterbacaan saya karena nyonya Wenas hanya ditunjukan pada beberapa sekuen untuk menimbulkan konflik. Namun, di sana terlihat nyonya Wenas yang

“Ya, saya dan anjing saya sakit. Setiap kali saya sakit anjing saya juga ikut sakit. Saya agak senang karena sekarang saya agak sembuh, tetapi Bison agak parah sakitnya.” (Hal. 7) “Terima kasih (Sambil pergi) Bisonku.” (Hal. 14)

sedikit centil mungkin dikarenakan nyonya Wenas adalah janda dan mantan kekasih Kakek juga.

Arba, Sopir : Peneliti dapat melihat bahwa pak Arba memiliki sifat yang amanat dan jujur dalam menjalankan tugas dari majikannya.

“Papanya sendiri yang menculik, kira-kira seperempat jam yang lalu tuan dokter tadi menemui saya dan diam-diam mengajak Meli dan Feri pulang.” (Hal. 36)

Novia : Peneliti dapat melihat bahwa Anak kedua Nenek dan Kakek ini sifatnya tidak jauh dengan Nenek (ibunya), Novia terlalu cepat mengambil keputusan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi setelahnya. Tetapi Novia juga memiliki sifat yang penyayang.

“Saya yakin dia hanya pura-pura sakit.” (Hal. 24)

“Ibu, saya cemburu.” (Hal. 33)

“Tapi, Nita, kau sendiri bisa menimbang bagaimana sakitnya perasaan saya melihat tingkah Vita terhadap pasiennya yang pura-pura sakit itu.?” (Hal. 24)

Nita : Peneliti dapat melihat bahwa Nita tidak jauh halnya dengan ayahnya, Nita memiliki sifat yang bijak. Karena

“Novia, apakah kau tidak pernah memperhatikan baik-baik betapa jernih mata anak-anakmu yang lucu itu. Meli dan Feri.” (Hal. 26)

Nita hanya pemeran pembantu, karakter Nita hanya sedikit yang ditunjukkan.

saja. Cobalah berfikir dengan tenang. Sebegitu banyak sudah kata yang kau ucapkan tapi tidak sepatahpun kata yang dapat menjelaskan kenapa kau minta cerai dari suamimu. Kalau kau mau jujur sebenarnya kau hanya digerakkan oleh prasngka-prasangkamu sendiri saja. Coba. Kalau kau bisa cemburu oleh Icih kenapa oleh puluhan perempuan-perempuan lain atau bahkan gadis-gadis yang juga berobat kepada suamimu?” (Hal. 28) Meli : Peneliti dapat

melihat bahwa Meli adalah anak dari Novia yang memiliki karakter yang menurut kepada ibunya.

“papa nanti ke sini, mam?” (Hal. 22) “Meli Juga, Mam” (Hal. 23)

“saya mam” (Hal. 23)

Feri : Peneliti dapat melihat bahwa Feri adalah anak dari Novia yang memiliki karakter yang menurut kepada ibunya.

“Feri ingin lihat ikan, mam” (Hal. 22) “saya mam” (Hal. 23)

2. Tekstur Dialog Peneliti dapat melihat bahwa Kakek dan Nenek mempunyai konflik setelah nyonya wenas

Kakek : Kenapa kau diam begitu? Nenek : diam saja.

Kakek : Kenapa kau begitu diam? Nenek : Kau juga begitu.

datang ke acara ulang tahun pernikahan mereka. Karena si Kakek membahas masa lalaunya dengan nyonya wenas.

Kakek : Kenapa?

Nenek : Kau juga kenapa?

Kakek : Sayang, adalah tidak baik kita bubuhi pesta emas dengan kata-kata seru. Nenek : Kau sendiri yang membubuhinya. Kau rusak bunga-bunga pesta kita dengan kaktus-kaktus pacar kau.

Mood (suasana)

Peneliti dapat melihat bahwa suasana yang terdapat dalam naskah drama “Pada Suatu Hari” adalah mencengkram dalam masalah yang terdapat di dalam keluarga Kakek dan Nenek yang ingin ada perceraian dalam hubungan rumah tangga mereka.

Novia : soal apa pak?

Nita : Ibu Purik. Ibu marah. Novia : Kenapa?

Kakek : itulah dengarkan saya (berfikir). Begini. Soalnya sepele dan tidak bermutu. Ibumu tidak suka tanaman kaktus. Saya suka tanaman itu. Bahkan saya punya tanaman kaktus dalam kakus. Ibumu marah-marah.

Novia : Bapak tidak mau mengalah? Kakek : Selama hidup saya selalu mengalah dan terus-terusan kalah malah.

Novia : buang saja kaktus itu. Nita : Soalnya bukan kaktus. Soalnya itu cemburu pada

nyonya Enas.

Kakek : Ya, begitulah kalau tanpa tedeng aling aling. Ibumu cemburu dan minta cerai. Novia : Ibu?

Nita : Ya, seperti kau sekarang. Kakek : apa? Seperti kau, Novia? Ada apa? Kau juga sedang minta cerai? Dari siapa? Nita : dari siapa. Dari suaminya tentu. Vita.

Kakek : Kau dan ibumu memang satu jiwa...

Spectacle Pembabakan : peneliti dapat melihat bahwa pada naskah “Pada Suatu Hari” memiliki dua puluh babak yang di mana masing-masing babak sudah ada bagian-bagiannya sendiri.

Dialog dalam babak ketiga terdapat pada (hal.2)

Dialog dalam babak keempat terdapat pada (hal.6)

Dialog dalam babak lima, enam, dan tujuh terdapat pada (hal.7)

Dialog dalam babak delapan terdapt pada (hal.8)

Dialog dalam babak sembilan terdapat pada (hal.9)

Dialog dalam babak sepuluh dan sebelas terdapat pada (hal.15)

Dialog dalam babak dua belas terdapat pada (hal.16)

pada (hal.18)

Dialog dalam babak empat belas dan lima belas terdapat pada (hal.22) Dialog dalam babak enam belas terdapat pada (hal.23)

Dialog dalam babak tujuh belas dan delapan belas terdapat pada (hal.24) Dialog dalam babak sembilan belas terdapat pada (hal.27)

Dialog dalam babak dua puluh terdapat pada (hal.29)

Tata kostum : peneliti dapat melihat bahwa kostum yang dipakai dalam percakapan naskah drama “Pada Suatu Hari” menggunakan kostum Kakek dan Nenek serta kostum berada di dalam rumah.

Kakek : ”sekarang kau nyanyi” Nenek : “(menggeleng sambil tersenyum manja)” Kakek : “seperti dulu”

Nenek : “(menggeleng sambil tersenyum manja)” Kakek : “Nyanyi seperti dulu” Nenek : “(malu)”

(hal. 2) Tata rias : peneliti dapat

melihat bahwa Rias yang dipakai dalam naskah drama “Pada Suatu Hari” adalah rias sebagai Kakek dan Nenek, rias sebagai

pembantu/pesuruh,

Kakek : “kapan?” Nenek : “Suatu ketika.” Kakek : “sebelum saya mati?” Nenek : “Ya sayang, iya sayang.” (hal. 4)

wanita muda.

Perlengkapan : peneliti dapat melihat bahwa perlengkapan yang digunakan dalam naskah drama “Pada Suatu Hari” adalah tanaman kaktus, kursi, dan gelas minum.

“siapa yang memilih minuman ini?” “nyonya suka minum minum jeruk?” “menyirami kaktus?”

“saya punya tanaman kaktus dalam

Dokumen terkait